"Jangan bicara sembarangan! Aku tidak mau membicarakan sesuatu mengenai hal seperti itu denganmu!" Aleena membuka sabuk pengaman kemudian kembali melihat Ethan, "Baiklah, Tuan Finn. Sekarang kita memang sudah menjadi suami istri tapi aku harap kamu tidak melanggar batasan yang sudah kutentukan." Ethan tidak menjawab apapun, diamnya pria itu diartikan oleh Aleena sebagai sebuah persetujuan. "Terima kasih sudah mengantarku, aku pergi sekarang."Aleena berjalan menuju unit apartemennya dengan pikiran berkecamuk. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang hanya untuk sekedar melihat apakah Ethan masih ada di sana atau tidak. Aleena sangat lurus dengan tujuannya, dia berusaha keras atau tidak terpengaruh. Saat ini yang berbeda dengannya hanyalah status, Aleena tidak akan berharap lebih dari pernikahannya. Malam harinya, setelah selesai makan malam, Aleena mengajak putranya untuk berbaring di atas ranjang. Aleena menidurkan Ansel, sebelah tangannya menepuk punggung Ansel dengan hangat seme
Aleena merasa bibirnya sangat sulit untuk digerakkan. Dia tidak dapat menemukan satupun alasan untuk bisa menyanggah perkataan Ansel. Lebih tepatnya adalah, beberapa kata-kata yang tidak akan menyinggung perasaan putranya ataupun membuatnya salah paham. "Ma," Ansel menggoyangkan lengan Aleena, menarik sang Ibu dari lamunannya. Aleena mengerjapkan kedua mata, kemudian dia mencoba untuk tersenyum lalu berkata, "Tidak perlu dipikirkan. Sekarang mama sudah berkata dengan jujur bahwa pria yang mama maksud adalah Om Finn. Bagaimana menurutmu mengenai Om Finn? Apakah keputusan mama sudah tepat?" Ansel terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Sebenarnya Papa adalah pria yang baik. Ansel menyukainya karena Papa terlihat baik ketika sedang bersama Mama. Jadi, Ansel akan menyetujui keputusan Mama menikah dengan Papa." Dalam hati Aleena agak sedikit terkejut sebab Dia lupa dengan panggilan Ansel pada Ethan. Tetapi sesaat kemudian dia juga merasakan kelegaan. Aleena bersyukur tidak per
Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, akhirnya Aleena bisa melihat lagi wajah orang yang sudah menghancurkan hidupnya. Kedua tangannya terkepal dengan erat di sisi kanan dan kirinya. Wajah Aleena mulai memerah menahan amarah yang dia pendam selama bertahun-tahun lamanya. Eloise menatap Aleena dengan sinis kemudian berkata, "Tidak sangka bertemu denganmu di sini. Kupikir kamu sudah hilang ditelan bumi sebab perbuatan kejimu di masa lalu." "Jangan bicara sembarangan! Kamu lebih tahu apa yang terjadi pada saat itu!" Aleena menunjuk wajah Eloise dengan penuh emosi. Eloise sama sekali tidak peduli, tidak ada rasa takut dalam hati. Dia yang masih memegang tangan putri kecilnya, langsung berkata pada Aleena, "Kemana anak harammu itu? Apakah kamu ke sini juga karena ingin mendaftarkannya sekolah ini?" "Jaga bicaramu! Anakku bukan anak haram!" Aleena melirik ke arah bocah perempuan itu, jika saja dia bersifat seperti adik tirinya, mungkin dia akan membalas perkataan Eloise terhadapnya. "S
