Bagi wanita tidak ada masalah kecil ataupun besar, semua masalah dianggap adalah masalah besar, itu pemikiran Adam selama ini. Apalagi ia yang hidup lebih dari tiga puluh tahun bersama sang Mama dan Papa. Adam memilih tetap tinggal di rumah orangtuanya karena adiknya tinggal bersama sang suami, kini hanya ia saja tempat kedua orangtuanya mencurahkan perhatian dan sekaligus juga meluapkan rasa jengkelnya jika tingkah Adam membuat mereka mengelus dada. Tiada hari tanpa omelan dari Mama. Tiga hari bersama Shara pun walau tidak mendapatkan omelan dari sang Mama, namun Adam tetap mendapatkan omelan dari Shara.
"Sumpah ya, Nyet Lo bikin gue jadi malu," omel Shara berkali kali sejak mereka memasuki mall sejam yang lalu.
"Emang kenapa sih, Bi? Cuek ajalah, lagian kita makan juga bayar, bukan minta."
Shara menghela nafasnya dan memutar kedua bola matanya.
"Nyet, tiap gue angkat kedua tangan gue buat makan, ketiak gue juga ikutan mangap."
"Bagus, tinggal Lo suapin aja sekalian, biar kenyang," kata Adam santai lalu ia kembali melanjutkan mukbangnya.
Shara memilih menutup mulutnya dan mulai makan. Namun sungguh pemandangan di depannya membuatnya ingin melempar Adam dengan piring yang ia gunakan untuk makan.
"Ngi, lihat nih, enak banget, Ngi. Di sana mana ada sambal beginian. Nih, nih, nih, colek...nampol rasanya."
Shara memohon dalam hati agar Tuhan memberikan dirinya kekuatan untuk menghadapi Adam. Sungguh, satu-satunya pria yang ia blacklist untuk menjadi suaminya adalah Adam. Walau Adam sempurna bagi orang di luar sana, namun bagi Shara, Adam bukanlah sosok lelaki idamannya.
"Ngi, udah ya, gue doain Joe cepetan bisa bikin Lo bunting. Kalo Lo bunting, ponakan gue nambah lagi. Bye, Ngi," setelah mengatakan itu semua, Adam menutup video tersebut dan segera mengirimkannya kepada sepupunya, Angi.
Shara hanya menatap Adam sambil memainkan sendok yang ada di tangannya. Pikirannya sudah berkelana memikirkan masa depannya yang baru saja kandas. Impiannya untuk segera berumah tangga pupus sudah. Ia tak pernah menyangka Angi yang sudah mengikrarkan diri untuk melajang seumur hidup setelah Raja meninggal dunia justru menikah lebih dulu daripada dirinya maupun Adam. Bagi Shara, Angi cukup beruntung karena akhirnya bersanding dengan Joe yang notabennya benar-benar telah memperjuangkannya hingga titik darah penghabisan. Joe yang Agnostik bisa menjadi seorang mualaf dengan proses yang panjang. Sungguh, pahala Angi tidak bisa di hitung dengan jari menurut Shara.
"Bi, Lo ngapain sih melamun?"
Shara menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.
"Cerita sama gue, Lo ada apa?"
"Cuma lagi mikirin Angi."
"Lo kangen?"
"Kangen iya, tapi lebih ke bagaimana beruntungnya hidup Angi. Setelah ditinggal Raja berpulang lebih dulu, dia justru menikah sama Joe. Joe sempurna gitu kan jadi laki-laki apalagi jadi suami. Idaman para wanita yang mengagungkan duit apalagi punya suami se-hot Joe."
Kini Adam menatap Shara lekat-lekat. Sungguh wajah Shara semakin terlihat tirus setelah putus cinta dengan Dion. Itu semua terkesan mengenaskan bagi Adam.
"Lo suka sama Joe?"
"Suka," jawab Shara singkat yang langsung mendapatkan tatapan nyureng dari Adam. Bukannya takut, Shara justru tertawa cekikikan.
"Gue suka sama dia itu sebagai teman aja. Apalagi dia suami sahabat gue. Inget Gimana dia curhat sama gue karena Angi selalu cuek ke dia dan nggak pernah anggap dia ada apalagi nyata."
"Lo mau punya suami kaya Joe?"
