Chase menunggu di kantornya dengan gelisah, dia tahu begitu melihat bayi yang akan di bawa wanita bermulut tajam itu, dia bisa langsung pastikan itu anaknya atau bukan, itu keturunan Navarell atau bukan!
Tak lama pintu terbuka. Chase mengerutkan keningnya. Wanita yang berdiri di pintu segera masuk dan menutup pintu di belakangnya. Mereka saling memandang, kerutan di kening Chase makin dalam. Chase masih belum bersuara hingga suara lembut memecah kesunyian. "Kau memang pria plin plan." Chase terkejut dan seketika mengangkat keningnya. "Kau memang bermulut tajam," balas Chase. "Tadi..kau menyuruhku kembali, tapi sekarang..hanya melihat wajahmu aku tahu bahwa kau menginginkanku pergi, apa namanya kalau bukan tidak berpendirian?" "Aku mengira kau membawa bayimu, untuk apa kau sudah payah menemuiku tanpa membawa bayimu? Aku bermaksud memastikan bahwa itu memang keturunan Navarell, tapi sekarang aku tahu pasti dia bukan anakku." "Dari mana kau tahu? Kau belum melihatnya!" Chase melihat wanita itu membantah dengan kesal. "Aku telah melihat ibunya, dan aku yakin 1000% kita tidak pernah bersama!" Chase berkata sambil mendekat. "Kalau ingin menjebakku, minimal berdandan lah dengan pantas seperti mereka yang pernah terlihat bersamaku." "Sombong!" Chase melihat rona mulai menjalar dari leher naik ke wajah wanita itu. Dari jauh wanita bergaun kedodoran itu sangat tidak menarik, akan tetapi dari dekat Chase bisa melihat kulitnya yang sehalus porselen walau tanpa make up dengan mata lebar dan bibir super seksi. Chase tidak pernah membiarkan daya tarik mengalahkan nalarnya, wanita ini ingin menjebaknya jadi harus di beri pelajaran. Chase makin menundukkan wajahnya sambil kembali berkata, "dengan penampilan seperti ini, tidak mungkin akan ada bayi, walau aku dalam keadaan mabuk sekalipun, atau bahkan jika kau orang terakhir yang tersedia." Chase tahu ucapannya keterlaluan, tapi dia tidak akan membiarkan wanita ini melenggang pergi tanpa memberinya pelajaran. "Aku kasihan dengan bayi itu, karena harus terlahir dari ayah nggak jelas dan ibu penipu!" Plakkk! Chase meraba pipinya sambil menatap wajah wanita yang sekarang sedang balas menatapnya dengan murka. 'harusnya aku yang marah, tapi kenapa dia yang murka?' batin Chase. "Ayahnya memang belum jelas, tapi jangan sekali-kali bilang ibunya penipu!" seru si wanita dengan tubuh gemetar menahan marah. Chase tertawa mengejek. "Kalau bukan penipu, apa sebutannya bagi wanita mata duitan yang tidur dengan seorang pria, hamil, lalu berlari mengejar pria yang lain? Apa bukan penipu jika seorang wanita memaksa seorang pria mengakui anak yang bukan keturunannya?" Bentak Chase mulai tak lagi bisa menahan emosinya. "Kau memang pria sialan, kalau kau tidak mau mengakui anakmu kenapa kau suruh aku kembali?" "Karena aku pikir kau datang dengan anakmu." "Memangnya sekretarismu buta?" "Aku yang tidak bertanya, karena jika semuanya benar kau tidak akan takut datang dengan anakmu!" "Semuanya memang benar! Kau memang ayah Tristan!" Bentakan lembut wanita itu makin menyulut kemarahan Chase. "Tutup mulut lancangmu, sudah aku bilang, aku tidak pernah menidurimu!" Chase berkata dalam desisan sambil mendekatkan wajahnya. Kini mereka hanya terpisah oleh selembar kertas. "Kau bukan hanya sombong tapi mulutmu kotor." Chase makin marah mendengar dakwaan tak kenal takut itu. Dengan cepat Chase meraih pinggang si wanita dan melumat bibir tajam yang sudah membuatnya geram. Blaarrrr.... Bibir si mulut tajam begitu lembut... Chase merasa luar biasa nikmat. Awalnya Chase hanya ingin menghukum wanita itu, akan