Dimitri's House.
Anna setengah bergumam membaca tulisan didepan gerbang besi megah berwarna hitam mengkilat. Kemudian dua orang pengawal didepannya merentangkan satu tangan mempersilakan mobil yang ditumpanginya masuk. Pengawal yang lain menekan headset dibelakang telinga seraya memberi kabar bahwa yang ditunggu telah sampai. Mereka--para pengawal berpakaian serba hitam seperti di kebanyakan film action--menjemput Anna di apartment-nya tepat pukul tujuh malam. Louie dan Tom melepasnya di pintu apartment dengan sangat berat hati."Oh yaampun, aku merasa seperti orang tua yang melepas anaknya pergi kerumah suaminya.""Louie, apa yang kau katakan! Dia mungkin akan mengalami pelecehan seksual, jadi aku memasang GPS di ponselnya!"Anna terus saja mengingat percakapan Louie dan Tom sebelum ia berangkat menuju rumah besar itu."Kau harus segera menekan tombol cepat di kontakmu jika terjadi sesuatu, mengerti? Aku dan Louie tidak akan tidur semalaman sebelum kau pulang, Anna. Dan kami sudah memberitahu polisi untuk bersiaga kalau kami menerima panggilan darimu.""Aku tahu ini lucu, tapi perasaanku mengatakan kau akan bahagia daripada menderita setelah bertemu si kakek gila itu."Anna berbelok kearah kanan sambil bergidik mengingat perkataan Louie. Ia menyadari ada taman dengan air mancur berlampu LED yang sangat indah baru saja dilewatinya. Setelah merasa yakin bahwa ia sudah berjarak puluhan meter dari pintu gerbang, akhirnya mereka sampai di lobi utama. Yang luar biasa mengagumkan. Penuh marmer lagi sangat estetik. Dan ketika Anna bermaksud untuk menghampiri rangkaian partisi cantik berisi deretan anggrek dan pohon olive yang terpajang rapi pada lorong sebelah kanan, satu pengawal mencoba mengembalikan perhatiannya."Lewat sini, nona." katanya mempersilakan Anna masuk kedalam lift. Ia terpaksa mengikuti dan meninggalkan partisi cantik itu. Pintu lift sudah terbuka saat Anna berpikir bahwa mungkin saja perasaan Louie benar.Ia terperangah dalam hitungan detik begitu melihat suasana ruangan yang baru saja mereka masuki.Sebuah bar. Anna yakin mirip seperti bar di hotel-hotel kelas bintang lima. Lantainya yang bermotif abstrak berkilauan, pencahayaannya yang temaram, jendela-jendela besar dan tinggi, wewangian lavender yang tersebar liar di udara, termasuk jenis-jenis minuman yang terpajang lengkap di galeri minuman. Contoh hedonisme sempurna yang selalu ia butuhkan di akhir pekan."Silakan, nona. Tuan sudah menunggu disebelah sana." si pengawal hanya mengantarnya sampai galeri minuman. Sisanya, Anna harus berjalan sendiri menuju kematiannya.Jadi ia mulai melangkahkan kakinya pelan-pelan, dengan bunyi stiletto yang menggema diseluruh ruangan berjalan menghampiri seseorang yang tengah duduk tenang membelakanginya disudut meja paling ujung dekat jendela.
Anna kira sosok penggemar fanatik yang selama ini ia pikirkan adalah seorang pria paruh baya atau kakek tua yang bau tanah, seperti apa yang dikatakan oleh Tom. Nyatanya--tatkala sepasang hazel mereka saling mengunci dan Anna berdiri dihadapannya--ia melihat seorang pria matang yang luar biasa mempesona, kedua bahunya lebar dengan surai berwarna ash brown, mengenakan kemeja hitam dan--
"Halo, sweetheart."--sangat tampan.Aroma amber yang bercampur dengan maskulin cedarwood memenuhi segera indera penciuman Anna. Ketika pria itu berdiri, Anna merasa seluruh dunia sedang menyerahkan dirinya pada sang pemilik rumah hingga ia tak menyadari bahwa satu detik kemudian lengannya ditarik dengan lembut. Membuat wanita itu beringsut mundur dan menepis lengan kekar didekatnya secara refleks.
