"Arma?"
Arma memandang wanita yang mengenakan rok terusan tanpa lengan berwarna krem itu. Dia lalu menatap ke pintu. Tidak terlihat ada orang lain yang hendak masuk. Kemudian perhatian Arma tertuju ke wanita cantik itu."Temen lo?" Razi menatap Arma yang terdiam. Sementara Vezy menatap Arma dan pengunjung wanita itu bergantian."Gue keluar dulu, ya!" Arma seketika berdiri.Vezy menatap Arma yang mendadak panik. "Kenapa, Ar?""Ar, boleh ngomong bentar?" Wanita itu mendekati Arma.Arma menunduk dan berjalan menuju pintu. Saat berbelok ke kiri, dia melihat seorang lelaki yang tengah menggendong anak kecil. Kedua tangan Arma seketika terkepal. Dia berbelok ke arah kanan dan berlari menjauh."Ikutin!" Vezy seketika berdiri dan mengambil tiga kantung belanjaannya."Arma! Arma!" Pengunjung perempuan itu ikut keluar. "Sayang, itu Arma."Langkah Vezy terhenti. Dia melihat seorang lelaki yang terlihat panik. Kemu"Are you okay?"Perhatian Arma seketika teralih. Dia mendapati Vezy yang menatapnya serius. Tangan kirinya terangkat, mendorong kening lelaki itu. "Gue cari meja yang cocok," ujarnya sengaja mengalihkan pembicaraan. Dia menurunkan tangannya, tetapi Vezy segera menggenggam.Vezy mengecup punggung tangan Arma lalu bergeser mendekat. "Kalau mau curhat gue siap dengerin.""Enggak! Gue nggak kenapa-napa." Arma menarik tangannya dan mencari meja kerja yang cocok. "Kayaknya meja warna krem ini cocok."Vezy tersenyum samar, terlihat sekali Arma tidak ingin menunjukkan kesedihannya lagi. "Coba lihat!" Dia menatap ponsel Arma, melihat sebuah meja dengan laci di sebelah kirinya. "Boleh juga.""Oke! Pesen dua, ya?" tanya Arma lalu memasukkan ke keranjang. "Kalau kursi, harus nyaman. Kalau enggak, punggung sakit.""Lo bebas pilih kursi semahal apapun."Arma tidak begitu menggubris. Dia mencari kursi dengan sandaran agak tinggi. Hingg
"Mau gue cium nggak?""Jangan macem-macem!" Arma mengepalkan tangan dan menunjukkan ke Vezy.Vezy sama sekali tidak takut, justru kian gemas dengan wajah Arma. Dia memandang mata bulat dengan bulu mata lentik itu sambil tersenyum. "Sampai kapan lo terus pura-pura?""Pura-pura apa?""Pura-pura nggak sedih. Pura-pura nggak terjadi apa-apa," jawab Vezy. "Dan pura-pura nggak tertarik ke gue."Glek.... Arma menelan ludah. "Gue emang nggak tertarik ke lo.""Terus, kenapa pipinya merah?"Refleks Arma menyentuh pipi. "Ya karena gerah." Dia mengibaskan tangan ke wajah lalu membuang muka. "Bisa minggir?"Vezy menggeleng. "Jujur aja, Sayang.""Jujur apa lagi, sih?" Arma menatap Vezy lelah."Lo juga tertarik ke gue.""Gue nggak tertarik ke lo.""Kalau gue tertarik," aku Vezy lalu tersenyum lebar. "Hehe. Terlalu jujur?"Arma memandang wajah Vezy yang putih bersih. Sudah tidak ada
"Terus gue apa? Lo lihat gue apa kalau lo nggak bahagia? Menyedihkan?"Wanita bernama Jola itu terdiam mendengar penuturan sahabatnya. Dia mengakui perbuatannya dulu. Tetapi, dia juga ingin berbaikan. "Gue mau minta maaf.""Nggak perlu. Nggak akan berubah.""Kita bisa temenan lagi?""Menurut lo kita bisa temenan lagi?" tanya Arma yang langsung diangguki Jola. "Nggak bisa! Nggak akan bisa."Air mata Jola seketika menetes. "Ayo, kita bicara di dalem.""Gue harus pergi.""Arma, please." Jola menarik tangan Arma, berusaha membujuknya. "Kalau nggak bisa anggap gue temen lama, setidaknya hargai orang yang pengen ajak ngobrol lo."Tenggorokan Arma tercekat. Dia menarik tangan Jola lalu menoleh ke kiri. Saat itulah dia melihat seorang lelaki yang memperhatikannya. "Gue udah ada janji."Perhatian Jola teralih. Dia melihat lagi seorang lelaki yang kemarin bersama Arma. Lantas dia menatap wanita di depannya. "Kafe
