Naura melangkah menuju halaman depan Mansion Tirta diikuti oleh Kate. Penampilannya terlihat sangat memukau hari ini, setiap kali ia berpapasan dengan pelayan, maka semuanya akan menyapa sambil memuji kagum. Long dress satin berwarna ungu yang dipadukan syal scraft bulu berwarna hitam terlihat sangat menyatu dengan aura Naura. Tajam dan sexy. "Tuan Renjana sudah menunggu di depan," ucap Kate sambil terus mengikuti langkah Naura. Naura mengangguk, dia segera mempercepat langkahnya. Begitu sampai di halaman depan, bibir Naura tersenyum. "Menunggu lama?" tanya Naura, lalu meletakkan tangannya di atas tangan Arjuna yang terulur untuknya. "Bukan masalah," jawab Arjuna. "Seribu tahun pun dia akan rela jika itu untuk Anda, nyonya," sahut Damian, lalu terkekeh kecil bersama Kate. Naura tersenyum lebih dalam mendengarnya, sementara Arjuna tidak menampilkan ekspresi apa pun, hanya melirik tajam sahabat lamanya. Karena acara akan dimulai dalam dua jam lagi, maka Naura dan Arjuna bergeg
Keluarga sembilan pilar negara berkumpul, dimulai dari Renjana, Wajendra, Tirta, Homas, Bara, Drogo, Buana, Mandalika, Saga. Orang-orang elite teratas memiliki meja khusus, mereka berada di lantai atas dan menghadap langsung ke pengantin yang ada di lantai bawah. "Laju inflasi memang sulit ditekan, permainan sang miskin dan kaya memang tidak bisa dihentikan," ucap tuan Bara, mengomentari topik pembicaraan mereka. Zafir mengangguk. "Itu benar, karena jika dihentikan akan menghilangkan keseimbangan dunia. Oh... Ada berita baru saat saya menonton siaran tadi pagi, nilai rupiah semakin menurun setiap harinya." "Itu benar, tuan Wajendra. Dollar semakin tinggi, tahun 2021 lalu mereka masih ada di angka tiga belas hingga empat belas ribu, namun sekarang sudah hampir mencapai enam belas ribu. Sementara rupiah tidak ada kemajuan," saut kepala keluarga berkuasa yang lain. "Bagaimana menurut Anda, tuan Renjana? Di antara yang lain, Anda tentu yang paling mengenal kondisi dunia, bukan?" tany
"Ah... Sepertinya saya perlu menemui presiden juga.""Benar, saya juga. Permisi, tuan-tuan.""Kalau begitu saya ikut, kebetulan saya lupa memberi selamat kepada pengantin saat datang."Satu persatu, orang-orang di meja itu menyingkirkan dirinya. Mereka tidak mau terlibat konflik internal antara Wajendra dan Renjana. Setelah di meja benar-benar tersisa mereka berempat, Arjuna berdiri sambil menarik lengan Naura, lalu melangkah meninggalkan meja tanpa bicara. Zafir memijit keningnya, lalu melirik Evelyn tajam. "Jangan pernah mengungkit soal anak pada Naura di hadapan para keluarga besar, kamu hanya membuatku malu dengan kejadian ini!" Evelyn mengerutkan keningnya. "Malu? Aku hanya bertanya mengenai--""Kamu tahu Naura sulit hamil dan malah mengungkit hal itu di depan tamu lainnya. Itu tindakan bodoh yang memalukan untuk Wajendra!" Potong Zafir dengan nada bicara yang rendah dan menekan. Pria itu berdiri dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Evelyn seorang diri di meja sambil membaw