tetapi ternyata apa yang didapatinya luar biasa nikmat, kombinasi rasa bibir ranum si wanita dan harum lembut yang khas langsung mengaburkan otaknya. Dengan menggeram, Chase makin merapatkan pinggang si wanita yang ternyata sangat lembut. Mereka berciuman tidak terlalu lama akan tetapi efeknya masih tertinggal. Chase mundur satu langkah. Jika tadi dia belum yakin bahwa mereka tidak pernah bersama, maka kini, setelah berciuman, dia sangat yakin bahwa mereka memang belum pernah tidur bersama, karena walau dalam keadaan mabuk pun dia pasti bisa mengingat nikmatnya bibir seksi si wanita kedodoran itu. Plakkk... Tamparan kedua. "Berani-beraninya kau menyebutku penipu lalu menciumku," desis si wanita. "Berani sekali kau menamparku dua kali, ingatlah jangan ada kali ketiga, atau aku akan membuatmu menyesalinya," balas Chase. "Kalian pria tampan dan kaya raya memang brengsek semua!" Chase tertawa sinis. "Aku akan membuatmu menyesal telah menyangkal anakmu sendiri!" Bergegas si wanita berjalan keluar dan membanting pintu di belakangnya. Chase masih berdiri di tempatnya. Dia masih bisa membayangkan nikmatnya bibir yang diciumnya, bibir yang sama yang selalu mengumpatinya. 'wanita mata duitan yang berkedok lembut, pasti wanita itu mata duitan hanya tampilannya saja yang menipu, dasar pemain watak!' Chase berusaha meyakinkan dirinya bahwa apa yang di lakukannya sudah benar. Benarkah(?)Tujuh hari berlalu sejak insiden wanita jelek dan bermulut tajam di kantornya. Sore ini Chase bergegas ke rumah kakeknya yang menyuruh dia datang segera. 'nggak biasanya kakek mempercepat perjalanannya, memangnya apa yang sangat penting? Pasti tentang pengambilalihan perusahaan yang ujung-ujungnya sudah bisa di tebak, aku harus menikah!' Chase bermonolog dalam hati, karena kedekatannya dengan sang kakek, seringkali dia bisa menebak apa yang akan kakek lakukan bahkan sebelum sang kakek bilang. Di teras Chase melompati dua anak tangga sekaligus lalu begitu sampai di ruang tamu langkahnya terhenti. Wanita bermulut tajam itu sedang duduk di samping kakeknya. "Kau? Berani-beraninya kau menemui kakekku? Kau memang parah!""Diam Chase." "Kakek, jangan dengarkan dia." "Duduk, Chase!""Kakek..""Dengarkan kakek, waktumu hanya tinggal 8 bulan, pilihannya kau menikahi Samantha atau semua saham kakek, kakek jual kepada pemilik saham yang lain." "
DELAPAN BULAN KEMUDIAN.Chase baru saja turun dari jet pribadinya, dia sedang berdiri mengamati sekitar mencari kekasih terakhir yang memaksa untuk menjemputnya. Chase selalu lebih merasa nyaman jika sopir yang akan menjemputnya karena mereka lebih tepat waktu dibandingkan orang lain. Seperti saat ini, sudah tiga menit dia mencari belum juga terlihat tanda kehadiran kekasihnya. Tiba-tiba terdengar bunyi suara barang jatuh tidak jauh dari tempatnya berdiri.Chase melihat seorang wanita paruh baya sedang kerepotan dengan seorang anak kecil. "Mana Mommy..mommy." anak kecil itu awalnya merengek lama kelamaan meraung. Saat melewati Chase, si kecil meronta hingga nyaris jatuh dari gendongan kalau saja Chase tidak reflek menangkapnya.Si kecil memandang pria besar di hadapannya lalu dia menangis pelan, tidak lagi meronta-ronta, mungkin dia sudah bisa mengerti bahwa ada orang asing yang akan memarahi jika dia nakal.Ibu itu pun berhenti, duduk di kursi kemudian memberi si kecil minum
