Sekitar ribuan kilometer dari Royal Palace Amsterdam, Diandra duduk di tepi jendela kediaman keluarganya, Tagona.Ia duduk untuk menikmati angin malam yang berhembus lembut pada kulitnya.Bibirnya tersenyum dingin setiap kali matanya menatap layar ponsel yang sedang sibuk ia mainkan.“Janda Wajendra Terlibat Skandal! Tidur Dengan Pemimpin Renjana?!”“Video Syur Naura Tirta! No Cencored!”“Janda Wajendra yang Kesepian Menggoda Naga Asia Untuk Menghangatkan Ranjang?!”Diandra tertawa keras, lalu mengambil botol alkohol yang berada tidak jauh dari dirinya.“Seandainya kamu tidak merebut posisiku, Naura Tirta. Aran hanya milikku,” gumam Diandra di tengah hasratnya meminum alkohol.Tetapi, setelah beberapa detik kemudian ia termenung, Diandra kembali berbicara. “Ah... tidak. Aran bahkan sudah meninggalkanku sebelum denganmu.”Dia merasa hatinya lah yang paling hancur di dunia ini, tidak ada satupun manusia yang berpihak padanya. Setelah semua yang ia lakukan, bahkan kekasihnya pun ikut ber
Arjuna sama sekali tidak bergerak dari posisinya, dia duduk di sebelah Naura yang masih terpejam dengan selang infus menjalar. "Aku membawakan ini untukmu, jika kamu mati sekarang masa depanku bisa suram." Damian datang dan menyodorkan kotak pizza berukuran sedang. Arjuna menolaknya cepat. "Aku tidak butuh."Damian menghela napas tipis, tidak ada yang bisa memaksa pria itu sekarang. Sejak semalam Arjuna tidak memakan apa pun, makanan yang disiapkan oleh pihak Istana didiamkan begitu saja hingga dingin. Tak lama, ponsel Damian berdenting. Tangannya dengan cepat mengeluarkan ponsel dari saku jas. Alis kiri pria itu terangkat sekilas setelah melihat siapa yang mengirimnya pesan. "Kamu menggunakan Phantom?" tanya Damian setelah menyimpan ponselnya lagi. Email dari Phantom baru saja masuk, mereka menagih biaya pada pihak Renjana. Arjuna mengangguk tanpa menoleh. "Ya."Damian tersenyum tipis, lalu menarik kursi lain untuk duduk di samping pria itu. "Mereka menagih satu miliar dolla
"Jadi?" tanya Naura, dia duduk di hadapan Kate menuntut penjelasan. Kate menghela napas tipis, dia merasa bersalah karena berbohong. Tapi di sisi lain dia juga khawatir Naura akan kembali drop jika mengingat kejadian semalam. "Saya belum berhasil mendapatkan informasi rinci mengenai Phantom ini, namun dari yang saya dengar Phantom adalah organisasi gelap yang bahkan lebih berkuasa daripada pemerintahan negara manapun. Tidak sembarang orang bisa menggunakan jasa mereka, bahkan jika dia adalah orang kaya." Naura mengangguk singkat, dia mulai paham garis besarnya. Intinya mereka adalah organisasi ilegal yang berdiri lebih kokoh dari negara manapun. "Lalu apa alasan Arjuna menggunakan Phantom?" tanya Naura lagi.Kate menarik napas sejenak sebelum menjawab. "Sebelum Anda pingsan karena overdosis dan adegan intim Anda dengan–""Kate." Naura memotong tiba-tiba, membuat Kate dengan cepat menutup mulutnya tak mengerti, tapi wajah memerah Naura membuatnya paham.Dengan jantung yang ber