"Tidak perlu takut padaku." katanya dengan suara yang menghipnotis. Lalu tanpa menunggu persetujuan si wanita, tangannya terulur lagi untuk kedua kali. Tak ada pilihan selain Anna membiarkan pria itu membawanya ke meja mereka, menarikkan kursi untuknya, kemudian mereka duduk berseberangan.Seorang pelayan membawakan beberapa makanan pembuka dan berbagai menu utama disertai satu botol vodka. Bola mata Anna bergerak-gerak meneliti semua masakan yang terlihat sangat lezat didepannya dan berujung menatap vodka tersebut agak lama.
"Devil Spring vodka.. Kau pernah mencobanya?"Anna memandangnya datar, menggelengkan kepala."Itu jenis vodka dengan kadar alkohol cukup tinggi. Tapi mengingat kau sudah akrab dengan brandy dan whisky, aku penasaran apakah kau bisa menghadapi jenis yang ini. Aku ingin kau mencobanya bersamaku." penuturan pria itu membuat Anna menelan ludahnya kasar. Ia berpikir pria dihadapannya belum menyebutkan nama sampai detik ini, tapi berbicara seolah sudah mengenal Anna sejak lama.Oh, tentu saja. Dia seorang penguntit! Penggemar gila!"Namaku Demian Caleb." akhirnya Demian memperkenalkan diri. Jangan salahkan Anna waktu ia refleks menganggukkan kepala sebagai tanda hormat sebab ia terbiasa menghormati semua orang sejak kecil, kendati setelahnya tersentak sendiri karena kebingungan kenapa melakukan hal sesopan tadi."Aku tidak ingin bersikap sopan padamu," Anna membuat nada suaranya lebih galak. Sesuai arahan Tom. Bahkan mereka berlatih didepan kaca untuk dialog-dialog yang sudah dan akan dikatakannya sekarang,"kau tidak berhak berbuat apapun padaku sekalipun Robert menyerahkan diriku padamu. Kuperingatkan, aku memiliki banyak koneksi polisi."Demian hanya mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. Sorot matanya yang setenang samudera mampu menenggelamkan seluruh keberanian Anna hingga ia tak memiliki apapun lagi yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri."Aku tidak pernah mendengar intonasimu yang ini. Apa Tom yang mengajarimu?"Dia bahkan memanggil nama Tom seolah bertemu setiap hari dengannya!"Aku serius Demian..Caleb?" Anna mengatakannya dengan nada pertanyaan. Namun kalimat itu membuat Demian menggigit bibir bawahnya hingga menciptakan aura sensual."Katakan namaku sekali lagi sayang."
Lucunya, Anna merasakan puluhan kupu-kupu berterbangan didalam perutnya sehingga ia mengeratkan kepalan tangan diatas kedua paha, "da-dan jangan memanggilku dengan sebutan sayang!"
Yang itu tidak ada dalam latihan dialog. Karena Tom tidak menduga si pria tampan yang disebut kakek gila olehnya akan menyebut kata sayang semudah ia mengucapkan kata tomat."Apa yang kau inginkan dariku? Aku tidak punya banyak waktu." kata Anna lagi menegakkan tubuhnya dengan harapan bisa mendapat keberanian lebih. Karena jujur saja, berada didekat Demian seperti berada didekat serigala. Panas dan menegangkan."Siapa yang bilang padamu kau tak punya banyak waktu?" Demian meraih piring dan meletakkannya kehadapan Anna,"aku sudah menunggu lama untuk berbincang langsung denganmu seperti ini."Daripada membalas perkataannya, Anna lebih kentara memerhatikan tindakan Demian saat ini yang dengan sibuknya mengambil makanan disana-sini dan menatanya kedepan Anna."Lasagna ini menggunakan resep asli Italia, karena biasanya lasagna disini banyak menggunakan resep turunan. Aku menambahkan kejunya dua kali lipat karena kau menyukai keju," lalu pria itu menempatkan makanan lain di sebuah mangkuk porselain, "kau cemberut seharian karena tidak mendapatkan sup ini di ulang tahunmu bulan kemarin kan?"Anna membelalakkan bola matanya melihat sup rumput laut yang memang ia inginkan dihari ulang tahunnya. Sungguh mencengangkan!
