Adam masih tertawa cekikikan ketika melihat angka-angka penurunan drastis aset crypto currency yang terjun ke jurang beberapa hari ini.
"Mabok, mabok deh Lo yang investasi nggak pakai uang dingin," suara Adam yang sedang berbicara sendiri dengan laptopnya membuat Shara yang baru saja turun dari lantai dua tersenyum.
"Lo ngapain sih, Nyet?" Suara Shara sukses membuat Adam menoleh.
Seketika tawa itu hilang begitu saja ketika melihat Shara yang sudah kehilangan rambut panjangnya. Adam mengucek matanya berkali-kali. Apakah yang ada di hadapannya adalah Shara, sahabatnya yang sangat mencintai rambut panjangnya? Jika benar lalu kemana perginya rambut panjangnya? Segera saja Adam bangkit berdiri dari kursi di ruang makan yang sejak tadi ia duduki. Ia berjalan cepat mendekati Shara dan memegang kedua pipi Shara dengan tangannya. Lalu ia pindahkan tangan kanannya untuk memegang dahi Shara yang ternyata tidak demam.
"Nyet, Lo kenapa sih pegang-pegang gue. Najis mughaladhah tau nggak," kata Shara sambil menyingkirkan tangan Adam yang ada di wajahnya.
Adam hanya mendengus dan memutar kedua bola matanya.
"Akhirnya gue yakin kalo ini beneran Lo, bukan setan. Alhamdulillah kalo Lo masih sejutek ini sama gue, berarti Lo masih sehat bukan sakit wal sekarat karena putus cinta."
"Apaan sih, Nyet. Lo masak nggak, Nyet?" Tanya Shara sambil berjalan menuju ke dapur.
"Nggak, gue nggak masak. Bahan di kulkas Lo habis. Lagi bokek, nggak ada duit buat makan."
Sahara menghentikan langkahnya ketika sampai di depan kulkas lalu menoleh untuk melihat Adam yang mengatakan itu dengan santai.
"Lo kalo ngomong yang bener dong, Nyet. Di Aminin malaikat baru tau rasa, Lo."
"Bi, bisa nggak sih nggak panggil gue Nyet?"
"Nggak bisa, sudah kebiasaan dari dulu. Kenapa lo baru sewot sekarang kalo gue panggil begitu?" Tanya Shara sambil membuka kulkas.
"Gara-gara lo kasih nama gue Monyet, Nada dari kecil jadi ikut-ikutan manggil gue Nyet. Apesnya Galen sama Edel yang beberapa kali denger emaknya panggil gue Nyet, ikut-ikutan panggil gue Nyet," kata Adam sambil geleng-geleng kepala yang ternyata sanggup membuat Shara tertawa. Selama tiga hari Shara sudah kehilangan jiwa humorisnya, kini berkat mendengar keluhan Adam itu, ia bisa tertawa kecil.
"Lo yang mulai dengan panggil gue Babi duluan."
Sesudah mengambil kotak jus buah jambu, Shara segera berjalan menuju ke meja makan. Kini ia menarik kursi dan mulai duduk disana. Adam mengikuti apa yang dilakukan Shara dengan duduk di hadapan Shara.
"Tapi kan gue manggilnya Bi doang."
"Iya, Lo manggil gue Bi, tapi lebih seringnya Lo panggil gue begini," kata Shara sambil mencoba menirukan cara Adam memanggilnya. "Bi...Bi... Babi."
Kini Adam hanya nyengir di depan Shara yang membuat Shara menatapnya dengan tatapan sengit.
"Bagus dong, panggilan sayang dan hanya Lo yang nggak pernah marah gue panggil begitu."
"Ya kalo gitu harusnya Lo nggak protes dong kalo gue panggil Lo monyet."
"Gue bukan marah, cuma kasian aja sama si monyet karena disamain sama gue."
Shara hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Adam. Ia tidak bisa membayangkan, wanita seperti apa yang akan menjadi pasangan Adam kelak. Shara akan memberikan penghormatan kepada wanita tersebut karena berhasil meluluhkan hati Adam yang sedingin es jika berurusan tentang cinta dan tentunya memberikannya pelukan agar tetap tegar ketika memiliki pasangan segila Adam yang perilakunya sulit untuk diprediksi.
