Eloise melihat pakaian ada aksesoris yang dikenakan oleh Ethan, semua yang menempel pada tubuhnya adalah barang-barang bermerk yang sangat terkenal. Bahkan jam tangannya saja cukup untuk membeli Lamborgini keluaran terbaru sebanyak lima buah. Hal itulah yang membuat Eloise tidak percaya bahwa Ethan adalah suami Aleena. "Kakak, aku tidak menyangka hidup Kakak begitu menyedihkan hingga sengaja membayar orang untuk mengaku sebagai suami kakak." Eloise melihat Ethan dari atas ke bawah kemudian melanjutkan, "Semua barang-barang yang kamu pakai itu pasti adalah barang sewaan, bukan? Mengakulah padaku karena aku sangat tahu kualitas dari barang-barang bermerk dunia." Ethan berkerut, dia sama sekali tidak mempedulikan kata-kata Eloise yang menghinanya. Tetapi dia tidak terima wanita itu merendahkan istrinya. Ethan menolehkan kepala dan melihat Aleena dari atas ke bawah. Setelah itu dia juga memandangi putranya dan memastikan bahwa tidak ada satupun luka di tubuh Ansel. Setelah memastikan k
Aleena tidak terlalu terkejut dengan sikap yang dimiliki oleh adik tiri serta mantan tunangannya. Pasangan itu memang cocok, begitu angkuh pada orang yang lebih rendah dari mereka. Aleena saja sampai bingung kenapa dulu dia bisa terpincut pada pria seperti Darius. Seakan mata dan hatinya dibutakan oleh cinta palsu. Namun, sekarang semuanya telah berbeda. Aleena jauh lebih pintar untuk bisa menilai orang-orang yang tidak layak untuk disayang dan dihormati seperti mereka. "Ternyata kalian berdua sama saja. Tidak pernah ada perubahan sejak dulu," Aleena tersenyum mengejeknya. "Apa maksud, Kakak? Kakak mengejekku?" Melihat tatapan Aleena, seketika membuat Eloise merasa tidak terima. Dia seperti merasa direndahkan oleh Aleena yang selalu lebih unggul telinga. Aleena menatapnya tanpa ekspresi, kemudian berkata, "Aku tidak mau lagi berdebat dengan kalian. Tapi, aku dan suamiku lebih dulu datang ke sini jadi kamu tidak berhak untuk mengusir kami." Meskipun sebenarnya Aleena tidak tahu se
Aleena memutar kepalanya, menatap Ethan yang menatap balik dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia tahu bahwa suaminya Finn Stuart Wilson. Sama sekali tidak memiliki hubungan dengan keluarga Shailendra. Kenapa manager berkata dia memiliki hubungan dengan keluarga terkaya itu?Aleena membuka mulutnya hendak bertanya, tetapi langsung dipotong oleh Darius, "Ja-jadi, ka-kamu adalah putra pertama keluarga Shailendra? Ethan Delwyn Shailendra?" Manajer melihat Darius seperti orang bodoh. Dalam hatinya mencibir, segera berkata pada keamanan, "Usir mereka dan jangan pernah biarkan untuk menginjakkan kaki di restoran ini lagi!" "Baik." Keamanan langsung memegang lengan Darius dan menyeretnya keluar dari restoran. Terjadi perlawanan dari Eloise tetapi dengan sigap berhasil diatasi oleh keamanan restoran. "Tuan, maafkan atas ketidaknyamanan ini. Silakan kembali ke meja Anda dan kami akan memberikan menu terbaik yang kami miliki," ucap manager kemudian memberikan perintah pada pelayan
Aleena menolehkan kepala dan saat itulah kedua matanya dikejutkan dengan pemandangan Ethan yang keluar dari kamar Ansel dengan diikuti oleh putranya. Beberapa saat Aleena tidak dapat menanggapi hingga akhirnya dia tersadar. Aleena berdeham, dia segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi hangat, "Ansel, Kamu sudah bangun, Sayang?" Ansel dengan wajah yang sudah segar, berjalan menuju meja makan dengan menganggukkan kepala. Sifatnya yang dewasa, membuat bocah itu dengan pintar duduk dan menghabiskan sarapan yang dibuat Aleena. Aleena tersenyum, dia mempersiapkan putranya dengan sangat baik. Meskipun dalam hatinya merasa risih sebab Ethan yang seringkali tertangkap mata sedang memperhatikannya. Seperti sekarang, ketika dia baru saja hendak memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya, sudut matanya menangkap sosok Ethan yang hanya diam sembari terus memperhatikannya. Aleena meminum segelas air miliknya kemudian memandang sang suami dengan marah. "Apa?" "Apa?" Aleena memejamkan kedua m
