Samantha baru tahu bahwa dia bisa membenci seorang pria dengan begitu dahsyat walau belum pernah bertemu!
"Tunggu sampai aku menemukanmu!" Samantha terus mengumpati pria tanpa wajah yang sudah meninggalkan sahabat karibnya yang kini sedang menunggu persalinan dalam kondisi patah hati. Samantha sedang mondar mandir mencari cara untuk menyeret pria yang konon kabarnya seorang penguasa, playboy bilioner. Tidak gampang membuat sahabatnya mau memberi tahu nama pria sialan itu, walau akhirnya dia mendapatkannya. 'Ngapain juga si Tina pakai main rahasia segala, coba tahu namanya dari dulu, emang siapa pria itu? Syekh? Teroris? Presiden?' Hal itu masih mendominasi pikirannya saat dia sudah duduk di kursi first class sebuah maskapai penerbangan. Ketenangan di sekelilingnya tak mampu menepis kegelisahan akan keadaan sahabatnya. Ingat Tina, Samantha ingat pula dengan pria yang seenaknya pergi setelah mendapat kesenangan. Seperti apa sih tampangnya? Samantha segera membuka tab-nya mumpung pesawat belum mengudara. Dia berusaha mencari tahu seperti apa sosok pria yang begitu hebat di mata Tina, sahabatnya. Mulailah jemarinya menari-nari di atas keyboard. Samantha menelusuri setiap pria yang muncul di pencarian 'Navarell' Akhirnya Samantha menemukan kekasih gelap sahabatnya yang ternyata adalah sang bilioner muda yang memimpin kerajaan Navarell, yaitu Chase Navarell! Samantha terpana! Pria itu penguasa kerajaan tambang! 'fuihhhh..ternyata lajang, tampan, kaya raya,' batin Samantha dengan bibir mencibir, baginya itu adalah kombinasi komplit yang dimiliki oleh rata-rata seorang pria brengsek. Begitu banyak ulasan si penguasa dengan berbagai wanita cantik dan terkenal. 'hmm...pasti playboy, penguasa playboy!' Akan tetapi saat Samantha kembali mengamati dan membaca ulasan positif yang memuja-muja pria itu, dia menemukan ketidakcocokan dengan apa yang dialami Tina. Pria yang dilayar monitor, yang sedang balas menatapnya... tampan, tenang, percaya diri, dan sepertinya tidak akan melarikan diri dari tanggung jawab. 'Aihh..sudahlah, wajah juga bisa menipu kan,' kata Samantha dalam hati. Diam-diam Samantha berjanji akan mencari pria tampan tersebut dan mengabarkan tentang anak yang ada di dalam perut Tina. Dia tidak takut walau harus berhadapan dengan pria penguasa, dia akan memaksa pria itu untuk bukan hanya mengingat Tina tapi juga bersedia menghapus semua kemalangan dan kesedihan sahabatnya. 'sebaiknya aku segera mencoba menghubunginya,' batin Samantha. Samantha menelepon seseorang yang tahu segala kejadian di dunia orang-orang kaya, sebutannya Mr Bean, untuk mendapatkan nomor pribadi Chase Navarell. Samantha segera menelepon pria sultan itu sebelum pesawatnya mengudara, berkali-kali, tetapi tidak pernah di angkat. Samantha mengirim pesan kepada Tina untuk sekali lagi memastikan akurasi identitas pria yang akan dikejarnya. (Aku akan memburu pria itu, kau yakin dia dari klan Navarell?) {Yes} (Yakin Tin? Mereka keluarga kaya raya!) {Yakin!} (Mereka punya tiga anak laki-laki, Tin! Dan kau mabok berat. Dari mana kau yakin itu Chase Navarell?) {Dari buku pendaftaran hotel, Tha} (Ok beristirahatlah, aku akan mengurusnya. Aku akan menyeret pria sialan itu ke hadapanmu) {Pasti ada sesuatu yang membuat dia tidak mencariku, Tha. Jangan memakinya. Dia pria yang sangat baik} (OMG...udah jelas-jelas kamu ditinggal sendirian Tin, masih juga bela pria sultan sialan itu. Lurus bener jalan hidupmu) {Kalau lurus jalanku pasti sampai saat ini aku masih perawan kayak kamu, Tha} (Sok tahu! Udah ah. Bye bye...) Lalu Samantha kembali berusaha menelepon pria Navarell itu. Samantha berpikir mungkin jam sibuk. Lima menit kemudian masih tetap tidak diangkat. Setelah terus mencoba dan tetap gagal, Samantha harus berhenti karena pesawat mulai take off, begitu landing, Samantha yang enggan berdesakan masih bertahan duduk di kursinya. Samantha menelepon kembali si pria sultan, lalu menekan speaker on dan meletakkan ponselnya. Dalam hati Samantha sangat gemas karena begitu sulit menghubungi pria itu, padahal dengan memanfaatkan ketenarannya sebagai penyanyi dengan 3 album platinum, Samantha bisa mendapatkan nomor pribadi Chase Navarell yang infonya hanya untuk keluarga dan orang-orang