"Aleena, sebaiknya kita bicara di mobil saja." Ethan segera menarik tangan Aleena dan membawanya pergi dari sana. Aleena hanya menuruti perkataan suaminya, tepat ketika mereka sudah berada di dalam mobil, Aleena tidak lagi berbasa-basi, "Jadi, apakah kamu tahu apa maksud perkataan Eloise? Kenapa dia mengatakan bahwa pria yang seharusnya tidur denganku adalah pria berusia 51 tahun?" Aleena sama sekali tidak ingat kejadian enam tahun lalu karena saat itu dirinya sedang mabuk. Aleena sangat kalut sehingga tidak bisa berpikir tentang hal apapun. Dalam pandangannya malam itu, dia hanya melihat seorang pria tampan dan seketika gairahnya naik. Aleena tidak berpikir panjang dan langsung saja meniduri pria ini. Aleena berusaha untuk mengingat kembali kejadian pada malam itu tetapi dia tidak bisa menemukan kenangan selain kenangan menyakitkan saat Darius dan Eloise menghianatinya. Hingga kemudian dia teringat memasuki sebuah klub malam dengan perasaan kalut. Aleena langsung memesan minuman b
"Aku sudah menjadi istrimu, Tuan Finn. Apalagi yang kamu inginkan?" Ethan semakin menatap kedua mata Aleena dalam-dalam kemudian berkata, "Kamu memang adalah istriku, tapi istriku di atas kertas. Hal yang ku maksudkan adalah, kamu benar-benar menunaikan tugasmu bagaimana istri pada umumnya." Tepat pada saat itu, Aleena rasa jantungnya berhenti berdetak. Dia pun merasa sulit sekali untuk bernafas. Maksud dari perkataan suaminya, sangat jelas. Pria itu ingin Aleena untuk melayani dan bercampur dengannya dalam satu ranjang yang sama. Kata-kata yang diucapkan oleh Ethan terdengar sama seperti kalimat yang diucapkan ketika pria itu mengajaknya menikah. Saya itu Aleena merasa Ethan bergurau padanya tetapi melihat keseriusannya sekarang, Aleena jadi berpikir bahwa pria itu serius dengan perkataannya. Cukup lama sekali Aleena terdiam hingga akhirnya dia berkata, "Tidak bisa. Maaf, tapi aku tidak bisa melakukannya jika tidak dengan pria yang kucintai. Dan aku, tidak pernah mencintaimu. Hal
Ethan tidak langsung menjawab pertanyaan Aleena. Perlahan dia menolehkan kepala dan mereka saling bertatapan. Sesaat tidak ada yang berkata-kata di antara mereka hingga kemudian Ethan yang lebih dulu membuka suara. "Apakah itu penting untukmu?"Aleena menghela napas, ditatapnya Ethan dengan malas, "Tidak penting! Hanya ingin tau saja!""Oh." "Oh?" Ethan menatapnya dengan bingung, kemudian mengulangi katanya dengan bernada, "Oh." Aleena berdecak kesal, tepat pada saat itu pintu lift terbuka di lantai dasar. Ethan segera mengajak Aleena untuk masuk ke dalam mobilnya. Tepat ketika pria itu menyalakan mesin mobil, Aleena berkata, "Jadi, apakah kamu adalah asisten CEO kita?" Ethan tidak bisa berkata-kata, dia berpikir bahwa Aleena sudah menyerah dengan pertanyaannya. Tetapi wanita itu tidak lelah dan masih saja bertanya. Sementara Aleena, dalam pikirannya saat ini, karena Ethan hanya diam saja, membuat dia berpikir bahwa perkiraannya benar. "Wahhh, tidak disangka bahwa kamu adalah
Aleena dengan terpaksa menuruti keinginan putranya. Mereka pergi menuju sebuah mall yang berada di pusat kota dan langsung pergi ke lantai atas, tempat dimana seluruh wahana permainan tersedia. Aleena hanya berpikirlah bahwa hari ini adalah hari untuk menyenangkan Ansel. Jadi apapun keinginan putranya, sebisa mungkin dia lakukan sebenarnya permintaan Ansel sangat tidak disukai olehnya. Seperti yang terjadi sekarang, tiba-tiba Ansel meminta Aleena untuk bermain ice skating. Aleena sudah menerapkan alasan dia tidak jago, tetapi Ansel sama sekali tidak mau memahami posisinya. "Mama bisa diajari oleh Papa." Ansel langsung menatap Ethan dengan sangat antusias kemudian bertanya, "Apa Papa bisa mengajarkan Mama?" Ethan melihat Aleena sejenak, saat itulah Aleena langsung menggelengkan kepala. Tanda bahwa wanita itu berharap mereka akan bekerja sama. Meskipun paham maksud dari perkataan suaminya, Ethan berpura-pura tidak memahaminya. Pria itu malah menatap balik Ansel kemudian menganggukk
