Rian bisa bekerja dengan tenang. Dia melajutkan pekerjaannya. Membuat rekap selama setahun terakhir, termasuk menyertakan kesalahan yang sempat ia perbuat. Walau menurut Aurel penggantinya sudah dipersiapkan untuk menjaga rahasia mereka. Namun dia tidak mau orang baru itu menghubunginya hanya untuk menanyakan tentang masa lalu yang hampir menjebloskannya ke penjara.Sore harinya pekerjaan sudah selesai. Lia membuka pintu. Sudah memakai jaket dan maskernya. Bersiap hendak pulang. Seperti biasa wanita itu hendak pamit pada atasannya jika beluk keluar dari ruangan.“Pak Rian mau lembur ya?” tanyanya memastikan. Di belakang Lia, Dina melongok ke dalam. Memastikan sang suami nanti bisa pulang bersamanya.“Iya. Kamu bisa tolong saya sebentar Lia. Soalnya tadi pagi kamu yang memegang pekerjaan ini,” pinta Rian menunjukkan berkas yang diletakan Lia di mejanya sebagai alasan.“Baiklah,” jawab Lia ringan. Sudah biasa baginya jika ada pekerjaan tambahan.“Kalau begitu saya duluan Pak,” pamit Di
“Bapak yakin cara ini akan manjur?” tanya Dina heran. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Rian segera sembunyi dibalik tembok. Tidak ingin ketahuan sedang mengintip kegiatan istri muda dan orang tuanya.“Kita coba saja dulu. Toh foto yang kamu berikan bukan milik mereka. Kita sudah memotret Rian, Tiara dan keluarganya diam—diam lalu menceoatmk foto itu sendiri,” jawab bapak Dina menjelaskan semuanya.“Kenapa kita harus melakukan hal ini Pak? Toh kita juga akan pindah ke Lombok.”“Kamu kira bisa pergi dengan bebas saat kamu masih menikah dengan Rian? Kamu itu sadar atau tidak sih Din kalau itu sudah diawasi sejak pindah kesini sama mertuamu. Bapak baru tahu kalau ada kamera CCTV tersembunyi di rumah. Semua pergerakan kita akan ketahuan.” Bapak Dina menoleh sejenak. Rian bisa melihat dengan jelas wajahnya yang cemong dengan asap pembakaran.Bau menyengat yang semakin menusuk membuat Rian menutup hidungnya. Dia baru sadar kalau ini adalah bau kemenyan. Tiba-tiba bulu kuduknya bergidi
Rian bisa masuk ke ruang kerjanya dengan mudah. Menyembunyikan botol air dan makanan ke lemari berisi dokumen. Rian juga tidak menyingkirkan semua dokumen itu meski dia sudah resign. Setelah memasukan semua cemilan ke lemari, dia menguncinya dua kali lalu mencabut kunci yang sudah jadi satu dengan kunci mobil dan rumah.Jam tujuh tepat, Dina mengetuk pintu. Waktunya makan malam. Rian pura-pura tidur. Dia masih harus mencari banyak cara agar tidak memakan makanan yang mereka berikan. Karena tidak ada sahutan dari sang suami, Dina membuka pintu. Melihat Rian yang kepalanya rebah di atas meja.“Yah. Mas Rian ketiduran.” Suara Dina terdengar semakin jelas saat masuk ke ruangannya.Tidak lama kemudian Dina keluar. Rian masih bertahan dengan posisinya. Dina masuk lagi lalu meletakan makanan yang sudah ibunya masak di atas nakas. “Aku harap kau mau melunak pada kami Mas,” gumam Dina di telinga Rian. Dia tidak sadar kalau Rian tidak terlelap. Pria itu bisa mendengar dengan jelas perkataan ist