"Ya maulah, siapa yang nolak punya suami seseksi itu, saldonya no limit di rekening. Munafik sih kalo gue bilang perempuan nggak suka sama duit. Okay, mungkin nggak secara langsung dia suka sama duit, tapi realistis aja, kita ke salon, ke klinik kecantikan, beli baju, bahkan kita nongkrong di mall juga butuh duit minimal buat bayar parkir."
"Masalahnya yang modelan kaya Joe nggak akan mau sama Lo."
"Sok tau Lo, Nyet. Lo nggak lihat gue cukup cantik, gue berotak dan satu lagi, gue termasuk gaul karena kadang gue ngeDJ juga."
"Kalo lo merasa semua itu kelebihan Lo, kenapa Lo mesti nangis cuma karena Dion mutusin hubungan kalian? Dunia itu luas Bi, Lo bisa dapatin yang lebih baik dari Dion."
"Kalo lebih kaya ada nggak ya, Nyet?"
"Ada dan banyak malahan yang lebih kaya dari Dion. Masalahnya cuma satu, mereka yang lebih dari Dion itu mau nggak sama Lo," kata Adam yang membuat Shara mendelik. Melihat Ekspresi Shara yang sudah seperti ikan buntal, Adam tertawa cekikikan.
"Lo ya, Nyet. Awas aja Lo, gue bales nanti," kata Shara sambil berdiri dari posisi duduknya.
"Mau ke mana Lo?" Tanya Adam sambil melihat Shara yang sudah mulai berjalan meninggalkan meja.
"Pulang."
Kini setelah Shara meninggalkan Adam, ia memilih menunggu Adam di luar restoran. Biarkan Adam yang membayar semuanya. Di saat ia sedang menunggu Adam, tiba-tiba mata Shara menangkap sosok sang mantan pacarnya sedang berjalan dengan seorang wanita yang menggunakan dress merah. Mata Shara masih terus memperhatikan sepasang anak manusia itu yang kini telah masuk ke sebuah butik sepatu wanita. Shara cukup tau bagaimana Dion yang sangat menyukai wanita modis serta feminim. Entah kenapa air matanya menetes. Apakah secepat itu Dion melupakannya dan melupakan hubungan mereka yang sudah lebih dari 10 tahun. Kenapa juga matanya yang minus satu ini seharusnya buta dan tidak melihat ini semua. Sungguh hatinya merasa teriris iris. Dion yang masih gagah, tampan dan modis benar-benar pria metroseksual yang sempurna untuk Shara. Namun sayang, hubungan yang sudah mereka jalin selama ini pupus ditengah jalan begitu saja. Shara mengomel tiada henti di dalam hatinya. Seharusnya ia tadi datang ke mall dengan pakaian yang lebih layak sehingga jika terjadi hal di luar kontrolnya seperti ini, ia masih memiliki taring untuk menemui Dion bersama wanita itu.
Adam yang baru saja keluar dari restoran, langsung melihat Shara yang sudah berdiri diam terpaku, namun sorot matanya fokus menatap butik sepatu di depannya. Adam mencoba mengikuti arah mata Shara. Kini Adam tau apa yang terjadi saat ini. Ternyata Shara sedang melihat Dion dengan wanita lain. Adam cukup shock sama dengan Shara karena ia tau bagaimana Dion menyanyangi Shara selama mereka berpacaran. Bahkan Dion juga rela menuruti semua keinginan Shara, tapi kenapa secepat ini ia melupakan sahabatnya.
"Shar," panggil Adam dengan menyebut nama Shara dengan benar, tanda bahwa ia sedang serius.
"Ya. Lo bisa lihat kan, Dam. Ternyata bukan masalah keyakinan yang membuat dia mutusin gue, tapi karena dia sudah punya mainan baru. Sekarang kita pulang aja." Ajak Shara sambil mencoba berjalan namun Adam mencekal pergelangan tangannya.
"Wait. Lo berhak dapat penjelasan yang lebih masuk akal dari dia. Kita datangi mereka sekarang?"
Shara menggelengkan kepalanya dan ia berusaha tegar menghadapi ini semua.
"Sekarang gue nggak mampu, Dam. Lo lihat kondisi gue nggak sedap di pandang mata begini."