"Dan kita akan makan daging karena terakhir aku melihatmu makan daging adalah dua minggu yang lalu. Itupun kalau kau masih bertahan dengan dietmu yang tidak penting itu, aku tidak memantaumu lagi karena sibuk. Kau bisa makan dengan tenang karena tidak ada bawang putih disini."
Sekarang Anna terperangah. Demian pasti mengetahui kalau Anna alergi bawang putih. Dia tahu segalanya. Dia memang tahu segalanya!"Apa yang kau lihat sweetheart?" kata Demian setelah ia selesai menata makanan untuk Anna,"makanlah. Aku jamin tidak ada racun atau kandungan apapun yang akan membuat tubuhmu bereaksi aneh."Baiklah. Masih dengan mulut setengah terbuka karena terkejut, Anna perlahan menyuapkan makanan demi makanan kedalam mulutnya.Tidak dapat dipungkiri, rasa semua makanan itu memang ada di level paling premium."Aku tidak suka makan sambil bicara. Jadi mari kita habiskan makanan ini sebelum memulai kegiatan lainnya."
Kegiatan lainnya? Apakah ini semacam tur? Si bos mafia ini bercita-cita sebagai pemandu wisata? Dan akan memamerkan seisi rumahnya seperti pemandu museum di Italia?Ah, mungkin saja Anna berpikir terlalu jauh tentang pelecehan seksual. Ia lebih mirip orang aneh yang memiliki hobi bercerita. Mengingat fakta bahwa pria didepannya ini adalah mafia, dan mafia cenderung tidak memiliki teman dekat, bukan begitu?Jadi makan malam itu seperti yang Demian minta, tidak ada suara kecuali dentingan piring dan peralatan makan lainnya. Sementara Demian tidak bisa menyembunyikan kesenangannya melihat Anna menuruti permintaannya dengan mudah. Jika bisa dikatakan, ia seperti masuk kealam mimpi. Sudah berpuluh kali pria itu memimpikan makan malamnya seperti sekarang bersama Anna Stevenfield. Untuk ukuran seorang bos mafia yang memegang hingar-bingar kejahatan hampir seluruh daratan eropa, agak memalukan memang."Aku sudah selesai." seru Anna mengumumkan seperti peserta tur sekolah yang takut ditinggalkan rombongan. Sedangkan didepannya, Demian sudah lebih dulu menghabiskan makan malamnya sebelum wanita itu."Ya, aku bisa melihatnya," kemudian Demian mengangkat tangan sebagai kode untuk memanggil pelayan, "ambilkan dessert-nya."Sekali lagi, Anna terperangah. Sepertinya tadi makanan yang masuk kedalam perutnya sudah termasuk dengan jenis dessert, apakah ada dessert lain yang lebih mengagumkan? Ia melirik arlojinya cepat. Pukul setengah sepuluh malam."Tidak usah Demian, terimakasih atas makan malamnya. Aku harus pulang sekarang." sela Anna berdiri dan mendorong kursinya kebelakang.Tapi Demian dengan cepat meraih lengannya sebelum ia berbalik pergi, "hey, wow.. Apa kau sedang dalam antrian audisi menyanyi? Kenapa begitu terburu-buru?"Sontak Anna mundur satu langkah karena merasa takut, "a-aku harus pulang, ini sudah malam."Demian menegun untuk beberapa saat, lalu melepaskan tangannya dari Anna. Ia tidak boleh terlihat gegabah atau permata kecil yang sudah ia incar sedari lama didepannya sekarang akan lari. Dalam beberapa detik, ia sudah memiliki alasan lain dibenaknya yang cukup menjadi penghalang agar kesayangannya itu tidak jadi pergi."Kenapa kau harus pulang?" Demian maju selangkah lagi dan menyandarkan tubuhnya pada meja, "menurutmu Robert-mu itu