Aleena mendesis, dia segera masuk ke posisinya dan mulai bermain ice skating. Namun, baru beberapa kali bergerak saja sudah membuatnya kehilangan keseimbangan. Hingga akhirnya Aleena terjatuh sebab kali ini Ethan hanya diam saja tanpa berniat untuk menolongnya. "Aww! Shhh ...." Aleena hanya mengaduh kesakitan, dia mengangkat kepala dan melirik Ethan dengan sinis. Tetapi pria itu hanya diam sembari terus tertawa melihatnya. Ethan bagai mendapatkan tontonan yang menghibur hatinya. Sementara Ansel, melihat pemandangan ibunya yang sedang kesakitan dengan ditertawakan oleh sang ayah, dia langsung saja menghampiri Aleena dan kemudian membantunya bangun. "Mama tidak apa-apa? Apakah ada yang sakit?" Ansel bertanya dengan khawatir. Mendapatkan perhatian dari putranya, seketika membuat Aleena merasa tersentuh. Meskipun bagian belakang tubuhnya masih terasa sakit, dia memaksakan untuk tersenyum. "Mama tidak apa-apa, hanya jatuh seperti itu tidak akan membuat mama terluka parah," ucap Aleena
Dua minggu sebelum Aleena dan Harry bertemu. Sebelum artikel-artikel yang memunculkan berita miring mengenai Eloise, tiba-tiba Harry mendapatkan sebuah panggilan dari nomor tanpa nama, dia mengangkat panggilan tersebut tanpa curiga."Halo, dengan siapa saya bicara?" Harry diam saat orang itu berbicara, dan setelahnya, ekspresi wajah Harry berubah serius. "Baik, saya akan ke sana dalam satu jam."Harry berjalan menuju ruang private yang berada di sebuah restoran mewah di mall terbesar yang ada di pusat kota. Sepanjang perjalanan, dia tidak henti bertanya-tanya alasan pria itu memintanya untuk datang. Padahal mereka sama sekali tidak dekat, mereka pun sama-sama bersaing untuk mendapatkan hati Aleena. Dia sudah bersiap dengan kata-kata penolakan jika seandanya nanti Ethan menyuruhnya untuk pergi menjauhi Aleena. Namun, yang terjadi saat ini sangat berbanding terbalik dengan yang dia pikirkan sepanjang perjalanan menuju kemari. Ethan malah memberikan sebuah flashdisk berisi beberapa inf
"Tidak ada!" Aleena melihat Ansel lalu kembali berkata, "Jangan dengarkan kata-katanya! Terkadang anak-anak memiiki imajinasi di luar dugaan orang dewasa."Aleena langsung buru-buru mengambil mainan dari tangan putranya kemudian menuntunnya duduk di kursi makan. Dia mengambilkan makanan untuk Ansel dan tidak menyadari melakukan hal yang sama untuk Ethan. Melihat sikap Aleena yang tiba-tiba gugup, seketika membuat Ethan merasa lucu. Dia segera bergabung dengan keduanya. "Ansel, makanlah dengan baik. Usahakan jangan berantakan, mengerti?"Merasa dirinya diperhatikan, Aleena mengangkat wajah dan saat itu dia bertemu tatap dengan Ethan. "Ada apa?" Aleena bertanya tanpa sadar nada suaranya menjadi ketus."Kenapa marah padaku? Apakah karena sebenarnya ada hadiah untukku tapi kamu terlalu malu untuk mengatakan yang sejujurnya?" ucap Ethan sebelum memasukkan sepotong steak ke dalam mulutnya.Aleena hendak membantah tetapi langsung diurungkan. Melihat ada Ansel di antara mereka, tidak baik u