Suasana makan malam menjadi canggung karena semua orang mengkhawatirkan Naura, sementara yang dikhawatirkan sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Naura masih tidak mengerti mengapa suasana berubah canggung, serta kalimat Elia yang dipotong Helena begitu saja seolah sedang menyembunyikan sesuatu. Begitu makan malam selesai, mereka berpisah ke kamar masing-masing. Sementara Naura, hanya dengan lirikan mata wanita itu mampu membuat Arjuna mengerti bahwa ia meminta waktu untuk bicara. Arjuna membawanya ke kamar Naura, mereka berdiri di balkon kamar dengan Naura yang masih menatapnya penuh tuntutan. "Kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Naura, matanya datar menatap Arjuna. Arjuna menatap Naura sulit, mata hijau emerald pria itu selalu berhasil menembus pesona siapapun. "Aku tidak bermaksud--""Jadi kamu benar berbohong?" Potong Naura, raut wajahnya mulai menunjukkan amarah tipis.Arjuna mendekatkan jarak mereka, lalu dengan lembut menyentuh bahu Naura. "Aku berniat mencerita
Suasana Mansion nampak tenang dari dalam kamar Naura, wanita itu baru saja selesai mempersiapkan dirinya untuk tidur. Tetapi belum sempat ia merebahkan dirinya di kasur, suara ketukan pintu terdengar. Naura mengurungkan niatnya dan segera berjalan menuju pintu. Saat pintu dibuka, sosok Elia sudah berdiri dengan raut wajah cemas. "Ada apa, nona Elia?" tanya Naura, matanya kemudian melirik ke sekitar untuk memeriksa kondisi. "Mantan kekasih kak Arjuna datang, ada keributan di bawah," ucap Elia, membuat Naura mengerutkan keningnya dalam.Diandra kemari? Wanita itu sepertinya sudah gila berani menampakkan dirinya setelah semua yang telah ia lakukan.Naura dengan cepat mengambil cardigan dari kamarnya, lalu berjalan cepat untuk turun. Sedangkan Elia mengikutinya dari belakang. Sebelum benar-benar turun, Naura berhenti di ujung tangga untuk mendengarkan percakapan di bawah sana. Terlihat Arjuna, Perdana Menteri, dan Helena sedang menghadang Diandra untuk masuk. "Aku kemari untuk Naur
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Arjuna begitu melihat Naura muncul dari arah tangga. Pria itu telah menunggu sejak tadi di depan pintu kamar Naura. Naura tersenyum tipis untuk menenangkan pria itu sambil terus melangkah ke arahnya. "Hanya percakapan tak bermutu, dia memintamu untuk menarik semuanya." Arjuna menaikkan alis kirinya sekilas, lalu menyentuh lembut kedua bahu Naura. "Apa dia menyentuhmu?" Naura menggeleng. "Tidak sama sekali, jangan khawatir." Naura terdiam beberapa saat sambil menatap wajah cemas Arjuna, sebenarnya seberapa besar rasa khawatir pria itu? Arjuna terus menerus mencoba melindunginya meskipun Naura menolak, sekilas dia teringat dengan kehidupan masa lalunya. Sekarang semua sudah berubah, dia tidak sendirian lagi."Kamu bisa meminta apa pun padaku, aku tidak mungkin menolak," ucap Arjuna, lalu mengelus lembut pipi Naura. Naura merasakan kehangatan menjalar di tubuhnya, dia mengangguk lembut. "Kalau begitu sekarang kamu istirahat, sudah sangat larut s
Tiap bangsawan telah berada di atas kudanya masing-masing, kuda Arjuna berada di samping Naura persis.Saat ini Perdana Menteri yang berperan sebagai tangan kanan raja tengah menjelaskan peraturan dari event berkuda tahun ini. Pihak kerajaan telah memasang pita dengan warna-warna tertentu. Tiap warna memiliki jumlah poinnya sendiri. Pita merah bernilai sepuluh poin, pita hijau tiga puluh poin, pita ungu lima puluh poin, dan terakhir pita dengan warna emas bernilai seratus poin. Saat raja menembakkan pistol ke udara, maka acara berkuda berarti telah dimulai. Naura mengendarai kudanya memasuki hutan, Arjuna menyusul kecepatan wanita itu. Mereka beriringan memasuki hutan. "Pita merah!" ucap Naura, bibirnya tersenyum melihat pita biru di dahan pohon. Selagi Naura mengambil pita yang baru saja ia lihat, Arjuna terus melangkah maju untuk mengambil pita miliknya di tempat lain. Pria itu bergerak seolah telah hafal di mana letak para pita."Tunggu di sini," ucap Arjuna. Naura hanya me