Samantha-pun kembali mencium anaknya sambil tak hentinya bersyukur dalam hati karena dia tetap memakai penyamarannya. Dia tidak mengira akan kembali bertemu dengan Chase Navarell.Delapan bulan yang lalu Chase mengusirnya dan dia pergi dengan hati lega karena dia sudah berusaha melakukan tugasnya mencari ayah kandung Tristan, kalau Chase menolak berarti tugasnya sudah selesai, dia akan merawat dan membesarkan anak Tina seperti janjinya pada almarhum sahabatnya itu.Walaupun dengan adanya Tristan dia harus mengurangi jadwal show-nya.Tadinya sebelum naik pesawat, dia sempat berpikir hanya memakai kacamata hitam saja, tapi dia mengurungkan niatnya karena saat dalam penyamaran jadi gadis kedodoran yang sederhana dengan wig dan kacamata vintagenya, dia bisa lebih leluasa karena tidak ada fans dan para paparazi yang membuntutinya. Untunglah nalurinya membantu menyelamatkan dirinya dari keadaan yang lebih rumit karena ternyata dia bertemu dengan Chase Navarell, penguasa arogan yang mengh
"Ya, dulu kau butuh istri untuk memuluskan rencanamu!" Gumam Samantha. Samantha bisa melihat Chase memahami maksudnya, tapi tidak ada kalimat tanggapan yang keluar dari mulut pria tampan arogan itu.Saat itu mulai terdengar bel dari mobil yang mengantri di belakang mereka. "Naiklah!" Samantha melirik antrian mobil yang makin panjang, dengan terpaksa Samantha masuk diikuti oleh Mrs Barbara. Chase menatap Samantha dan Tristan yang sudah merebahkan kepalanya karena lelah."Aku bisa menggantikanmu menggendongnya." Chase menawarkan diri untuk menggendong Tristan.Samantha terdiam lalu menggeleng.Tiba-tiba Tristan mengangkat kepalanya dan memandang Chase lalu tersenyum.Samantha terkejut melihat Tristan yang biasanya tidak mudah dekat dengan orang baru, selama apa mereka berdua berkomunikasi sebelum Samantha tiba? Tristan memandang Mommy-nya, lalu memandang Chase sambil membuka mulut mungilnya. "Dada..da." Raut wajah Chase berubah
Chase sangat heran karena tubuh Samantha begitu ringan, rasanya seperti sedang menggendong Tristan. “Apa saja yang dia lakukan sampai tubuhnya sangat ringan seperti seorang bayi?”batin Chase penuh dengan rasa penasaran.Karena sulit dipahami bagi nalar Chase, tubuh Samantha yang terlihat besar beratnya terlalu ringan. Sambil menggendong, Chase berusaha menekan rasa herannya.Selama dalam perjalanan Samantha masih tetap tertidur, tidak terbangun sama sekali, akan tetapi saat Chase membaringkannya Samantha segera terbangun dan keheranan melihat Chase sedang bersamanya...di dalam kamar tidurnya."Kau belum ... belum pulang?” tanya Samantha sambil mulai menutup mata, dia berusaha menunggu jawaban atas pertanyaan yang dia lontarkan. Sepertinya jawaban paling sederhana pun tidak bisa langsung Samantha cerna, karena begitu payah tubuhnya."Aku akan tinggal." "Tinggal?""Aku tidak akan pulang, aku tetap di sini!" ucap Chase dengan sangat yakin."Kau tidak bisa tinggal ... di sini,”
Pagi tiba dengan cepat, alarm alam yang membangunkan Samantha, membuatnya spontan terduduk. Samantha pun bangun, masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah lima menit, Samantha keluar hanya dengan selembar handuk yang melilit tubuhnya dengan rambut yang masih basah.Setelah mengeringkan rambutnya, Samantha pun memakai pakaian favoritnya jika sedang di rumah saja yaitu dress rumah yang tipis tanpa menggunakan bra, baginya seakan menanggalkan segala kekangan, melepaskan segala kerumitan. Setelah menyisir rambut dan memakai krim wajah Samantha pun siap melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu full time. Tidak ada konser.Tidak ada wawancara.Tidak ada show apapun.Bahkan Samantha telah menginstruksikan manajernya bahwa hari ini ponselnya mati!Dia ingin bermain dan mengurus Tristan, setelah tiga hari meninggalkan Tristan dengan pengasuh.Dengan berjingkat Samantha keluar dari kamarnya dan akan pergi ke kamar Tristan, akan tetapi sampai di ruang tengah, langkahnya t