Acara berlangsung meriah seperti biasa, Naura telah kembali dari toilet dan sekarang tengah sibuk berpamitan dengan pengantin. Arjuna sudah menunggu di bawah, pria itu telah berpamitan lebih dulu bersama para kepala keluarga yang lain. Tetapi di tengah kemeriahan itu, suara teriakan wanita terdengar dari ujung gedung, membuat semuanya menoleh penasaran. "Jangan ada yang mendekat! Atau wanita ini akan aku tembak kepalanya sekarang juga!" Seorang pria yang mengenakan kemeja putih dengan rambut berantakan itu menahan tubuh salah satu tamu undangan wanita dan menempelkan pistol ke kepalanya. Penjaga berlarian ke dalam, semuanya mencoba mencerna kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Ada apa? Naura mengerutkan keningnya, saat sibuk menatap ke depan pengantin wanita di sebelah berteriak tertahan. "Kamu kenal pria itu?" tanya Naura pada mempelai wanita. Mempelai wanita dengan ragu mengangguk, tangannya gemetar memegang lengan suaminya. "Itu Dava, mantan kekasihku."Naura menaikkan alis
Evelyn membuka matanya perlahan, pemandangan pertama yang ia lihat adalah atap rumah sakit kemudian sosok Arjuna yang duduk di dekat ranjang pasien Naura. Tak lama wanita itu ikut terbangun, Arjuna pun segera berdiri dan ribut memanggil dokter. Dokter tiba, lalu dengan cepat memeriksa kondisi Naura. Tak ada seorang pun yang sadar bahwa Evelyn telah siuman. Wanita itu mengerutkan keningnya, di mana Zafir? Mengapa di saat seperti ini suaminya tidak menjaganya seperti yang dilakukan Arjuna pada Naura?Suara pintu ruangan yang dibuka pun terdengar, sosok Zafir muncul sambil menggendong Zevan. Tetapi yang dilihat pria itu begitu masuk bukan Evelyn, melainkan Naura yang baru saja siuman. Evelyn mengerutkan keningnya lemah, mengapa Zafir tega melakukan hal itu padanya? Seharusnya pria itu memperhatikannya! Bukan Naura!"Zafir..." Panggil Evelyn dengan segenap tenaganya, kerongkongannya terasa sangat kering. Zafir dengan cepat menoleh ke Evelyn, pria itu baru sadar bahwa istrinya telah
Sebagai bentuk permintaan maaf atas kejadian tidak mengenakan kemarin di acara pernikahan putrinya, tuan Bara mengundang Arjuna, Naura, Zafir, dan Evelyn untuk makan bersama di kediamannya. Kondisi Naura sudah baik-baik saja, meskipun sesekali ia masih merasakan sakit kepala. Sedangkan Evelyn, kedua kaki wanita itu masih dililit oleh perban tipis. Ia masih bisa berjalan normal meskipun lukanya belum benar-benar sembuh. "Saya sungguh memohon maaf atas kejadian tidak mengenakan kemarin, tuan dan nyonya," ucap tuan Bara, kepalanya sedikit menunduk untuk menunjukkan penyesalan. Naura tersenyum tipis. "Hari sial tidak tercatat di kalender, tuan Bara. Saya dapat memaklumi hal tersebut.""Sikap Anda sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan penyesalan dan tanggungjawab," jawab Arjuna dengan kalimat yang lebih berani. "Jadi benar bahwa pria itu sebelumnya memiliki hubungan dengan Anda, nona?" tanya Zafir, menatap putri tuan Bara yang duduk di samping suaminya. Tiara mengangguk tipis, sem
Situasi 'tegang' juga terjadi pada Arjuna dan Zafir. Begitu makan malam selesai, tuan Bara mengajak mereka ke halaman depan untuk mengobrol santai sembari menunggu para nyonya itu kembali dari toilet. Tidak ada yang aneh dari pembicaraan hingga akhirnya tuan Bara tidak sengaja mengungkit masa lalu yang membawa percikan api antara Arjuna dan Zafir. "Itu benar, waktu memang cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin saya dapat beraktiftas dengan tubuh bugar, namun sekarang sudah menjadi pria tua seperti ini," ucap tuan Bara, tertawa mengenang masa jayanya. "Sekarang pun Anda tetap terlihat bugar, tuan Bara. Untuk umur Anda yang sekarang namun masih dapat memegang puluhan cabang besar adalah hal yang luar biasa," balas Arjuna. "Itu benar, bahkan saya berharap jika tua nanti akan memiliki kesehatan tubuh seperti milik Anda," ujar Zafir menambahkan. Tuan Bara tertawa senang karena mendapat pujian Arjuna dan Zafir, lalu ingatannya tidak sengaja mengingat momen lima tahun lalu. "Saya
