Anna bersumpah, ia bisa melihat raut kepuasan terpampang nyata dari pria didepannya sekarang.
Hanya terdengar suara pendingin ruangan dan sayup dunia luar yang berasal dari arah balkon yang terbuka. Angin malam membuat helaian rambutnya menari-nari disekitar wajah yang lambat laun berubah pias sebab kalimat yang dituturkan oleh Demian nyaris membuat jantung wanita itu lari dari tempatnya. Dirinya bertanya-tanya, mengapa semudah ini masuk kedalam perangkap pria jahat seperti Demian.
Ia masih berdiri ditempatnya setelah meletakkan botol vodka. Kembali menatap Demian yang pandangannya terasa menyesatkan.
“Kau seharusnya tidak mudah percaya pada orang sweetheart," Demian bangkit dan mengambil botol itu. Menenggak sisanya hingga habis sebelum mengusap bibir dengan ibu jarinya bak serigala yang memantau mangsa,"khususnya terhadap orang sepertiku."
Memang salah Anna. Karena pengetahuannya tentang alkohol dan seluk-beluknya tidaklah sekhatam pria itu.
“Aku akan memaksa tubuhku untuk tidak bereaksi sesuai apa yang kau inginkan.” sergah Anna setelah mengatur napasnya baik-baik. Pandangannya tertuju pada ketukan jemari Demian diatas ranjang. Sungguh mengerikan.
Sementara satu alis Demian terangkat sebab menurutnya Anna cukup naif dalam hal ini, "Anna, kau tahu kau adalah peminum yang buruk. Ingat kalau kau hampir saja mencium Tom setelah menenggak dua botol whisky dihari ulang tahunmu? Karena aku tidak akan pernah melupakannya."
Beberapa kata diberikannya penekanan intonasi guna menunjukkan betapa bencinya ia tatkala menemukan Anna didalam sebuah bar sedang mendekatkan wajahnya pada Tom yang juga tengah mabuk. Entahlah. Ingatan Anna tidak dalam performa baik saat ini sebab kilasan-kilasan aroma tubuh Demian yang begitu maskulin tersebar bebas di udara, tepat saat pria itu bangkit dan mendekati Anna hanya dalam beberapa langkah.
Panik menyerangnya tiba-tiba sehingga Anna bergerak mundur seraya mengepalkan tangan, "a-apakah kau punya makanan lain? Aku harus makan sesuatu."
"Apa yang ingin kau makan sweetheart? Cheesecake lagi?”
"Spaghetti atau apapun. Sesuatu yang pedas."
Suara dengusan tawa Demian mengudara, "kau bahkan sudah terlihat merasa pedas sebelum melahap spaghetti."
Itu benar. Tanpa sadar Anna mengibas-ngibaskan tangan disekitar wajah sebab suhu tubuhnya meningkat beberapa detik yang lalu. Rasanya panas, napasnya memberat, dan ia ingin menerkam apapun yang ada didekatnya. Situasi akan menjadi sangat buruk jika Anna membiarkan dirinya seperti sekarang tanpa perlawanan. Jadi ia berjalan kearah lemari pendingin dan menenggak air mineral dari dalamnya tanpa peduli.
Botol tersebut dibuangnya begitu saja ke tempat sampah sebelum ia menghempaskan bokongnya diatas ranjang setengah frustasi. Bagaimana tidak? Cairan dingin yang baru saja masuk kedalam tenggorokannya sama sekali tidak berpengaruh apapun terhadap suasana hatinya. Satu-satunya jalan adalah ia—harus keluar dari kamar Demian sekarang juga.
"Kau menyerah?" tanya Demian sebelum Anna sempat memikirkan cara untuk lari dari tempat tersebut. Tentu saja, pertanyaan itu dijawabnya dengan gelengan kepala.
"Aku sudah bilang aku tidak akan membiarkan diriku melakukan apa yang kau inginkan."
Nampaknya Demian mulai hilang kesabaran. Anna tampak seperti wanita yang lemah, tetapi sebenarnya ia keras kepala.
