"Gue punya tempat sepi." Vezy menggenggam tangan Arma lalu menyeretnya.
Arma berusaha menahan, tetapi tarikan Vezy lebih kencang. "Mau ke mana, sih? Gue capek, Vez!""Bentar!""Aduh! Gue capek!"Vezy membuka pintu darurat dan menarik Arma. Setelah itu dia memposisikan Arma bersandar di pintu. "Bentar aja," pintanya sambil memperhatikan wanita itu yang melotot. Dia mengecup kelopak mata Arma bergantian dan sekarang wanita itu memejamkan mata. "Gue pikir lo udah balik."Arma memandang Vezy yang menatapnya lembut. Rasa sebal itu perlahan menghilang mendapati sorot mata itu. Arma membuang muka, melihat jendela yang posisinya agak tinggi. "Apes banget nggak langsung pulang," jawabnya asal."Itu tandanya kita dipertemukan." Vezy mendorong dagu Arma dengan jari telunjuk. "Kasih tahu, kangen nggak?""Enggak!""Serius!""Emang nggak kangen." Arma membalas tatapan Vezy. Bibirnya seketika berkedut melihat Vezy yanLelaki yang mengenakan kaus tanpa lengan berwarna biru itu duduk di depan piano sambil memangku gitar. Beberapa kali jemarinya menekan tuts piano, mencari melodi yang indah. Kemudian, berganti menarik senar gitar, mencari melodi tak kalah indahnya. Saat dirasa dua melodi itu cocok, dia bergeser ke kanan menuliskan nadanya di kertas."One... Two... Three...." Vezy memainkan gitar sesuai dengan tulisan. Beberapa kali kepalanya mengangguk, merasa melodi itu begitu indah. Lantas dia beralih ke tuts piano dan memainkannya."Vez...."Tet.... Vezy seketika berhenti memencet tuts itu. Dia menoleh, melihat mamanya datang dengan nampan di tangan. "Aku nggak mau makan, Ma.""Udah tiga jam kamu di sini." Mama Vezy meletakkan nampan itu di meja dan menggeser kertas bertuliskan nada. Dia lantas duduk di kursi, menatap alat musik yang berada di ruangan.Vezy mengambil air putih itu lalu menyeruputnya. "Aku masih kerja, Ma.""Nggak boleh lihat a
Wanita memang selalu ribet soal urusan membawa perlengkapan setiap akan pergi. Mama Vezy menyempatkan berbelanja dan mengemas pakaian seolah akan pergi lebih dari dua hari. Padahal, mereka hanya staycation di hotel."Ma, di sana udah disediain!" keluh Vezy. "Nggak usah bawa makanan lagi."Mama Vezy menggeleng tegas. "Tetap aja, siapa tahu butuh.""Kita kayak pindah rumah, deh!""Udah jangan bawel! Bantuin aja."Vezy mengambil koper mamanya dan menggeretnya keluar. "Ayo, Ma! Keburu capek.""Bentar!" Mama Vezy memasukkan beberapa obat ke kantung lalu membawanya. Dia mengikuti langkah Vezy yang terkesan terburu-buru. "Setelah dari hotel mama langsung balik, Vez. Biar kamu nggak capek nganter."Langkah Vezy seketika terhenti. Dia menunggu mamanya berdiri di sampingnya sambil mencoba menenangkan diri. "Oke!" jawabnya setelah sang mama berjalan di sampingnya. "Mama nggak mau belanja oleh-oleh dulu?""Harus, dong!" jaw
Entah sudah berapa lama Arma tidak menemani sang mama berbelanja. Saat masih anak-anak dulu, dia sering ikut ke pasar, bersama Salma. Tetapi, semenjak dewasa dia jadi enggan ke pasar. Berbeda dengan Salma yang masih sering menemani."Kamu tunggu sini aja, ya!" ujar Mama Arma sambil turun dari motor. "Mama belanja dulu. Nggak lama.""Aku temenin aja, Ma.""Oh, gitu?"Arma mengendarai motor menuju parkiran pasar lantas menghampiri mamanya. Dia mengambil alih kantung belanjaan lalu mengamit lengan mamanya. "Lebih sering ke pasar atau supermarket?""Kalau belanja sayur, mama pasti pilih ke pasar," ujar Mama Arma. "Beda kalau belanja mi, tepung, sampo yang kayak gitu biasanya di supermarket.""Hmm...." Arma mengangguk mengerti."Kamu mau dimasakin apa?"Arma melihat deretan pedagang ikan laut. "Kepiting kayaknya enak, Ma," ujarnya melihat kepiting berukuran besar yang diikat dengan tali."Bu Lala. Itu anak p
