"Anna, setelah ini kau yang tampil."
Wanita itu mengangguk, lalu celingak-celinguk mencari mic-nya. Lalu ia menemukannya tepat diatas kedua pahanya sendiri. Anna Stevenfield memiliki kulit seputih susu dengan mata yang berkelopak alami. Wajahnya memancarkan kebijaksanaan dan kehangatan dalam satu frekuensi yang bersamaan. Suara Anna juga sejernih embun pagi dengan rambut cokelat hazelnut yang tergerai panjang. Siapapun yang mendengar suara Anna kemudian bertemu dengannya, orang-orang akan salah menilainya dan melihatnya sebagai Dewi Kasih Sayang yang turun ke bumi."Ok Tom, aku masuk sekarang ya."Tom memberikan anggukan pada Anna. Kemudian sesaat setelah wajahnya muncul di panggung, sorak sorai dan teriakan memenuhi ballroom, berlomba-lomba meneriakkan namanya agar mendapat perhatian. Hari ini ia membawakan lagu ballad selama 4 menit 17 detik. Lagu ciptaannya sendiri yang menjadi soundtrack drama Hollywood romantis terkenal. Pembawaannya selalu sempurna dalam menyanyikan lagu sedih. Di tengah-tengah lagu ia akan mulai mengalirkan air matanya sambil tetap bernyanyi, seolah isi lagu yang ia nyanyikan adalah pengalaman pribadinya. Menghantarkan perasaan sedih yang mendalam bagi hadirin yang mendengarkan."Seperti biasa kau tak ada cela!" Tom memeluknya setelah ia turun panggung."Aku senang mendengarnya. Tadi aku sempat gemetar karena ini adalah soundtrack drama terkenal itu.""Tidak, Tidak! Suaramu tidak pecah sama sekali! Dan selamat ya sekali lagi, kau memenangkan gelar penyanyi terbaik lagi tahun ini!"Tak lama kemudian, Anna mulai dikerumuni oleh staff dan artis lain yang menyelamatinya. Malam itu berjalan dengan baik dan Anna sangat senang. Kerja kerasnya tahun kemarin terbayarkan. Dibandingkan pengorbanan dan sakit hati yang ia rasakan, itu sama sekali tak ada artinya."Dan kita akaaaann..." Tom menggoyang-goyangkan sebuah tiket booking-an club di sebuah hotel, "berpesta seperti biasaaa! Aku sudah memberitahu Louie dan yang lainnya."Baiklah, Anna hanya bisa geleng-geleng kepala melihat hal tersebut. Tom menyukai pesta. Itu sudah jadi kebiasaannya setelah Anna menghadiri suatu awards show atau mendapatkan suatu prestasi."Apakah mereka akan datang? Kudengar Louie dan Beatrice sedang punya pacar baru, mereka semakin jarang menemuiku akhir-akhir ini."kata Anna mendadak murung."Oh, tidak masalah! Kan kan punya aku, kita pesta sampai pa--"Kalimat Tom belum sempat selesai sebab dering telepon Anna menyelanya. Tetapi dering itu mati pada deringan kedua sebelum si pemilik telepon sempat menjawab. Mereka berdua sedang bertukar pandang ketika sebuah pesan masuk setelahnya.Kau tidak mendengarkanku untuk menurunkan rokmu 5 senti lagi, maka aku akan mengirimkan sesuatu yang sangat kau sukai minggu ini._DC_Secepat mungkin Tom menebar pandangan ke segala arah mencari-cari sesosok bayangan yang mungkin menjadi identitas si pengirim pesan. Inisial yang sama..berarti? Si gila itu lagi!"Demi Tuhan Anna, rokmu sudah sampai lutut! Ini keempat kalinya dia menyuruhmu untuk melakukan hal itu! Jika kau panjangkan lagi rokmu," Tom memejamkan mata sambil mendengus kesal," kau mirip guru TK yang sedang menyuruh murid untuk berbaris!"Anna terkaget-kaget mendengarnya, "apakah penampilanku seburuk itu!?""Sial, selalu saja begini! Aku bingung kenapa kita selalu menuruti dia!" umpat Tom lagi sambil meraih lengan Anna keluar dari ballroom."Tom tapi acaranya masih berlangsung--""Anna, kau sudah menyanyi. Penghargaannya juga sudah kau bawa pulang. Sekarang ayo kita pergi darisini!"Umpatan Tom masih terus berlanjut hingga mereka sampai di basement. Sementara wanita itu hanya bisa mengikutinya dan berharap hari Minggu besok tidak akan seperti minggu kemarin lagi. Tiga kali berturut-turut ia mendapatkan surat yang semua tulisannya dibuat dengan darah manusia. Tom sampai membawa suratnya ke rumah sakit untuk memastikan apakah itu darah