Di dalam perjalanan pulang menuju Jakarta, Naura menyandarkan tubuhnya pada bangku pesawat di samping Arjuna. Arjuna melepas jas-nya dan kini sibuk menggenggam hangat tangan Naura, pria itu juga ikut menyandarkan tubuhnya. "Mengapa tidak ada hal baik setiap kali kita pergi ke luar kota atau negeri?" ucap Naura dengan mata terpejam sambil mengingat rangkaian kejadian di pernikahan putri tuan Bara. Arjuna menoleh ke Naura, memperhatikan raut lelah wanita itu. "Kamu kesal?" tanya Arjuna. Naura kembali membuka matanya, mengangguk tipis. "Tentu saja, melihat orang lain mencoba meniru setiap gerakan yang kamu lakukan, itu menjengkelkan, bukan?" jawab Naura, di akhir kalimatnya ia ikut menoleh. "Kamu benar-benar berbicara padanya di toilet?" tanya Arjuna lagi. Naura mengangguk, lalu menghela napas. "Iya, meskipun pada akhirnya dia tetap berusaha meniruku.""Sepertinya ada masalah di antara mereka berdua," balas Arjuna, kemudian tangannya beralih mengelus kepala Naura lembut. Naura t
"Nyonya, bukankah itu tuan Renjana?" ucap Kate dari kursi depan, membuat Naura membuka matanya dan mencoba melihat ke depan. "Benar, itu beliau. Sepertinya tuan Renjana menunggu kepulangan Anda cukup lama, nyonya," balas tuan Benjamin yang menyetir mobil. Dari dalam mobil Naura melihat sosok Arjuna telah berdiri menunggunya di depan pintu masuk. "Sudah berapa lama ia di situ?" tanya Mela yang juga ikut terkejut. Setelah mobilnya berhenti, Naura dengan cepat turun dan melangkah mendekati Arjuna. "Kamu di sini?" tanyanya bingung. "Astaga, apa kamu sudah menunggu kami lama, nak?" tanya Mela khawatir. Arjuna tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Tidak, aku juga baru saja tiba." Naura menaikkan alis kirinya, lalu menggeser tatapannya ke arah Damian yang seolah tertekuk rapat. Sepertinya Arjuna berbohong agar tidak membuat ibunya khawatir. "Kamu baru pulang bekerja?" tanya Mela lagi, menatap Arjuna penuh perhatian. Arjuna mengangguk. "Benar, aku kemari karena ada beberapa hal y
Zafir masuk ke dalam ruangan kerja Evelyn dengan raut wajah datar, pandangan matanya mendingin. Saat tatapan mereka bertemu, dengan cepat pria itu bertanya,"Itu ulahmu?"Evelyn dengan mata sembabnya berusaha tenang, meskipun air matanya tidak lagi mengalir deras seperti sebelumnya. "Kamu bicara soal apa, Zafir?" tanya Evelyn, pandangan matanya mulai sedikit kosong tiap kali menatap Zafir. Zafir mengepalkan tangannya. "Tidak perlu bertingkah polos! Itu ulahmu, bukan? Kamu yang sengaja mengatakannya pada Naura?!"Evelyn mengerutkan keningnya, lalu tak lama ia kembali membalas dengan tatapan datar. "Oh? Soal kamu ingin menikah lagi dengannya?" tanya Evelyn. Zafir menggertak kan giginya marah, lalu melangkah mendekati Evelyn dan menggebrak meja kerja wanita itu. BRAK!"Jadi benar? Kamu yang membuat Naura berpaling dariku?!" tanya Zafir, dia marah total karena Evelyn mengacaukan rencananya. Evelyn masih menatap Zafir dengan tenang meskipun kedua tangannya diam-diam gemetar di bawah