"Terima kasih," ucap Naura saat Arjuna menggendongnya. Naura mengutuk tanah licin yang membuatnya terjatuh, kedua kakinya terasa sangat lemas sekarang. Dengan hati-hati pria itu meletakkan tubuhnya kembali di tanah dan bersandar pada batang pohon besar. "Bagaimana bisa kamu kemari?" tanya Arjuna bingung, raut wajahnya terlibat khawatir. Naura balas menatap bingung. "Petunjuknya mengarah kemari, bukan?" Arjuna menggeleng. "Ini area terlarang, Naura. Banyak hewan buas yang berkeliaran di sini." Naura tertegun, area terlarang? Lalu mengapa papan petunjuknya mengarah kemari?"Apa ada bagian tubuhnya yang sakit?" tanya Arjuna, berusaha memastikan bahwa Naura baik-baik saja.Naura menggeleng. "Aku hanya terkejut, tapi... Kaki memang cukup sakit."Arjuna melirik kaki Naura, kemudian perlahan melepas sepatu Naura. "Supaya tidak kaku," ucap Arjuna, lalu duduk di samping Naura setelah selesai melepaskan sepatu. "Tangan," ujar Arjuna lagi, tangan kanannya bergerak mencari sapu tangan di
Sehari setelahnya, Naura seperti biasa sibuk mengurus berbagai macam pekerjaan. Masalah internal Tirta sudah mereda berkat dana investasi yang diberikan Althaf. Perusahaan pun dapat kembali berjalan seperti sedia kala.Damian pun secara rutin selalu mengirimkan laporan mengenai perkembangan Renjana, pria itu mengabarkan bahwa Renjana menggelar rapat tertutup. Helena meminta Naura untuk hadir, namun dengan hati-hati ia menolaknya. Meskipun Helena sendiri yang mengundangnya, rapat itu tetaplah bersifat internal. Naura segan untuk bergabung, dia belum menjadi istri sah Arjuna. Helena sepertinya telah memantapkan hatinya, wanita itu berhasil bangkit dari keterpurukannya untuk berdiri melindungi Arjuna. Situasi anak dan ibu itu memang sedang berada di ujung tanduk. Di tengah kesibukannya, ponsel Naura lagi-lagi berdering. Naura hanya melirik sekilas, keningnya terlipat bingung karena penghubungnya adalah nomor tak tak dikenal. "Tolong angkat untukku, Kate," pinta Naura sambil kembal
Senyum Jordan yang semula ramah kini berubah sama dinginnya dengan Naura, kilatan kebencian muncul selintas di matanya. "Nyonya Tirta, alangkah baiknya jika Anda tidak ikut campur lebih dalam. Internal Renjana adalah sesuatu yang tidak bisa diusik pihak manapun, saya peringat--""Tuan Jordan, apa kalimat saya yang sebelumnya kurang jelas untuk Anda?" potong Naura, tidak takut pada penekanan Jordan. "Aku adalah bibi Arjuna, berani-beraninya kamu memperlakukanku seperti ini?! Aku sungguh tidak akan rela jika ternyata keponakanku menikahi wanita angkuh sepertimu!" balas Lina sambil terus menatap tajam Naura. Naura tersenyum tipis. "Tidak ada maksud sedikitpun untuk dianggap angkuh. Tetapi amanah tetaplah amanah, saya hanya ingin menjaga kepercayaan calon ibu mertua saya." Jordan mengerutkan keningnya. "Apa kami menurutmu adalah kekonyolan Renjana? Saya adalah sepupu yang jelas memiliki darah kental Renjana seperti Arjuna, di mana etika Anda--""Tuan Jordan, jika itu yang memang Anda