Esok harinya sesuai rencana, Vezy kembali menemui Falma. Wanita itu sudah menunggunya dan menunjukkan materi yang telah dibenai. Lantas Vezy mencoba memainkan gitar sementara Falma bermain piano."Keren!" Vezy berteriak senang.Falma menoleh, melihat Vezy yang duduk di kursi bundar masih memangku gitar. "Bikinan Kak Vezy emang keren.""Bikinan lo juga.""Enggak! Kak Vezy yang paling banyak." Falma berdiri dan mendekati meja. Dia mengambil air mineral lalu menyerahkan ke Vezy."Thanks." Vezy menerima air mineral itu dan membukanya. Dia menegaknya dengan haus, hingga tersisa setengah.Falma memperhatikan Vezy. Malam ini lelaki itu mengenakan jaket berwarna biru dengan angka delapan di belakangnya. Vezy selalu berpenampilan santai, tetapi tetap stylish. Tanpa sadar Falma tersenyum. "Kak Vezy keren."Vezy menoleh. "Lo juga keren.""Bukan itu," gumam Falma sambil berbalik. Dia mengambil air mineral lalu duduk di sofa
Seorang wanita duduk di dekat anak tangga, melihat lampu kekuningan yang menyorot anak tangga itu. Dia lalu mendongak, melihat layar yang mati. Berganti dengan lampu berwarna biru dan merah yang menerangi.Duk... Duk... Duk....Arma menendang ujung tangga itu dengan pelan. Dia sedang menunggu pesanan makanannya datang. Sementara yang lainnya sudah berada di ruang meeting. Sebenarnya, pesanannya agak lama, tetapi Arma memilih menunggu di luar."Mereka asyik sendiri," gumam Arma ingat saat Vezy berbicara dengan Falma. Sementara Razi berbicara dengan Manajer Falma. Dia seperti tidak dianggap. "Risiko anak baru emang kayak gini." Dia memutuskan duduk di tangga lalu mengeluarkan ponsel. Arma menghela napas berat melihat pesanannya masih disiapkan.Arma meletakkan ponsel di anak tangga dan menatap ke depan. Selama libur dua hari, dia teringat Vezy. Tetapi, lelaki itu tidak menghubunginya. Dia mencoba untuk fokus dengan kehidupannya sendiri. Tetapi, teta
Punggung dan kaki Arma terasa nyeri. Berkali-kali kakinya kesemutan. Tetapi, dia tidak bsia bergerak. Arma mengusap pelipis yang basah karena hawa begitu panas. Ini semua karena suhu tubuh Vezy yang kian meningkat."Vez!" Arma memegang kening Vezy yang masih terasa hangat. Dia menggerakkan blouse-nya karena rasa gerah itu kian terasa. Setelah itu dia mendongak, menatap AC yang menyala tetapi tidak terasa."Vezy," panggil Arma sambil memukul punggung Vezy. Kaus lelaki itu telah sepenuhnya basah. Dia lalu mengusap rambut Vezy yang juga basah."Emhh...." Vezy terbangun saat ada benda dingin menyentuh keningnya. Dia menoleh ke samping dan menyadari masih berada di kamar. Lantas dia mendongak dan mendapati Arma.Arma tersenyum melihat Vezy yang terbangun. "Masih pusing?""Hmm...." Vezy lantas bergeser ke samping. "Panas banget.""Iya." Arma sontak berdiri dan membuat kakinya semakin sakit. "Aduh...." Seketika dia kembali duduk dan mem
