Seperti yang dikatakan Yin. Memang benar selepas perseteruan yang panjang, tidak ada satu pun anggota Keluarga Lu Dong serta anak buahnya yang menghalangi langkah Yin memasuki rumah besar tersebut. Bahkan saat Lu Wan Wan mengambil kembali sepasang sepatu barunya yang dilempar Lu Fen Fen ke dalam kolam ikan, putri tertua Lu Dong itu tak menggubrisnya. Di pertengahan anak tangga yang ada di antara lantai satu dan dua, Yin berdiri menunggu kedatangan Lu Wan Wan. Istri sang pemilik tubuh itu tadi berkata, kalau dia ingin mengambil barang-barangnya yang tertinggal di halaman.Kening Yin langsung mengerut dalam, begitu melihat kedatangan Lu Wan Wan. Wanita muda itu memang membawa barang-barangnya, berupa sekotak kardus bekas di tangan kiri dan sepasang sepatu di tangan kanan. “Apa itu sepatumu? Seperti sepatu pria,” katanya kemudian.“Ini memang sepatu pria. Aku baru membelinya tadi di online shop.” Lu Wan Wan menjawab.Sambil mengatupkan kedua bibirnya, Yin mengangguk. Dia tidak ingin be
Keesokan harinya di tempat kediaman Keluarga Lu.Perkataan Lu Dong semalam telah membuat kehidupan anggota Keluarga Lu berubah seratus delapan puluh derajat. Untuk pertama kalinya selama delapan belas tahun ini, Li Na membangunkan kedua putri kandungnya sepagi mungkin, lalu menyuruh mereka untuk membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan sendiri.Wanita paruh baya itu tidak memanggil Lu Wan Wan dan Yin untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dia justru membiarkan menantu dan keponakannya itu tidur terlelap hingga senja mulai merangkak naik.“Ibu, sampai kapan kita akan seperti ini?” omel Lu Shen Shen sembari menarik salah satu kursi makan dengan kasar. “Ibu membangunkanku terlalu pagi. Bisa-bisa sebelum sore, aku sudah mengantuk di kantor.”“Sabarlah sedikit. Nanti Ibu akan membujuk ayahmu, agar keadaan ini segera berubah,” kata Li Na sembari mendudukkan dirinya di samping putri keduanya. Lu Fen Fen yang baru saja selesai memanggang roti menghampiri mereka. “Ibu, bagaimana kalau kita mem
Seperti halnya sinar mentari yang belum berakhir bersinar di musim semi, begitu juga dengan huru hara yang baru saja dibuat oleh Yin untuk memporak-porandakan kehidupan Keluarga Lu Dong.Dia yang saat itu masih belum benar-benar pergi meninggalkan rumah dan yang sedang berdiri di bawah pohon besar di luar bersama Lu Wan Wan tampak tersenyum lebar, tatkala melihat Lu Shen Shen keluar dengan raut wajah yang gelisah dan terburu-buru.Lu Wan Wan yang tidak mengerti jelas tentang keonaran yang baru saja dibuat oleh suaminya lantas bertanya, “Yin, sebenarnya pesan apa yang kau kirimkan kepada Kak Shen Shen hingga dia semarah itu?”“Hanya sebuah video dan beberapa foto,” jelas Yin.“Video dan foto? Punya Ma Jia Wei?” Lu Wan Wan menautkan kedua alisnya. “Dari mana kau mendapatkannya?”“Aku bukan mencuri atau sedang memfitnah mantan atasanmu itu,” pungkas Yin. Mendengar kata “mencuri” yang keluar dari mulut Yin, membuat Lu Wan Wan menarik kedua sudut bibirnya rapat. Entah apa maksud suaminya
Selepas menghubungi Pengacara Bo dan mengantar Lu Wan Wan pergi ke Group Lushang, Yin memarkirkan mobil listriknya agak jauh dari lingkungan tempat tinggal Keluarga Ma. Sepasang kakinya yang telah terbungkus dengan sepatu baru pemberian istri sang pemilik tubuh itu mengayun santai menyusuri jalan raya berpaving. Jalanan khas tatanan kediaman keluarga-keluarga kaya yang berpengaruh di Shanghai. Dia lantas teringat akan pertemuan rahasianya dengan Arthur dan tiga orang yang berada di lingkungan Keluarga Ma dan Group Ma beberapa hari yang lalu. “Tuan Muda, dahulu rumah itu adalah rumah mendiang ayah dan ibumu. Tapi sekarang, rumah tersebut telah ditempati oleh Ma Zimo dan keluarganya. Hari di mana ketika Tuan Muda akan datang, aku akan mempersiapkan segala sesuatunya. Aku akan membantu dengan mengirim lokasi serta menyambut kedatanganmu,” ucap M2 kala itu. Hari yang telah mereka nantikan pun tiba. Yin yang telah mendapatkan lokasi tempat tinggal Ma Zimo, kini berdiri di depan sebuah