Naura menatap Zafir dingin, saat pandangan mata mereka bertemu perasaan jauh yang membeku semakin terasa. Pria itu benar-benar memutuskan untuk mengakhiri kerjasama Wajendra dan Tirta hanya karena darah untuk Arjuna? Jika kerjasama dibatalkan maka kemungkinan besar kedua belah pihak akan rugi puluhan miliar dalam sekejap, Naura tidak mengerti jalan pikiran Zafir saat ini. Naura kemudian menarik kasar tangannya dari Zafir, membuat kembali jarak di antara mereka. "Itu keputusanmu?" tanya Naura. Zafir tidak menjawab, matanya hanya menatap tajam Naura. Naura tersenyum tipis. "Kalau begitu terima kasih banyak atas waktu yang telah Anda sisihkan untuk saya. Mohon maaf jika mengganggu--""Justru harusnya aku yang bertanya. Apa ini keputusan yang kamu ambil? Pria itu sedang berada di ambang kehancuran dan--""Saya permisi, tuan Wajendra. Masalah pembatalan kerjasama, mari kita bicarakan setelah ini. Saya masih memiliki keperluan lain, terima kasih." Potong Naura balik, lalu melangkah ke
Keesokan harinya, mobil Naura mulai memasuki wilayah Mansion Wajendra. Pintu gerbang terbuka lebar tanpa ragu, seolah sang tuan rumah telah memberikan amanat untuk menyambut kedatangannya kapanpun. Tanpa Naura tahu, beberapa meter sebelum mobilnya melewati gerbang masuk Mansion Wajendra seseorang berlari cepat ke dalam.Begitu mobil terparkir rapi di halaman depan, belum sempat Naura keluar dari mobilnya dari arah dalam Mansion muncul Zafir yang melangkah keluar sambil menggendong Zevan. Naura turun dengan tenang, memasang senyum tipis sebagai bentuk formalitas."Naura?" ucap Zafir dengan raut wajah yang tertegun, seolah tak menyangka Naura mengunjunginya. Naura mengangguk tipis. "Maaf karena saya berkunjung tanpa menghubungi Anda lebih dulu, tuan Wajendra."Zafir tersenyum semakin luas, menggeleng pelan. "Masuk dulu, kebetulan aku juga memiliki beberapa hal yang perlu disampaikan.""Mama!" Zevan tiba-tiba berbicara, anak itu tersenyum riang ke arahnya. Naura tertegun, seingatnya
Semua orang di ruang interogasi membatu di posisinya begitu melihat Naura menampar keras Diandra. "Jangan limpahkan emosimu pada orang lain, kamu sendiri lah yang mengkhianati Arjuna di masa lalu," ucap Naura dingin, lalu terdiam sejenak dan melanjutkan. "Tirta kotor karena rela melakukan apapun demi uang? Bukankah semua manusia memiliki perasaan seperti itu? Tetapi setidaknya mereka tidak menggunakan cara untuk merangkak ke ranjang penguasa dan mengkhianati pasangan sendiri."Semua orang menahan napas dalam, kalimat Naura sangat tajam dan valid. Tidak ada yang bisa membantah wanita itu. Tetapi Diandra perlahan kembali tersenyum dan menatap Naura datar. "Dia juga akan meninggalkanmu, Naura. Seperti mantan suamimu itu," ucap Diandra dengan seringaian tipisnya. Naura masih tetap tenang. "Itu hanya harapan pribadimu, bukan?"Diandra terkekeh. "Benar, tetapi kenyataannya juga akan begitu. Aku peringatkan kamu untuk tidak terlalu percaya pada Aran. Dia tidak jauh berbeda seperti manta
Naura melangkah masuk ke bilik rumah sakit Arjuna, dia melihat sosok Helena yang bahkan tak berubah posisi sejak awal kepergiannya serta kondisi Arjuna yang masih belum sadar.Helena yang menyadari kedatangan Naura pun menoleh cepat, pandangan matanya masih lemas dan cemas. "Ibu." Naura mendekati Helena dan memeluknya, membuat Helena perlahan kembali terisak. Ia mengelus lembut punggung Helena yang gemetar. "Semuanya akan baik-baik saja, bu.""Bagaimana... Bagaimana jika tidak?" balas Helena lirih. "Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja," jawab Naura cepat. Helena melepas pelukan mereka, lalu menggenggam lembut tangan Naura. Naura tersenyum tipis. "Aku sudah menenangkan para investor, perusahaan Renjana akan baik-baik saja setidaknya untuk satu minggu kedepan." Lalu ia melirik Arjuna. "Bagaimanapun kehadiran Arjuna sangat penting. Jika dalam satu minggu Arjuna belum bangun, kita harus memiliki rencana yang lain."Helena terdiam, meskipun di awal dia sempat lega mendengar p