"Kau sama sekali tidak mengasihaniku selama satu tahun aku mengirimimu berbagai benda." ujar Demian menghampirinya dan menempatkan diri dibelakang tubuh Anna yang mengurut pelipis sebab pusing menyerangnya tiba-tiba.
Anna terlalu sibuk menguasai diri sehingga ia tidak dapat melakukan apapun untuk sekadar menghindari sentuhan dari pria itu.
"Bulu angsa bertinta emas itu artinya aku sedang menyukai sikapmu yang mirip anak anjing lugu," Demian menjerat jemarinya diantara helaian rambut Anna hingga ia menengadah,"tulisan dengan darahku menunjukkan bahwa aku sedang kesal karena kau melakukan hal yang tidak aku sukai,"kemudian tangannya yang lain meremas pinggang Anna cukup kuat,"sedangkan anggur ular itu memberitahumu kalau aku—sedang berhasrat terhadapmu, Anna."
Didalam kesulitannya menepis rasa tidak familiar yang menjalar disekujur tubuh, Anna berusaha mengingat-ingat berapa banyak benda aneh yang ia terima selama ini. Tom pernah menghitungnya. Dia menghitung banyaknya anggur ular yang mereka terima karena itu sangat mengerikan. Dan jumlahnya—
"Anna apa kau tahu? Kita sudah menerima lebih dari lima puluh snake wine!"
Lebih dari lima puluh dan kesemuanya ia lelang.
"Kau pernah menghitungnya sayang? Karena aku tak pernah berhenti menginginkanmu," kata Demian mendekatkan bibirnya pada leher wanita itu,"seperti saat ini."
Detik berikutnya Anna bisa mendengar geraman rendah dari belakang bersamaan dengan tarikan rambutnya yang semakin kencang. Membuatnya harus menatap langit-langit yang tinggi sementara ia merasakan jilatan disepanjang leher hingga telinganya.
Tepat saat Anna hampir memejamkan mata karena tenggelam didalam perlakuan lembut itu, Demian berbisik dengan suaranya yang serendah lautan, "jangan menahannya lagi. Atau aku tidak akan mengasihanimu seperti yang kau lakukan padaku, Anna Stevenfield."
Demi apapun, godaan Demian terlalu kuat. Terlalu hebat. Terlalu sulit untuk dihindari.
Maka dengan mata yang terasa panas sebab hasratnya semakin bergejolak, Anna memutar tubuh kearah Demian dan menciumnya dalam-dalam. Tidak kuasa lagi ia menahan diri. Tentu pria itu menyambutnya dengan senang hati. Sudah terlalu lama Demian menunggu kesempatan ini. Kesempatan dimana ia bisa melesakkan lidah kedalam mulut Anna dan mengobrak-abriknya sesuka hati. Mengacaukan konsentrasi wanitanya dengan melucuti satu persatu pakaian indah yang melekat ditubuh Anna, bahkan kemeja satinnya telah robek sebelum terhempas ke lantai. Sementara si pemilik tubuh sudah pasrah dengan apa yang akan Demian lakukan terhadapnya.
Akan tetapi ciuman panas itu terhenti saat Anna sadar akan sesuatu. Lantas ia menjauhkan wajahnya untuk menatap Demian lebih jelas, "aku tidak membawa pakaian lagi. Kenapa kau robek pakaianku?"
"Peraturan pertama," sela Demian berdiri dan menanggalkan seluruh pakaian sebelum membaringkan tubuh Anna ditengah ranjang, "setiap kita bertemu, jangan pernah protes terhadap apa yang akan kulakukan padamu."
Terdengar lagi geraman rendah ketika Demian merangkak naik diatasnya, "peraturan kedua, jangan perlihatkan padaku lagi anting-anting besar yang membuatmu terlihat seperti wanita jalang."
Kedua alis Anna menukik kebawah pertanda ia tidak terima dengan sebutan wanita jalang yang baru saja didengarnya dari Demian.
"Peraturan ketiga," ponsel yang berdering diatas meja nakas diraih Demian dan ia matikan seenaknya. Entah darimana pria itu mengetahui password yang terpasang pada layar ponsel milik Anna, yang pasti, Demian tampak sibuk mengetik sesuatu sebelum kemudian ia lempar ponsel itu ke tepi ranjang, "tidak ada yang boleh mengganggu saat kita sedang bersama!"