Hal yang langka!Bukannya terpukau akan kecantikan Bianca, Chase hanya mengangguk lalu kembali memusatkan perhatian pada Samantha.Bianca aktris papan atas yang sedang naik daun, tapi Chase seakan tidak mengenalnya sama sekali!“Oh My Godness," gumam Bianca lirih.Samantha merasa geli melihat reaksi Bianca, biasanya para pria yang akan jatuh bangun mengejar Bianca, akan tetapi pagi ini memang bukan pagi yang biasa. Dalam hati Samantha yakin sebentar lagi saat kesadarannya sudah pulih, Chase akan ganti mengejar Bianca.Bianca berjalan mendekat dengan mengulurkan tangannya, tatapannya memuja Chase, sorot matanya begitu kagum. Sebaliknya Chase menatapnya formal lalu menyambut uluran tangan Bianca yang langsung menjerit tanpa suara. Samantha berpikir mungkin Bianca merasakan besarnya tangan Chase yang begitu maskulin dan kasar.Bianca maju lagi, Chase spontan memundurkan sedikit tubuhnya, seolah menghindar.'Hmm...baru bangun tidur jadi nggak sadar ada wanita cantik dihadapannya,' b
Bukannya menebar pesona, Bianca malah mengikuti Samantha ke kamar Tristan.Samantha sedang merapikan box baby di kamar Tristan ketika Bianca tiba di belakangnya."Sebenarnya, diantara kalian ada hubungan apa, Tha?" Samantha hanya mengangkat alisnya tanpa menjawab lalu dia kembali fokus membersihkan kamar anaknya.Melihat hal itu maka Bianca makin penasaran. "Tha, ayolah bantu otakku agar tidak bekerja terlalu keras.""Kau dan dia saudara?" Tanya Samantha."Tentu tidak, kenapa?""Karena kalian memiliki rumpun pertanyaan yang sama.""Ada ada aja. Katakan saja bahwa dulu aku merasa apa yang kau lakukan butuh pengorbanan yang besar, kau akan melaksanakan surat wasiat Tina dengan benar yaitu membawa Tristan mengenal ayahnya, tapi itu dulu.""Lanjutkan!""Kini aku tahu, kalau melihat ayah Tristan, banyak orang akan menggadaikan cintanya!" "Apa maksudmu?" Tanya Samantha."Begitu nalarku kembali, aku langsung melihat kemiripan
Chase masih menunggu Samantha yang berjanji akan menelepon begitu sempat, akan tetapi sampai saat ini belum juga kesampaian, akhirnya Chase pun menelepon Tristan, yang sedang bersama neneknya. Memang awalnya Chase tidak berniat berangkat dan karena sudah berjanji pada istrinya untuk menjaga Tristan akhirnya Chase berusaha mencari penggantinya, karena tidak mungkin menyerahkan pengawasan hanya kepada Mrs Barbara seorang.Sebenarnya dia sudah menugaskan Salim, wakilnya untuk pergi menggantikan dirinya menemui Sang Diva, akan tetapi di detik-detik terakhir, karena kewalahan dengan perasaannya terhadap Samantha lah yang membuat Chase mengikuti hati nurani dan terbang ke Aussie untuk menemui Sang Diva. Chase hanya ingin pengalih perhatian sampai tiba saatnya dia akan kembali bertemu dengan istri pura-pura yang sudah mulai menetap di hatinya. Chase tidak bisa membayangkan jika Samantha tahu bahwa Tristan dia titipkan di mamanya. 'Nanti aku akan memulai pengakuan dosa saat kami sudah ke
Samantha terlihat sangat kesal, bukan karena Sang Diva yang sepertinya tidak dianggap oleh seorang Chase Navarell, akan tetapi rasa geramnya lebih kepada pemahaman bahwa suami pura-puranya sedang ada janji dengan seseorang, bisa pria bisa juga wanita. Melihat gelagat Chase, siapa pun orang yang akan ditemuinya, pasti sangat berpengaruh hingga ia mengabaikan Alana Drew (?) bukannya sombong akan tetapi belum pernah seumur hidup dewasanya Alana Drew diabaikan! Tak pernah sekali pun! Jadi malam hari ini, Samantha tahu bahwa suaminya bukan pria ganjen, bukan pria hidung belang, bukan pria mata keranjang, karena kecantikan Alana Drew tidak mempengaruhinya sama sekali. Hanya saja pertanyaan Chase pergi kemana dan bertemu siapa mendatangkan rasa kesal dan ganjalan besar di hatinya yang membuat moodnya seketika memburuk. 'Sepertinya naluriku berkata yang sedang menyita perhatian Chase adalah seorang wanita!' batin Samantha. 'secantik apa dia? Hingga menyita perhati
