Mobilku berhenti di sebuah tempat yang bahkan tidak kuketahui namanya. Sebuah taman kecil yang sepi. Aku baru tahu bahwa di kota kecil ini memiliki taman di setiap kecamatannya.
Di bawah penerangan lampu jalan yang samar-samar, Roya naik ke atas pangkuanku dan memberiku hadiah yang sangat kuharapkan, yang bahkan tidak kudapatkan dari istriku sendiri. Aku membenamkan wajah di antara bukit kembar yang terasa hangat di dalam genggamanku. Kuhidu aromanya dalam-dalam. Bau tubuh yang khas bercampur dengan parfum menghasilkan aroma yang memabukkan. Ketika jari jemariku mulai aktif memberikan remasan dan memilin puncaknya, Roya mengerang dan bergerak-gerak gelisah di atas pangkuanku.
Seperti yang kubayangkan selama pertemuan pertama kami tadi. Miliknya memang terasa pas di dalam genggaman. Tidak terlalu besar sehingga membuatnya terkesan tidak normal, juga tidak kelewat kecil. Ukurannya sangat pas dan sangat natural. Ketika aku mendekatkan mulutku pada puncak dadanya, Roya men
Ketika pagi tiba, aku terjaga dengan semangat yang terisi penuh. Aku bangun dari ranjang bahkan sebelum Rati datang untuk mengguncang-guncangkan tubuhku seperti yang selalu dia lakukan selama ini. Kupikir ini adalah efek dari berhubungan badan dengan Rati semalam.Sepulang dari kencan dadakan bersama Roya, kupikir aku terpaksa memuaskan diriku sendiri dengan menggunakan tangan semalam. Namun, melihat Rati dengan sukarela membuka kakinya untukku, aku pun dapat menyalurkan beban berat yang kutahan seharian kemarin.Ya, jujur saja, harus kuakui bahwa aku telah bergairah sejak pertama kali bertemu dengan Roya di Daimen, melatihnya selama satu jam, lalu disambung lagi dengan hadiah yang diberikannya untukku dan telapak tangannya yang halus mengusap-usap milikku sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Untung saja ada Rati semalam. Namun, setelah ini tidak ada lagi yang perlu kucemaskan karena sesuai perintah Roya, aku cukup membawa kondom setiap saat dan jika kami bertemu l
Rati mendekat dan berusaha merebut telepon genggamnya dari tanganku, tapi aku mendorong tubuhnya mundur. “Owen, jangan....”Aku mengusapkan jari ke atas untuk menjawab panggilan itu lalu menyapa si Owen palsu. “Hai, Owen. Ada yang mau kau bicarakan pada istriku? Atau mau bilang kau merindukannya?”Aku melihat wajah pria itu menegang, lalu tiba-tiba saja layar berubah jadi gelap. Sebelum panggilan diakhiri sepihak, aku segera berteriak padanya, “Bilang saja padaku, nanti akan kusampaikan padanya.”Layar pun akhirnya kembali seperti sebelumnya, menampilkan wajah pria yang entah sudah berapa lama menjalin hubungan dengan istriku. Anak dari Pak Rajesh yang selama ini kuhormati, karena ayahnya sudah banyak membantuku.Pria itu menatapku cukup lama, sampai akhirnya dia mengesah. “Jangan bilang lo mengharapkan kata maaf dari gue. Gue nggak sudi meminta maaf. Sejak awal lo cuma memiliki Rati di atas kert
Persetan dengan Rati dan apa yang dia sukai. Hari ini aku tiba di Daimen dengan semangat yang terbakar. Karena hari ini, aku akan melakukannya dengan Roya. Aku sudah memintanya datang lebih pagi, beralasan ada yang harus aku diskusikan bersamanya, perihal latihannya. Tentu saja tidak ada yang benar-benar ingin kubicarakan. Itu hanya alasan saja. Setelah berganti pakaian dan menelan sebutir suplemen sebagai persiapan, aku menunggu Roya di ruang latihan. Setelah kira-kira lima belas menit berlalu, suplemen yang kutelan mulai memberikan reaksi di tubuhku. Di balik celana pendek parasut yang kukenakan, milikku mengeras detik demi detik. Ketika sudah tegang sampai ke batas maksimalnya, aku mulai gelisah dan keringat mulai muncul di dahiku. Gawat. Kalau tahu dia akan terlambat, aku tidak akan menelan suplemen itu lebih dulu dan kewalahan menyembunyikan efeknya sekarang. Dan karena dia tidak juga datang, aku meninggalkan ruangan itu lalu pindah ke lobi. Sudah terlalu banyak orang y
“Jujur saja, awalnya aku merasa terancam. Perhatian semua orang tertuju padamu sejak pertama kali kau datang ke sini. Tapi, semakin kuperhatikan, aku paham apa yang dilihat Bapak darimu. Kau punya sesuatu yang layak untuk dijual olehnya, menjadi wajah Daimen dan lain sebagianya. Kau juga pekerja keras, Bang. Dulu, waktu aku melatihmu untuk pertama kali, aku sempat meremehkanmu. Itu karena kau terlihat lemah dan kurang meyakinkan. Semakin hari, melihat kemajuan yang terjadi pada tubuhmu, aku percaya kau sama sepertiku. Butuh kesempatan kedua dan Bapak melihat hal itu. Karena itulah aku tidak pernah sekalipun merasa iri Bapak memilih Abang sebagai wakilnya di Daimen.”Ucapan Cahyo hari itu terngiang di dalam kepalaku. Sialan. Karena memikirkan bagaimana aku mendapat bahan onani di telepon genggamku, aku malah memikirkan dia.Aku segera berbenah dan menyingkirkan kondom bekas ke wadah sampah. Namun, sebelum melemparnya ke wadah itu dan bergabung bersama sampah
