Tok....
Tok....
Tok.....
Sebuah ketukan pintu membuat Akshara menoleh ke sisi pintu kamarnya.
"Bi, buka pintunya. Sudah tiga hari lo ngedekem di kamar aja. Emang Lo nggak lapar?"
"Pulang aja ke Jogja, Nyet. Gue bisa hadapin ini sendiri," kata Aksara di sela-sela tangisannya.
"Ya nggak bisa gitu, terus kalo emak bapak Lo tanya kondisi Lo, gue jawab apa?"
"Jawab aja suruh siapin liang lahat," jawab Shara dengan sedikit berteriak.
Mendengar jawaban Shara, Adam memilih kembali turun ke lantai satu rumah Shara. Sudah tiga hari ini dirinya terpaksa ijin dari kantor dan mengerjakan pekerjaannya dari jauh. Sebagai seorang sahabat, Adam bisa memahami reaksi Shara ini. Bagaimana tidak, sudah berpacaran lebih dari satu dasawarsa dengan Dion namun semua berakhir sia-sia setelah Dion mengatakan jika keluarganya tidak bisa menerima pernikahan beda keyakinan. Shara yang selama ini berharap banyak atas hubungan ini menjadi shock dan tentunya hancur bagai butiran debu. Shara memang tidak berani menceritakan kepadanya langsung, namun ia bercerita kepada Angi, yang membuat Angi meminta Adam untuk menemani Shara karena ia tidak bisa datang untuk memeluk Shara dan memberikan semangat hidup untuknya.
Tiga hari lalu saat Adam tiba di rumah Shara, rumah ini laksana kapal pecah, semua guci-guci antik koleksi Shara sudah pecah seluruhnya di lantai, tisu-tisu bertebaran dimana mana, yang lebih parah adalah kondisi Shara yang terlihat seperti zombie. Melihat Shara seperti itu, entah kenapa hati kecil Adam merasa sakit. Shara yang ia kenal periang, teman berdebat bahkan sahabat yang telah bersamanya sejak mereka masih SD bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Akshara Blanca Tanarya, sebuah nama yang biasanya tidak terlalu berarti untuknya, namun ketika melihat Shara sehancur ini, hati Adam teriris iris.
Diwaktu yang sama dan tempat yang berbeda, Akshara sedang menatap kamarnya dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana bisa kamarnya yang lebih sering terlihat rapi, bahkan kini terlihat lebih kotor dan berantakan dari tempat pembuangan akhir sampah. Shara memegangi kepalanya lalu ia segera berjongkok di dekat ranjang. Beberapa menit Shara hanya bisa menangisi kebodohannya selama ini.
Betapa bodohnya dirinya bisa percaya begitu saja kepada Dion yang akan mengalah dan mengikuti keyakinan yang ia anut. Betapa bodohnya ia yang rela begitu saja pindah ke Jakarta dan memulai kariernya di sini dengan meninggalkan keluarganya di Jogja. Lebih bodohnya lagi, Shara menolak ketika orangtuanya menawarkan untuk mengambil jurusan kedokteran dan memilih mengambil jurusan akuntansi. Lebih dari semua itu, hal yang paling ia sesali adalah keputusannya untuk memberikan mahkotanya kepada Dion beberapa tahun lalu. Kini, ia yakin bahwa tidak akan ada lagi laki-laki yang mau menerimanya apa adanya, apalagi ketika mengetahui masa lalunya. Saat pikirannya kalut dengan realita hidup yang sedang ia hadapi, tiba-tiba Shara mendapatkan sebuah motivasi dalam dirinya.
"Okay, nggak masalah gue pernah bertindak bodoh dan ceroboh. Cukup sekali aja itu terjadi. Sekarang gue yakin, bahwa gue akan tetap bisa hidup tanpa Dion. Semua itu dimulai dengan gue harus menghapus Dion beserta kenangannya dari hidup gue, selamanya" kata Sahara dengan keyakinan pasti lalu ia bangkit berdiri untuk menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Saat berada di dalam kamar mandi, Shara menatap wajahnya yang sungguh tidak layak untuk di lihat khalayak ramai. Rambut panjang acak-acakan, wajah pucat, tubuh tidak terawat. Cukup sampai di sini. Kini ia menundukkan kepalanya dan segera membuka laci di bawah wastafel. Ia keluarkan sebuah gunting baru dari dalam kemasannya. Segera ia memegang rambutnya yang panjang, hitam dan lurus ini.
"Selamat tinggal masa lalu, Selamat tinggal Dion dan selamat tinggal rambut panjang," kata Shara sambil memotong rambutnya tepat di atas pundak.
Kresss......
Kresss......
Kresss.....
Rambut panjang hitam Shara mulai berjatuhan di lantai. Saat ini rambut Shara telah menjadi pendek di atas pundak. Ia tersenyum melihat dirinya. Mungkin hidup baru yang akan ia lalui harus dimulai dengan cara seekstrim ini. Ia akan menghapus kenangan dimulai dengan memangkas rambut panjangnya yang sering Dion belai, cium bahkan membantunya menyisir rambut tersebut.