Gue salah udah coba nyari tahu. Sorry, Ar.Ucapan Vezy beberapa menit yang lalu terniang di kepala Arma. Di satu sisi dia ingin marah, karena lelaki itu berusaha mencari tahu. Tetapi, di satu sisi dia mencoba memaklumi. Siapa coba yang tidak penasaran jika ada seseorang tiba-tiba menangis histeris? Pasti orang itu juga akan berusaha mencari tahu."Sorry, gue belum bisa cerita," gumam Arma sambil mengurut pelipis. Dia lalu menatap jalanan yang dilewati.Vezy tadi ingin mengantar Arma. Tetapi, Arma menolak. Dia tidak ingin merepotkan dan membuat lelaki itu kian penasaran. Akhirnya, dia memesan kendaraan online. Beruntung, Vezy tidak memaksa."Rumahnya sebelah mana, Kak?"Lamunan singkat Arma terputus. Dia menatap depan, melihat mobil mulai berbelok di perkampungan rumahnya. "Itu Pak, dekat polisi tidur.""Oke, Kak."Mobil lantas melaju pelan hingga berhenti di dekat polisi tidur. Arma menyampirkan tas di pundak lantas turu
Hari yang dinanti Vezy akhirnya datang. Sore ini, dia mengemudikan mobilnya ke bandara. Sebenarnya dia sangat jarang membawa mobil sendiri. Lebih nyaman jika disupiri Pak Eben atau Razi. Tetapi, pengecualian hari ini.Vezy menoleh ke belakang, melihat tiga kantung belanjaan yang berjejer. Dia tidak sabar, melihat orang itu akan menangis bahagia saat diberi kado. Sebenarnya, Vezy ingin menunda memberi kado itu, tetapi dia tidak sabaran.Beberapa saat kemudian, Vezy sudah sampai bandara. Dia melihat papan informasi jika pesawat mamanya akan tiba sepuluh menit lagi. Dia berdiri sambil mengosok kedua tangannya, lantas bibirnya tersenyum."Lama banget!" keluh Vezy sambil membenarkan topi hitamnya. Dia mengedarkan pandang, melihat pengunjung lain yang tidak mengenalinya.Tibalah saat Vezy melihat beberapa orang yang berjalan beriringan sambil menggeret koper berukuran besar. Dia maju beberapa langkah sambil mencari-cari. Hingga, dia melihat seorang wani
"Oke! Kali ini kita pesen bebek goreng dengan sambal hijau. Lihat, nih sambal hijaunya bikin ngiler? Ini sekitar lima puluh cabai."Di salah satu meja panjang, dua orang duduk menghadap makanan yang tersaji. Si pemilik acara mulai mencoba bebek goreng yang masih hangat itu. "Hmm. Bebeknya enak banget. Nggak bau amis dan bumbunya meresap," ujarnya. "Sekarang kita coba pakai sambel ijonya, nih!" Barulah dia mencocol daging bebek itu dengan sambal."Vezy nggak suka sambal!" keluh salah satu penonton yang berdiri di sebelah kiri."Cobain, Vez! Sambelnya nampol!" Konten kreator itu mempersilakan Vezy."Dibilangin nggak suka!"Razi dan Arma menunduk mendengar komentar Mama Vezy. Bahkan, komentar itu sampai didengar oleh kru lain. Sekarang Arma tahu mengapa Vezy keberatan mengajak mamanya. Yah, namanya seorang ibu pasti tahu apa yang disukai anaknya dan tidak ingin berpura-pura."Huaaa!" Vezy menjerit setelah mencicipi bebek gojeng samb
"Gue punya tempat sepi." Vezy menggenggam tangan Arma lalu menyeretnya.Arma berusaha menahan, tetapi tarikan Vezy lebih kencang. "Mau ke mana, sih? Gue capek, Vez!""Bentar!""Aduh! Gue capek!"Vezy membuka pintu darurat dan menarik Arma. Setelah itu dia memposisikan Arma bersandar di pintu. "Bentar aja," pintanya sambil memperhatikan wanita itu yang melotot. Dia mengecup kelopak mata Arma bergantian dan sekarang wanita itu memejamkan mata. "Gue pikir lo udah balik."Arma memandang Vezy yang menatapnya lembut. Rasa sebal itu perlahan menghilang mendapati sorot mata itu. Arma membuang muka, melihat jendela yang posisinya agak tinggi. "Apes banget nggak langsung pulang," jawabnya asal."Itu tandanya kita dipertemukan." Vezy mendorong dagu Arma dengan jari telunjuk. "Kasih tahu, kangen nggak?""Enggak!""Serius!""Emang nggak kangen." Arma membalas tatapan Vezy. Bibirnya seketika berkedut melihat Vezy yan