Satu gerakan cepat membuat Anna kini berbalik menghadap ranjang.
"Angkat tubuhmu." perintah Demian tanpa intonasi. Tidak ada gerakan apapun yang dilakukannya selama beberapa waktu. Kemudian saat Anna tengah berpikir betapa anehnya ia sebab telah memperlihatkan seluruh bagian tubuhnya pada orang asing, sesuatu yang keras menyentak dibawah sana. Membentuk ritme cepat beberapa kali, kemudian melambat, lalu berubah cepat lagi. Terus berulang cukup lama hingga Anna meneriakkan nama pria itu pada akhir pelepasannya.
"Katakan namaku sekali lagi." pinta Demian merunduk dan melingkari leher Anna dengan jemarinya.
“D-Demian, kumohon berhenti..”
"Lagi."
"Demian, please.."
"Lagi." Seru Demian menambah sedikit eratan pada cekikannya.
"Demian.. Caleb, berhenti!"
Akhirnya Demian menjauhkan tangannya dan mencapai pelepasan sebelum menghempaskan tubuh Anna keatas ranjang begitu saja.
"Kau milikku."
**
Harry meneguk sisa birnya sampai habis. Kedua matanya terus saja memandangi sebuah foto yang saat ini ia pegang. Memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan seolah foto itu tiga dimensi.
"Dimana ya aku melihatnya.." kata Harry memutar-mutar foto tersebut hingga bosan, lalu melepaskannya diatas meja, "ah, entahlah. Kurasa dia hanyalah salah satu wanita yang pernah Demian tiduri."
Lalu Harry membaringkan tubuhnya diranjang sambil menjadikan kedua lengannya sebagai bantal. Sudah seharian ini ia memikirkan strategi yang cukup rapi untuk menjalankan misi yang ia terima saat pelelangan kasus tempo hari.
Calon Gubernur yang harus ia bunuh terlihat sangat dingin, tapi dari profilnya ia memiliki banyak panti asuhan.
Kebetulan, Harry adalah anak yatim piatu yang dibuang ke panti asuhan. Tidak ada yang pernah menjenguknya sedari kecil sampai ia memutuskan keluar dari panti asuhan itu dan bertemu dengan rekan bisnisnya yang sekarang, Demian Caleb. Pria yang luar biasa cerdas tapi rela menjual seluruh aset keluarga setelah kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan. Harry pernah mengutuknya karena ia cerdas dan bodoh secara bersamaan, tapi Demian tidak peduli. Ia memilih menjual aset keluarganya daripada harus menjadi korban perebutan harta waris bersama keluarganya yang lain.
"Sial, kemana sih dia!" rutuk Harry melempar ponselnya begitu saja keatas meja setelah gagal menghubungi Demian selama beberapa kali. Ia yakin saat terakhir Demian menelepon, ada suara wanita didekatnya. Sepertinya pria itu sedang mengancam seorang wanita. Hal yang tidak pernah Harry dengar ia lakukan karena biasanya semua wanita itu akan bertekuk lutut pada Demian tanpa repot-repot.
Ia lalu meraih ponselnya lagi dan menelepon seseorang.
"Ya bos?"
"Sudah kau selidiki siapa saja yang berada didalam foto yang tadi pagi kukirimkan padamu?"
"Sudah."
"Apa hasilnya?"
"Wanita tua di sebelahnya adalah istri keduanya yang baru ia nikahi setengah tahun ini, namanya Jullia. Sedangkan wanita disebelahnya adalah anak tunggalnya. Dia lumayan terkenal sebagai fashion blogger dan memiliki salah satu toko online terbesar di New Jersey."
"Siapa namanya?"
"Hm.. Namanya Beatrice Louie."