Naura menarik napas dalam sebelum melangkah keluar dari mobil. Ditemani Damian dan Kate, Naura berjalan mantap masuk ke dalam gedung perusahaan utama Renjana. Aura dominasinya terasa kental, banyak orang yang menatapnya bingung namun enggan bertanya begitu pandangan mereka bertemu. Saat pintu ruang rapat terbuka, kakinya melangkah masuk dengan elegan. Seluruh investor dan jajaran petinggi Renjana spontan berdiri, namun raut wajah mereka nampak kebingungan. Setelah duduk di kursi pemimpin rapat, suara bisik-bisik gaduh semakin terdengar. Tetapi kericuhan itu terhenti begitu Naura meraih mic di atas mejanya. "Selamat sore, para investor serta jajaran Renjana yang terhormat." Hening. Semua orang seolah menahan napas, tak ada satupun yang menggeser tatapannya dari Naura. "Kehadiran saya di sini tidak lebih dari menjalankan mandat dari nyonya besar Renjana. Oleh karena itu, saya--""Jadi benar bahwa tuan Renjana dalam keadaan kritis?""Apa?! Berita itu benar?! Lalu bagaimana masa d
Tubuh Arjuna perlahan melemas, keduanya perlahan terduduk di aspal dengan posisi saling memeluk. Mata Naura masih mengunci sosok Diandra yang ikut menatap syok. Tak lama Damian muncul dengan pengawal Renjana, tubuh Diandra ditarik kasar dan diseret menjauh. Damian membantu Naura untuk menopang tubuh Arjuna, lalu mobil datang dan segera membawa mereka ke rumah sakit. Raut wajah Arjuna kini pucat total, keringat dingin dan darah segar membasahi tubuhnya. Tangan Naura gemetar menggenggam lengan pria itu, kedua matanya sedikit memerah karena menahan rasa takut di hatinya. Arjuna harus baik-baik saja, mereka akan baik-baik saja. Naura berusaha terus menanamkan pikiran positif di kepalanya. Sampai di rumah sakit, pihak mereka bergegas memindahkan tubuh Arjuna ke ranjang roda. Mereka melangkah cepat menuju ruang operasi darurat. Arjuna mulai tak sadarkan diri, sedangkan darahnya masih terus mengalir. Wajah Naura ikut pucat karena khawatir, sekujur tubuhnya dingin melihat pri
Pagi hari Naura tidak bersiap ke kantor atau butik seperti biasanya, wanita itu kini tengah sibuk mengaduk adonan cheesecake di dapur. Mengingat janjinya pada Ana kemarin, dia dengan senang hati mengabulkan permintaan anak manis yang selalu bergelayut manja padanya. Menunggu kue benar-benar matang sempurna di dalam oven, Naura mencuci tangannya dan meraih ponsel di atas meja. Naura membuatkan kue untuk beberapa orang, tidak hanya Ana. Tetapi untuk itu ia ingin memberi Arjuna sebagai orang pertama yang menerima masakannya. Dua hingga empat panggilan, tak ada satupun yang terjawab. Naura mengerutkan keningnya tipis, tidak biasanya Arjuna mengabaikan panggilannya. "Nyonya, apa... Sisa kue ini bisa saya bagikan ke tuan Damian?" tanya Kate yang juga ikut membantu Naura di dapur. Naura menoleh dan tersenyum. "Tentu saja." Lalu ia teringat kejadian di pantai saat dirinya tengah prewedding. "Kate.""Ya, nyonya?" balas Kate cepat sambil merapikan barang-barang dapur. "Apa hubunganmu de