Lelaki yang mengenakan kaus tanpa lengan berwarna biru itu duduk di depan piano sambil memangku gitar. Beberapa kali jemarinya menekan tuts piano, mencari melodi yang indah. Kemudian, berganti menarik senar gitar, mencari melodi tak kalah indahnya. Saat dirasa dua melodi itu cocok, dia bergeser ke kanan menuliskan nadanya di kertas."One... Two... Three...." Vezy memainkan gitar sesuai dengan tulisan. Beberapa kali kepalanya mengangguk, merasa melodi itu begitu indah. Lantas dia beralih ke tuts piano dan memainkannya."Vez...."Tet.... Vezy seketika berhenti memencet tuts itu. Dia menoleh, melihat mamanya datang dengan nampan di tangan. "Aku nggak mau makan, Ma.""Udah tiga jam kamu di sini." Mama Vezy meletakkan nampan itu di meja dan menggeser kertas bertuliskan nada. Dia lantas duduk di kursi, menatap alat musik yang berada di ruangan.Vezy mengambil air putih itu lalu menyeruputnya. "Aku masih kerja, Ma.""Nggak boleh lihat a
Dua tahun kemudian."Aku, akan menjagamu...."Seorang lelaki yang bernyanyi di panggung mengangkat tangan. Para penonton ikut mengangkat tangan dan menggerakkan tangan ke kiri dan ke kanan. Hujan rintik-rintik membuat suasana menjadi sendu, tapi tidak ada yang beranjak dari tempatnya."Papa...."Di tengah kegiatan bernyanyinya, Vezy mendengar suara yang begitu khas. Dia menoleh, melihat bocah lelaki yang mengenakan kemeja dan suspender meloncat kegirangan. "Sini, Sayang!" Seketika dia berlari dan mengendong bocah itu. Perhatiannya lalu tertuju ke seorang wanita yang membawa tas kecil yang berada di dekat tangga. "Kamu ikut juga!"Wanita itu menggeleng tegas."Arma, ayo!" Vezy mengulurkan tangan."Naik aja, Kak!" Beberapa kru berseru.Arma perlahan menaiki tangga dan menerima uluran tangan Vezy. "Di pinggir aja, kasihan Arzy," sarannya karena rintik hujan tidak kunjung berhenti.Vezy mendekap anaknya. Bo
Malam mulai datang. Para tamu undangan mulai banyak yang meninggalkan tempat, terlebih tamu-tamu yang lebih tua. Tetapi, berbeda dengan tamu yang lebih muda. Mereka masih memadati tepat acara lengkap dengan ponsel yang tak henti mengabadikan momen."Arma! Aaaaa!"Arma baru saja menyapa teman-teman Vezy saat teriakan itu terdengar. Dia menoleh, melihat Fei yang baru datang, setelah menemaninya acara pagi. "Lama banget!""Ya gimana, dong? Nggak kebagian tiket!""Kan, gue udah ngasih gratis.""Ya udah, maaf!" Fei memeluk Arma erat. "Maafin temenmu yang masih usaha nyari duit. Hehe."Arma mengurai pelukan, sama sekali tidak marah dengan itu. "Makasih, ya!""Nih, gue bawa kado!" ujar Fei sambil mengangkat kantung berukuran besar. "Ada dari Jola juga.""Lo ngasih tahu dia?"Fei mengangguk lalu menggaruk kepala. "Sorry, ya," ujarnya. "Gue pikir masalah kalian udah kelar.""Ya udah, nggak apa-apa!" Arm