Beberapa saat mereka terdiam hingga akhirnya Adam membuka mulutnya.
"Shar, mukbang, yuk? Terus video-nya kirim ke Angi. Biar dia ngiler karena pingin pulang ke Indonesia."
"Mau mukbang apaan? Lo aja katanya lagi bokek, masa gue yang bayarin Lo? Berasa menabur garam di lautan."
"Kalo sekedar makan mah gue bayarin dulu."
Shara menatap Adam dengan memicingkan matanya. "Serius Lo, Nyet mau bayarin?" Tanya Shara karena walau mereka bersahabat sudah lama, namun mereka jarang saling membayari. Mereka lebih memilih membayar tagihan makan secara mandiri.
Sebenarnya sudah sering Adam menawari Shara untuk ia traktir, namun Shara selalu menolak dengan alasan uang dan hutang adalah alat pemutus silaturahmi terampuh di dunia, maka dari itu ia tidak pernah mau di traktir oleh Adam, bukan hanya Adam, bahkan Angi juga. Sesuatu yang masih membuat Adam heran. Entah kenapa dalam hal ini, ia sedikit iri pada persahabatan adiknya dengan ketiga temannya yang memilih bergiliran mentraktir sesuai urutan setiap kali mereka berkumpul.
"Iya, tapi nanti tanggal 25 Lo ganti."
Shara menghela nafasnya dan menatap Adam dengan tatapan gemas.
"Lo hafal ya tanggal gajian gue?"
"Oh, tentu saja. Hafal di luar kepala dari dulu."
"Okay deh Lo bayarin dulu, nanti gue ganti."
"Ya udah, ayo cabut. Mana kunci mobil Lo?" Tanya Adam sambil bangkit berdiri.
"Nyet, gue ganti baju dulu. Masa gue pakai celana kolor sama kaos oblong kedodoran begini."
Adam menghela nafasnya dan menatap Shara dengan gemas. "Lo ngapain sih ganti baju segala? Kita cuma mau nge-mall bukan mau kondangan."
Setelah mengatakan itu segera saja Adam berjalan menuju ke meja dekat pintu. Ia melihat kunci mobil Shara ada di sana. Saat ia sudah mendapatkan kunci itu, segera Adam menuju ke garasi dan membuka pintu garasi.
"Buruan atau gue tinggal," teriak Adam yang membuat Shara berlarian secepat yang ia bisa menuju ke garasi rumahnya.
Sesuatu yang aneh bagi Shara, ketika tiga hari ia habiskan untuk merenungi nasib percintaannya dengan Dion yang kandas begitu saja, namun hanya dalam waktu kurang dari satu jam ia bisa melupakan semua kesedihannya ketika bersama sahabatnya.
***
Sepanjang jalan Shara hanya bisa melirik Adam beberapa kali tanpa memiliki keinginan untuk mengomentari setiap kata yang keluar dari bibir Adam. Bagi Shara Adam bukanlah laki-laki sejati, namun ia adalah wanita yang terjebak dalam tubuh pria karena Adam tergolong laki-laki yang julidnya tidak ketulungan, bahkan ia termasuk laki-laki yang suka bergosip. "Bi, Lo kenapa diam aja dari tadi?" Tanya Adam ketika mobil mereka terjebak kemacetan. "Gue lagi mikir kapan Siwon bakal ketemu sama gue terus nikahin gue." Adam berusaha untuk tidak tertawa namun gagal. Kini mau tidak mau Shara menoleh menatap Adam. "Lo kenapa ketawa sih, Nyet. Gue serius. Setelah hubungan gue sama Dion kandas, gue rasa memang jodoh gue itu Siwon." "Bi...Bi... babiku sayang yang hoby berkhayal, tolong bangun karena ini bukan negri dongeng." "Eh, siapa tau aja Siwon jodoh gue, Nyet. Siapa tau juga gue bakalan nikah pas usia 40 tahun kaya Son Ye Jin pas dinikahin Hyun Bin." Adam menghela nafasnya. Tidak perlu bert