terdekat. Sambil menunggu, Samantha bergumam sendiri. "Masa iya ada orang sibuk sampai nggak bisa terima telepon? Karena Sultan? Karena kerjaan? Karena duit? Sekalian kawin aja ama dokumen, ama duit! Rumit amat hidupnya...amit-amit." Samantha bergumam sendiri tanpa sadar speakernya tidak lagi berdering. Hening. Samantha melirik ponselnya. ASTAGAAAA..... Samantha menutup mulutnya dengan mata membulat sempurna.Astagaaa....Indikator waktu terus bertambah...26, 27, 28...itu tandanya sudah 26 detik pria itu menerima teleponnya, bukan(?)"Kalau hanya mau ngomong sendiri tidak usah telepon, ribet amat hidupnya!" Suara maskulin terdengar mencela dengan mengulang kalimat Samantha.Otak Samantha kosong saking terkejutnya, dia berusaha mengingat apa saja yang sudah dikatakannya lalu aura pertahanan diri pun mengambil alih."Makanya hargai yang menelepon, masa sampai puluhan kali didiemin, buang aja ponselnya." Saat kalimatnya sudah meluncur, Samantha sadar itu keterlaluan. Arghh...jadi sudah dua kesalahan yang dia buat padahal mereka baru terhubung kurang dari satu menit. Ingin rasamya mengumpat dalam hati. Tapi sudahlah toh ini pria yang tidak bertanggung jawab itu! "Aku mengenalmu?" Kembali suara maskulin itu terdengar, datar dan dingin."Ti...dak." "Dari mana kau dapat nomorku?" "Itu tidak penting." Terdengar tawa maskulin, bukan tawa
"Karena...." Samantha sedang menimbang bagaimana penyampaian yang tepat, yang bisa meminimalisir kerusakan."Karena dia hanya bualanmu saja?""Anakmu itu nyata." "Bagaimana mungkin kita bisa bikin anak kalau kita bertemu di alam maya? Di mana kita bercinta? Market place?" Samantha mengabaikan ejekan sinis si pria, ia tidak tahu harus mengatakan apa, pria ini salah mengira bahwa Samantha adalah ibu bayi itu, akan tetapi kalau Samantha membantah sekarang sepertinya makin membuat dia mengira ini telepon iseng! Yah sudah salah dari awal, nanti dia akan memikirkan cara untuk mengklarifikasi seandainya bisa, kalau pria ini menolak tanggung jawab toh mereka hanya hidup bertiga, untuk apa harus repot-repot membenarkan semuanya? Bodo amat dengan pria ini.Mungkin karena tidak mendengar jawaban atau tanggapan dari pihak Samantha, maka si pria mengulangi pertanyaannya dengan nada lebih mendesak."Jawab aku! Dimana kita bercinta?" "Grand Hyatt Melbourne," j
Daun yang berguguran mengiringi langkah Samantha memasuki rumah sakit. Hari ini dia akan membawa pulang Tristan Navarell, dia menamai si baby persis sesuai permintaan terakhir Tina. Karena persalinan yang sulit Tina akhirnya meninggal dunia dan dua bulan lamanya Tristan harus dirawat intensif di rumah sakit. Samantha menghampiri ruang pembayaran dan administrasi."Bu, saya akan membayar biaya perawatan pasien VViP 901." "Bik Bu, silahkan duduk saya cek terlebih dahulu." Samantha hanya mengangguk sambil berharap secepatnya dapat diselesaikan, karena sejak dia kehilangan Tina, Samantha selalu merasa susah bernafas jika sudah masuk area rumah sakit. Dia tahu itu psikis, karena kenangan akan Tina, akan tetapi sesaknya nyata hingga dia harus sering-sering mengirup nafas panjang."Bu, tagihannya sudah nol.""Nggak mungkin, karena Tina tidak punya siapa-siapa." "Ok, saya cek kembali." Sambil menunggu, Samantha mengirim pesan kepada Bianca y
"Silahkan duduk." Dengan setengah hati wanita itu mempersilahkan Samantha duduk.Melihat penampilan Samantha yang sederhana dan tidak mengikuti mode mungkin dia berpikir Samantha akan kikuk dengan sekeliling yang meneriakkan kemewahan.Samantha tidak pernah gentar dengan kekayaan, semewah apa pun, semegah apa pun, akan tetapi siang hari ini memang dia tidak terlalu percaya diri karena dia tidak sepenuhnya jujur dan itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya. Jadi dia gugup dan nervous, akan tetapi jika dia tidak melanjutkan rencananya dia takut Tristan akan diambil darinya.Dia tahu Tristan bukan haknya tapi dia ingin memastikan Tristan mendapat perawatan dan mendapat kasih sayang yang baik sebelum dia melepaskannya. Samantha pun mengambil majalah yang kebetulan memasang wajah Tina, sang super model sebagai covernya. Tampilan Tina di cover itu begitu ceria karena foto itu diambil jauh sebelum Tina masuk rumah sakit. Samantha merasa matanya basah.
