Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 31. Menjadi Boss Romi

Share

31. Menjadi Boss Romi

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-14 08:01:57

Tania berjalan berdampingan dengan Adrian memasuki gedung kantor. Semua karyawan mengangguk sopan dan menyapa.

Tania merasa risih diperlakukan berlebihan. Ia tidak biasa di sapa sebegitunya sebelum ini.

“Ini ruangan kamu. Nanti mbak Tika akan membantu kamu mengurus ruangan dan yang lainnya.”

Mbak Tika, selaku orang kepercayaan di kantor ini mengangguk, “Betul, bu. Jika ibu membutuhkan apapun, bisa meminta bantuan saya.”

Mata Tania tak berhenti mengedar. Ia mencari satu orang yang membuatnya bersikeras ingin bekerja di kantor ini.

“Kamu cari seseorang?” tanya Adrian.

“Tidak. Pergilah, aku akan mulai bekerja.”

“Aku akan disini.”

Tania mengernyit, “Bukankah biasanya kamu—”

“Aku bebas melakukan apapun, bukan?”

“Terserah.”

Tania memasuki ruangan yang sudah disiapkan. Di meja kebangsaannya tertulis namanya besar-besar, sebagai Direktur?

Ia tergelak sendiri dalam hati. Hidup orang kaya begitu mudah begini. Pantas papa memaksanya menikahi Adrian.

Adrian duduk di sofa.
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Berbagi Suami   32. Andai Saat Itu...

    Tania sibuk memeriksa seluruh lembar track record pegawai yang sudah dirangkum tim HRD, bersama Adrian. “Kamu serius mau membuat PHK besar-besaran?” Tania melirik Adrian, “Kamu tidak setuju?” “Bukan begitu.” “Aku tidak akan melakukan apapun tanpa persetujuan kamu.” “Apa tujuan kamu melakukan ini?” “Menunjukkan diri sebagai istri Adrian Kiehl.” “Bukan untuk Romi?” Tania membuang nafas pelan. Ia menatap suaminya, “Adrian, dengar, kamu tidak tahu rasanya jadi aku. Romi berselingkuh dengan setiap sekretarisnya. Sekitar empat atau lima.” “Tujuh sekretaris lebih tepatnya.” Tania diam sejenak, “Kamu tahu?” “Aku tahu banyak soal Romi.” “Dan kamu masih mempekerjakan dia?” “Kinerjanya lumayan.” “Tapi dia tidak menghargai sebuah komitmen. Dia bisa menghianati perusahaan.” Adrian tertawa, “Jadi istriku sedang marah dan ingin balas dendam?” “Adrian...” “Aku paham, lakukan yang kamu mau.” “Apa perusahaan tidak papa jika aku buat keputusan ini?” “Semuanya akan b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Berbagi Suami   33. Meminta Adrian dari Wini

    Sejak siang itu, Tania jadi tidak bisa jauh dari Adrian. Ditinggal membuatnya uring-uringan. Ia terus mengikuti kemana suaminya pergi. Tania melendot manja pada Adrian di mobil, “Aku mau besok kamu tetap ke kantor.” Adrian tertawa, “Besok aku harus rapat di pabrik obat.” “Aku akan ikut.” “Ikutlah. Aku akan sangat senang.” Tania mencium pipi Adrian. Pak Udin yang menyetir senyum-senyum sendiri. “Kenapa, pak Udin?” “Gak papa, pak Adrian.” Saat menuruni mobil, Adrian menuntun Tania. Mereka melihat Wini yang baru keluar dari rumah dengan wajah marah. “Kalian kenapa tidak pulang saat jam makan siang?” “Kami makan di kantor. Jaraknya jauh, jadi kita—” “Mas, lima tahun kamu selalu pulang saat jam makan siang. Dan hari ini kamu beralasan begitu?” Tania memegangi lengan Adrian, “Aku yang minta mas Adrian makan di kantor.” “Mas?” Wini kaget dengan panggilan baru itu. “Aku istrinya juga, ‘kan?” Wini menatap Adrian meminta penjelasan. “Ini ‘kan yang kamu mau? Tania