Aku pulang dengan tubuh yang terasa seringan kapas. Seluruh tenagaku sudah terkuras seharian ini dan Roya benar-benar cewek yang andal dalam urusan memberi kenikmatan. Untung saja aku masih bisa menyetir sampai ke rumah tanpa mengalami kendala apa pun. Sebelum aku meninggalkan mobil dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, sebuah sepeda motor berhenti di belakang mobilku dan kulihat Rati turun dari boncengan. Dia tidak mengatakan apa-apa kepada pria yang mengantarnya, tapi dari tatapan yang saling mereka tukarkan pada satu sama lain, seolah itu sudah lebih dari cukup.Kubuka pintu mobil dan pada saat yang bersamaan sepeda motor itu dipacu tuas gasnya dalam-dalam. Pria itu pergi meninggalkan Rati kurang dari semenit dan melihatku yang baru saja keluar dari mobil, Rati berusaha untuk terlihat sesantai mungkin. Bahwa dirinya diantar pulang oleh Atmi bukanlah hal yang besar dan perlu kami ributkan.Tadinya aku berniat melakukan hal yang sama. Dengan setenang mungki
Sesuai dugaan, setelah teman Xai yang aneh dijemput oleh orangtuanya, sekelompok orang datang menggedor pintu rumah dengan tidak sabar ketika kami sedang makan malam. Bapak dari teman Xai itu bilang kalau dirinya akan berusaha membantu kami apa pun yang terjadi setelah ini dan tidak keberatan membayar ganti rugi kerusakan pada sepeda motor, karena mereka menganggap anaknya ikut andil dalam keributan yang terjadi. Mereka pulang dan si Bapak berpesan pada Xai untuk menghubungi mereka jika pihak Atmi berusaha memperpanjang masalah.Kubiarkan Xai membukakan pintu untuk mereka. Dalam seketika semua orang merangsek masuk dan memenuhi ruang depan kami yang sempit. Di antara mereka, terlihat Atmi yang kepalanya dibebat dengan perban dengan noda merah yang cukup besar dan dia terus merintih kesakitan pada seorang pria tua yang kuduga adalah bapaknya.Rati melirikku lalu dia mengesah panjang. Ekspresinya mengisyaratkan bahwa kelelahannya sudah mencapai puncak tertinggi. Dia berd
“Boleh saya saja yang bercerita, Pak?”Rati membuat semua orang menoleh dan memperhatikannya. Dia duduk di sebelahku dan meraih tanganku untuk digenggam. Seolah dia sedang butuh berpegangan pada sesuatu saat ini, jika tidak melakukannya mungkin dia bisa terjatuh atau semacamnya. Aku diam saja dang mencoba mengikuti permainannya.“Bapak mungkin tidak mengenal saya sekalipun sebelumnya saya sudah datang ke kantor untuk mengurus dokumen kepindahan kami ke sini, karena itu izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dulu. Nama saya Rati dan ini suami saya, Owen. Kami punya satu anak yang seusia dengan anaknya Pak Sekretaris Camat,” kata Rati seraya menunjuk bapaknya teman Xai yang sebelumnya datang untuk menjemput si anak. Pantas saja dia bisa memprediksi hal semacam ini akan terjadi dan langsung datang bersama jalan keluar yang ampuh—yang kumaksud adalah Pak Camat.“Saya seorang calon ASN di salah satu sekolah di daerah yang Bapak
Segala yang terjadi menjadi tontonan sebagian warga yang berkerumun di depan rumah kami. Beberapa bahkan ada yang merekam. Beberapa lainnya mulai bersorak tak sabar menantikan keputusan Pak Camat atas nasib si kepala desa. Aku pun menantikan hal yang sama. Di sebelahku, Rati sudah tidak lagi menggenggam tanganku. Dia menatap lurus ke arah Atmi seraya mengembuskan napasnya keras-keras. “Kau tidak tega melihatnya seperti itu?” Rati langsung melirikku dengan sengit. “Aku tidak merasakan apa pun saat ini selain lega.” Sebelum aku sempat menyinggung ekspresi aneh di wajahnya, Rati langsung menarik tanganku untuk digenggam lagi olehnya. Aku menolak. Tidak akan kubiarkan dia memainkan sandiwaranya lagi dan memanfaatkan aku untuk ikut serta di dalamnya. Setelah beberapa saat, Pak Camat akhirnya mengumumkan keputusannya. “Untuk saudara Atmi, saya pikir urusannya kembali kepada Pak Sekretaris Camat dan saudara Owen untuk kelanjutan kasusnya. Apakah diperpanjang