Chase menunggu di kantornya dengan gelisah, dia tahu begitu melihat bayi yang akan di bawa wanita bermulut tajam itu, dia bisa langsung pastikan itu anaknya atau bukan, itu keturunan Navarell atau bukan!Tak lama pintu terbuka. Chase mengerutkan keningnya. Wanita yang berdiri di pintu segera masuk dan menutup pintu di belakangnya. Mereka saling memandang, kerutan di kening Chase makin dalam. Chase masih belum bersuara hingga suara lembut memecah kesunyian. "Kau memang pria plin plan." Chase terkejut dan seketika mengangkat keningnya. "Kau memang bermulut tajam," balas Chase. "Tadi..kau menyuruhku kembali, tapi sekarang..hanya melihat wajahmu aku tahu bahwa kau menginginkanku pergi, apa namanya kalau bukan tidak berpendirian?" "Aku mengira kau membawa bayimu, untuk apa kau sudah payah menemuiku tanpa membawa bayimu? Aku bermaksud memastikan bahwa itu memang keturunan Navarell, tapi sekarang aku tahu pasti dia bukan anakku." "Dari
Chase menunggu di kantornya dengan gelisah, dia tahu begitu melihat bayi yang akan di bawa wanita bermulut tajam itu, dia bisa langsung pastikan itu anaknya atau bukan, itu keturunan Navarell atau bukan!Tak lama pintu terbuka. Chase mengerutkan keningnya. Wanita yang berdiri di pintu segera masuk dan menutup pintu di belakangnya. Mereka saling memandang, kerutan di kening Chase makin dalam. Chase masih belum bersuara hingga suara lembut memecah kesunyian. "Kau memang pria plin plan." Chase terkejut dan seketika mengangkat keningnya. "Kau memang bermulut tajam," balas Chase. "Tadi..kau menyuruhku kembali, tapi sekarang..hanya melihat wajahmu aku tahu bahwa kau menginginkanku pergi, apa namanya kalau bukan tidak berpendirian?" "Aku mengira kau membawa bayimu, untuk apa kau sudah payah menemuiku tanpa membawa bayimu? Aku bermaksud memastikan bahwa itu memang keturunan Navarell, tapi sekarang aku tahu pasti dia bukan anakku." "Dari
"Silahkan duduk." Dengan setengah hati wanita itu mempersilahkan Samantha duduk.Melihat penampilan Samantha yang sederhana dan tidak mengikuti mode mungkin dia berpikir Samantha akan kikuk dengan sekeliling yang meneriakkan kemewahan.Samantha tidak pernah gentar dengan kekayaan, semewah apa pun, semegah apa pun, akan tetapi siang hari ini memang dia tidak terlalu percaya diri karena dia tidak sepenuhnya jujur dan itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya. Jadi dia gugup dan nervous, akan tetapi jika dia tidak melanjutkan rencananya dia takut Tristan akan diambil darinya.Dia tahu Tristan bukan haknya tapi dia ingin memastikan Tristan mendapat perawatan dan mendapat kasih sayang yang baik sebelum dia melepaskannya. Samantha pun mengambil majalah yang kebetulan memasang wajah Tina, sang super model sebagai covernya. Tampilan Tina di cover itu begitu ceria karena foto itu diambil jauh sebelum Tina masuk rumah sakit. Samantha merasa matanya basah.