"Lo udah pacaran sama Falma?"Vezy sontak mendongak dan melepas genggamannya. Dia memperhatikan Arma yang menatap penuh selidik. Entah mengapa Arma bisa berpikiran seperti itu. "Kenapa kok lo mikir gitu?""Ya enggak. Tiba-tiba kepikiran aja," jawab Arma lalu membuang muka. Dia menurunkan tangannya lalu mengusap seprei pelan. Sekarang dia menyesal telah mengajukan pertanyaan seperti itu.Drttt....Perhatian Vezy teralih saat mendengar getar ponsel. Dia mengedarkan pandang, melihat ponselnya tergeletak di meja. "Bisa tolongin?" tanyanya sambil bergeser menjauh dari pangkuan Arma.Tanpa menjawab Arma berdiri dan mengambil benda itu. Ketika melihat siapa yang menelepon, dia segera mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. "Nih." Dia meletakkan ponsel itu di ranjang kemudian menjauh.Vezy melihat nama Falma yang muncul. Dia lalu menatap Arma yang memilih pergi. "Mau ke mana?""Toilet!" jawab Arma sekenanya."Oh...." V
Sampai rumah dalam keadaan lampu gelap, perlahan menjadi rutinitas Arma. Dia ingat saat masih di kantor hanya beberapa kali saja lembur hingga menjelang tengah malam. Tetapi, sejak bekerja dengan Vezy, dia lebih sering pulang larut."Baru balik, Ma?"Arma baru masuk saat mendengar pertanyaan itu. Dia mengunci pintu lalu menutup gorden. Barulah dia berbalik dan melihat mamanya berada di ambang pintu dapur. "Iya, Ma," jawabnya kemudian mendekat. "Kok mama belum tidur?""Habis angetin rawon. Sambil nunggu kamu," ujar Mama Arma. "Mau makan dulu atau gimana?""Makan dulu aja." Arma sangat kelaparan. Tadi, dia tidak menyempatkan makan malam, padahal Falma membawa banyak makanan. Gengsi? Entahlah."Ya udah. Mama siapin."Arma mengikuti mamanya. Dia melepas tas slempangnya dan meletakkan di meja. Setelah itu dia mencuci tangan dan mengambil piring. "Mama besok sibuk nggak?""Sibuk apa?" tanya Mama Arma geli. "Paling cuma sibuk b
Dua tahun kemudian."Aku, akan menjagamu...."Seorang lelaki yang bernyanyi di panggung mengangkat tangan. Para penonton ikut mengangkat tangan dan menggerakkan tangan ke kiri dan ke kanan. Hujan rintik-rintik membuat suasana menjadi sendu, tapi tidak ada yang beranjak dari tempatnya."Papa...."Di tengah kegiatan bernyanyinya, Vezy mendengar suara yang begitu khas. Dia menoleh, melihat bocah lelaki yang mengenakan kemeja dan suspender meloncat kegirangan. "Sini, Sayang!" Seketika dia berlari dan mengendong bocah itu. Perhatiannya lalu tertuju ke seorang wanita yang membawa tas kecil yang berada di dekat tangga. "Kamu ikut juga!"Wanita itu menggeleng tegas."Arma, ayo!" Vezy mengulurkan tangan."Naik aja, Kak!" Beberapa kru berseru.Arma perlahan menaiki tangga dan menerima uluran tangan Vezy. "Di pinggir aja, kasihan Arzy," sarannya karena rintik hujan tidak kunjung berhenti.Vezy mendekap anaknya. Bo
Malam mulai datang. Para tamu undangan mulai banyak yang meninggalkan tempat, terlebih tamu-tamu yang lebih tua. Tetapi, berbeda dengan tamu yang lebih muda. Mereka masih memadati tepat acara lengkap dengan ponsel yang tak henti mengabadikan momen."Arma! Aaaaa!"Arma baru saja menyapa teman-teman Vezy saat teriakan itu terdengar. Dia menoleh, melihat Fei yang baru datang, setelah menemaninya acara pagi. "Lama banget!""Ya gimana, dong? Nggak kebagian tiket!""Kan, gue udah ngasih gratis.""Ya udah, maaf!" Fei memeluk Arma erat. "Maafin temenmu yang masih usaha nyari duit. Hehe."Arma mengurai pelukan, sama sekali tidak marah dengan itu. "Makasih, ya!""Nih, gue bawa kado!" ujar Fei sambil mengangkat kantung berukuran besar. "Ada dari Jola juga.""Lo ngasih tahu dia?"Fei mengangguk lalu menggaruk kepala. "Sorry, ya," ujarnya. "Gue pikir masalah kalian udah kelar.""Ya udah, nggak apa-apa!" Arm