Naura melangkah menuju lokasi pesta kembali, suasana hatinya terasa kosong sekarang. Pembicaraannya dengan Evelyn sangat menguras energi. Dia sengaja berhenti di bibir tangga, memperhatikan para tamu yang sibuk bercengkerama. Tak lama suara pria yang tak asing terdengar dari arah belakangnya, begitu menoleh Naura mendapati sosok Zafir sedang tersenyum ke arahnya. "Ada apa?" tanya Zafir begitu mendapati Naura berdiam diri di bibir tangga. Naura memperhatikan pria itu sejenak, ia kembali teringat dengan cerita Evelyn. Diam-diam hatinya bertanya, bagaimana bisa wajah setenang ini yang dulu sangat ia cintai berubah jadi sosok yang bahkan sulit untuk Naura kenali kembali?"Naura, kamu baik-baik saja?" tanya Zafir bingung setelah melihat Naura hanya diam menatapnya. Naura tersadar, dia dengan cepat menarik pandangannya dari Zafir dan tersenyum formal. "Iya, maafkan saya.""Kamu sedang tidak enak badan?" tanya Zafir khawatir, lalu mencoba untuk menyentuh kening Naura. Naura dengan ce
Evelyn terisak hebat saat menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya, sementara Naura hanya diam menyimak. Pandangan matanya mendingin setelah mendengar Zafir dan Malini ingin menjadikan dirinya nyonya Wajendra kembali setelah mereka menggantikannya dengan Evelyn. Bahkan mereka menekankan posisi 'nyonya' dan 'ibu'? Itu menjijikan. Melihat Evelyn yang lemas karena terlalu lama menangis membuat hati Naura sedikit terenyuh, dia dapat memahami rasa sakitnya. Tetapi haruskah ia peduli? Mereka lah yang menginginkan takdir seperti ini, semua rasa sakit mereka timbul karena pilihan sendiri. "Jadi, aku mohon... Bantu aku untuk menjadi sepertimu, aku hanya ingin mempertahankan posisiku," ucap Evelyn, wanita itu kembali memohon. Naura mengerutkan keningnya samar, kondisi terisak wanita itu sukses membuat Naura teringat dengan dirinya sendiri. Dulu dia juga menangis seperti itu, menyalahkan dirinya sendiri atas kekurangannya. Padahal mereka lah yang menginjak-injak dirinya. "Apa yan
Pesta berlangsung meriah meskipun ada kedinginan yang diam-diam menyelimuti mereka. Naura menikmati suasana pesta meskipun Malini terus menerus 'mengusiknya'. Dia masih belum mengetahui alasan Malini melakukan hal itu. Naura mencoba untuk menyingkir dari pusat pesta, dia menepi sejenak untuk kemudian melangkah mencari kamar kecil. Mansion ini dulu adalah miliknya, dia tidak memerlukan bantuan siapapun untuk mencari sesuatu di sini. Sebelum benar-benar pergi ke kamar kecil, Naura sempat memperhatikan Zafir. Pria itu tersenyum seperti biasa, menyapa para tamu mendampingi Malini. Tetapi entah bagaimana Naura merasa ada yang aneh di sini, entah itu situasi ataupun perilaku mereka.Lagi-lagi, Naura mencoba mengabaikannya. Meskipun Evelyn telah mengatakan hal tidak masuk akal saat di Solo kemarin, Naura masih tetap tidak bisa mempercayainya. Untuk apa pria itu menginginkannya lagi? Mereka lah yang membuang Naura. Tidak ada alasan untuk menyesal. Naura meninggalkan area pesta untuk
Hari ulang tahun nyonya besar Wajendra itu akhirnya tiba, acara dilaksanakan di Mansion utama Wajendra. Naura ikut hadir untuk mendampingi ibunya, kedatangan mereka pun segera menjadi pusat perhatian. Naura menatap sekitaran Mansion, tidak banyak yang berubah sejak terakhir kali ia kemari untuk mendatangi ulang tahun Zevan. Malini yang melihat kehadiran Naura dan Mela pun segera menghampirinya, tindakan ini pun langsung menjadi pusat perhatian lebih luas. Pasalnya, semua tamu undangan yang hadir tidak ada yang disambut secara langsung seperti Naura dan Mela. "Astaga, kalian sudah datang? Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Malini, lalu memeluk Naura. Naura mengerutkan keningnya tidak nyaman, apa-apaan wanita itu?Tak lama Malini menatap Mela, bibirnya tersenyum lebih dalam. "Ini pertemuan pertama kita, benar?"Mela mengangguk. "Benar, selamat ulang tahun, nyonya besar Wajendra."Malini terkekeh tipis. "Aku sudah terlalu tua untuk mendapatkan ucapan seperti itu, terima kasih banyak, n
