Aku berpura-pura tidak pernah mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Rati. Dia pun melakukan hal yang kurang lebih serupa, bersikap seolah tidak pernah menanyakan apakah aku benar-benar membencinya. Pagi ini, dia menyiapkan sarapan seperti biasa dan membangunkan aku dan Xai setelah semuanya selesai. Aku bersikeras masih ingin tidur, tapi Rati mengabaikan ucapanku. Dia sampai mengancam akan menyiramku dengan air kalau tidak segera bangun dari tempat tidur.
“Memangnya aku ini anak sekolahan!” gerutuku seraya berjalan ke dapur.
Sudah ada Xai di meja makan dan dia sudah selesai mandi dan memakai seragamnya dengan rapi. Rambutnya basah. “Pagi amat siap-siapnya?”
“Sekarang aku enggak harus nungguin Ayah lagi, jadi aku bisa berangkat lebih pagi dan jemput temanku.”
“Teman apa pacar?”
Sindiranku tidak ditanggapi oleh Xai. Dia lantas menatapku dengan ekspresi memohon. “Aku mau belajar nyetir, Yah. Boleh?”
Aku balas mengabaikannya dan Xai ti
Mohon maaf, saya baru sadar kalau kemarin saya salah membagikan bab.
Namanya Roya dan aku penasaran seperti apa rasanya berada di atas dirinya. Dan sekarang aku sedang mempertimbangkan apakah harus dia yang jadi cewek pertama yang harus kudekati. Sayang sekali, pertemuan pertama kami tidak berjalan begitu lancar.Usai memberitahu namanya kepadaku, dia lebih banyak diam dan mengikuti pengarahanku untuk mencoba berbagai alat di hari pertamanya. Setelah menyelesaikan serangkaian pelatihan kuberikan, dia langsung berjalan meninggalkanku dengan langkah yang melenggak-lenggok. Pinggulnya bergoyang seiring langkahnya.Setelah kegiatanku hari ini selesai, aku meninggalkan Daimen. Aku pulang lebih cepat karena berencana mengajarkan Xai menyetir sore ini.Kami mengarah ke jalanan kampung yang sepi dan kuserahkan kemudi pada Xai. Aku mengenalkan kepadanya fungsi rem, gas, dan kopling, juga cara mengatur tuas persneling. Tidak butuh waktu lama bagi Xai untuk memahaminya. Mobil melaju dengan tersendat pada mulanya, tetapi perlahan tapi pasti
“Ayah, kenapa diam saja? Enggak suka sama lagunya?”Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Mau bagaimana lagi? Aku cukup kaget saat mendengarkan judul lagu yang diciptakan oleh Xai untukku dan lebih kaget lagi saat mendengar lirik demi lirik yang dia nyanyikan.Wajahku tidak bisa berbohong. Aku telah menunjukkannya dengan terlalu jelas. Aku tidak menyukainya. Namun, untuk menutupi hal itu, aku meninggalkan kursiku untuk mendekati Xai, lalu memeluknya. Tidak terlalu lama, tapi tidak juga terlalu sebentar. Aku berusaha menghargai usahanya sekalipun hasil akhirnya mengusik harga diriku jauh di dalam sana.“Terima kasih banyak, ya, Xai. Lagunya bagus,” ucapku dengan canggung.Kuharap Xai tidak menyadarinya. Namun, Rati jelas-jelas lebih dari sadar apa yang tengah kurasakan saat ini, tetapi dia memilih untuk bungkam.Rati mendorong semangkuk penuh sambal paru, melarang Xai mencomotnya lebih dari satu. Aku menggeleng, lalu mendek
Mobilku berhenti di sebuah tempat yang bahkan tidak kuketahui namanya. Sebuah taman kecil yang sepi. Aku baru tahu bahwa di kota kecil ini memiliki taman di setiap kecamatannya.Di bawah penerangan lampu jalan yang samar-samar, Roya naik ke atas pangkuanku dan memberiku hadiah yang sangat kuharapkan, yang bahkan tidak kudapatkan dari istriku sendiri. Aku membenamkan wajah di antara bukit kembar yang terasa hangat di dalam genggamanku. Kuhidu aromanya dalam-dalam. Bau tubuh yang khas bercampur dengan parfum menghasilkan aroma yang memabukkan. Ketika jari jemariku mulai aktif memberikan remasan dan memilin puncaknya, Roya mengerang dan bergerak-gerak gelisah di atas pangkuanku.Seperti yang kubayangkan selama pertemuan pertama kami tadi. Miliknya memang terasa pas di dalam genggaman. Tidak terlalu besar sehingga membuatnya terkesan tidak normal, juga tidak kelewat kecil. Ukurannya sangat pas dan sangat natural. Ketika aku mendekatkan mulutku pada puncak dadanya, Roya men