manusia atau bukan. Dan tidak tanggung-tanggung, isinya adalah puisi ciptaan Shakespeare.Biasanya ia akan menerima sesuatu yang lebih lumayan daripada itu, seperti sebuah kotak berisi foto Anna yang sedang melakukan aktivitas pada minggu itu dan bulu angsa asli dengan celupan tinta emas. Atau benda-benda seperti perhiasan kuno. Jika Anna melakukan hal yang tidak disukai si pengirim, pasti ia akan menerima kado lebih buruk."Aku benar-benar penasaran siapa sih sebenarnya orang ini! Dia sudah menghantuimu selama setahun ini dengan kado-kado anehnya!" kata Tom berapi-api sembari menyalakan mesin mobil dan mulai meluncur pergi dari acara penghargaan."Hmm..Kurasa sebenarnya dia orang baik. Hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara yang benar untuk memberitahuku." Entah dengan cara apa lagi Anna harus menanggapi kondisi berulang seperti sekarang. Otaknya benar tak bisa mencari solusi selain membuka ponsel untuk melihat isi pesan itu lagi berkali-kali. Oh, sedikit konyol ia mengharapkan isi pesannya berubah. Mungkin jadi pemberitahuan telat membayar pajak atau penawaran tersasar diskon operasi kelamin. Semoga Tuhan mengampuni pikiran buruk Anna. "Ya tentu saja! Dia pasti kakek-kakek bau tanah yang sangat protektif dan menganggapmu cucunya sendiri! Dasar kakek penunggu neraka!" Tom refleks membunyikan klakson keras-keras yang membuat rahang Anna hampir saja merosot dari tempatnya."T-Tom, memangnya didepan kita ada mobil yang menghalangi jalan?""Tidak ada, supaya seperti adegan dalam drama saja. Oh iya, kau sudah blokir nomornya?"Penyanyi berwajah polos tersebut mengangguk cepat, "sudah. Ini ke-90 kalinya dalam setahun aku memblokir nomor asing."Untuk kesekian kalinya ia mengembuskan napas panjang, tengah memikirkan nasibnya yang malang. Sudah menjadi resiko bagi Anna sebagai artis diikuti oleh banyak penguntit. Diikuti ke bandara, dicakar, hampir dicium, dikirimi aneh-aneh juga banyak. Akan tetapi, setahun belakangan ini, beberapa kado itu memiliki inisial yang sama. Seolah ia ingin Anna mengetahui keberadaannya dan membedakannya dengan penguntit lain. Seseorang dengan tipe koleris."Anna!" seorang wanita melambaikan tangannya pada mereka dari kejauhan. Anna menyipitkan matanya ditengah kerumunan orang-orang di lantai dansa. Kemudian wajahnya berubah sumringah dan ia menarik Tom mendekat kearah meja bar."Louie, kukira kau tak datang!" Anna memeluk Louie sambil mengacak-acak rambutnya yang bergelombang. Louie tampak seperti seekor serigala jika digoda pria asing, tetapi akan berubah menjadi sejinak kelinci jika seorang pria mengetahui posisi favoritnya. Wanita bersurai kecokelatan itu duduk kembali di stool dan Tom sudah duduk disamping kirinya."Ya Tommy Callister , kau pasti ngebut lagi!" Ia menepuk pelan kepala Tom yang sudah menyambar botol alkohol milik Louie. Tom memberitahunya untuk datang ke club yang biasa mereka datangi baru sekitar setengah jam lalu dan mereka sudah datang lebih cepat dari yang Louie perkirakan."Penguntit aneh itu membuatku kesal lagi!" kata Tom mengalihkan pembicaraan.Louie memberi kode untuk memanggil waiter kemudian menoleh kearah Tom dan Anna bergantian, "Mr. DC itu lagi?"Anna mengangguk kecil sebelum berkata pada waiter, "aku mau bourbon."Sementara Louie memberikan sebotol brandy pada Tom yang sudah asik dengan penglihatan liarnya di lantai dansa.Anna mendapatkan Bourbon-nya dalam waktu singkat dan ia menenggak cepat beberapa kali. Menumpahkan kekesalan pada alkohol memang kebiasaan hampir semua orang, termasuk dirinya. Dan Anna suka melakukan itu bersama teman-temannya.Memiliki Louie dan Tom ditempat ramai seperti ini memang kombinasi yang paling cocok untuk menghilangkan penat. Mereka berdua selalu bisa berbuat hal gila diluar akal yang sangat menghibur. Anna pernah berpikir seharusnya Louie menjadi artis saja karena ia pandai menarik hati semua orang.