Sambil berjalan Samantha berpikir keras, karena yang akan dia hadapi kini bukan 'hanya' sekedar seorang suami pura-pura. Chase adalah pria yang bersedia menjadi suaminya dalam pernikahan platonis. namun pernikahan itu berubah menjadi romantis saat dirinya dan suami pura-puranya menyadari kecocokan mereka secara fisik begitu luar biasa! Kini, dia kebingungan menyembunyikan kebiasaan-kebiasaan yang mungkin saja bisa dikenali oleh suami pura-puranya. Bisakah dia berubah menjadi seorang Alana Drew yang tidak dikenal oleh Chase Navarell? Secara fisik dia masih sulit dikenali, warna matanya beda, warna rambutnya beda, make up tentu saja membawa pengaruh yang sangat besar, akan tetapi dia kuatir sorot pengenalan di matanya bisa di tangkap oleh Chase, atau semua sikap dan tingkah lakunya yang sudah biasa dilihat dan diketahui oleh suami pura-puranya. Dia akan berubah sedemikian rupa sehingga Chase tidak lagi melihat kemiripan istri sederhananya dalam diri Alana Sang Diva. Pada
Chase melihat mereka dengan datar, dia juga heran kenapa Samantha begitu terkejut melihat dia. Chase berusaha menepis rasa aneh di hatinya, dia kembali mengarahkan pikiran dan perhatiannya kepada para paparazi. "Apa ada hubungan antara Anda dan Miss Alana Drew?""Kenapa tidak terus terang saja Mr Navarell?""Apa malam ini anda akan mengakui hubungan Anda dengan si cantik jelita?""Apakah akhirnya Anda mengakui bahwa anda jatuh hati pada penyanyi jelita ini?"Chase yang melihat ulah para reporter makin gusar. "Kami hanya sebatas rekan kerja dan tidak lebih jadi tidak ada yang perlu dijelaskan atau diakui," jelas Chase dengan sikap seorang penguasa yang terganggu. "Jadi, apakah itu berarti Anda ingin mengatakan bahwa Anda tidak jatuh hati pada sang penyanyi jelita kita, Sir?" Chase hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan tersebut ia tidak ingin menimbulkan SERIBU pertanyaan lanjutan setelah menjawab SATU pertanyaan yang menjebak seperti ini. Chase berpikir untuk menghentikan semua
"I know! Mentang-mentang sudah ada yang nungguin, yang nemenin, yang nidurin_""Ih apaan Nold, mulutnya dijaga ya! Jangan ngomong kotor kotor.""Yailah, pernah denger mommy-mommy kalau lagi riweh nggak? Eh tunggu ya aku nidurin si kecil dulu, eh ntar ya, mau nidurin dedek..udah ngantuk dia, nah semua ibu-ibu itu mulutnya kotor?" Samantha tertawa kecil. "Kamu memang dilahirkan untuk berdebat, gini jadinya."Mereka meneruskan perjalanan hingga saat sampai di depan lift, mereka berhenti karena ada kerumunan. Arnold segera berjalan di depan Samantha, akan tetapi tetap saja mereka tertahan sejenak.Ternyata ada barang besar di atas troli hotel yang tertahan dipintu. “Kami sudah menelpon bagian petugas hotel.”jawab seseorang di samping Arnold.Arnold pun mengangguk dan mendekati Samantha, belum juga ia menjelaskan apa yang terjadi, beberapa petugas pihak hotel sudah datang dan bekerja dengan cepat, hingga lift kembali berjalan normal.“Harusnya kan sudah lolos dari depan?” tanya Sama