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Berbagi Suami   34. Perhatian yang Melimpah

    Tania menyambut kedatangan ayah dan ibu yang datang membawa banyak sekali oleh-oleh dari luar negeri. “Duduk, bu, yah.” Mereka duduk bersama Adrian yang tak henti menatap Tania yang tampil cantik mengenakan dress yang ia belikan diam-diam saat awal menikah. “Wini mana?” tanya ibu. “Wini tadi—lagi siapin pudding, bu. Aku panggilkan.” Tania hampir beranjak, tapi ibu menahannya. “Kamu jangan banyak gerak, Tan, masih rentan. Apalagi kemarin ada insiden.” Tania tersenyum tidak enak, “Bu, yah, maaf soal kejadian kemarin. Aku—sangat menyesal.” “Tidak papa, kami paham. Untungnya calon pewaris keluarga Kiehl sangat kuat.” tutur ayah. Wini datang bersama mbok Sayem yang membawa nampan berisi pudding mangga dan suguhan lain. “Bu, yah, apa kabar?” Wini mencium dan memeluk mertuanya. “Baik. Kamu apa kabar, Win? Bagaimana rasanya punya madu sebaik dan secantik Tania?” tanya ibu. Senyum Wini hilang, “Hmmm, aku baik, bu. Soal Tania—aku senang memiliki madu sepertinya.” Wini me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Berbagi Suami   35. Pemecatan Romi

    Malam, Wini langsung masuk kamarnya. Ia tidak keluar sampai pagi saat Tania dan Adrian sarapan. Mbok Sayem yang buatkan sarapan. “Mas, kamu gak mau menemui Wini dulu?” “Aku akan biarkan dia tenang dulu dan mengambil jarak dari kita.” “Apa malam ucapanku menyakitinya?” “Wini hanya sedang sensitif. Papanya masih dirawat. Kita berangkat sekarang.” Begitu sampai kantor, Tania menahan Adrian sebelum mereka masuk lift. “Kenapa?” “Kamu langsung ke pabrik?” “Nanti siang.” “Aku akan memecat Romi hari ini, mas.” “Kamu serius?” “Aku menemukan bukti bahwa dia terlibat dalam penggelapan dana yang kamu curigai. Dia juga terbukti selalu mangkir pada rapat penting perusahaan.” “Jika menurut kamu dia layak dipecat, aku tidak masalah.” Di dalam ruang rapat khusus direksi, Tania sudah menyampaikan kecurigaannya melihat dari riwayat para staf yang direncanakan akan di PHK. Pihak HRD pun menerima banyak pengaduan dari karyawan lain, bahwa nama-nama tersebut memang sering bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Berbagi Suami   36. Pengakuan Cemburu

    Tania menggenggam erat tangan Adrian selama perjalanan pulang dari kantor. Adrian kembali dengan cepat dari pabrik dan menjemputnya. Kini, tangan mereka masih bertaut saat memasuki rumah dan mendapati suasananya terasa sepi. “Wini?” teriak Tania. “Kamu kenapa memanggilnya?” “Aku lapar, mas, dan mau steik. Wini bilang aku bisa bilang padanya mau apa, karena dia akan buatkan.” “Oh begitu.” “Wini?” Mbok Sayem menghampiri Tania, “Maaf, non, ada perlu apa?” “Wini mana? Aku memanggilnya, bukan mbok.” Wajah mbok Sayem tampak gusar. “Ada apa, mbok?” tanya Adrian. “Anu, den—” BRAK! “Itu suara apa?” Adrian melepaskan tangan Tania dan berjalan mendekati lokasi, “Win, ada apa?” “Kamar kamu pindah ke sini mulai sekarang.” “Tapi tidak perlu kamu bawa semua barangnya ‘kan?” “Kamar terasa sempit, ketika orangnya tidak tidur di kamar.” Wini buru-buru membalikkan badan. “Win, kamu kenapa?” Wini masuk ke dalam lift. Adrian menatap mbok Sayem yang berjalan dibelaka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Berbagi Suami   37. Memohon pada Wini