mengkhawatirkanmu?"Anna mengarahkan tubuhnya kembali pada Demian sebab merasa terpancing. Membuat pria itu mengulas senyum ketika menyadari konsentrasi Anna mulai terganggu."Asal kau tahu saja, ketika aku memintamu sebagai imbalan, dia bahkan tidak bertanya lebih jauh tentang apapun. Padahal dia bisa saja membuat perjanjian denganku. Yang boleh, "lalu Demian menyentuh tengkuk Anna dengan satu tangan dan menariknya mendekat, "dan yang tidak boleh kulakukan terhadapmu."Sekali lagi, Anna merasa takut dan gugup dalam waktu yang bersamaan."Apakah benar begitu?" suaranya mulai bergetar karena jarak mereka semakin dekat. Demian bisa saja berbohong. Tapi ia bisa juga berkata jujur. Mengingat Robert Downey tidak pernah mempedulikannya selama ini."Tapi jangan membencinya sayang. Karena kita masih membutuhkannya nanti." kata Demian menghempaskan diri pada kursi. Raut wajahnya yang terlihat harus diwaspadai tadi telah berubah menjadi lebih santai. Ada binar menyenangkan didalam manik biru lautnya yang menyerupai mata naga."Kuberi saran," Demian membuka tutup botol vodka dan menuangkannya kedalam dua gelas berbeda, "kau lebih aman tinggal bersamaku. Aku terobsesi padamu dan akan melindungimu mati-matian. Selama kau bisa meyakinkanku bahwa kau baik-baik saja, kau masih bebas melakukan pekerjaanmu sebagai artis."
Anna mengatupkan rahangnya kuat-kuat. Tawaran macam apa itu? Lagipula tanpa dirinya, Anna masih memiliki Tom dan Louie yang selalu setia menemani.
"Tom?" diluar dugaan, Demian membaca cepat apa yang ada didalam pikiran Anna, "aku sudah cukup bersabar melihatnya menempel didekatmu seperti lumut diatas batu. Dan jangan harap aku mengijinkannya menghabiskan satu malam seatap denganmu lagi."
Ya Tuhan."Mengerikan bukan? Tapi apa kau tahu tempat paling aman didunia ini?" Demian menenggak vodka-nya perlahan seraya menghujam Anna dengan mata yang menghipnotisnya, "seseorang yang pikirannya terikat padamu setiap waktu."**
Tentu, bagi Anna tidak ada alasan yang cukup kuat untuk membuatnya bahkan sekadar mempertimbangkan tawaran dari pria didepannya sekarang. Hidup hanya sekali—dan jika ia menyerahkannya pada seorang mafia yang bergelimang kesesatan seperti Demian Caleb—hal itu tak ada bedanya dengan menyia-nyiakan kesempatan untuk hidup. "Terima kasih atas tawarannya, tapi aku bisa menjaga diriku sendiri." Anna menganggukkan kepalanya sedikit sebagai salam hormat, kemudian berbalik dan melangkah pergi. Sebenarnya Demian sudah menerka jawaban itu sehingga ia tengah memutar otak lagi untuk mencari berbagai alasan yang mungkin bisa menahan Anna agar tidak pergi, setidaknya untuk malam ini. Sangat mengagumkan bagaimana ia tidak menggunakan kekuatannya untuk melarang Anna pergi, seperti menahannya dengan pistol yang mengarah pada kepala atau mungkin perlakuan kasar seperti yang pernah ia berikan terhadap jalang diluar sana. Demian menginginkannya untuk jangka waktu yang panjan