Ketika pagi tiba, aku terjaga dengan semangat yang terisi penuh. Aku bangun dari ranjang bahkan sebelum Rati datang untuk mengguncang-guncangkan tubuhku seperti yang selalu dia lakukan selama ini. Kupikir ini adalah efek dari berhubungan badan dengan Rati semalam.Sepulang dari kencan dadakan bersama Roya, kupikir aku terpaksa memuaskan diriku sendiri dengan menggunakan tangan semalam. Namun, melihat Rati dengan sukarela membuka kakinya untukku, aku pun dapat menyalurkan beban berat yang kutahan seharian kemarin.Ya, jujur saja, harus kuakui bahwa aku telah bergairah sejak pertama kali bertemu dengan Roya di Daimen, melatihnya selama satu jam, lalu disambung lagi dengan hadiah yang diberikannya untukku dan telapak tangannya yang halus mengusap-usap milikku sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Untung saja ada Rati semalam. Namun, setelah ini tidak ada lagi yang perlu kucemaskan karena sesuai perintah Roya, aku cukup membawa kondom setiap saat dan jika kami bertemu l
Rati mendekat dan berusaha merebut telepon genggamnya dari tanganku, tapi aku mendorong tubuhnya mundur. “Owen, jangan....”Aku mengusapkan jari ke atas untuk menjawab panggilan itu lalu menyapa si Owen palsu. “Hai, Owen. Ada yang mau kau bicarakan pada istriku? Atau mau bilang kau merindukannya?”Aku melihat wajah pria itu menegang, lalu tiba-tiba saja layar berubah jadi gelap. Sebelum panggilan diakhiri sepihak, aku segera berteriak padanya, “Bilang saja padaku, nanti akan kusampaikan padanya.”Layar pun akhirnya kembali seperti sebelumnya, menampilkan wajah pria yang entah sudah berapa lama menjalin hubungan dengan istriku. Anak dari Pak Rajesh yang selama ini kuhormati, karena ayahnya sudah banyak membantuku.Pria itu menatapku cukup lama, sampai akhirnya dia mengesah. “Jangan bilang lo mengharapkan kata maaf dari gue. Gue nggak sudi meminta maaf. Sejak awal lo cuma memiliki Rati di atas kert
Persetan dengan Rati dan apa yang dia sukai. Hari ini aku tiba di Daimen dengan semangat yang terbakar. Karena hari ini, aku akan melakukannya dengan Roya. Aku sudah memintanya datang lebih pagi, beralasan ada yang harus aku diskusikan bersamanya, perihal latihannya. Tentu saja tidak ada yang benar-benar ingin kubicarakan. Itu hanya alasan saja. Setelah berganti pakaian dan menelan sebutir suplemen sebagai persiapan, aku menunggu Roya di ruang latihan. Setelah kira-kira lima belas menit berlalu, suplemen yang kutelan mulai memberikan reaksi di tubuhku. Di balik celana pendek parasut yang kukenakan, milikku mengeras detik demi detik. Ketika sudah tegang sampai ke batas maksimalnya, aku mulai gelisah dan keringat mulai muncul di dahiku. Gawat. Kalau tahu dia akan terlambat, aku tidak akan menelan suplemen itu lebih dulu dan kewalahan menyembunyikan efeknya sekarang. Dan karena dia tidak juga datang, aku meninggalkan ruangan itu lalu pindah ke lobi. Sudah terlalu banyak orang y
“Jujur saja, awalnya aku merasa terancam. Perhatian semua orang tertuju padamu sejak pertama kali kau datang ke sini. Tapi, semakin kuperhatikan, aku paham apa yang dilihat Bapak darimu. Kau punya sesuatu yang layak untuk dijual olehnya, menjadi wajah Daimen dan lain sebagianya. Kau juga pekerja keras, Bang. Dulu, waktu aku melatihmu untuk pertama kali, aku sempat meremehkanmu. Itu karena kau terlihat lemah dan kurang meyakinkan. Semakin hari, melihat kemajuan yang terjadi pada tubuhmu, aku percaya kau sama sepertiku. Butuh kesempatan kedua dan Bapak melihat hal itu. Karena itulah aku tidak pernah sekalipun merasa iri Bapak memilih Abang sebagai wakilnya di Daimen.”Ucapan Cahyo hari itu terngiang di dalam kepalaku. Sialan. Karena memikirkan bagaimana aku mendapat bahan onani di telepon genggamku, aku malah memikirkan dia.Aku segera berbenah dan menyingkirkan kondom bekas ke wadah sampah. Namun, sebelum melemparnya ke wadah itu dan bergabung bersama sampah
Aku pulang dengan tubuh yang terasa seringan kapas. Seluruh tenagaku sudah terkuras seharian ini dan Roya benar-benar cewek yang andal dalam urusan memberi kenikmatan. Untung saja aku masih bisa menyetir sampai ke rumah tanpa mengalami kendala apa pun. Sebelum aku meninggalkan mobil dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, sebuah sepeda motor berhenti di belakang mobilku dan kulihat Rati turun dari boncengan. Dia tidak mengatakan apa-apa kepada pria yang mengantarnya, tapi dari tatapan yang saling mereka tukarkan pada satu sama lain, seolah itu sudah lebih dari cukup.Kubuka pintu mobil dan pada saat yang bersamaan sepeda motor itu dipacu tuas gasnya dalam-dalam. Pria itu pergi meninggalkan Rati kurang dari semenit dan melihatku yang baru saja keluar dari mobil, Rati berusaha untuk terlihat sesantai mungkin. Bahwa dirinya diantar pulang oleh Atmi bukanlah hal yang besar dan perlu kami ributkan.Tadinya aku berniat melakukan hal yang sama. Dengan setenang mungki