Hari yang dinanti Vezy akhirnya datang. Sore ini, dia mengemudikan mobilnya ke bandara. Sebenarnya dia sangat jarang membawa mobil sendiri. Lebih nyaman jika disupiri Pak Eben atau Razi. Tetapi, pengecualian hari ini.
Vezy menoleh ke belakang, melihat tiga kantung belanjaan yang berjejer. Dia tidak sabar, melihat orang itu akan menangis bahagia saat diberi kado. Sebenarnya, Vezy ingin menunda memberi kado itu, tetapi dia tidak sabaran.Beberapa saat kemudian, Vezy sudah sampai bandara. Dia melihat papan informasi jika pesawat mamanya akan tiba sepuluh menit lagi. Dia berdiri sambil mengosok kedua tangannya, lantas bibirnya tersenyum."Lama banget!" keluh Vezy sambil membenarkan topi hitamnya. Dia mengedarkan pandang, melihat pengunjung lain yang tidak mengenalinya.Tibalah saat Vezy melihat beberapa orang yang berjalan beriringan sambil menggeret koper berukuran besar. Dia maju beberapa langkah sambil mencari-cari. Hingga, dia melihat seorang wani"Oke! Kali ini kita pesen bebek goreng dengan sambal hijau. Lihat, nih sambal hijaunya bikin ngiler? Ini sekitar lima puluh cabai."Di salah satu meja panjang, dua orang duduk menghadap makanan yang tersaji. Si pemilik acara mulai mencoba bebek goreng yang masih hangat itu. "Hmm. Bebeknya enak banget. Nggak bau amis dan bumbunya meresap," ujarnya. "Sekarang kita coba pakai sambel ijonya, nih!" Barulah dia mencocol daging bebek itu dengan sambal."Vezy nggak suka sambal!" keluh salah satu penonton yang berdiri di sebelah kiri."Cobain, Vez! Sambelnya nampol!" Konten kreator itu mempersilakan Vezy."Dibilangin nggak suka!"Razi dan Arma menunduk mendengar komentar Mama Vezy. Bahkan, komentar itu sampai didengar oleh kru lain. Sekarang Arma tahu mengapa Vezy keberatan mengajak mamanya. Yah, namanya seorang ibu pasti tahu apa yang disukai anaknya dan tidak ingin berpura-pura."Huaaa!" Vezy menjerit setelah mencicipi bebek gojeng samb
"Gue punya tempat sepi." Vezy menggenggam tangan Arma lalu menyeretnya.Arma berusaha menahan, tetapi tarikan Vezy lebih kencang. "Mau ke mana, sih? Gue capek, Vez!""Bentar!""Aduh! Gue capek!"Vezy membuka pintu darurat dan menarik Arma. Setelah itu dia memposisikan Arma bersandar di pintu. "Bentar aja," pintanya sambil memperhatikan wanita itu yang melotot. Dia mengecup kelopak mata Arma bergantian dan sekarang wanita itu memejamkan mata. "Gue pikir lo udah balik."Arma memandang Vezy yang menatapnya lembut. Rasa sebal itu perlahan menghilang mendapati sorot mata itu. Arma membuang muka, melihat jendela yang posisinya agak tinggi. "Apes banget nggak langsung pulang," jawabnya asal."Itu tandanya kita dipertemukan." Vezy mendorong dagu Arma dengan jari telunjuk. "Kasih tahu, kangen nggak?""Enggak!""Serius!""Emang nggak kangen." Arma membalas tatapan Vezy. Bibirnya seketika berkedut melihat Vezy yan
Lelaki yang mengenakan kaus tanpa lengan berwarna biru itu duduk di depan piano sambil memangku gitar. Beberapa kali jemarinya menekan tuts piano, mencari melodi yang indah. Kemudian, berganti menarik senar gitar, mencari melodi tak kalah indahnya. Saat dirasa dua melodi itu cocok, dia bergeser ke kanan menuliskan nadanya di kertas."One... Two... Three...." Vezy memainkan gitar sesuai dengan tulisan. Beberapa kali kepalanya mengangguk, merasa melodi itu begitu indah. Lantas dia beralih ke tuts piano dan memainkannya."Vez...."Tet.... Vezy seketika berhenti memencet tuts itu. Dia menoleh, melihat mamanya datang dengan nampan di tangan. "Aku nggak mau makan, Ma.""Udah tiga jam kamu di sini." Mama Vezy meletakkan nampan itu di meja dan menggeser kertas bertuliskan nada. Dia lantas duduk di kursi, menatap alat musik yang berada di ruangan.Vezy mengambil air putih itu lalu menyeruputnya. "Aku masih kerja, Ma.""Nggak boleh lihat a