Anna bersumpah, ia bisa melihat raut kepuasan terpampang nyata dari pria didepannya sekarang. Hanya terdengar suara pendingin ruangan dan sayup dunia luar yang berasal dari arah balkon yang terbuka. Angin malam membuat helaian rambutnya menari-nari disekitar wajah yang lambat laun berubah pias sebab kalimat yang dituturkan oleh Demian nyaris membuat jantung wanita itu lari dari tempatnya. Dirinya bertanya-tanya, mengapa semudah ini masuk kedalam perangkap pria jahat seperti Demian. Ia masih berdiri ditempatnya setelah meletakkan botol vodka. Kembali menatap Demian yang pandangannya terasa menyesatkan. “Kau seharusnya tidak mudah percaya pada orangsweetheart," Demian bangkit dan mengambil botol itu. Menenggak sisanya hingga habis sebelum mengusap bibir dengan ibu jarinya bak serigala yang memantau mangsa,"khususnya terhadap orang sepertiku." Memang salah Anna. Karena pengetahuan
Aku harus ke New Jersey pagi ini. Sayang sekali harus melewatkan morning sex denganmu.Harry akan mengantarmu pulang. Tekan tombol cepat (1) di kontakmu jika tiba-tiba kau membutuhkanku. Tapi kau pasti membutuhkanku.Sampai bertemu lagi. Begitu beraninya Demian meninggalkan Anna setelah apa yang dilakukannya semalam. Wanita itu menatap isi pesan singkat didalam layar ponsel cukup lama, hanya untuk memastikan bahwa apa yang sedang ia alami nyata adanya. Mengundang rasa kesal yang amat sangat sehingga kedua matanya penuh dengan air mata dan tangannya bergetar sebab menahan amarah. Tapi Anna tidak punya waktu untuk meratapi nasib, ia butuh membersihkan diri dan kemudian pergi dari rumah tersebut secepat mungkin. Peraturan pertama,setiap kita bertemu, jangan pernah protes terhadap apa yang akan kulakukan padamu. Anna sedang masuk kedalam kamar mandi saat perkataan Demian tadi malam terngiang kembali
"Apa benar kata Tom kau tahu siapa Demian Caleb yang sebenarnya? Maka dari itu kau membiarkanku bersamanya tadi malam padahal aku takut setengah mati berada disana?" Robert Downey serasa baru saja menelan duri sehingga ia tersedak cake persik yang baru saja ia lahap. Pikirannya kalut seketika antara ingin berbohong atau bicara jujur pada artis kesayangannya itu. Meski akhirnya Robert mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Anna diatas meja, “Anna sayang, lili kecilku yang manis, aku tidak tahu siapa Demian Caleb sebenarnya. Waktu itu sudah larut malam, Tom dan Louie terus saja menggangguku. Aku tahu aku salah karena sudah mengabaikanmu demi kepentinganku sendiri. Maafkan aku Anna, kau tahu betul aku sudah tak punya pilihan lain untuk menghadapi ini." "Kau tahu apa yang dilakukannya terhadapku?" kata Anna sembari mengumpulkan keberanian untuk memaki. Robert mengernyit lucu dengan pikiran yang menerawang. Ah, ia tahu benar bahwa Anna ingin mengadu ba
Demian berusaha mempertahankan titik bidik terhadap lawannya satu persatu dengan susah payah. Tubuh Anna yang indah adalah penyebabnya, menjadi alasan satu mata belati lolos membelah epidermis bahunya beberapa saat lalu. Darah mengucur darisana, mengundang erangan kekesalan yang menjadi pemantik tembakan demi tembakan ke segala arah. Hari sudah semakin malam dan pria itu harus segera membenahi kekacauan yang terjadi akibat ulah salah satu saingannya dalam penyelundupan senjata api. Harry masih sibuk memimpin didepan, tembakan jarak jauh memang keahliannya dari dulu. Sementara Demian mengambil-alih situasi di gudang sebelah, dimana puluhan kotak berisi senjata api siap dipindah ke sebuah truk barang berukuran besar. “Selesaikan ini dalam waktu setengah jam, aku harus bertemu dengan Anna!” teriak Demian setelah melepas peluru pada arah kiri dua kali, berjalan menuju Harry yang baru saja menghabisi lima orang sekaligus. Sang partner praktis berbalik menatapnya,