Chase melihat jam, sudah waktunya berangkat menemui Sang Diva.Lebih cepat dia berangkat akan lebih cepat juga dia pulang, lalu dia akan menunggu telepon dari Samantha. Chase segera mandi dan bersiap-siap.Dengan setelan jas resmi dan dasi abu-abu tua dipadu kemeja silver mentah, maka Chase pun siap untuk pergi ke acara Special Dinner dan bertemu dengan Sang Diva Alana Drew.Di lain tempat, di hotel, Samantha sedang uring-uringan karena saat dia ngobrol dengan suaminya, Arnold sang manager masih nanya ini itu akhirnya Samantha tidak bisa meladeni percakapan suaminya dengan baik.“Bisa gak sih pas aku lagi teleponan, kau pergi dulu. Keluar dulu gitu pergi cari apa kek gitu?” omel Samantha kesal.“Kenapa kau begitu marah? Apa ada yang salah?” tanya Arnold meladeni artis paling cantik dan terlaris yang biasanya tidak pernah marah marah.“Ya, karena aku jadi tidak leluasa berbicara dengan seseorang ditelepon. Terlebih kau terus saja mengoceh dengan s
"Tidak apa-apa. Sekarang lagi jeda? Istirahat? Nunggu?" Chase bingung karena dia belum bisa membayangkan apa pekerjaan Samantha."Emmm...ini lagi persiapan. Sorry...sorry, maafkan aku harus akhiri, nanti kita sambung lagi."Samantha terlihat kesal dan kerepotan melayani orang di sebelahnya.Sebenarnya Chase enggan menutup teleponnya hanya saja Samantha seperti tidak sedang sendirian, karena itu Chase berniat mengakhiri teleponnya. “Ya sudah kalau begitu, sepertinya kau sibuk. Aku akan menelponmu kembali.”“Sebenarnya aku tidak terlalu sibuk kok, tidak sibuk malah, hmm mungkin sedikit teralihkan sorry, Chase." "Nggak apa-apa, kalau sudah nggak sibuk bilang ya, nanti aku telepon lagi." "Bisa jadi kau yang sibuk saat aku menelpon nanti, Chase,” ucap Samantha tak merasakan sindiran halus Chase.“Yah mungkin sibuk tapi... selamat bekerja, Sam.”Chase paham, pasti maksud Samantha Chase sibuk di kantor, padahal Chase nggak lagi ngantor.'nantil
Suasana kantor begitu sibuk dengan karyawan yang bersemangat, berbanding terbalik dengan sang Bos yang murung. Istrinya sudah mengirimkan pesan, tapi itu hanya beberapa kata saja. Setelah itu tak ada kabar lagi. Jam 9 pagi Diana masuk dan sejenak terdiam, ia bisa merasakan aura murung dari Chase yang biasanya begitu bersemangat sampai-sampai sering melewatkan jam makan siang. “Sir, apa anda ingin kue, snack atau apapun?” tanya Diana berjalan mendekat. “Tidak, Dokumen mu yang top urgent sudah selesai, cepat angkat,” ucap Chase mengejutkan Diana. “Sudah semuanya?” “Yap, jadi kau bisa membawanya,” ucap Chase dengan wajah datar. “Baik, tapi apa Anda tidak mau secangkir kopi? Mungkin itu bisa membuat Anda merasa lebih baik,” tawar Diana tidak menyerah. "Menurutmu aku sedang tidak baik-baik saja?" "Menurut saya, dibanding keseharian Anda, hari ini Anda begitu berbeda Sir!" "Itu p
Chase sudah berada di dalam mobil, siap untuk bekerja akan tetapi bayangan Samantha mengikutinya."Katakan padaku apa yang kau mau?" "Sentuh aku..." "Kau suka itu?" "Y-ya. I like it!" Penggalan kata demi kata silih berganti bagai tayangan slide yang datang dan pergi dengan cepat, Chase tahu dia harus mengendalikan dirinya...dia sudah berusaha akan tetapi bayangan istri polosnya saat mencapai puncak, desahan nya, nafas tertahan saat merasakan nikmat, menempel dan mengikutinya bagai kulit kedua.Biasanya dalam perjalanan, Chase selalu membuka email yang masuk dan memeriksa beberapa dokumen. Itu biasanya..bukan hari ini.Hari ini Chase merasa malas dan hanya menatap lalu lintas yang belum terlalu ramai.Chase melempar tabletnya lalu menatap jalanan. Orang-orang yang pergi bekerja, lalu para orang tua yang mengantarkan anak mereka sekolah.Chase berpikir mereka yang mengantar anak mereka sekolah belum tentu tidak mampu bayar sopir, bisa jadi pertimbangan memanfaatkan waktu berkual