**
Aku harus ke New Jersey pagi ini. Sayang sekali harus melewatkan morning sex denganmu.Harry akan mengantarmu pulang. Tekan tombol cepat (1) di kontakmu jika tiba-tiba kau membutuhkanku. Tapi kau pasti membutuhkanku.Sampai bertemu lagi. Begitu beraninya Demian meninggalkan Anna setelah apa yang dilakukannya semalam. Wanita itu menatap isi pesan singkat didalam layar ponsel cukup lama, hanya untuk memastikan bahwa apa yang sedang ia alami nyata adanya. Mengundang rasa kesal yang amat sangat sehingga kedua matanya penuh dengan air mata dan tangannya bergetar sebab menahan amarah. Tapi Anna tidak punya waktu untuk meratapi nasib, ia butuh membersihkan diri dan kemudian pergi dari rumah tersebut secepat mungkin. Peraturan pertama,setiap kita bertemu, jangan pernah protes terhadap apa yang akan kulakukan padamu. Anna sedang masuk kedalam kamar mandi saat perkataan Demian tadi malam terngiang kembali
"Apa benar kata Tom kau tahu siapa Demian Caleb yang sebenarnya? Maka dari itu kau membiarkanku bersamanya tadi malam padahal aku takut setengah mati berada disana?" Robert Downey serasa baru saja menelan duri sehingga ia tersedak cake persik yang baru saja ia lahap. Pikirannya kalut seketika antara ingin berbohong atau bicara jujur pada artis kesayangannya itu. Meski akhirnya Robert mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Anna diatas meja, “Anna sayang, lili kecilku yang manis, aku tidak tahu siapa Demian Caleb sebenarnya. Waktu itu sudah larut malam, Tom dan Louie terus saja menggangguku. Aku tahu aku salah karena sudah mengabaikanmu demi kepentinganku sendiri. Maafkan aku Anna, kau tahu betul aku sudah tak punya pilihan lain untuk menghadapi ini." "Kau tahu apa yang dilakukannya terhadapku?" kata Anna sembari mengumpulkan keberanian untuk memaki. Robert mengernyit lucu dengan pikiran yang menerawang. Ah, ia tahu benar bahwa Anna ingin mengadu ba
Demian berusaha mempertahankan titik bidik terhadap lawannya satu persatu dengan susah payah. Tubuh Anna yang indah adalah penyebabnya, menjadi alasan satu mata belati lolos membelah epidermis bahunya beberapa saat lalu. Darah mengucur darisana, mengundang erangan kekesalan yang menjadi pemantik tembakan demi tembakan ke segala arah. Hari sudah semakin malam dan pria itu harus segera membenahi kekacauan yang terjadi akibat ulah salah satu saingannya dalam penyelundupan senjata api. Harry masih sibuk memimpin didepan, tembakan jarak jauh memang keahliannya dari dulu. Sementara Demian mengambil-alih situasi di gudang sebelah, dimana puluhan kotak berisi senjata api siap dipindah ke sebuah truk barang berukuran besar. “Selesaikan ini dalam waktu setengah jam, aku harus bertemu dengan Anna!” teriak Demian setelah melepas peluru pada arah kiri dua kali, berjalan menuju Harry yang baru saja menghabisi lima orang sekaligus. Sang partner praktis berbalik menatapnya,
Harry hanya bisa mendengus kesal tatkala Audi berwarna hitam metalik itu berhenti tepat didepan pintu masuk, sebab ia telah menunggu nyaris satu jam di lobi bawah. Namun betapa terperangahnya ia ketika Anna keluar dari bangku kemudi dan berputar kearah samping untuk membukakan pintu. Segera matanya melirik kearah samping kiri dimana salah satu pengawal sigap menghampiri mobil itu. Demian—keluar darisana seraya memegangi bahunya berpura-pura meringis kesakitan. Membuat dengusannya berubah menjadi helaan napas penuh kepasrahan karena tingkah laku sahabatnya itu benar-benar diuar dugaan. “Kau sudah mau mati,” katanya menghadang Demian yang hendak menuju kearah lift disamping Anna, “masih sempat-sempatnya memadu kasih.” “Berlebihan.” sergah Demian meninggalkannya tanpa dosa. Sementara Anna hanya menyunggingkan senyum canggung sebelum ia memasuki lift. Mengawasi Harry yang melarang para pengawal untuk mengikuti mereka sampai kelantai atas. Pikirannya mulai