***
Adam masih tertawa cekikikan ketika melihat angka-angka penurunan drastis aset crypto currency yang terjun ke jurang beberapa hari ini. "Mabok, mabok deh Lo yang investasi nggak pakai uang dingin," suara Adam yang sedang berbicara sendiri dengan laptopnya membuat Shara yang baru saja turun dari lantai dua tersenyum. "Lo ngapain sih, Nyet?" Suara Shara sukses membuat Adam menoleh. Seketika tawa itu hilang begitu saja ketika melihat Shara yang sudah kehilangan rambut panjangnya. Adam mengucek matanya berkali-kali. Apakah yang ada di hadapannya adalah Shara, sahabatnya yang sangat mencintai rambut panjangnya? Jika benar lalu kemana perginya rambut panjangnya? Segera saja Adam bangkit berdiri dari kursi di ruang makan yang sejak tadi ia duduki. Ia berjalan cepat mendekati Shara dan memegang kedua pipi Shara dengan tangannya. Lalu ia pindahkan tangan kanannya untuk memegang dahi Shara yang ternyata tidak demam. "Nyet, Lo kenapa sih pegang-pegang gue. Najis mughaladhah tau nggak," kata
Sepanjang jalan Shara hanya bisa melirik Adam beberapa kali tanpa memiliki keinginan untuk mengomentari setiap kata yang keluar dari bibir Adam. Bagi Shara Adam bukanlah laki-laki sejati, namun ia adalah wanita yang terjebak dalam tubuh pria karena Adam tergolong laki-laki yang julidnya tidak ketulungan, bahkan ia termasuk laki-laki yang suka bergosip. "Bi, Lo kenapa diam aja dari tadi?" Tanya Adam ketika mobil mereka terjebak kemacetan. "Gue lagi mikir kapan Siwon bakal ketemu sama gue terus nikahin gue." Adam berusaha untuk tidak tertawa namun gagal. Kini mau tidak mau Shara menoleh menatap Adam. "Lo kenapa ketawa sih, Nyet. Gue serius. Setelah hubungan gue sama Dion kandas, gue rasa memang jodoh gue itu Siwon." "Bi...Bi... babiku sayang yang hoby berkhayal, tolong bangun karena ini bukan negri dongeng." "Eh, siapa tau aja Siwon jodoh gue, Nyet. Siapa tau juga gue bakalan nikah pas usia 40 tahun kaya Son Ye Jin pas dinikahin Hyun Bin." Adam menghela nafasnya. Tidak perlu bert
Bagi wanita tidak ada masalah kecil ataupun besar, semua masalah dianggap adalah masalah besar, itu pemikiran Adam selama ini. Apalagi ia yang hidup lebih dari tiga puluh tahun bersama sang Mama dan Papa. Adam memilih tetap tinggal di rumah orangtuanya karena adiknya tinggal bersama sang suami, kini hanya ia saja tempat kedua orangtuanya mencurahkan perhatian dan sekaligus juga meluapkan rasa jengkelnya jika tingkah Adam membuat mereka mengelus dada. Tiada hari tanpa omelan dari Mama. Tiga hari bersama Shara pun walau tidak mendapatkan omelan dari sang Mama, namun Adam tetap mendapatkan omelan dari Shara. "Sumpah ya, Nyet Lo bikin gue jadi malu," omel Shara berkali kali sejak mereka memasuki mall sejam yang lalu. "Emang kenapa sih, Bi? Cuek ajalah, lagian kita makan juga bayar, bukan minta." Shara menghela nafasnya dan memutar kedua bola matanya. "Nyet, tiap gue angkat kedua tangan gue buat makan, ketiak gue juga ikutan mangap." "Bagus, tinggal Lo suapin aja sekalian, biar kenyan
Malam ini Adam sudah berada di dalam kamar tamu yang ada di rumah Shara. Ini sudah hari ke empat dirinya tinggal di Jakarta. Mau tidak mau besok ia harus segera pulang ke Jogja karena ada meeting dengan clien-nya yang tidak bisa di wakilkan. Saat ia baru saja mencoba menutup matanya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphonenya. Segera Adam membuka handphonenya, ternyata group tersebut sedang ramai membahas dirinya yang sudah tidak berangkat ke kantor selama 3 hari.Ruben Mahesa : kemana nih si Adam nggak ngantor tiga hari, lama-lama makan gaji buta juga nih anak.Adam Raharja : sembarangan aja jari Lo kalo ngetik. Gue sedang menjalankan tugas dari Ndoro Pelangi.Sharenada Raharja : kebanyakan alasan. Kenapa sih nggak jujur aja kalo Lo suka sama dia. Nanti kalo dia sudah di halalin orang lain Lo nangis.Kaluna Maharani: wow, dia siapa nih yang di maksud sama Nada? Serius gue nggak tau siapa.Arjuna Harvito : Alhamdulillah, Galen sama Edel bentar lagi punya Budhe. Nggak sia-sia kemarin