"Kau keras kepala! Kubilang lapor polisi, An." kata Louie menenggak minumannya lagi."Itu akan menguras tenaga, Lu. Aku tidak punya banyak waktu untuk mengurusi hal semacam ini. Lagipula CEO agensiku tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu."Tom berpindah kesamping Anna dan menopang dagu di meja sambil menatapnya penuh arti. Ia sebenarnya bosan mengatakan hal yang sama berkali-kali pada artisnya itu tapi, "kubilang ca-ri ke-ka-sih."Anna tertawa terbahak. Jenis tawa itu jarang muncul kecuali dibawah pengaruh alkohol, "kau sangat lucu, Tommy Callister. Aku sudah menolak banyak aktor karena tidak ada yang cocok.""Aku kan tidak bilang harus dari kalangan aktor! Kau tahu, seperti seorang pengusaha, detektif atau sekalian saja mafia biar kau aman dari penguntit gila itu! Oh, ayolah!" Tom menggoyang-goyangkan tubuh Anna sampai kedua bola matanya bertemu ditengah sehingga ekspresinya jadi sangat lucu. Sementara yang diganggu tak berniat menyergah sambil mendorong Tom dan Louie menjauh."Sudah waktunya. Ayo perlihatkan padaku tarian kematian kalian!"Louie hampir saja menumpahkan isi brandy-nya karena dorongan tangan Anna. Tapi kemudian ia menyeret Tom kelantai dansa.Bagaikan dewa-dewi petir dan air, mereka berdua berjalan menuju pusat lantai dansa dengan aura yang memukau, kemudian mulai menunjukkan keahliannya dan menghipnotis orang-orang yang ada disana. Suara tepuk tangan dan sorak sorai bermunculan dimana-mana. Menambah panasnya hawa akibat campuran dari suhu tubuh manusia-manusia yang tenggelam dalam pusaran kenikmatan dan euphoria sesaat. **Demian telah menghentikan mobilnya pada jarak 1 km dari mobil Anna. Ia mengeluarkan kameranya lagi, jenis kamera yang sering digunakan oleh berbagai fansite.Dia menunggu. Terus menunggu. Sampai menemukan momen tepat dan Demian akan mengabadikan malaikat manisnya itu kedalam kamera. Kalau sedang beruntung, ia akan mendapatkan ekspresi yang jarang diperlihatkan Anna pada publik. Seperti tertawa terpingkal-pingkal hingga berguling di aspal, memaki batu kerikil karena membuatnya tersandung, atau pose favoritnya; ketika Anna mengangkat kedua tangan dan mengikat rambut panjangnya tinggi-tinggi. Demian berpikir itu sangat seksi.Kau mencintainya? Maka katakan didepan mukanya Dimitri. Jangan jadi seorang pecundang. Kau tidak harus menunggu kehilangannya seperti aku kehilangan Tiana.Tapi seorang Demian Caleb bukanlah orang yang bergerak tanpa strategi. Alejandro yang mengatakannya pecundang hanya tidak memahami situasinya.Sekarang Demian hanya akan mengiriminya pesan-pesan misterius dengan kado-kado sebagai langkah penjajakan. Hanya saja, langkah penjajakan seorang bos mafia agak berbeda daripada penjajakan pria-pria kebanyakan. Mereka melakukan sesuatu yang lebih menyentil mental.**
Demian merasakan sesuatu yang kokoh menyentak kepalanya. Disertai dengan bunyi khas yang sudah ia kenal baik selama hidup. Bunyi pelatuk. "Sial, Harry!" serta-merta ia membelalakkan kedua bola mata ketika sadar pistol milik Harry sudah menempel disisi kepalanya. Membuatnya refleks mengangkat kedua tangannya keatas. "Kubilang kan pagi ini kau sudah akan ada di neraka." kata Harry santai. Pria itu memiliki tatanan rambut klimis yang anak rambutnya selalu menuruni dahi. Sehingga jika kepalanya tertunduk, Harry harus sibuk meniupi anak rambut sialan itu agar tidak menutupi mata. Seperti sekarang. "Relax oke? Aku benar-benar terdesak tadi malam!" "Bisakah kau tidak melibatkanku terus dalam masalahmu? Alex jadi mencecarku semalaman karena kau bilang padanya kalau aku tidak becus menghilangkan bukti!" Sebenarnya ini bukan yang pertama kali Demian melakukan hal semacam kemarin, tetapi Harry tak juga mengerti wataknya. Lantas ia men