Adam memperhatikan Shara dari ujung rambut hingga ujung kaki dan akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Kali ini ia setuju dengan pendapat Shara. Shara sedang dalam kondisi yang tidak siap untuk berperang. Akhirnya Adam merangkul Shara dan mengajaknya untuk berjalan keluar dari mall. Tanpa mereka sadari, ternyata ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua dari jauh. Mata Dion yang sebenarnya sejak tadi sudah menyadari kehadiran Shara namun ia tidak bisa menghampirinya karena ada Alexandra di dekatnya. Dalam hatinya, Dion masih bisa merasakan apa yang di rasakan oleh Shara, namun ia juga tidak bisa membohongi hatinya jika ia tidak bisa mengikuti keyakinan Shara. Belum lagi adat istiadat mereka yang sangat berbeda.
Sepanjang jalan menuju ke parkiran Shara berusaha menahan air matanya, namun saat ia sudah berada di dalam mobil, ia sudah tidak bisa menahan tangisannya. Ia tumpahkan semua rasa sakitnya dengan tangisan dan sesekali teriakan. Adam yang sedang menyetir di sebelahnya hanya bisa diam dan sesekali mengelus bahu kanan Shara dengan tangan kirinya seolah memberi kekuatan kepada sang sahabat.
"Kenapa harus gue, kenapa? Apa sih kurangnya gue buat Dion?" Kata Shara dengan berapi api di sela-sela tangisannya.
Adam hanya bisa menghela nafas dan tak menjawab sepatah katapun. Bahkan saat mereka sudah sampai di depan rumah Shara, Shara langsung keluar dari mobil dengan membanting pintu mobilnya. Adam bahkan sempat kaget ketika Shara membanting pintu mobil. Melihat Shara yang masuk begitu saja tanpa berniat membukakan pintu pagar halaman rumahnya, mau tidak mau Adam keluar dari mobil dan membukanya sendiri.
Saat Adam baru saja memasukkan mobil SUV milik Shara, tiba-tiba ia mendengar handphonenya berdering. Saat ia melihat nama si penelepon, Adam benar benar ingin membanting handphonenya. Bagaimana bisa Dion dengan kepercayaan diri yang setinggi Semeru itu bisa meneleponnya tanpa memiliki rasa bersalah. Andai membunuh orang tidak masuk tindakan kriminal, tentu saja Adam sudah membunuh Dion sejak kemarin. Lebih tepatnya sejak Shara mengurung diri dan tidak keluar dari kamar.
Penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh Dion, Adam akhirnya mengangkat telepon tersebut.
"Hallo?" Sapa Adam tanpa berniat beramah tamah.
"Hallo. Lo masih sama Shara?"
Adam menyunggingkan senyum sinisnya. "Ngapain Lo tanya-tanya tentang Shara. Dia sekarang sudah bukan pacar Lo lagi."
Adam bisa mendengar di ujung telepon Dion mendengus.
"Gue tau dia bukan pacar gue lagi. Gue cuma mau tanya apa dia baik-baik aja sepulang dari mall?"
"Dari mana Lo tau kita baru aja pulang dari mall?"
"Dari awal gue tau Shara ada disana. Tapi kayanya dia belum siap ketemu sama gue lagi, makanya gue tanya sama Lo, apa di baik-baik aja?"
Kini giliran Adam yang menghela nafas.
"Dia dalam keadaan baik-baik aja dan akan lebih baik lagi kalo Lo jangan pernah muncul di depannya. Sekali aja gue tau Lo bikin dia nangis lagi, gue nggak akan segan-segan membuat perhitungan sama Lo," kata Adam dengan tegas lalu ia menutup teleponnya.
Tanpa Adam sadari dari balkon lantai dua, Shara bisa mendengarkan percakapannya dengan Dion. Kini setelah Adam menutup teleponnya, Shara segera masuk ke dalam kamarnya kembali. Kini salah satu hal yang ia syukuri adalah dirinya memiliki Adam untuk teman berbagi segala rasa, bahkan Adam tidak segan-segan membelanya di depan Dion.