Harry hanya bisa mendengus kesal tatkala Audi berwarna hitam metalik itu berhenti tepat didepan pintu masuk, sebab ia telah menunggu nyaris satu jam di lobi bawah. Namun betapa terperangahnya ia ketika Anna keluar dari bangku kemudi dan berputar kearah samping untuk membukakan pintu. Segera matanya melirik kearah samping kiri dimana salah satu pengawal sigap menghampiri mobil itu. Demian—keluar darisana seraya memegangi bahunya berpura-pura meringis kesakitan. Membuat dengusannya berubah menjadi helaan napas penuh kepasrahan karena tingkah laku sahabatnya itu benar-benar diuar dugaan. “Kau sudah mau mati,” katanya menghadang Demian yang hendak menuju kearah lift disamping Anna, “masih sempat-sempatnya memadu kasih.” “Berlebihan.” sergah Demian meninggalkannya tanpa dosa. Sementara Anna hanya menyunggingkan senyum canggung sebelum ia memasuki lift. Mengawasi Harry yang melarang para pengawal untuk mengikuti mereka sampai kelantai atas. Pikirannya mulai
Satu hari telah berlalu setelah Anna menghabiskan waktu semalam bersama Demian. Dan sejauh ini harinya berjalan baik-baik saja. Satu-satunya hal yang menjadi pembeda adalah memori tentang bagaimana Demian menghancurkan dirinya diatas ranjang dengan kuasa dan supremasinya yang melumpuhkan hati. Tetapi Anna tetap pada pendiriannya yang tidak ingin meminta perlindungan pada siapapun, terutama pada Demian Caleb kendati pria itu menawarkan perlindungan pada dirinya. “Terimakasih sudah datang di undangan makan siangku,” tiba-tiba Geraldine sudah muncul dihadapannya dengan senyuman yang kentara dibuat manis, “tapi.. kenapa belum kudengar kabar pengunduran dirimu di acara jamuan UNICEF minggu ini?" Bagi Anna, Geraldine adalah wujud ular dalam bentuk manusia. Dan ia tidak tahu apa yang direncanakannya didalam makan siang yang terlihat mewah itu. Ruangannya privat dan tidak ada satupun pengunjung diseluruh penjuru restoran. Anna menerka, Geraldine telah menyewa satu restoran u
Sebenarnya hidup Anna baik-baik saja. Dia meyakini itu dengan dirinya sendiri, tak peduli berapa juta orang yang menginginkannya untuk diri mereka, ataupun orang-orang yang iri hati dengan segala keberuntungan yang ia miliki. Hatinya kuat bagai teratai yang hidup diatas kolam meski wajahnya sehalus dandelion di padang bunga. Mungkin itu jugalah yang menarik hati banyak pria dari kalangan remaja hingga pria matang diluar sana. Tak terkecuali Demian Caleb. Fakta bahwa mafia tersebut mengirimkan seseorang dengan kulit sepucat langit hari ini telah membuat Anna tercengang-cengang. Pria itu menghampirinya di lobi bandara, dengan setelah lengkap dan satu tas yang dijinjing. Berdiri dihadapan Anna dan Tom yang memperhatikannya seperti melihat kakek-kakek penggoda remaja yang tersesat. Wajahnya kebetulan lugu, hingga Tom tak kuasa untuk tidak mengejeknya. "Hei, kakek Sugiono," Tom berkacak pinggang setelah putus asa mencari informasi dari agensi,