Satu hari telah berlalu setelah Anna menghabiskan waktu semalam bersama Demian. Dan sejauh ini harinya berjalan baik-baik saja. Satu-satunya hal yang menjadi pembeda adalah memori tentang bagaimana Demian menghancurkan dirinya diatas ranjang dengan kuasa dan supremasinya yang melumpuhkan hati. Tetapi Anna tetap pada pendiriannya yang tidak ingin meminta perlindungan pada siapapun, terutama pada Demian Caleb kendati pria itu menawarkan perlindungan pada dirinya. “Terimakasih sudah datang di undangan makan siangku,” tiba-tiba Geraldine sudah muncul dihadapannya dengan senyuman yang kentara dibuat manis, “tapi.. kenapa belum kudengar kabar pengunduran dirimu di acara jamuan UNICEF minggu ini?" Bagi Anna, Geraldine adalah wujud ular dalam bentuk manusia. Dan ia tidak tahu apa yang direncanakannya didalam makan siang yang terlihat mewah itu. Ruangannya privat dan tidak ada satupun pengunjung diseluruh penjuru restoran. Anna menerka, Geraldine telah menyewa satu restoran u
Sebenarnya hidup Anna baik-baik saja. Dia meyakini itu dengan dirinya sendiri, tak peduli berapa juta orang yang menginginkannya untuk diri mereka, ataupun orang-orang yang iri hati dengan segala keberuntungan yang ia miliki. Hatinya kuat bagai teratai yang hidup diatas kolam meski wajahnya sehalus dandelion di padang bunga. Mungkin itu jugalah yang menarik hati banyak pria dari kalangan remaja hingga pria matang diluar sana. Tak terkecuali Demian Caleb. Fakta bahwa mafia tersebut mengirimkan seseorang dengan kulit sepucat langit hari ini telah membuat Anna tercengang-cengang. Pria itu menghampirinya di lobi bandara, dengan setelah lengkap dan satu tas yang dijinjing. Berdiri dihadapan Anna dan Tom yang memperhatikannya seperti melihat kakek-kakek penggoda remaja yang tersesat. Wajahnya kebetulan lugu, hingga Tom tak kuasa untuk tidak mengejeknya. "Hei, kakek Sugiono," Tom berkacak pinggang setelah putus asa mencari informasi dari agensi, 
Ethan menerima sebuah kartu dari Demian dan menyelipkannya kedalam saku. Dia menghela napas panjang, "kusarankan, ini terakhir kalinya kau berhubungan dengan Oscar. Kondisi psikologisnya sedang terganggu akhir-akhir ini." "Saran yang bagus. Untuk sekarang, berikan saja uang tunai sebesar yang dia minta." "Dan kemudian kau akan membiarkan dia melarikan diri dari polisi?" "Sampaikan padanya jangan kembali kesini sebelum situasi aman. Atau aku tidak akan memberikannya perlindungan lagi setelah ini." Demian hendak meninggalkan Ethan diujung lorong, tetapi langkahnya terhenti saat pria berkulit porselain itu memanggilnya lagi. "Sepertinya kesayanganmu memang sedang merindukanmu malam ini. Dia tak berhenti menatap ponselnya send
"... membuat gempar industri hiburan Amerika. Saat ini yang bersangkutan sedang menjalankan tugas negara menghadiri acara jamuan PBB. Sementara Geraldine menjalani pemeriksaan terkait tuduhan pencemaran nama baik artis beserta agensi yang dilayangkan oleh Robert Downey, CEO CamD Entertainment." Hanya jeda satu jam. Setelah Anna menghadiri acara besar jamuan PBB dia mendengar berita yang sangat tidak menyenangkan dari Tom. Layar ponselnya masih dipegang oleh Anna, sementara tangannya gemetaran menahan amarah dan kekecewaan. Geraldine sangat lancang, menghalalkan segala cara untuk mengalahkannya demi mendapat ketenaran dan simpati Amerika Selatan. Anna merasa dihempaskan pada jurang dalam-dalam dan sulit merangkak untuk memperbaiki namanya. Napasnya naik-turun dan air mata sudah berkumpul dikelopak tinggal menunggu untuk jatuh. Bahkan Duta Besar Amerika Selatan masih dudu