Ethan berkerut bingung, dia melihat Ansel yang masih terlelap dalam pelukannya kemudian berkata pada Aleena dengan nada suara rendah, "Terserah dengan apapun yang kamu tuduhkan." Melihat Ethan yang sama sekali tidak mempedulikan keresahannya, seketika membuat Aleena semakin naik pitam. Tetapi belum sempat dia berkata-kata, Ethan langsung menginterupsi dengan tatapan matanya. Pria itu seakan berkata bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara sebab ada putra mereka yang sedang terlelap. Aleena hanya bisa pasrah, siang itu akhirnya mereka pulang lebih awal sebab Ansel yang memang sudah kelelahan. Di dalam mobil, Aleena juga hanya diam saja sembari terus melihat ke arah jalanan. Bahkan ketika akhirnya mereka sampai, Ethan tidak memperbolehkannya untuk menggendong Ansel. "Aku saja yang membawanya," ucap Ethan, menggendong Ansel dengan tangan kiri kemudian tangan kanannya digunakan untuk menekan tombol lift. Sekilas, Ethan lebih mirip seperti seorang suami yang penyayang.
Aleena merasa sangat terkejut, sesaat dia tidak bisa berkata-kata bahkan tidak bisa bergerak, hingga akhirnya Aleena berusaha untuk menarik kembali kesadarannya. "Kamu memata-mataiku," Aleena langsung menuduh. Ethan tidak langsung menjawab perkataan Aleena hingga beberapa saat kemudian, "Kamu adalah ibu dari anakku, tentu saja aku harus tahu siapa kamu. Jadi, hal yang kulakukan tentu saja sangat wajar." Mulut Aleena terbuka lebar saking terkejut dengan jawaban Ethan. Pria ini bahkan tidak merasa bersalah setelah mencari tahu latar belakangnya. Aleena bangkit kemudian menatapnya dengan marah, dia menuju ke arah pintu kemudian berkata, "Pergi dari rumahku sekarang juga!" Ethan bangun dengan perasaan bingung, "Kenapa kamu tiba-tiba mengusirku? Dan kenapa kamu menatapku dengan marah seperti ini?" Aleena tidak mau menjawab, dia segera berjalan menuju pintu kemudian membukanya. Sikap Ethan yang melanggar privasinya membuat harga diri Aleena terluka. "Keluar dari rumahku! Saat ini, ak
Akhirnya Aleena berangkat ke kantor bersama dengan Ethan. Dia berpikir jika pergi bersama mungkin akan mengetahui di bagian mana pria itu bekerja. Aleena tidak perlu repot-repot untuk mencari tahu secara diam-diam. Cukup ikuti saja kemanapun pria itu pergi maka dia akan temukan jawabannya. Sekitar 15 menit kemudian akhirnya mereka telah sampai di perusahaan. Jarak sekolah yang memang dipilih tidak terlalu jauh dari perusahaan dan rumah membuat mereka lebih cepat sampai. "Kamu tidak turun?" Aleena menoleh dan saat itulah dia menyadari bahwa mereka telah sampai di basement kantor. Sesaat tidak ada yang berkata-kata di antara mereka, Aleena berusaha untuk mengetahui isi hati pria itu tetapi hanya ditemui jalan buntu. Akhirnya Aleena menyerah, dia membuka sabuk pengaman kemudian keluar dari mobil. Mereka berjalan menuju lift, di sana terdapat dua lift, satu untuk karyawan biasa sepertinya, dan satu lagi khusus untuk eksekutif. Aleena tentu saja langsung mengarah ke lift yang memang di
Aleena tidak tahu bahwa Ethan menganggap serius perkataannya tadi pagi. Ketika dia keluar dari perusahaan, sudah ada Ethan yang menunggunya, pria itu berdiri bersandar di depan mobil. Aleena melihat sekeliling, dia langsung berjalan mendekat kemudian berkata, "Kenapa kamu di sini? Bagaimana jika ada yang melihat dan menganggap kita memiliki sebuah hubungan?" "Memang kenapa?" Ethan bertanya dengan polos."Kamu lupa dengan peraturan perusahaan? Dilarang menjalin hubungan dengan sesama karyawan Shailendra grup," ucap Aleena menjelaskan. "Memang ada peraturan seperti itu?" Ethan lupa bahwa sebenarnya peraturan itu diusulkan sendiri olehnya setelah melihat dua orang karyawan malah bermesraan ketika sedang bekerja. Aleena memutar kedua bola matanya malas, dia mendekati Ethan kemudian memberikan sentilan di dahi pria itu, "Iya, harusnya kamu membaca buku panduan karyawan!" Ethan sangat terkejut, wanita ini sangat kurang ajar terhadapnya. Berani sekali melakukan tindakan yang sangat tida