Rian menghubungkan semua percakapannya dengan Aurel. Termasuk rencana atasannya untuk menahan Dina agar tetap di kota ini. Aurel selalu menjelaskan sepotong demi sepotong. Seolah ia ingin Rian memecahkan teka-teki yang sudah ia susun. Kali ini teka-teki itu adalah tentang dompet Aurel yang berada di kamarnya dan Dina.Hanya ada kartu KTP dan kertas-ketas nota berisi pengambilan uang yang kosong. Rian merasa aneh karena Dina bisa menguras semua uang di kartu-kartu ini. Tidak mungkin Aurel teledor membiarkan orang lain tahu kartu pinnya.“Kecuali kalau ini adalah jebakan,” gumam Rian yang baru menyadari rencana Aurel.Pria itu meletakan dompet Aurel di tempatnya semula. Dia keluar dari kamar dan kembali ke ruang kerjanya. Pria itu merasa perlu menghubungi atasannya. Bagaimanapun juga dia harus tahu detail rencana Aurel.Dia mengirim pesan pada Aurel. Tanpa mereka sadari hubungan atasan dan bawahan sudah berubah selayaknya rekan kerja setara. Sejujurnya Rian merasa Aurel adalah orang yan
Semua teka-teki akhirnya terjawab. Rian menghela nafas. Menutup matanya dengan punggung tangan. Satu hal yang mengganjal harus segera ia tanyakan pada Aurel. Karena Rian tidak mungkin menjaga Dina dan orang tuanya selama dua puluh empat jam sampai Aurel berhasil melakukan rencananya.Rian kembali mengetikan pesan yang menjadi keresahannya saat ini. Setidaknya dia bisa mendapat bantuan dari Aurel.[Maaf jika saya bertanya seperti ini padahal anda sudah memercayakan saya untuk menjaga Dina dan kedua orang tuanya. Saya tidak hanya ingin bertanya, apakah ad acara lain saya menjaga Dina? Karena tidak mungkin saya mengawasinya selama dua puluh empat jam per minggu.]Tidak membutuhkah waktu lama untuk Aurelmembalas pesannya. Sepertinya wanita itu sedang memegang ponsel hingga bisa membalas pesan Rian dengan lebih leluasa.[Tenang saja. Aku sudah menempatkan orang suruhan untuk mengawasi gerak-gerik Dina dan orang tuanya. Kamu cukup menjaganya tetap disisimu sebagai pasangan suami istri. Dina
“Mas Rian bangun dong.” Ketukan di pintu ruang kerjanya dan panggilan Dina kembali membuyarkan lamunan Rian tentang masa lalu.Pria itu menghela nafas kesal. Padahal dia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi lima tahun lalu. Saat Rian pertama kali bertemu dengan Dina. Entah kenapa Rian ingin sekali mengingatnya. Seolah ada jawaban atas semua misteri di masa lalu.“Aneh sekali. Biasanya Mas Rian adalah tipe orang yang gampang terbangun. Apa dia membawa semua pekerjaan ke rumah lalu tertidur karena kelelahan?” Dina bermonolog sendiri lagi.“Ya ampun Dina. Kamu belum tidur?” Suara ibu mertuanya terdengar dari kejauhan. Mungkin Ibu Dina bicara dari lantai dua.“Belum Ma. Aku harus memberikan minuman ini pada Mas Rian malam ini juga karena Pak Hermawan besok akan datang berkunjung.” Perkataan Dina seketika membuat Rian bangkit.Seingat Rian, Aurel mengatakan kalau Pak Hermawan sedang berada diluar negeri. Bagaimana bisa direktur utamanya tiba-tiba pulang dan terbang ke Yogykarta? Tidak
“Oke.” Rian menerima air itu. Dia berjalan masuk lagi ke ruang kerjanya. Pura-pura menuangkan air ke mulut padahal masih tertutup rapat.Dina yang berjalan dibelakangnya tidak bisa melihat apa yang terjadi. Saat Rian masuk lagoi ke ruang kerjanya, Dina mencegah. “Kamu kok kesini lagi Mas? Kamar kita disebelah.”“Aku mau melanjutkan pekerjaan sebentar.” Tanpa menunggu persetujuan istri mudanya, pria itu mendorong pintu hingga terutup rapat.“Mas Rian,” panggil Dina dari luar. Gedoran di pintu tidak kunjung berhenti.“Ada pekerjaan yang masih harus aku selesaikan Din,” hardik Rian kesal karena Dina selalu mengganggunya.“Pekerjaaan apa sih? Aku tahu besok kamu akan dipindahkan ke kantor CV. Anak perusahaan kantor cabang di Yogyakarta. Pekerjaan yang kamu maksud berkaitan dengan CV itukan?” teriak Dina balik meluapkan amarahnya.Di dalam, Rian berjalan ke kamar mandi. Membuang semua air pemberian Dina. Dia meletakan botol itu di meja kerjanya. Tidak lagi menggubris atau menjawab pertanya