"Sayang, aku mohon dengarkan aku dulu. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Eloise pasti memiliki alasan kenapa dia melakukannya," Helena berusaha untuk membujuk Ivander supaya mempercayai perkataannya. Dia tidak bisa membiarkan suaminya mencoret nama Eloise dari daftar pewaris keluarga Anderson. "Aku sudah memberikan waktu pada kalian membuktikan bahwa Eloise tidak bersalah. Kuperintahkan untuk segera membereskan kekacauan yang sudah kalian buat. Tapi, apa ini? Eloise dipenjara dan membuat keadaan perusahaan semakin kacau! Kalian mau membuatku hancur, ya?!" Wajah Ivander sudah sangat merah saking besar amarah yang dirasakannya. Pria itu nampak seperti bisa menghancurkan apapun yang ada di depannya. Baru kali ini dia melihat kemarahan Ivander yang tidak biasa. Sampai-sampai dia merasa khawatir dengan keselamatannya di masa depan.Namun, Helena penuh dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dia berusaha untuk tetap tersenyum di depan sang suami. Helena mencoba memegang lengan Ivan
Aleena buru-buru melepaskan diri dari Ethan sehingga membuat Ansel yang berada di tengah-tengah mereka menjadi kebingungan. Dia berusaha untuk mengubah ekspresi wajahnya seperti biasa. "Ansel, karena Papa sudah ada di sini, sebaiknya Ansel tidur. Hari sudah malam, sudah waktunya untuk kita beristirahat," ucap Aleena seraya merebahkan diri di samping Ansel. "Mama, kenapa wajah Mama merah? Apakah Mama sakit?" Mendengar kalimat Ansel, seketika Aleena mengangkat wajah dan menatap Ethan. Buru-buru dia mengalihkan pandangan, dia tidak berani untuk menatap suaminya. Rasanya seperti jantung akan meledak jika bertemu pandang dengannya. "Tidak, mama hanya lelah dan ingin istirahat saja. Lebih baik sekarang kita tidur, ya?" Aleena benar-benar menghindari kontak mata dengan Ethan. Dia langsung menarik selimut, menutupi tubuhnya dan Ansel. Dalam hati berharap bahwa tidak akan ada lagi pertanyaan serta hari langsung berganti menjadi pagi. Baru saja Aleena mendengarkan embusan napas Ansel yang
Aleena tersenyum saat pandangan matanya bertemu dengan Ansel. Dia baru saja menemani putranya konsultasi dengan psikolog. Hasilnya pun sudah sesuai dengan dugaan bahwa Ansel mengalami gangguan trauma pasca penculikan. Namun, melihat bocah itu yang sudah mau berinteraksi dengan orang lain, meski belum sembuh benar sudah merupakan hal yang baik. Mereka diminta untuk terus menemaninya kemanapun bocah itu pergi.Aleena berpikir bahwa masih belum terlambat, dia pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk putranya. Berharap ke depannya juga akan ada beberapa terapi ataupun pengobatan supaya bisa mengembalikan keceriaan di wajah Ansel. Melihat suasana sekitar dan ternyata dirinya masih tidak mendapati Ethan berada di sana, seketika Aleena diliputi perasaan kecewa. Pria itu sudah berjanji untuk menyusul mereka di rumah sakit tetapi sekarang nyatanya janji itu hanya omong kosong belaka."Ma, ayo, kita pulang!" ajak Ansel setelah dia menghabiskan ice cream di tangannya.Aleena langsung memasan
Setelah mengatakannya, Aleena langsung berdiri dan meninggalkan Ethan yang masih termenung memikirkan kata-katanya. Dalam hatinya ada sedikit rasa malu karena secara tidak langsung, dia telah mengungkapkan perasaannya. Saat sampai di depan pintu lift, Aleena terdiam sejenak dan melihat tempat dimana Ethan masih duduk tanpa bergerak sedikitpun. Seketika itu juga hatinya diliputi perasaan kecewa sebab berharap bahwa pria itu akan mengejarnya dan menanyakan lebih jelas tentang perasaannya. Tetapi, yang terjadi adalah Ethan masih duduk di kursi taman tanpa berniat untuk mengejarnya.Aleena tersenyum merutuki kebodohannya. Mana mungkin Ethan melihatnya sebagai seorang wanita ketika tembok yang menghalangi mereka begitu tinggi dan sulit untuk dihancurkan. Pada akhirnya dia memilih untuk masuk ke dalam lift meninggalkan Ethan sendirian.Tanpa diketahui oleh Aleena, Ethan terdiam sebab memikirkan kata-katanya. Dia tidak mau menjadi salah paham dan mengira Aleena sudah mulai bisa membuka hati