Daun yang berguguran mengiringi langkah Samantha memasuki rumah sakit. Hari ini dia akan membawa pulang Tristan Navarell, dia menamai si baby persis sesuai permintaan terakhir Tina. Karena persalinan yang sulit Tina akhirnya meninggal dunia dan dua bulan lamanya Tristan harus dirawat intensif di rumah sakit. Samantha menghampiri ruang pembayaran dan administrasi."Bu, saya akan membayar biaya perawatan pasien VViP 901." "Bik Bu, silahkan duduk saya cek terlebih dahulu." Samantha hanya mengangguk sambil berharap secepatnya dapat diselesaikan, karena sejak dia kehilangan Tina, Samantha selalu merasa susah bernafas jika sudah masuk area rumah sakit. Dia tahu itu psikis, karena kenangan akan Tina, akan tetapi sesaknya nyata hingga dia harus sering-sering mengirup nafas panjang."Bu, tagihannya sudah nol.""Nggak mungkin, karena Tina tidak punya siapa-siapa." "Ok, saya cek kembali." Sambil menunggu, Samantha mengirim pesan kepada Bianca y
"Karena...." Samantha sedang menimbang bagaimana penyampaian yang tepat, yang bisa meminimalisir kerusakan."Karena dia hanya bualanmu saja?""Anakmu itu nyata." "Bagaimana mungkin kita bisa bikin anak kalau kita bertemu di alam maya? Di mana kita bercinta? Market place?" Samantha mengabaikan ejekan sinis si pria, ia tidak tahu harus mengatakan apa, pria ini salah mengira bahwa Samantha adalah ibu bayi itu, akan tetapi kalau Samantha membantah sekarang sepertinya makin membuat dia mengira ini telepon iseng! Yah sudah salah dari awal, nanti dia akan memikirkan cara untuk mengklarifikasi seandainya bisa, kalau pria ini menolak tanggung jawab toh mereka hanya hidup bertiga, untuk apa harus repot-repot membenarkan semuanya? Bodo amat dengan pria ini.Mungkin karena tidak mendengar jawaban atau tanggapan dari pihak Samantha, maka si pria mengulangi pertanyaannya dengan nada lebih mendesak."Jawab aku! Dimana kita bercinta?" "Grand Hyatt Melbourne," j
Astagaaa....Indikator waktu terus bertambah...26, 27, 28...itu tandanya sudah 26 detik pria itu menerima teleponnya, bukan(?)"Kalau hanya mau ngomong sendiri tidak usah telepon, ribet amat hidupnya!" Suara maskulin terdengar mencela dengan mengulang kalimat Samantha.Otak Samantha kosong saking terkejutnya, dia berusaha mengingat apa saja yang sudah dikatakannya lalu aura pertahanan diri pun mengambil alih."Makanya hargai yang menelepon, masa sampai puluhan kali didiemin, buang aja ponselnya." Saat kalimatnya sudah meluncur, Samantha sadar itu keterlaluan. Arghh...jadi sudah dua kesalahan yang dia buat padahal mereka baru terhubung kurang dari satu menit. Ingin rasamya mengumpat dalam hati. Tapi sudahlah toh ini pria yang tidak bertanggung jawab itu! "Aku mengenalmu?" Kembali suara maskulin itu terdengar, datar dan dingin."Ti...dak." "Dari mana kau dapat nomorku?" "Itu tidak penting." Terdengar tawa maskulin, bukan tawa
Samantha baru tahu bahwa dia bisa membenci seorang pria dengan begitu dahsyat walau belum pernah bertemu! "Tunggu sampai aku menemukanmu!" Samantha terus mengumpati pria tanpa wajah yang sudah meninggalkan sahabat karibnya yang kini sedang menunggu persalinan dalam kondisi patah hati. Samantha sedang mondar mandir mencari cara untuk menyeret pria yang konon kabarnya seorang penguasa, playboy bilioner.Tidak gampang membuat sahabatnya mau memberi tahu nama pria sialan itu, walau akhirnya dia mendapatkannya.'Ngapain juga si Tina pakai main rahasia segala, coba tahu namanya dari dulu, emang siapa pria itu? Syekh? Teroris? Presiden?' Hal itu masih mendominasi pikirannya saat dia sudah duduk di kursi first class sebuah maskapai penerbangan.Ketenangan di sekelilingnya tak mampu menepis kegelisahan akan keadaan sahabatnya. Ingat Tina, Samantha ingat pula dengan pria yang seenaknya pergi setelah mendapat kesenangan. Seperti apa sih tampangnya?