Di meja makan, ibu Dina memasak lauk kesukaannya. Dina mengambil nasi dan lauk untuk sang suami. Seperti kebiasaan Rian yang selalu dilayani. Biasanya mereka akan langsung makan. Jika ada topik yang harus dibicarakan maka akan dilakukan setelah makan. Namun tidak kali ini. Rian belum menyentuh makananya sama sekali.“Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak dan Ibu,” kata Rian dengan wajah serius.“Makan dulu sarapannya Nak Rian. Kita bicarakan nanti,” jawab ibu Dina dengan wajah serius.“Maaf saya tidak bisa. Saya harus menyampaikannya sekarang juga karena ini perintah langsung salah satu atasan saya,” balas Rian menghela nafasnya. Seolah ada beban berat yang sedang ia tanggung.“Siapa Mas? Tidak mungkin kepala cabang atau Pak Hermawan. Bos tertinggi kita saja masih diluar negeri. Siapa orang yang berani memberi perintah hingga melampaui keputsan Pak Hermawan,” ujar Dina marah. Perkataan Rian berhasil membuat mood Dina buruk.Wanita itu seolah lupa harus memaksa sang suami untuk ma
“Iya. Ayah sengaja menyewa tukang kebun untuk membersihkan halaman rumah kalian. Beliau juga punya tugas khusus untuk memeriksa semua rekaman CCTV dan mengambil barang aneh jika ada yang menanam. Seperti yang dilakukan Dina hari ini,” kata Pak Joko menjelaskan hal ini pada menantunya.“Maaf jika Ayah belum memberi tahumu. Namun tadi Rian sudah tahu rencana ini. Apa kalian belum bertemu jadi dia tidak memberi tahumu?” tanya Pak Joko kali ini dengan raut wajah keheranan.Tiara menggeleng. Dia memang bertemu dengan Rian dan bahkan mereka berangkat ke tujuan masing-masing dengan mobil yang sama, tapi Rian sama sekali tidak menceritakan hal ini padanya. Wanita itu lalu berkata, “Tadi kami pergi bersama naik mobil Yah, tapi Mas Rian tidak bercerita apapun. Mungkin dia lupa. Sekarang dimana tukang kebunnya Yah?” tanya Tiara penasaran. Melongok ke belakang tubuh sang auah mertua untuk melihat tukang kebun yang dimaksud. Namun tidak ada siapapun disana. Pak Joko hanya sendiri berdiri di hadapa
Mendengar jawaban Tiara, Eni tidak berani bertanya lagi. Begitu juga dengan tetangga lain. Mia langsung mengalihkan percakapan tentang anak-anak. Membuat wanita itu menghela nafas lega karena tidak pernah menceritakan aib rumah tangga pada banyak orang. Sehingga mereka mencecarnya hanya untuk mendapat gosip terbaru.Untungnya tidak lama kemudian nama Eni dipanggil petugas puskesmas. Jadi wanita itu tidak lagi bisa mengatakan hal-hal jelek tentang Tiara dan keluarganya. Tidak lama kemudian nama Mia dan ibu-ibu paruh haya juga dipanggil dokter jaga yang berbeda. Tinggal Tiara sendiri disana. Wanita itu menghela nafas lega.Ia masih harus menunggu setengah jam lagi sampai namanya dipanggil hingga Tiara bisa mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit terdekat dimana Psikiater bertugas disana.Sesuai dengan perkataannya pada Rian tadi, Tiara mampir ke minimarket terdekat untuk membeli stok cemilan untuk anak-anaknya. Dia dengan santai melangkah menyusuri trotoar menuju minimarket karena jara