M2 mengangguk. “Jika Arthur tidak memberitahuku lebih dulu, mungkin aku telah menganggap pemuda itu adalah dirimu. Tuan Muda Kedua yang telah lama hilang.” “Tapi kenapa Ma Zimo berniat membebaskannya dan tidak membunuhnya? Padahal jelas-jelas pemuda itu adalah seorang penipu!” “Kalau soal itu aku tidak tahu. Kata Asun, semua kartu identitas milik pemuda itu bernama Ma Yin Fei. Jadi Ma Zimo langsung mengangap pemuda itu adalah dirimu—anak saudaranya yang hilang. Mungkin saja dia berniat memelihara kemenakannya itu dengan memberikan sebuah pekerjaan padanya,” papar M2. “Tapi aku dan Arthur tak percaya, kalau masalah ini terkait dengan penyesalan Ma Zimo di masa lalu,” lanjut M2. “Pria seperti Ma Zimo itu tidak akan pernah menyesali perbuatannya!” “Taktik Ma Zimo boleh juga,” ujar Yin dengan bibirnya yang menyeringai. "Memelihara anak musuh dalam istananya. Seperti seorang pangeran yang menjadi sandera perang di negeri asing.. Dengan begitu, Ma Zimo akan mampu mengawasi gerak-gerik
Ma Jia Wei mengayunkan langkahnya dengan tergesa-gesa. Sepasang sepatu pantofelnya yang berwarna coklat gelap itu berjalan menyusuri setiap lantai, ruangan, dan koridor yang ada di dalam rumahnya yang besar bak bangunan istana Dinasti Qing. Pria muda itu berpikir, mencari seorang Ma Yin Fei itu mudah! Namun, ternyata dia salah! Mencari seseorang di rumahnya itu seperti mencari sebuah jarum di tengah tumpukan jerami. Tidak seorang pun dari penghuni rumah besar itu yang sudi membuka mulutnya untuk Ma Jia Wei. Bukan karena dia tidak memiliki kekuasaan di rumah itu, melainkan semua ini karena ancaman dari Ma Zimo. Tuan Besar Keluarga Ma itu telah melarang seluruh anak buah dan pekerjanya untuk membocorkan informasi kepada Ma Jia Wei. Kalau beberapa hari yang lalu, mereka telah menangkap dan mengurung seorang pemuda di ruangan bawah tanah. "Apa kau sedang bercanda denganku?!" Ma Jia Wei menghardik Mok melalui panggilan ponselnya. "Bercanda apa, Tuan Muda?" tanya Mok yang
“Jika kau sampai mendapatkan masalah, aku yang akan melindungimu. Katakan padaku, sejak kapan dia berada di dalam rumah ini!” Ma Jia Wei yang telah berjanji itu menatap sepasang netra hitam milik Shanzi dengan kilatan yang tajam.Sama seperti bibir Shanzi yang gemetar setelah mendengar perkataan Ma Jia Wei yang penuh penekanan, begitu juga dengan kedua bola mata gadis pelayan itu yang bergerak-gerak memperhatikan ekspresi wajah tuan mudanya yang sangat dingin. “A—apa benar seperti yang Tuan Muda katakan? Tu—tuan Muda akan melindungiku, jika Tu—tuan Besar meng—menghukumku nanti? Tuan Muda tidak akan ingkar'kan?" “Aku berjanji padamu,” balas Ma Jia Wei.Tampak sebuah kelegaan terpancar dari wajah Shanzi yang berbentuk persegi. Setidaknya sekarang di dalam rumah besar ini, dia memiliki seorang pelindung yang merupakan satu-satunya pewaris Keluarga Ma.Maka gadis pelayan berusia dua puluh lima tahun itu akhirnya bersedia untuk berbagi informasi dengan Ma Jia Wei.“Pemuda itu sudah ting
Masih di pagi yang sama di tempat kediaman Keluarga Ma. Seorang pria paruh baya yang lebih suka mengenakan pakaian bergaya tradisional khas negaranya, daripada mengenakan pakaian moderen itu tampak sedang bercengkerama dengan seekor burung beo. Hewan unggas berbulu hitam itu tampak sedang menirukan kosa kata baru yang diajarkan oleh tuannya hari ini. Setiap kali binatang itu berhasil menirukan suara yang diajarkan, maka tuannya akan memberikan makanan yang lezat sebagai hadiah.Begitu makhluk bersayap itu selesai menikmati sarapan, maka indera penglihatnya itu menangkap kehadiran seorang manusia lain yang sangat dikenalnya, bukan manusia baik hati yang selalu memberinya makanan setiap hari. Justru manusia yang sedang berjalan menghampirinya itu tidak pernah memberinya makanan. Paruh burung beo yang berwarna oranye itu mendadak berucap, “Asun datang! Asun datang! Selamat pagi, Asun.”Suara sapaan burung beo yang terdengar serak itu lantas membuat Ma Zimo menghentikan aktivitasnya. S