Bagi wanita tidak ada masalah kecil ataupun besar, semua masalah dianggap adalah masalah besar, itu pemikiran Adam selama ini. Apalagi ia yang hidup lebih dari tiga puluh tahun bersama sang Mama dan Papa. Adam memilih tetap tinggal di rumah orangtuanya karena adiknya tinggal bersama sang suami, kini hanya ia saja tempat kedua orangtuanya mencurahkan perhatian dan sekaligus juga meluapkan rasa jengkelnya jika tingkah Adam membuat mereka mengelus dada. Tiada hari tanpa omelan dari Mama. Tiga hari bersama Shara pun walau tidak mendapatkan omelan dari sang Mama, namun Adam tetap mendapatkan omelan dari Shara. "Sumpah ya, Nyet Lo bikin gue jadi malu," omel Shara berkali kali sejak mereka memasuki mall sejam yang lalu. "Emang kenapa sih, Bi? Cuek ajalah, lagian kita makan juga bayar, bukan minta." Shara menghela nafasnya dan memutar kedua bola matanya. "Nyet, tiap gue angkat kedua tangan gue buat makan, ketiak gue juga ikutan mangap." "Bagus, tinggal Lo suapin aja sekalian, biar kenyan
Malam ini Adam sudah berada di dalam kamar tamu yang ada di rumah Shara. Ini sudah hari ke empat dirinya tinggal di Jakarta. Mau tidak mau besok ia harus segera pulang ke Jogja karena ada meeting dengan clien-nya yang tidak bisa di wakilkan. Saat ia baru saja mencoba menutup matanya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphonenya. Segera Adam membuka handphonenya, ternyata group tersebut sedang ramai membahas dirinya yang sudah tidak berangkat ke kantor selama 3 hari.Ruben Mahesa : kemana nih si Adam nggak ngantor tiga hari, lama-lama makan gaji buta juga nih anak.Adam Raharja : sembarangan aja jari Lo kalo ngetik. Gue sedang menjalankan tugas dari Ndoro Pelangi.Sharenada Raharja : kebanyakan alasan. Kenapa sih nggak jujur aja kalo Lo suka sama dia. Nanti kalo dia sudah di halalin orang lain Lo nangis.Kaluna Maharani: wow, dia siapa nih yang di maksud sama Nada? Serius gue nggak tau siapa.Arjuna Harvito : Alhamdulillah, Galen sama Edel bentar lagi punya Budhe. Nggak sia-sia kemarin
Hari ini Shara benar-benar tidak sempat memikirkan perasaannya yang sedang kacau balau karena pekerjannya benar-benar menyita perhatiannya, bahkan hingga akhirnya jam makan siang baru Shara bisa bernafas lega. Ia segera mengambil card holder-nya dan turun kebawah. Mungkin tidak ada salahnya Shara menikmati jam makan siang ini sebentar di sela-sela dirinya harus menjurnal transaksi harian selama empat hari karena ia sudah ijin. Saat Shara keluar dari lift. Ia menemukan sosok Dion ada di sana dan Shara yakin jika Dion sedang menunggunya. Sepertinya Dion tidak akan berhenti menemui dirinya jika ia tidak menghadapi Dion secara langsung. Segera saja Shara menghampiri Dion. "Lo nyariin gue dari pagi ada urusan apa?" Tanya Shara sambil menyedekapkan tangannya di depan dada. "Aku cuma mau tanya keadaan kamu aja." Kini Shara tertawa cekikikan dan ia menggelengkan kepalanya. Dion masih merasa jika mereka spesial kah hingga ia memanggil Shara dengan aku kamu. "Gue baik, sehat dan gue sudah
Shara menatap rumahnya yang sepi setelah beberapa hari ada Adam yang selalu menemaninya. Kini ia duduk di sofa dan mengingat bagaimana tadi Adam pamit pulang kepadanya yang hanya lewat sambungan telepon."Bi, gue pulang ya?""Iya," jawab Shara singkat karena matanya masih fokus menatap biaya-biaya yang perlu ia jurnal."Lo bisa kan sendiri tanpa harus gue temenin?""Bisa."Beberapa saat Shara diam karena ia sedang fokus menatap nominal-nominal biaya ATK perusahaan bulan ini."Bi?" Panggil Adam lagi setelah beberapa saat."Hmm?""Gue sayang sama Lo, jadi please kalo Lo merasa dunia nggak adil, nggak ada orang yang anggap Lo berharga, jangan sampai Lo nangis ya, karena bagi gue lo berharga banget. Lihat Lo kaya kemarin rasanya gue nggak akan bisa."Shara menghentikan aktivitasnya dan kini ia memilih diam setelah mendengarkan apa yang Adam katakan."Iya. Makasih, Nyet.""Okay, gue pamit dulu, ya? Nanti Lo cek ke kamar gue siapa tau ada yang ketinggalan.""Iya."Setelah mengingat jika Ada