"Will you marry, me?"Tangan Arma yang masih membawa kue tart bergetar. Hingga ada salah satu kru mengambil alih kue itu dan meletakkan di meja. Arma menurunkan tangannya lalu menatap Vezy yang tahu-tahu berpindah. Dia terlalu fokus menatap penonton hingga tidak sadar lelaki di sampingnya tadi beranjak.Suasana mendadak hening. Para penonton yang sebelumnya berteriak, kini terlihat serius. Arma menoleh ke kiri dan dibuat kaget saat melihat kedua orangtuanya beserta Salma naik ke panggung. "Apa ini?"Mama Vezy mengusap punggung Arma. "Kejutan.""Tante...." Arma menatap Mama Vezy dengan berkaca-kaca. Lalu dia menatap mamanya yang terlihat ingin menangis."Ini kejutan yang aku maksud," ujar Vezy setelah melihat kebingungan Arma. "Aku udah koordinasi ini dari lama dan pengen libatin fans di acara spesialku.""Aaaaaa!" Fans Vezy berteriak senang.Arma menutup mulut. Dia tidak menyangka akan diberi kejutan sespesial ini. Dia p
Pulang dari tour, Vezy bergegas ke sebuah kelab. Dia akan menghadiri party yang diadakan Tedo, sebagai acara perpisahan mereka. Akhirnya, Vezy resmi keluar dari manajemen Tedo.Permasalahannya bukan karena Tedo dulu melarang Vezy berpacaran dengan Arma, tapi banyak hal. Tedo selalu menuntut Vezy untuk kerja tanpa banyak istirahat. Di saat remaja, Vezy tentu tidak masalah dengan itu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, dia juga ingin menjalani kehidupan di luar dunia keartisannya. Beruntung, Tedo memaklumi setelah melalui perdebatan yang alot.Duarrr....Duarrr...."Selamat, datang!"Vezy berjingkat mendengar suara riuh yang menyambutnya. Dia menatap Tedo dan timnya yang memperhatikan dengan senyuman. Kemudian dia menatap Razi, yang hari ini sempat absen. "Jadi, gara-gara ini lo nggak masuk?""Kasih minum dulu!" saran Razi.Salah seorang mengambil gelas dan menyerahkan ke Vezy. Kemudian menuangkan minumannya. "Mari, masuk.
Falma dan timnya sudah pulang dari apartemen Vezy. Ruangan yang sebelumnya penuh canda dan tawa itu kembali hening. Menyisakan bungkusan makanan yang tergeletak di meja.Semua orang menyukai cake dari Jola. Termasuk Vezy. Sementara Arma tidak tahu rasa cake itu meski dari tampilannya saja dia sudah yakin sangat enak."Nggak udah dibersihin, Sayang," ujar Vezy setelah mengantar Falma ke basement.Arma bertolak pinggang menatap Vezy. "Terus, siapa yang bersihin?""Aku bisa nyuruh orang.""Enggak. Biar aku aja!" Arma mengambil karet gelang lalu mengikat rambutnya ke atas. Tubuhnya terasa begitu gerah dan lelah. Tetapi, dia sangat risih jika melihat ada yang berserakan.Vezy ikut membantu, mengambil sisa makanan dan membuangnya ke tong sampah. "Udah selesai."Arma tidak menjawab. Dia mencuci gelas bekas orang-orang yang meminta kopi. Juga piring tempat cake tadi disajikan.Vezy geleng-geleng melihat Arma yang terus
Setahun kemudian.Vezy dan timnya makin ribet menjelang hari perilisan single terbarunya. Lelaki itu terlihat begitu antusias untuk menunjukkan karya yang dibuat sepenuh hati dan sempat terhalang saat Arma menjauhinya.Jam dua belas siang nanti, Vezy akan melakukan prescon album terbarunya. Dia juga akan bernyanyi live. Acara itu, lebih dikhususkan ke fans Vezy dan beberapa media. Vezy merasa, harus berterima kasih ke para pendukungnya."Venue udah siap belum?" Razi berbicara dengan seseorang di telepon dengan nada tinggi. "Gue sama Vezy, otw ini.""Sudah kok.""Oke! Jangan sampai ada kesalahan," pesan Razi lalu memutuskan sambungan. Dia menoleh ke samping, melihat Vezy yang memangku gitarnya. Terlihat sekali lelaki itu begitu antusias. "Akhirnya, single lo rilis."Vezy menoleh. "Setelah sekian lama.""Semoga sukses terus, Bro.""Ck! Pacar gue udah di tempat, kan?" tanya Vezy karena Arma tidak menemani.