Demian telah selesai berkutat didalam ruang kerjanya. Butuh waktu semalaman untuk menghasilkan berpuluh-puluh kertas penuh angka dan rangkuman analisa yang siap ia bawa ke rekan rahasianya di bursa efek. Kali ketiga ia menghabiskan americano-nya, Demian bangkit dari tempat duduknya dengan mantap, melepaskan kacamata versace-nya dan melemparnya keatas meja begitu saja. Ia selalu emosional setiap mengerjakan kasus semacam ini. Tak heran. Memanipulasi harga saham adalah pekerjaan yang kelewat berat dan mengancam identitas. Walaupun nyatanya, Demian selalu berhasil melakukan hal itu tanpa kesalahan. Akan tetapi pekerjaannya kali ini membutuhkan double checked, triple checked kalau perlu. Ia merencanakan sesuatu yang sudah lama ia prediksi. "Apa kau gila! Aku sudah membayarmu sangat mahal dan sekarang kau meminta imbalan tambahan!" "Well.. Resikomu bukan hanya uang, tapi juga reputasi dan kepercayaan diri. Jadi imbalannya juga h
Dimitri's House. Anna setengah bergumam membaca tulisan didepan gerbang besi megah berwarna hitam mengkilat. Kemudian dua orang pengawal didepannya merentangkan satu tangan mempersilakan mobil yang ditumpanginya masuk. Pengawal yang lain menekan headset dibelakang telinga seraya memberi kabar bahwa yang ditunggu telah sampai. Mereka--para pengawal berpakaian serba hitam seperti di kebanyakan film action--menjemput Anna di apartment-nya tepat pukul tujuh malam. Louie dan Tom melepasnya di pintu apartment dengan sangat berat hati. "Oh yaampun, aku merasa seperti orang tua yang melepas anaknya pergi kerumah suaminya." "Louie, apa yang kau katakan! Dia mungkin akan mengalami pelecehan seksual, jadi aku memasang GPS di ponselnya!" Anna terus saja mengingat percakapan Louie dan Tom sebelum ia berangkat menuju rumah besar itu. "Kau harus segera menekan tombol cepat di kontakmu jika terjadi sesuatu, mengerti? Aku dan Louie tidak ak
Tentu, bagi Anna tidak ada alasan yang cukup kuat untuk membuatnya bahkan sekadar mempertimbangkan tawaran dari pria didepannya sekarang. Hidup hanya sekali—dan jika ia menyerahkannya pada seorang mafia yang bergelimang kesesatan seperti Demian Caleb—hal itu tak ada bedanya dengan menyia-nyiakan kesempatan untuk hidup. "Terima kasih atas tawarannya, tapi aku bisa menjaga diriku sendiri." Anna menganggukkan kepalanya sedikit sebagai salam hormat, kemudian berbalik dan melangkah pergi. Sebenarnya Demian sudah menerka jawaban itu sehingga ia tengah memutar otak lagi untuk mencari berbagai alasan yang mungkin bisa menahan Anna agar tidak pergi, setidaknya untuk malam ini. Sangat mengagumkan bagaimana ia tidak menggunakan kekuatannya untuk melarang Anna pergi, seperti menahannya dengan pistol yang mengarah pada kepala atau mungkin perlakuan kasar seperti yang pernah ia berikan terhadap jalang diluar sana. Demian menginginkannya untuk jangka waktu yang panjan