"Will you marry, me?"Tangan Arma yang masih membawa kue tart bergetar. Hingga ada salah satu kru mengambil alih kue itu dan meletakkan di meja. Arma menurunkan tangannya lalu menatap Vezy yang tahu-tahu berpindah. Dia terlalu fokus menatap penonton hingga tidak sadar lelaki di sampingnya tadi beranjak.Suasana mendadak hening. Para penonton yang sebelumnya berteriak, kini terlihat serius. Arma menoleh ke kiri dan dibuat kaget saat melihat kedua orangtuanya beserta Salma naik ke panggung. "Apa ini?"Mama Vezy mengusap punggung Arma. "Kejutan.""Tante...." Arma menatap Mama Vezy dengan berkaca-kaca. Lalu dia menatap mamanya yang terlihat ingin menangis."Ini kejutan yang aku maksud," ujar Vezy setelah melihat kebingungan Arma. "Aku udah koordinasi ini dari lama dan pengen libatin fans di acara spesialku.""Aaaaaa!" Fans Vezy berteriak senang.Arma menutup mulut. Dia tidak menyangka akan diberi kejutan sespesial ini. Dia p
Pulang dari tour, Vezy bergegas ke sebuah kelab. Dia akan menghadiri party yang diadakan Tedo, sebagai acara perpisahan mereka. Akhirnya, Vezy resmi keluar dari manajemen Tedo.Permasalahannya bukan karena Tedo dulu melarang Vezy berpacaran dengan Arma, tapi banyak hal. Tedo selalu menuntut Vezy untuk kerja tanpa banyak istirahat. Di saat remaja, Vezy tentu tidak masalah dengan itu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, dia juga ingin menjalani kehidupan di luar dunia keartisannya. Beruntung, Tedo memaklumi setelah melalui perdebatan yang alot.Duarrr....Duarrr...."Selamat, datang!"Vezy berjingkat mendengar suara riuh yang menyambutnya. Dia menatap Tedo dan timnya yang memperhatikan dengan senyuman. Kemudian dia menatap Razi, yang hari ini sempat absen. "Jadi, gara-gara ini lo nggak masuk?""Kasih minum dulu!" saran Razi.Salah seorang mengambil gelas dan menyerahkan ke Vezy. Kemudian menuangkan minumannya. "Mari, masuk.
Falma dan timnya sudah pulang dari apartemen Vezy. Ruangan yang sebelumnya penuh canda dan tawa itu kembali hening. Menyisakan bungkusan makanan yang tergeletak di meja.Semua orang menyukai cake dari Jola. Termasuk Vezy. Sementara Arma tidak tahu rasa cake itu meski dari tampilannya saja dia sudah yakin sangat enak."Nggak udah dibersihin, Sayang," ujar Vezy setelah mengantar Falma ke basement.Arma bertolak pinggang menatap Vezy. "Terus, siapa yang bersihin?""Aku bisa nyuruh orang.""Enggak. Biar aku aja!" Arma mengambil karet gelang lalu mengikat rambutnya ke atas. Tubuhnya terasa begitu gerah dan lelah. Tetapi, dia sangat risih jika melihat ada yang berserakan.Vezy ikut membantu, mengambil sisa makanan dan membuangnya ke tong sampah. "Udah selesai."Arma tidak menjawab. Dia mencuci gelas bekas orang-orang yang meminta kopi. Juga piring tempat cake tadi disajikan.Vezy geleng-geleng melihat Arma yang terus
Setahun kemudian.Vezy dan timnya makin ribet menjelang hari perilisan single terbarunya. Lelaki itu terlihat begitu antusias untuk menunjukkan karya yang dibuat sepenuh hati dan sempat terhalang saat Arma menjauhinya.Jam dua belas siang nanti, Vezy akan melakukan prescon album terbarunya. Dia juga akan bernyanyi live. Acara itu, lebih dikhususkan ke fans Vezy dan beberapa media. Vezy merasa, harus berterima kasih ke para pendukungnya."Venue udah siap belum?" Razi berbicara dengan seseorang di telepon dengan nada tinggi. "Gue sama Vezy, otw ini.""Sudah kok.""Oke! Jangan sampai ada kesalahan," pesan Razi lalu memutuskan sambungan. Dia menoleh ke samping, melihat Vezy yang memangku gitarnya. Terlihat sekali lelaki itu begitu antusias. "Akhirnya, single lo rilis."Vezy menoleh. "Setelah sekian lama.""Semoga sukses terus, Bro.""Ck! Pacar gue udah di tempat, kan?" tanya Vezy karena Arma tidak menemani.