Niat awal Evelyn mendatangi suami dan ibu mertuanya adalah untuk meminta maaf.Tetapi... Mendengar percakapan mereka membuat Evelyn mengurungkan niatnya. Dengan lemas wanita itu melangkah mundur, tangan kanannya menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara tangis sedikitpun. Air matanya mengalir deras, perlahan ia menjauh dari ruang kerja Zafir hingga akhirnya benar-benar berlari. Evelyn terus berlari, ia tidak memiliki tujuan pasti. Para pelayan yang melihat sosoknya pun bingung dan segera bertanya-tanya, apa yang sekiranya baru saja terjadi lagi?Evelyn berhenti secara tidak sengaja di pintu yang selalu dilarang Zafir untuk dimasuki siapapun. Evelyn menatap dingin pintu itu, air matanya masih terus mengalir. Sebenarnya apa yang ada di balik pintu ini hingga suaminya bahkan melarang dirinya untuk masuk?Tak lama Evelyn teringat dengan Naura. Apa yang sekiranya akan Naura lakukan di posisi ini? Apa dia akan mentolerir rahasia seperti ini?Setelah dipikirkan, jawabannya adalah
Berbeda suasananya dengan Mansion Wajendra, Mansion Tirta justru terlihat sangat tenang dan ceria. Naura hari ini tidak pergi ke kantor, dia memutuskan ingin menghabiskan waktu di rumah bersama ibunya. Naura dan Mela mengenakan pakaian berkebun, mereka sibuk menanam tanaman bersama di halaman depan dan belakang Wajendra. Tak lama sosok Arjuna muncul, pria itu seperti biasa mengenakan setelan jas formal berwarna hitam."Kamu tidak ke kantor?" tanya Naura saat melihat pria itu tiba-tiba muncul. Arjuna mengangguk. "Tidak ada jadwal penting hari ini, jadi aku memutuskan untuk mampir kemari setelah mengetahui kamu juga tidak pergi ke kantor."Naura mengangguk mengerti, lalu tersenyum tipis. "Mau bergabung?"Arjuna mengangguk. "Tentu saja, kenapa tidak?""Kamu bisa berkebun?" tanya Mela, dia jarang melihat pria dengan status tinggi menyukai kegiatan seperti ini. Arjuna mengangguk ragu. "Kita bisa mencobanya bersama."Naura terkekeh. "Dari jawabannya itu berarti tidak bisa, bu."Arjuna
Keesokan harinya semua kesibukan berjalan seperti biasa. Zafir kembali fokus pada pekerjaannya dan Evelyn pada jadwal belajar serta putranya. Wanita itu tengah duduk di halaman belakang Mansion sambil mengajak Zevan bermain. Tak lama, suara wanita paruh baya terdengar dari belakangnya. "Astaga, cucuku tersayang!" Evelyn dengan cepat menoleh, dia dengan cepat berdiri untuk menyambut Malini. "Ibu? Kapan ibu tiba di sini?" tanya Evelyn. Malini menjawabnya sambil menggendong Zevan. "Apa itu penting? Yang terpenting adalah bertemu cucuku sekarang."Evelyn hanya tersenyum, dia tidak lagi menjawab dan kembali duduk. "Ibu mau dibuatkan minuman? Aku akan meminta pelayan untuk--""Tidak perlu, aku bisa memintanya sendiri nanti." Potong Malini, lalu duduk tidak jauh dari posisi Evelyn sambil memangku Zevan. "Aku dengar akhir-akhir ini kamu sering bertengkar dengan Zafir, ada apa?" tanya Malini. Senyum Evelyn berubah menjadi sedikit kaku, di momen ini Malini juga menyadari ada sesuatu ya