Hari ini Shara benar-benar tidak sempat memikirkan perasaannya yang sedang kacau balau karena pekerjannya benar-benar menyita perhatiannya, bahkan hingga akhirnya jam makan siang baru Shara bisa bernafas lega. Ia segera mengambil card holder-nya dan turun kebawah. Mungkin tidak ada salahnya Shara menikmati jam makan siang ini sebentar di sela-sela dirinya harus menjurnal transaksi harian selama empat hari karena ia sudah ijin. Saat Shara keluar dari lift. Ia menemukan sosok Dion ada di sana dan Shara yakin jika Dion sedang menunggunya. Sepertinya Dion tidak akan berhenti menemui dirinya jika ia tidak menghadapi Dion secara langsung. Segera saja Shara menghampiri Dion. "Lo nyariin gue dari pagi ada urusan apa?" Tanya Shara sambil menyedekapkan tangannya di depan dada. "Aku cuma mau tanya keadaan kamu aja." Kini Shara tertawa cekikikan dan ia menggelengkan kepalanya. Dion masih merasa jika mereka spesial kah hingga ia memanggil Shara dengan aku kamu. "Gue baik, sehat dan gue sudah
Shara menatap rumahnya yang sepi setelah beberapa hari ada Adam yang selalu menemaninya. Kini ia duduk di sofa dan mengingat bagaimana tadi Adam pamit pulang kepadanya yang hanya lewat sambungan telepon."Bi, gue pulang ya?""Iya," jawab Shara singkat karena matanya masih fokus menatap biaya-biaya yang perlu ia jurnal."Lo bisa kan sendiri tanpa harus gue temenin?""Bisa."Beberapa saat Shara diam karena ia sedang fokus menatap nominal-nominal biaya ATK perusahaan bulan ini."Bi?" Panggil Adam lagi setelah beberapa saat."Hmm?""Gue sayang sama Lo, jadi please kalo Lo merasa dunia nggak adil, nggak ada orang yang anggap Lo berharga, jangan sampai Lo nangis ya, karena bagi gue lo berharga banget. Lihat Lo kaya kemarin rasanya gue nggak akan bisa."Shara menghentikan aktivitasnya dan kini ia memilih diam setelah mendengarkan apa yang Adam katakan."Iya. Makasih, Nyet.""Okay, gue pamit dulu, ya? Nanti Lo cek ke kamar gue siapa tau ada yang ketinggalan.""Iya."Setelah mengingat jika Ada
Shara membuka pintu ruang HRD dengan perasaan lega. Akhirnya ia telah menyerahkan surat pengunduran dirinya dan 1 bulan kedepan ia akan resmi menjadi seorang pengangguran. Kini setelah ia menyerahkan surat pengunduran diri, segera ia menyampaikan kabar tersebut di grup gilanya bersama Adam dan Angi.Akshara Blanca : Alhamdulillah, sebentar lagi gue resmi jadi pengangguran.Shara tidak berharap pesan itu akan segera di balas karena perbedaan waktu antara Indonesia dengan Jerman. Namun siapa sangka, Adam justru paling cepat membalas pesannya daripada Angi. Padahal yang ia harapkan adalah respon dari Angi. Bukan dari Adam yang julidnya tidak ketulungan. Bahkan Adam benar-benar membuat Shara bergidik ngeri jika membayangkan akan seperti ala kelak istri Adam. Adam Raharja : asyik, syukuran sembelih sapi limousin nih, Shara jadi pengangguran.Akshara Blanca : iya, Lo yang jadi sapinya, gue ikhlas lahir batin buat nyembelih Lo.Adam Raharja : wah, Lo keterlaluan sama gue. Gini-gini gue itu
Pyarrr.....Gendis Adiratna dan Suryawan Raharja tiba-tiba kaget ketika melihat anak laki-lakinya menyampar dengan sengaja guci antik di ruang keluarga yang merupakan salah satu koleksi sang Mama. Untuk pertama kalinya selama 34 tahun menjadi orangtua Adam, baru kali ini mereka melihat Adam berapi api seperti ini hanya karena masalah jodoh."Aku capek, Ma! Aku bukan barang dagangan yang bisa Mama tawarin ke teman-teman Mama hanya karena aku belum menikah sampai sekarang."Gendis Adiratna memilih diam dan mengelus dadanya karena anaknya ternyata benar-benar sedang murka."Okay-lah, Nada di jodohin sama Juna sukses besar, tapi aku? Aku nggak bisa, Ma. Belum ada perempuan yang bisa bikin aku niat untuk stay sama dia.""Tapi Mama sudah janji sampai tiga bulan ke depan kamu akan ketemu sama beberapa anak teman Mama."Adam berusaha mengatur nafasnya agar emosinya hilang. Bagiamana pun dia orang yang sedang duduk di sofa ini adalah kedua orangtuanya yang sangat mencintai