    Tania tidak akan pergi ke kantor setelah muntah hebat. Adrian ingin sekali menemani, tapi harus datang ke acara rapat khusus para investor. Ia janji akan cepat pulang. Tania ditemani mbok Sayem yang kini sedang memijat kakinya. “Non bener gak mau mbok bikinin minuman jahe?” Tania menggeleng. “Padahal biasanya mual bisa hilang loh pake jahe.” Pintu kamar yang terbuka, membuat Tania yang sedang menatap pintu, bisa melihat Wini berjalan dengan lesu sepulangnya dari rumah sakit. “Wini?” Wini menoleh, “Kamu—disini?” Tania bangkit, “Bagaimana keadaan papamu?” “Sudah membaik, operasinya lancar.” “Syukurlah.” Wini menunduk. “Terus kenapa kamu—sedih?” Wini menatap Tania, “Karena—lupakan.” Tania menggenggam tangan Wini, “Kita saudara bukan? Ada yang harus aku tahu?” Mereka duduk berdampingan di kursi samping kolam renang. “Sampai saat ini, mas Adrian masih belum bisa menerima orang tuaku.” Tania mengernyit, “Oyah?” “Mas Adrian sering mengirimkan uang bulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Berbagi Suami   38. Tendangan Pertama

    Adrian membacakan hasil rapat tadi siang pada Tania. Ia penasaran, ingin tahu dengan perkembangan perusahaan milik keluarga suaminya. “Sejauh ini keuntungan perusahaan naik enam persen dari bulan lalu.” “Hm, tidak terlalu buruk.” “Itu besar, sayang. Bulan-bulan sebelumnya kenaikan hanya dua persen.” “Itu karena di kantormu ada tikus besar.” Adrian tertawa, “Romi?” “Dan kawan-kawannya.” “Kamu begitu dendam padanya?” “Lumayan.” Tania bersusah payah bangkit dari sofa. “Aku bantu.” Tania duduk diam merasakan sesuatu yang berbeda sebelumnya. “Kamu kenapa? Kamu mual?” Tania menggeleng, “Aku merasakan—aw!” “Sayang?” Adrian memegangi kedua pipi Tania, “Kamu kenapa?” Tania tertawa memegangi perutnya, “Mas, dia menendang.” Adrian menatap perut Tania, “Kamu—serius?” Tania menangis, “Mas, dia—tumbuh baik disana?” “Tentu.” Adrian mencium kening Tania lalu memeluknya. “Mas, aku sayang sama dia.” “Harus. Semua orang sayang padanya.” Tania merasakan tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Berbagi Suami   39. Ancaman Adrian

    Air muka Adrian berubah masam ketika perempuan yang Tania yakini adalah ibu Wini mendekati mereka. “Adrian apa kabar?” “Baik.” “Mama baru saja mau cerai, dan putusan sidangnya akan digelar sebentar lagi. Wini memaksa mama tinggal disini, bersama kalian. Kamu tidak keberatan ‘kan?” Adrian melirik Wini lalu tersenyum menatap mama, “Saya tidak keberatan, ma. Silakan masuk. Nanti mbok akan membereskan kamar untuk mama.” Mama mengelus lengan Adrian, “Terima kasih, ya. Kamu memang anak mantu yang paling baik..” Tania melirik Wini yang terus memperhatikan ekspresi wajah Adrian. Untungnya Wini sudah cerita, mengenai suaminya yang konon bersikap acuh pada orang tuanya, jadinya ia tidak terkejut. Ia hanya bingung, kenapa Adrian bisa bersikap dingin pada orang tua istri tercintanya. “Mama masuk ya. Mama sedikit tidak enak badan, jadi mau pamit istirahat duluan.” “Silakan, ma.” Mama memasuki rumah tanpa menoleh sedikit pun pada Tania. Sebenarnya ia tidak ingin dikenalkan juga. I

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18

Bab terbaru

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

  • Berbagi Suami   99. Noah Sakit

    Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan

  • Berbagi Suami   98. Saling Kehilangan

    Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s

  • Berbagi Suami   97. Tawaran Romi

    Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status