“Dek. Bagaimana? Apa kamu setuju?” tanya Rian sambil melambaikan tangannya di depan wajah sang istri.Tiara gelagapan melihat jarak mereka yang sudah cukup dekat. Wanita itu seolah tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Mereka berada di posisi itu sampai akhirnya Tiara mengangguk. Rian lalu memundurkjan tubuhnya. Tiara menghela nafas lega walaupun dadanya masih berdebar dengan gemuruh yang menyenangkan.“Oke. Aku setuju Mas,” jawab Tiara pelan lalu menangguk.Mereka berpamitan pada Bu Mirna dan ketiga anak mereka lalu berjalan menuju pintu keluar. Rian masuk ke mobilnya lebih dulu. Sedangkan Tiara yang membukakan pagar. Setelah itu, Tiara harus menutup pagar tinggi itu baru masuk ke mobil Rian. Selama di perjalanan suasana sempat hening sesaat. Ada nuansa kecanggungan yang dapat Rian rasakan dari sang istri.Pria itu sadar tidak mudah mengembalikan hubungan mereka seperti dulu. Meskipun Tiara sudah memaafkannya, mereka harus membangun kemistri sebagai pasangan suami istri lebih dulu d
Sarapan pagi itu di rumah Tiara berjalan dengan penuh canda tawa. Hal yang sudah tidak pernah mereka lakukan sejak lama. Sejak perubahan sikap Rian karena pengaruh guna-guna Dina pada pria itu yang membuat keluarga mereka hampir hancur berantakan.Seperti kemarin, Rian yang mengantar Anggrek pergi ke sekolah. Tiara sibuk membersihkan rumah. Dia tidak ingin Bu Mirna kelelahan. Jadilah sang mertua berdiam diri di lantai dua menemani Lily dan Nana membaca buku cerita yang baru dibelikan Rian kemarin.Jam setengah delapan pagi Tiara bisa menyelesaikan semua pekerjaannya. Rian pulang terlambar karena harus belanja semua barang yang habis sesuai daftar belanja yang diberikan Bu Mirna tadi.“Kamu sudah belanja Mas?” tanya Tiara heran. Tidak mengetahui hal tersebut.“Sudah. Ibu yang menyuruhku tadi. Sekalian belajar bagaimana dinamika pasar pada produk kita,” jawab Rian sedikit ambigu karena Tiara tidak memahami semua perkataanya. Walaupun Tiara tau kalau hal itu berhubungan dengan usaha yang
Tiara mengkerutkan kening heran. Mertuanya sudah tahu? Matanya mengerjap bingung. Wanita itu tidak tahu harus merespon bagaimana. “Ehm. Ibu tahu darimana?” tanya Tiara gugup bercampur malu.“Dari ibumu. Kemarin malam sebelum tidur beliau telepon bertanya apa kamu sudah bicara tentangy keputuasnmu setelah mendengar nasihat bapakmu. Ibumu juga menceritakan semuanya,” kata Bu Mirna menghentikan kegiatannya.Wanita paruh baya itu menatap sang menantu dalam. Penuh kasih sayang dan kelembutan. Setelah semua makanan tersaji di atas meja dan bekal untuk anak-anak siap, Bu Mirna meraih tangan Tiara dalam genggamannya.“Baik kamu berpisah dari Rian atau tidak, Ibu tetap menganggap kamu sebagai menantu dan anak Ibu sendiri. Namun dengan kamu memberi maaf pada Rian, entah kenapa membuat Ibu merasa sangat senang sekali. Karena kamu sudah mulai menghilangkan segala beban kebencian di hatimu,” kata Bu Mirna panjang kali lebar.Tiara mengangguk dengan air mata haru yang menggenang di pelupuk matanya.