Anna bersumpah, ia bisa melihat raut kepuasan terpampang nyata dari pria didepannya sekarang. Hanya terdengar suara pendingin ruangan dan sayup dunia luar yang berasal dari arah balkon yang terbuka. Angin malam membuat helaian rambutnya menari-nari disekitar wajah yang lambat laun berubah pias sebab kalimat yang dituturkan oleh Demian nyaris membuat jantung wanita itu lari dari tempatnya. Dirinya bertanya-tanya, mengapa semudah ini masuk kedalam perangkap pria jahat seperti Demian. Ia masih berdiri ditempatnya setelah meletakkan botol vodka. Kembali menatap Demian yang pandangannya terasa menyesatkan. “Kau seharusnya tidak mudah percaya pada orangsweetheart," Demian bangkit dan mengambil botol itu. Menenggak sisanya hingga habis sebelum mengusap bibir dengan ibu jarinya bak serigala yang memantau mangsa,"khususnya terhadap orang sepertiku." Memang salah Anna. Karena pengetahuan
Aku harus ke New Jersey pagi ini. Sayang sekali harus melewatkan morning sex denganmu.Harry akan mengantarmu pulang. Tekan tombol cepat (1) di kontakmu jika tiba-tiba kau membutuhkanku. Tapi kau pasti membutuhkanku.Sampai bertemu lagi. Begitu beraninya Demian meninggalkan Anna setelah apa yang dilakukannya semalam. Wanita itu menatap isi pesan singkat didalam layar ponsel cukup lama, hanya untuk memastikan bahwa apa yang sedang ia alami nyata adanya. Mengundang rasa kesal yang amat sangat sehingga kedua matanya penuh dengan air mata dan tangannya bergetar sebab menahan amarah. Tapi Anna tidak punya waktu untuk meratapi nasib, ia butuh membersihkan diri dan kemudian pergi dari rumah tersebut secepat mungkin. Peraturan pertama,setiap kita bertemu, jangan pernah protes terhadap apa yang akan kulakukan padamu. Anna sedang masuk kedalam kamar mandi saat perkataan Demian tadi malam terngiang kembali
"Apa benar kata Tom kau tahu siapa Demian Caleb yang sebenarnya? Maka dari itu kau membiarkanku bersamanya tadi malam padahal aku takut setengah mati berada disana?" Robert Downey serasa baru saja menelan duri sehingga ia tersedak cake persik yang baru saja ia lahap. Pikirannya kalut seketika antara ingin berbohong atau bicara jujur pada artis kesayangannya itu. Meski akhirnya Robert mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Anna diatas meja, “Anna sayang, lili kecilku yang manis, aku tidak tahu siapa Demian Caleb sebenarnya. Waktu itu sudah larut malam, Tom dan Louie terus saja menggangguku. Aku tahu aku salah karena sudah mengabaikanmu demi kepentinganku sendiri. Maafkan aku Anna, kau tahu betul aku sudah tak punya pilihan lain untuk menghadapi ini." "Kau tahu apa yang dilakukannya terhadapku?" kata Anna sembari mengumpulkan keberanian untuk memaki. Robert mengernyit lucu dengan pikiran yang menerawang. Ah, ia tahu benar bahwa Anna ingin mengadu ba
Demian berusaha mempertahankan titik bidik terhadap lawannya satu persatu dengan susah payah. Tubuh Anna yang indah adalah penyebabnya, menjadi alasan satu mata belati lolos membelah epidermis bahunya beberapa saat lalu. Darah mengucur darisana, mengundang erangan kekesalan yang menjadi pemantik tembakan demi tembakan ke segala arah. Hari sudah semakin malam dan pria itu harus segera membenahi kekacauan yang terjadi akibat ulah salah satu saingannya dalam penyelundupan senjata api. Harry masih sibuk memimpin didepan, tembakan jarak jauh memang keahliannya dari dulu. Sementara Demian mengambil-alih situasi di gudang sebelah, dimana puluhan kotak berisi senjata api siap dipindah ke sebuah truk barang berukuran besar. “Selesaikan ini dalam waktu setengah jam, aku harus bertemu dengan Anna!” teriak Demian setelah melepas peluru pada arah kiri dua kali, berjalan menuju Harry yang baru saja menghabisi lima orang sekaligus. Sang partner praktis berbalik menatapnya,