Tour Falma masih berlanjut. Selama itu pula, Vezy mengikuti. Di beberapa kota, ada yang meminta Vezy bernyanyi lebih banyak. Tentu manajemen Vezy mengiakan.Pertemanan Falma dan Vezy kian erat. Mereka seolah melupakan jika salah satu dari mereka pernah ada yang memendam rasa. Bahkan, sekarang Falma digosipkan sedang dekat dengan penyanyi lain."Next, ajak duet gebetan lo.""Apaan, sih, Kak!" Falma menatap Vezy yang sedang di-makeup."Lo pikir gue nggak baca berita apa?"Falma geleng-geleng. "Ih, masih temenan!" jawabnya. "Masih jauh buat bikin lagu. Kak Vezy aja. Kapan rilis single baru?""Gue udah nggak single," jawab Vezy sambil melirik Arma yang sedang menata rambutnya. "Ya, kan, Sayang?""Ihh...." Falma menghentakkan kaki. "Maksud gue lagu baru, Kak.""Tahu, nih. Lagu barunya nggak muncul-muncul." Razi yang duduk di kursi menimpali. "Padahal, inspirasinya ada di depan mata."Arma menjauh setelah men
Usai manggung, Mama Vezy mengajak makan malam bersama. Arma membantu memesankan tempat. Beruntung, ada satu restoran yang bisa di-booking secara dadakan. Meski bukan restoran yang diinginkan Mama Vezy."Ayo, masuk!" Mama Vezy berjalan di belakang pelayan menuju ruangan yang telah dipesan. "Kalian bebas mau makan apa dan sebanyak apa."Vezy dan sang papa berjalan tepat di belakang wanita itu. Mereka masuk ke ruangan dan melihat meja bundar berukuran agak besar dengan enam kursi. Papa Vezy memilih kursi terdekat lalu Vezy duduk di sampingnya."Deg-degan nggak lo?" Razi berjalan di samping Arma, agak jauh dari tiga orang sebelumnya."Deg-deganlah!" jawab Arma sambil mendorong lengan Razi. "Jangan lihat gue kayak gitu.""Kayaknya lo bakal dikenalin sebagai calon mantu.""Enggaklah!""Bener itu, Bu!" Pak Eben yang berjalan paling belakang menimpali.Tiga orang itu masuk ruangan, melihat tiga orang lainnya yang duduk
Glek... Glek... Glek....Arma meminum air mineralnya dengan haus. Dia baru saja meeting dengan Tedo dan karyawan lain tentang kenaikan gaji Vezy. Sebenarnya itu tidak masalah, karena semakin bertambahnya waktu, Vezy semakin profesional dan berhak mendapat gaji yang besar. Sayangnya, Tedo menyampaikan dengan cara kurang pas. Jadi, terkesan mengambil keuntungan besar setelah Vezy hengkang dari tempatnya."Tapi, bagus deh Vezy keluar!" Arma meletakkan botol air mineralnya di dashboard lalu mengendarai motornya.Hari ini, Arma memutuskan untuk membawa motor. Dia merasa harus kejar waktu. Karena nanti Vezy harus terbang ke Jogjakarta untuk manggung bersama Falma.Tak lama kemudian, Arma sampai apartemen. Dia membawa tas punggung dengan isi yang hampir penuh. Sebenarnya, di dalam tas itu hanya berisi dua stel pakaian dan keperluan pribadinya. Sisanya, berisi cemilan dan kebutuhan obat untuk Vezy.Tett....Arma menekan bel sambil mengan