Wanita memang selalu ribet soal urusan membawa perlengkapan setiap akan pergi. Mama Vezy menyempatkan berbelanja dan mengemas pakaian seolah akan pergi lebih dari dua hari. Padahal, mereka hanya staycation di hotel."Ma, di sana udah disediain!" keluh Vezy. "Nggak usah bawa makanan lagi."Mama Vezy menggeleng tegas. "Tetap aja, siapa tahu butuh.""Kita kayak pindah rumah, deh!""Udah jangan bawel! Bantuin aja."Vezy mengambil koper mamanya dan menggeretnya keluar. "Ayo, Ma! Keburu capek.""Bentar!" Mama Vezy memasukkan beberapa obat ke kantung lalu membawanya. Dia mengikuti langkah Vezy yang terkesan terburu-buru. "Setelah dari hotel mama langsung balik, Vez. Biar kamu nggak capek nganter."Langkah Vezy seketika terhenti. Dia menunggu mamanya berdiri di sampingnya sambil mencoba menenangkan diri. "Oke!" jawabnya setelah sang mama berjalan di sampingnya. "Mama nggak mau belanja oleh-oleh dulu?""Harus, dong!" jaw
Entah sudah berapa lama Arma tidak menemani sang mama berbelanja. Saat masih anak-anak dulu, dia sering ikut ke pasar, bersama Salma. Tetapi, semenjak dewasa dia jadi enggan ke pasar. Berbeda dengan Salma yang masih sering menemani."Kamu tunggu sini aja, ya!" ujar Mama Arma sambil turun dari motor. "Mama belanja dulu. Nggak lama.""Aku temenin aja, Ma.""Oh, gitu?"Arma mengendarai motor menuju parkiran pasar lantas menghampiri mamanya. Dia mengambil alih kantung belanjaan lalu mengamit lengan mamanya. "Lebih sering ke pasar atau supermarket?""Kalau belanja sayur, mama pasti pilih ke pasar," ujar Mama Arma. "Beda kalau belanja mi, tepung, sampo yang kayak gitu biasanya di supermarket.""Hmm...." Arma mengangguk mengerti."Kamu mau dimasakin apa?"Arma melihat deretan pedagang ikan laut. "Kepiting kayaknya enak, Ma," ujarnya melihat kepiting berukuran besar yang diikat dengan tali."Bu Lala. Itu anak p
Esok harinya sesuai rencana, Vezy kembali menemui Falma. Wanita itu sudah menunggunya dan menunjukkan materi yang telah dibenai. Lantas Vezy mencoba memainkan gitar sementara Falma bermain piano."Keren!" Vezy berteriak senang.Falma menoleh, melihat Vezy yang duduk di kursi bundar masih memangku gitar. "Bikinan Kak Vezy emang keren.""Bikinan lo juga.""Enggak! Kak Vezy yang paling banyak." Falma berdiri dan mendekati meja. Dia mengambil air mineral lalu menyerahkan ke Vezy."Thanks." Vezy menerima air mineral itu dan membukanya. Dia menegaknya dengan haus, hingga tersisa setengah.Falma memperhatikan Vezy. Malam ini lelaki itu mengenakan jaket berwarna biru dengan angka delapan di belakangnya. Vezy selalu berpenampilan santai, tetapi tetap stylish. Tanpa sadar Falma tersenyum. "Kak Vezy keren."Vezy menoleh. "Lo juga keren.""Bukan itu," gumam Falma sambil berbalik. Dia mengambil air mineral lalu duduk di sofa
Seorang wanita duduk di dekat anak tangga, melihat lampu kekuningan yang menyorot anak tangga itu. Dia lalu mendongak, melihat layar yang mati. Berganti dengan lampu berwarna biru dan merah yang menerangi.Duk... Duk... Duk....Arma menendang ujung tangga itu dengan pelan. Dia sedang menunggu pesanan makanannya datang. Sementara yang lainnya sudah berada di ruang meeting. Sebenarnya, pesanannya agak lama, tetapi Arma memilih menunggu di luar."Mereka asyik sendiri," gumam Arma ingat saat Vezy berbicara dengan Falma. Sementara Razi berbicara dengan Manajer Falma. Dia seperti tidak dianggap. "Risiko anak baru emang kayak gini." Dia memutuskan duduk di tangga lalu mengeluarkan ponsel. Arma menghela napas berat melihat pesanannya masih disiapkan.Arma meletakkan ponsel di anak tangga dan menatap ke depan. Selama libur dua hari, dia teringat Vezy. Tetapi, lelaki itu tidak menghubunginya. Dia mencoba untuk fokus dengan kehidupannya sendiri. Tetapi, teta
Punggung dan kaki Arma terasa nyeri. Berkali-kali kakinya kesemutan. Tetapi, dia tidak bsia bergerak. Arma mengusap pelipis yang basah karena hawa begitu panas. Ini semua karena suhu tubuh Vezy yang kian meningkat."Vez!" Arma memegang kening Vezy yang masih terasa hangat. Dia menggerakkan blouse-nya karena rasa gerah itu kian terasa. Setelah itu dia mendongak, menatap AC yang menyala tetapi tidak terasa."Vezy," panggil Arma sambil memukul punggung Vezy. Kaus lelaki itu telah sepenuhnya basah. Dia lalu mengusap rambut Vezy yang juga basah."Emhh...." Vezy terbangun saat ada benda dingin menyentuh keningnya. Dia menoleh ke samping dan menyadari masih berada di kamar. Lantas dia mendongak dan mendapati Arma.Arma tersenyum melihat Vezy yang terbangun. "Masih pusing?""Hmm...." Vezy lantas bergeser ke samping. "Panas banget.""Iya." Arma sontak berdiri dan membuat kakinya semakin sakit. "Aduh...." Seketika dia kembali duduk dan mem