Tour Falma masih berlanjut. Selama itu pula, Vezy mengikuti. Di beberapa kota, ada yang meminta Vezy bernyanyi lebih banyak. Tentu manajemen Vezy mengiakan.Pertemanan Falma dan Vezy kian erat. Mereka seolah melupakan jika salah satu dari mereka pernah ada yang memendam rasa. Bahkan, sekarang Falma digosipkan sedang dekat dengan penyanyi lain."Next, ajak duet gebetan lo.""Apaan, sih, Kak!" Falma menatap Vezy yang sedang di-makeup."Lo pikir gue nggak baca berita apa?"Falma geleng-geleng. "Ih, masih temenan!" jawabnya. "Masih jauh buat bikin lagu. Kak Vezy aja. Kapan rilis single baru?""Gue udah nggak single," jawab Vezy sambil melirik Arma yang sedang menata rambutnya. "Ya, kan, Sayang?""Ihh...." Falma menghentakkan kaki. "Maksud gue lagu baru, Kak.""Tahu, nih. Lagu barunya nggak muncul-muncul." Razi yang duduk di kursi menimpali. "Padahal, inspirasinya ada di depan mata."Arma menjauh setelah men
Usai manggung, Mama Vezy mengajak makan malam bersama. Arma membantu memesankan tempat. Beruntung, ada satu restoran yang bisa di-booking secara dadakan. Meski bukan restoran yang diinginkan Mama Vezy."Ayo, masuk!" Mama Vezy berjalan di belakang pelayan menuju ruangan yang telah dipesan. "Kalian bebas mau makan apa dan sebanyak apa."Vezy dan sang papa berjalan tepat di belakang wanita itu. Mereka masuk ke ruangan dan melihat meja bundar berukuran agak besar dengan enam kursi. Papa Vezy memilih kursi terdekat lalu Vezy duduk di sampingnya."Deg-degan nggak lo?" Razi berjalan di samping Arma, agak jauh dari tiga orang sebelumnya."Deg-deganlah!" jawab Arma sambil mendorong lengan Razi. "Jangan lihat gue kayak gitu.""Kayaknya lo bakal dikenalin sebagai calon mantu.""Enggaklah!""Bener itu, Bu!" Pak Eben yang berjalan paling belakang menimpali.Tiga orang itu masuk ruangan, melihat tiga orang lainnya yang duduk
Glek... Glek... Glek....Arma meminum air mineralnya dengan haus. Dia baru saja meeting dengan Tedo dan karyawan lain tentang kenaikan gaji Vezy. Sebenarnya itu tidak masalah, karena semakin bertambahnya waktu, Vezy semakin profesional dan berhak mendapat gaji yang besar. Sayangnya, Tedo menyampaikan dengan cara kurang pas. Jadi, terkesan mengambil keuntungan besar setelah Vezy hengkang dari tempatnya."Tapi, bagus deh Vezy keluar!" Arma meletakkan botol air mineralnya di dashboard lalu mengendarai motornya.Hari ini, Arma memutuskan untuk membawa motor. Dia merasa harus kejar waktu. Karena nanti Vezy harus terbang ke Jogjakarta untuk manggung bersama Falma.Tak lama kemudian, Arma sampai apartemen. Dia membawa tas punggung dengan isi yang hampir penuh. Sebenarnya, di dalam tas itu hanya berisi dua stel pakaian dan keperluan pribadinya. Sisanya, berisi cemilan dan kebutuhan obat untuk Vezy.Tett....Arma menekan bel sambil mengan