***Malam ini Adam sudah berada di dalam kamar tamu yang ada di rumah Shara. Ini sudah hari ke empat dirinya tinggal di Jakarta. Mau tidak mau besok ia harus segera pulang ke Jogja karena ada meeting dengan clien-nya yang tidak bisa di wakilkan. Saat ia baru saja mencoba menutup matanya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphonenya. Segera Adam membuka handphonenya, ternyata group tersebut sedang ramai membahas dirinya yang sudah tidak berangkat ke kantor selama 3 hari.Ruben Mahesa : kemana nih si Adam nggak ngantor tiga hari, lama-lama makan gaji buta juga nih anak.Adam Raharja : sembarangan aja jari Lo kalo ngetik. Gue sedang menjalankan tugas dari Ndoro Pelangi.Sharenada Raharja : kebanyakan alasan. Kenapa sih nggak jujur aja kalo Lo suka sama dia. Nanti kalo dia sudah di halalin orang lain Lo nangis.Kaluna Maharani: wow, dia siapa nih yang di maksud sama Nada? Serius gue nggak tau siapa.Arjuna Harvito : Alhamdulillah, Galen sama Edel bentar lagi punya Budhe. Nggak sia-sia kemarin
Hari ini Shara benar-benar tidak sempat memikirkan perasaannya yang sedang kacau balau karena pekerjannya benar-benar menyita perhatiannya, bahkan hingga akhirnya jam makan siang baru Shara bisa bernafas lega. Ia segera mengambil card holder-nya dan turun kebawah. Mungkin tidak ada salahnya Shara menikmati jam makan siang ini sebentar di sela-sela dirinya harus menjurnal transaksi harian selama empat hari karena ia sudah ijin. Saat Shara keluar dari lift. Ia menemukan sosok Dion ada di sana dan Shara yakin jika Dion sedang menunggunya. Sepertinya Dion tidak akan berhenti menemui dirinya jika ia tidak menghadapi Dion secara langsung. Segera saja Shara menghampiri Dion. "Lo nyariin gue dari pagi ada urusan apa?" Tanya Shara sambil menyedekapkan tangannya di depan dada. "Aku cuma mau tanya keadaan kamu aja." Kini Shara tertawa cekikikan dan ia menggelengkan kepalanya. Dion masih merasa jika mereka spesial kah hingga ia memanggil Shara dengan aku kamu. "Gue baik, sehat dan gue sudah
Shara menatap rumahnya yang sepi setelah beberapa hari ada Adam yang selalu menemaninya. Kini ia duduk di sofa dan mengingat bagaimana tadi Adam pamit pulang kepadanya yang hanya lewat sambungan telepon."Bi, gue pulang ya?""Iya," jawab Shara singkat karena matanya masih fokus menatap biaya-biaya yang perlu ia jurnal."Lo bisa kan sendiri tanpa harus gue temenin?""Bisa."Beberapa saat Shara diam karena ia sedang fokus menatap nominal-nominal biaya ATK perusahaan bulan ini."Bi?" Panggil Adam lagi setelah beberapa saat."Hmm?""Gue sayang sama Lo, jadi please kalo Lo merasa dunia nggak adil, nggak ada orang yang anggap Lo berharga, jangan sampai Lo nangis ya, karena bagi gue lo berharga banget. Lihat Lo kaya kemarin rasanya gue nggak akan bisa."Shara menghentikan aktivitasnya dan kini ia memilih diam setelah mendengarkan apa yang Adam katakan."Iya. Makasih, Nyet.""Okay, gue pamit dulu, ya? Nanti Lo cek ke kamar gue siapa tau ada yang ketinggalan.""Iya."Setelah mengingat jika Ada
Shara membuka pintu ruang HRD dengan perasaan lega. Akhirnya ia telah menyerahkan surat pengunduran dirinya dan 1 bulan kedepan ia akan resmi menjadi seorang pengangguran. Kini setelah ia menyerahkan surat pengunduran diri, segera ia menyampaikan kabar tersebut di grup gilanya bersama Adam dan Angi.Akshara Blanca : Alhamdulillah, sebentar lagi gue resmi jadi pengangguran.Shara tidak berharap pesan itu akan segera di balas karena perbedaan waktu antara Indonesia dengan Jerman. Namun siapa sangka, Adam justru paling cepat membalas pesannya daripada Angi. Padahal yang ia harapkan adalah respon dari Angi. Bukan dari Adam yang julidnya tidak ketulungan. Bahkan Adam benar-benar membuat Shara bergidik ngeri jika membayangkan akan seperti ala kelak istri Adam. Adam Raharja : asyik, syukuran sembelih sapi limousin nih, Shara jadi pengangguran.Akshara Blanca : iya, Lo yang jadi sapinya, gue ikhlas lahir batin buat nyembelih Lo.Adam Raharja : wah, Lo keterlaluan sama gue. Gini-gini gue itu