Eloise membelalak, lelaki mana yang dimaksud suaminya? Dia langsung mengambil kotak hadiah tersebut kemudian membukanya. Benar saja, bahwa di dalam kotak itu terdapat beberapa foto dirinya dengan pria lain sedang masuk ke dalam hotel berbintang. Semua detail sangat jelas sehingga dia tidak akan bisa mengelak.Namun, Eloise mana mau mengakuinya, dia merobek kumpulan foto itu kemudian memeluk lengan Darius. Dia menggelengkan kepalanya dengan dan saat itulah air matanya mengalir keluar. "Kakak, semua foto-foto ini tidak seperti yang kamu kira. Aku tidak pernah mengenalnya. Foto-foto ini pasti sudah direkayasa oleh orang yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah berselingkuh darimu, Kak," Eloise membela dirinya.Darius menatap Eloise dan masih terlihat ketidakpercayaan dari sorot matanya. Segera Eloise mengusap dada bidangnya kemudian bersandar di sana. "Kakak tahu betapa aku mencintai Kakak. Aku sampai merelakan hubungan persaudaraanku rusak hanya demi bisa hidup bahagia bersama dengan K
Aleena menyeruput kopi hitamnya dengan penuh nikmat sembari melihat pemandangan pagi hari dari atap rumah yang semalam diberitahukan oleh Ethan. Hari ini suasana hatinya dalam kondisi baik sebab Ansel yang juga sudah mulai membaik. Meskipun belum sepenuhnya keceriaan itu hadir, tetapi Aleena sudah merasa sangat bahagia setelah melihat beberapa hari ini kedapatan melihat Ansel yang tertawa saat sedang bermain dengan Nancy. Saat sedang memikirkan betapa hatinya merasa senang, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahunya. Otomatis dia langsung menoleh dan seketika itu juga Aleena bisa bernapas dengan lega. "Ethan! Kamu mengejutkanku!" Aleena berseru dengan kedua tangan yang menyentuh dadanya. Beruntung dia tidak sedang memegang secangkir kopi panas. Jika iya, sudah pasti tangannya akan menjadi korban. "Apa yang kamu pikirkan, Aleena? Serius sekali sampai tidak menyadari kedatanganku." Ethan langsung mengambil posisi di samping Aleena. Aleena menggelengkan kepalanya, dia mengambil
Melihat Ansel yang dengan mudah langsung mengikuti Nancy, seketika membuat Aleena merasa sangat senang. Dia tahu bahwa orang-orang yang dipekerjakan oleh Ethan adalah orang yang bisa dipercaya. Jadi, saat Ansel langsung mengikuti langkah Nancy naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya, seketika hati Aleena menghangat. Penculikan yang dialami oleh putranya, telah meninggalkan trauma yang lumayan dahsyat dalam pikirannya. Sejak kejadian itu, sulit sekali untuk mendekati Ansel. Bahkan Ethan sempat tidak diterima dengan baik oleh anaknya sendiri. Sehingga membutuhkan pendekatan yang lumayan menguras hati dan pikiran untuk bisa berbicara dengannya. Lalu, saat mereka akhirnya memutuskan untuk merawat Ansel di rumah, ketika pelayan Nancy mendekati Ansel dan langsung diterima dengan tangan terbuka, merupakan kebahagiaan yang tidak bisa dideskripsikan oleh Aleena. Putranya yang sulit didekati, akhirnya secara perlahan bisa kembali seperti sebelumnya. Walaupun tentu saja perubahan itu belum me