Shara membuka pintu ruang HRD dengan perasaan lega. Akhirnya ia telah menyerahkan surat pengunduran dirinya dan 1 bulan kedepan ia akan resmi menjadi seorang pengangguran. Kini setelah ia menyerahkan surat pengunduran diri, segera ia menyampaikan kabar tersebut di grup gilanya bersama Adam dan Angi.Akshara Blanca : Alhamdulillah, sebentar lagi gue resmi jadi pengangguran.Shara tidak berharap pesan itu akan segera di balas karena perbedaan waktu antara Indonesia dengan Jerman. Namun siapa sangka, Adam justru paling cepat membalas pesannya daripada Angi. Padahal yang ia harapkan adalah respon dari Angi. Bukan dari Adam yang julidnya tidak ketulungan. Bahkan Adam benar-benar membuat Shara bergidik ngeri jika membayangkan akan seperti ala kelak istri Adam. Adam Raharja : asyik, syukuran sembelih sapi limousin nih, Shara jadi pengangguran.Akshara Blanca : iya, Lo yang jadi sapinya, gue ikhlas lahir batin buat nyembelih Lo.Adam Raharja : wah, Lo keterlaluan sama gue. Gini-gini gue itu
Pyarrr.....Gendis Adiratna dan Suryawan Raharja tiba-tiba kaget ketika melihat anak laki-lakinya menyampar dengan sengaja guci antik di ruang keluarga yang merupakan salah satu koleksi sang Mama. Untuk pertama kalinya selama 34 tahun menjadi orangtua Adam, baru kali ini mereka melihat Adam berapi api seperti ini hanya karena masalah jodoh."Aku capek, Ma! Aku bukan barang dagangan yang bisa Mama tawarin ke teman-teman Mama hanya karena aku belum menikah sampai sekarang."Gendis Adiratna memilih diam dan mengelus dadanya karena anaknya ternyata benar-benar sedang murka."Okay-lah, Nada di jodohin sama Juna sukses besar, tapi aku? Aku nggak bisa, Ma. Belum ada perempuan yang bisa bikin aku niat untuk stay sama dia.""Tapi Mama sudah janji sampai tiga bulan ke depan kamu akan ketemu sama beberapa anak teman Mama."Adam berusaha mengatur nafasnya agar emosinya hilang. Bagiamana pun dia orang yang sedang duduk di sofa ini adalah kedua orangtuanya yang sangat mencintai
Shara melangkahkan kakinya dengan perasaan bahagia ketika ia telah sampai di Bandara Schönefeld Berlin. Kini hidupnya akan kembali tenang dan damai karena dirinya tidak harus bertatap muka dengan Dion. Keputusannya untuk pergi jauh selama satu bulan ini semoga tidak salah. Shara rela menggelontorkan uangnya yang tidak sedikit untuk pergi menemui sahabatnya."Shar," sebuah suara membuat Shara menolehkan kepalanya.Tampak di kejauhan Angi sedang berlarian kecil menuju ke dirinya.Saat Angi tiba di depannya dan mereka berpelukan, entah kenapa bukannya senyum bahagia justru kini Shara menangis dalam pelukan Angi. Angi yang merasakan Shara menangis dalam pelukannya segera mengelus elus punggung belakang Shara naik turun. Lebih dari semenit Angi memeluk Shara hingga akhirnya pelukan itu di urai oleh Shara terlebih dahulu."Makasih ya, Ngi?" Kata Shara masih sesenggukan."Thanks for what?""Untuk pelukan hangat dan rasa nyaman yang Lo kasih ke gue barusan."Angi hanya