Pyarrr.....Gendis Adiratna dan Suryawan Raharja tiba-tiba kaget ketika melihat anak laki-lakinya menyampar dengan sengaja guci antik di ruang keluarga yang merupakan salah satu koleksi sang Mama. Untuk pertama kalinya selama 34 tahun menjadi orangtua Adam, baru kali ini mereka melihat Adam berapi api seperti ini hanya karena masalah jodoh."Aku capek, Ma! Aku bukan barang dagangan yang bisa Mama tawarin ke teman-teman Mama hanya karena aku belum menikah sampai sekarang."Gendis Adiratna memilih diam dan mengelus dadanya karena anaknya ternyata benar-benar sedang murka."Okay-lah, Nada di jodohin sama Juna sukses besar, tapi aku? Aku nggak bisa, Ma. Belum ada perempuan yang bisa bikin aku niat untuk stay sama dia.""Tapi Mama sudah janji sampai tiga bulan ke depan kamu akan ketemu sama beberapa anak teman Mama."Adam berusaha mengatur nafasnya agar emosinya hilang. Bagiamana pun dia orang yang sedang duduk di sofa ini adalah kedua orangtuanya yang sangat mencintai
Shara melangkahkan kakinya dengan perasaan bahagia ketika ia telah sampai di Bandara Schönefeld Berlin. Kini hidupnya akan kembali tenang dan damai karena dirinya tidak harus bertatap muka dengan Dion. Keputusannya untuk pergi jauh selama satu bulan ini semoga tidak salah. Shara rela menggelontorkan uangnya yang tidak sedikit untuk pergi menemui sahabatnya."Shar," sebuah suara membuat Shara menolehkan kepalanya.Tampak di kejauhan Angi sedang berlarian kecil menuju ke dirinya.Saat Angi tiba di depannya dan mereka berpelukan, entah kenapa bukannya senyum bahagia justru kini Shara menangis dalam pelukan Angi. Angi yang merasakan Shara menangis dalam pelukannya segera mengelus elus punggung belakang Shara naik turun. Lebih dari semenit Angi memeluk Shara hingga akhirnya pelukan itu di urai oleh Shara terlebih dahulu."Makasih ya, Ngi?" Kata Shara masih sesenggukan."Thanks for what?""Untuk pelukan hangat dan rasa nyaman yang Lo kasih ke gue barusan."Angi hanya
Brukkk.....Joe dan Angi kaget mendengar suara bantingan pintu dari lantai dua rumah mereka. Kemudian tidak lama setelahnya suara orang menuruni tangga dengan cepat bisa mereka dengar."Mereka kenapa, Ngi?" Tanya Joe yang sedang duduk di sofa bersama Angi."Lagi reka adegan Tom and Jerry."Joe mengernyitkan keningnya. "Bukannya Shara baru saja sampai?""Begitulah, aku harap kamu sabar ya, sebulan ini aja kita tampung mereka."Joe hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Mungkin rumahnya perlu diramaikan dengan kehadiran dua orang semacam Akshara dan Adam yang tidak pernah akur jika sedang bersama."Monyet! Balikin nggak barang gue!" Shara sudah berteriak sambil mengejar Adam yang masih berlarian menuruni tangga.Ngguiiinnggg.....Bugg....Adam melemparkan sebuah benda dari silikon hingga akhirnya benda itu jatuh di depan mata Joe dan Angi. Mereka berdua melotot melihat alat tersebut. Shara yang melihat itu hanya bisa ber
Shara menatap Adam yang sedang fokus pada kemudi setirnya. Ia amati dengan teliti wajah sahabatnya sejak SD itu. Andai Adam adalah laki-laki cool seperti Nicholas Saputra yang tidak banyak membuka mulutnya, tentu saja ia akan terlihat tampan dan mungkin berwibawa."Lo ngapain lihatin gue begitu, Bi?" Tanya Adam tanpa menoleh untuk menatap Shara.Shara hanya menghela nafas dan kini ia kembali fokus menatap jalanan yang ada di depannya."Nggak, gue lagi amati wajah Lo doang.""Ganteng ya?"Ya Tuhan,Inilah salah satu hal yang membuat wajah Adam yang sebenarnya cukup tampan namun tidak jadi tampan di depan Shara. Jiwa kepedean, mulut yang tidak ada remnya dan tentunya tingkahnya yang tidak mencerminkan laki-laki dewasa berusia 34 tahun. Sungguh paket komplit untuk di coret dari tipe laki-laki idamannya."Sebenarnya Lo ganteng juga sih, Nyet. Tapi karena mulut Lo beneran kaya emak-emak rumpi di tukang sayur, hilang sudah itu kegantengan Lo.""Ceta