Dada Rian berdetak semakin kencang. Mulutnya terbuka lebar dengan mata menganga. Dia masih menatap tidak percaya perkataan Tiara tadi. Sang istri setuju untuk mengikuti saran bapaknya? Rasanya Rian ingin berteriak kesenangan saat ini juga. Namun tubuhnya seperti kaku dan tidak bisa digerakan sama sekali. Seolah ia sudah berubah menjadi patung.“Kamu baik-baik saja Mas?” tanya Tiara khawatir melihat respon sang suami yang seperti ini. Wanita itu melambaikan tangan di depan Rian berulang kali.Rian menggeleng lalu mengangguk. Pria itu menepuk pipinya berulang kali agar bisa meyakinkan diri kalau semua yang terjadi di depannya memang nyata. Akhirnya Rian bisa bergerak. Dengan gerakan sangat cepat hingga hampir tidak tertangkap mata, Rian mendekap erat tubuh sang istri. Membawa Tiara dalam pelukannya yang hangat.“Terima kasih banyak sayang. Terima kasih banyak untuk kesempatan keduanya,” kata Rian terharu. Dia tidak bisa lagi membendung air matanya yang berdesakan ingin keluar. Rian mera
Rian turun dari tempat tidur lalu masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Dia menunaikan salat tahajud saat Tiara tengah sibuk mengetik novel dengan menggunakan ponselnya. Pria itu sama sekali tidak berniat mengganggu kesibukan sang istri. Dia justru mengambil kitab suci lalu mengaji dengan suara pelan.Meskipun sedang menjalankan kegiatan masing-masing, bukan berarti Rian dan Tiara lupa akan keberadaan satu sama lain. Mereka tetap sadar tengah berada di ruangan yang sama. Hingga tidak terasa adzan subuh berkumandang dari masjid terdekat."Aku pergi ke masjid dulu Ra," kata Rian bangkit lalu memasukan kitab suci ke rak lemari paling atas."Iya Mas," jawab Tiara sangat pelan yang hampir serupa dengan bisikan. Walaupun begitu Rian masih bisa tetap mendengar suara sang istri.Rian melangkah keluar. Membuka dan menutup pintu dengan suara perlajan. Meskipun bunyi derit pintunya tetap terdengar. Setelah sosok sang suami hilang dibalik pintu, Tiara menghela nafas lega. Dari luar terdenga
“Ba—bagaimana bisa? Siang ini saya tidak sengaja bertemu dengan Dina di dalam sebuah mobil mewah yang kemungkinan besar milik Bu Aurel. Saat mata kami tidak sengaja berpandangan, dia terus memanggil namaku,” ucap Tiara tidak percaya.Rian, Pak Joko dan Bu Mirna hanya diam mendengarkan. Mereka ingin mendengar balasan Ustad Aba dan Ustad Abi tentang masalah ini. Pasalahnya menurut Rian, dia juga yakin Dina tidak akan bisa melakukan apapun dibawah pengawasan Aurel yang akan balas dendam padanya.“Benar. Itu bisa saja terjadi. Seperti yang saya katakan tadi kalau Bu Dina bisa mengganggu anda karena rumah ini memang pernah diganggu. Namun untuk masalah dia tidak bisa kabur dari orang yang mengurungnya, saya rasa ada hal lain yang anda semua tidak tahu. Dan saya rasa anda semua memang tidak perlu tahu kenapa Bu Dina tidak bisa kabur dari sana. Lebih banyak tidak tahu akan lebih baik untuk kita,” jawab Ustad Abi berteka-teki.Entah kenapa Rian dan Tiara seketika punya pikiran yang sama. Jika
Mata Tiara terbelalak tidak percaya mendengar perkataan ibu mertuanya. Dina juga bemain dukun sekarang. Tidak lagi hanya menjadi perantara orang tuanya. Itu berarti gangguan yang sempat ia alami tadi karena ulah Dina. Bagaimana bisa? Padahal Tiara ingat kalau sore ini dia baru melihat Dina di dalam mobil mewah.Layaknya seorang sandera yang tidak kabur. Namun di jaman modern seperti ini. Bisa saja Dina meminta lewat telepon atau pesan pada dukun itu untuk melakukan guna-guna pada Tiara dan keluarganya. Begitulah pikiran wanita itu.“Rian tadi juga mengalami kejadian aneh saat kami akan pergi ke rumah Rian dan Riska. Masa dia melihatg bapaknya Dina mengintip dari balik. Itukan tidak mungkin,” kata Bu Mirna lagi.“Oh begitu,” balas Tiara mengangguk dengan pandangan kosong.“Ibu tidak tahu apa yang terjadi. Sepertinya kamu mengalami hal yang buruk saat pulang lebih dulu tadi,” ujar Bu Mirna mengusap bahu sang menantu dengan sayang. Layaknya ibu kandung pada putrinya. Terlihat sekali keak