Hati Aleena kini dipenuhi oleh kewaspadaan. Setelah apa yang dilakukan oleh Ethan, dia semakin tidak mempercayai semua hal yang dikatakan olehnya. Aleena tersenyum sinis kemudian berkata, "Kamu pikir aku akan percaya dengan kata-kata yang diucapkan oleh pembohong sepertimu?" Aleena bersedekap, dia memandang Ethan dengan semakin curiga. Dia saja sudah dibuang oleh keluarganya, mana mungkin ada pria lain yang dengan lapang dada menerima semua hal yang ada pada dirinya? "Tidak ada lagi yang ingin kukatakan. Sebaiknya kamu cepat habiskan sarapanmu dan pergilah bekerja. Biar aku yang mengantar Ansel sekolah." Tanpa berniat untuk mendengarkan jawaban Ethan, Aleena segera melangkah keluar dari kamarnya, bergabung dengan Ansel yang sudah menghabiskan setengah dari sarapannya. Sementara Ethan, saking merasa terkejut dengan reaksi Aleena yang di luar dugaannya, dia sampai tidak bisa berkata-kata. Bahkan dia tidak bisa memberikan reaksi apapun setelah mendengarkan kata-kata sang istri yang m
"Aleena, tadi kamu bilang dia siapa?" Aleena cukup memahami keterkejutan Harry atas identitas Ethan yang sebenarnya. Dia pun sama terkejutnya, bahkan sampai saat ini, dirinya masih tidak percaya. Namun, semua telah terbongkar kemarin, dia pun bukan wanita bodoh, tidak perlu dijelaskan lebih jauh juga sudah tahu bahwa pria ini adalah Ethan. Sehingga mau berkelit bagaimanapun juga tidak akan mampu membuatnya kembali berhasil dikelabui. "Ya, Harry! Dia adalah Ethan." Aleena sengaja tidak menyebutkan nama panjang sang suami sebab dia berpikir juga tidak ada gunanya.Harry menatap Ethan dengan tidak percaya, sesaat dia hanya diam saja saking tidak bisa berkata-kata. "Ethan, untuk apa kamu di sini?" Aleena menatap tangan Ethan yang memegang pergelangan tangan kemudian kembali berkata, "Bisa lepaskan tanganku?" "Ikut denganku!" Ethan menarik tangan Aleena tetapi gerakannya dihentikan. Ternyata Harry juga memegang tangan Aleena yang satunya. Seakan pria itu tidak rela Aleena pergi bersam
Aleena melihat Harry yang menatapnya dengan penuh keyakinan. Pria itu sama sekali tidak ragu saat mengutarakan perasaannya. "Harry, apa maksudmu?" Harry langsung tidak bisa berkata-kata, dia seperti kehilangan suara. Lidahnya kelu, Harry tertunduk malu. "Harry, apa kamu—" Aleena memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian berkata, "Harry, saat ini aku sedang terburu-buru. Kita bicarakan masalah ini lain kali." Aleena langsung mengambil tasnya kemudian pergi dari sana tanpa menunggu kopi yang sudah dia pesan sebelumnya. Hal apa yang dirasakan oleh Harry, Aleena dengan jelas bisa mengetahuinya. Dia bukan wanita bodoh, dia pun bisa menerka apa yang dirasakan oleh Harry untuknya. Namun, Aleena bukan seorang wanita yang akan memanfaatkan perasaan pria lain demi kepentingannya. Dia tidak mau kehilangan Harry sebagai sahabat. Jadi, untuk sekarang, biarlah dia hidup dengan kepura-puraannya. Aleena yakin bahwa lambat laun Ha
"Kamu pikir, pernikahan kita sungguhan?" Saat itu juga Ethan tidak dapat berkata-kata. Dia hanya bergeming sembari terus menatap Aleena. Hal apa yang selanjutnya dikatakan, dia sudah mengetahuinya. Aleena menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan, "Tujuan kita menikah adalah karena Ansel. Orang tua? Aku tidak mau melibatkan perasaan orang tua ketika aku tahu bahwa sewaktu-waktu kita bisa saja berpisah." Sesaat hening, mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tetapi dalam pikiran Ethan berbeda, baginya menikah cukup sekali. Awalnya malah tidak berniat untuk menjalani sebuah komitmen, tetapi karena sudah terlanjur memiliki anak, dia jadi harus menikah demi mendapatkan kembali putranya. Sejak saat itu, Ethan tidak lagi berpikiran untuk berpisah. Meski tidak saling mencintai, asalkan Ansel bahagia, maka dia bertekad untuk menjalani pernikahan ini selamanya. "Jika tidak ada lagi yang mau kamu katakan, maka aku akan pergi sekarang." Aleena membuka pintu kemudian meni