"Jangan bicara sembarangan! Aku tidak mau membicarakan sesuatu mengenai hal seperti itu denganmu!" Aleena membuka sabuk pengaman kemudian kembali melihat Ethan, "Baiklah, Tuan Finn. Sekarang kita memang sudah menjadi suami istri tapi aku harap kamu tidak melanggar batasan yang sudah kutentukan." Ethan tidak menjawab apapun, diamnya pria itu diartikan oleh Aleena sebagai sebuah persetujuan. "Terima kasih sudah mengantarku, aku pergi sekarang."Aleena berjalan menuju unit apartemennya dengan pikiran berkecamuk. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang hanya untuk sekedar melihat apakah Ethan masih ada di sana atau tidak. Aleena sangat lurus dengan tujuannya, dia berusaha keras atau tidak terpengaruh. Saat ini yang berbeda dengannya hanyalah status, Aleena tidak akan berharap lebih dari pernikahannya. Malam harinya, setelah selesai makan malam, Aleena mengajak putranya untuk berbaring di atas ranjang. Aleena menidurkan Ansel, sebelah tangannya menepuk punggung Ansel dengan hangat seme
Aleena merasa bibirnya sangat sulit untuk digerakkan. Dia tidak dapat menemukan satupun alasan untuk bisa menyanggah perkataan Ansel. Lebih tepatnya adalah, beberapa kata-kata yang tidak akan menyinggung perasaan putranya ataupun membuatnya salah paham. "Ma," Ansel menggoyangkan lengan Aleena, menarik sang Ibu dari lamunannya. Aleena mengerjapkan kedua mata, kemudian dia mencoba untuk tersenyum lalu berkata, "Tidak perlu dipikirkan. Sekarang mama sudah berkata dengan jujur bahwa pria yang mama maksud adalah Om Finn. Bagaimana menurutmu mengenai Om Finn? Apakah keputusan mama sudah tepat?" Ansel terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Sebenarnya Papa adalah pria yang baik. Ansel menyukainya karena Papa terlihat baik ketika sedang bersama Mama. Jadi, Ansel akan menyetujui keputusan Mama menikah dengan Papa." Dalam hati Aleena agak sedikit terkejut sebab Dia lupa dengan panggilan Ansel pada Ethan. Tetapi sesaat kemudian dia juga merasakan kelegaan. Aleena bersyukur tidak per
Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, akhirnya Aleena bisa melihat lagi wajah orang yang sudah menghancurkan hidupnya. Kedua tangannya terkepal dengan erat di sisi kanan dan kirinya. Wajah Aleena mulai memerah menahan amarah yang dia pendam selama bertahun-tahun lamanya. Eloise menatap Aleena dengan sinis kemudian berkata, "Tidak sangka bertemu denganmu di sini. Kupikir kamu sudah hilang ditelan bumi sebab perbuatan kejimu di masa lalu." "Jangan bicara sembarangan! Kamu lebih tahu apa yang terjadi pada saat itu!" Aleena menunjuk wajah Eloise dengan penuh emosi. Eloise sama sekali tidak peduli, tidak ada rasa takut dalam hati. Dia yang masih memegang tangan putri kecilnya, langsung berkata pada Aleena, "Kemana anak harammu itu? Apakah kamu ke sini juga karena ingin mendaftarkannya sekolah ini?" "Jaga bicaramu! Anakku bukan anak haram!" Aleena melirik ke arah bocah perempuan itu, jika saja dia bersifat seperti adik tirinya, mungkin dia akan membalas perkataan Eloise terhadapnya. "S
"Aleena, sebaiknya kita bicara di mobil saja." Ethan segera menarik tangan Aleena dan membawanya pergi dari sana. Aleena hanya menuruti perkataan suaminya, tepat ketika mereka sudah berada di dalam mobil, Aleena tidak lagi berbasa-basi, "Jadi, apakah kamu tahu apa maksud perkataan Eloise? Kenapa dia mengatakan bahwa pria yang seharusnya tidur denganku adalah pria berusia 51 tahun?" Aleena sama sekali tidak ingat kejadian enam tahun lalu karena saat itu dirinya sedang mabuk. Aleena sangat kalut sehingga tidak bisa berpikir tentang hal apapun. Dalam pandangannya malam itu, dia hanya melihat seorang pria tampan dan seketika gairahnya naik. Aleena tidak berpikir panjang dan langsung saja meniduri pria ini. Aleena berusaha untuk mengingat kembali kejadian pada malam itu tetapi dia tidak bisa menemukan kenangan selain kenangan menyakitkan saat Darius dan Eloise menghianatinya. Hingga kemudian dia teringat memasuki sebuah klub malam dengan perasaan kalut. Aleena langsung memesan minuman b