Merasa sudah cukup larut membuat Kaila ingin segera pamit pulang. Kaila tak mau nanti suaminya justru akan marah jika jam sembilan malam seperti ini ia masih saja berkeliaran di luar mansion.
“Kau mau ke mana?”
“Sepertinya aku harus segera pulang, Lesa.”
“Ck, masih sore.”
“Ini sudah jam sembilan malam.”
“Nanti saja lah, lagian suamimu belum pulang jugakan? Dia sedang lembur dan masih lama pulangnya.”
Kaila menghela napasnya panjang, ia merasa tak enak hati jika melihat Alesa merengek seperti itu. Dengan sangat terpaksa, Kaila duduk kembali.
“Coba kau telepon Hardin sekarang supaya dia menjemputmu,” perintah Kaila.
“Oke.”
Kini Kaila menunggu Alesa menelepon Hardin untuk menjemput. Kaila sudah ingin pulang rasanya, tenaga Kaila merasa sangat lelah sekali hari ini.
“Tidak diangkat,” tutur Alesa sembari mencoba menelepon ul
Sudah beberapa hari ini suaminya selalu pulang larut. Kaila takut nanti Melviano akan jatuh sakit jika tenaganya terlalu diforsir."Mel, kamu jangan terlalu memorsir tenagamu, nanti sakit," kata Kaila sedikit mengingatkan suaminya untuk menjaga kesehatan."Iya sayang, kalau urusan nanti dari Singapore selesai, aku udah enggak sesibuk ini kok. Lagian ini bisnisnya bisa bersamaan begini waktunya."Kaila tersenyum, ia tetap menemani suaminya makan yang sudah sangat larut ini. Pola tidur Kaila pun kini menjadi tengah malam terus, Kaila nggak bisa tidur jika belum melihat suaminya di mansion."Habiskan makannya.""Iya sayang, makasih sudah menungguku setiap malam. Padahal kalau kamu tidur dulu juga gapapa lho."Kaila menggeleng kuat. "Aku nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu."Melviano tersenyum. Ia langsung menghabiskan makanan yang tersaji. Selesai makan, Melviano mengajak Kaila untuk istirahat. Melviano melihat baju yang dipakai Kaila
Kini sudah waktunya Melviano untuk terbang ke negara Singapore kembali, apalagi mengingat bisnis dengan Marvel planing ke depannya sangat menguntungkan sekali.Hiks ... hiks ... hiks.Melviano sedang memeluk istrinya yang tengah menangis tergugu, Melviano terus mengusapi punggung Kaila dengan lembut. Ia terus mencoba menenangkan istrinya yang saat ini gampang sekali menangis.“Kamu harus terus kabarin aku,” ujar Kaila dengan suara paraunya. Wajahnya mendongak menatap wajah Melviano. Air matanya masih terus mengalir di wajah cantiknya.Melviano mengusap pipi Kaila, menghilangkan jejak tangis istrinya. “Iya sayang, aku akan berusaha cepat.”“Jangan main casino, awas aja kalau main casino.”“Enggak sayang, Marvel juga sepertinya sudah bisa diajak fokus.”Kaila melepaskan pelukannya, ia berjalan dan duduk di sofa sembari menatap ke depan dengan pandangan yang begitu kosong.Meli
Kaila dan Hero kini sampai di sebuah bangunan yang megah di mana salah satunya ada unit apartemen Hero.Kaila berjalan mengikuti langkah Hero hingga ia kini sudah berada di dalam unit apartemen. Hal utama yang Kaila lakukan adalah, menatap ke atas terus dinding serta tatanan ruangan yang sangat cukup rapi. Kaila masih tak menyangka kalau seorang Hero orang yang rajin."Kau rajin juga."Hero tersenyum tipis mendengar pujian dari Kaila."Thanks.""Kenapa nggak tinggal sama orang tua?""Di sini kalau udah besar itu hidup sendiri.""Oh begitu.""Mau minum apa?""Terserah kau saja."Hero berjalan ke arah dapur, ia mengambil minuman kaleng dan langsung menyerahkan kepada Kaila."Tangkap," seru Hero melempar minuman itu."Hap." Kaila langsung menangkap minuman kaleng dan mengerutkan keningnya. Kaila takut kalau ini minuman bisa memabukkan."Tidak akan buat mabuk, tenang saja."Hero seaka
Grace keluar toilet melihat pemandangan yang begitu aneh, Hero duduk sangat dekat dengan Kaila. Mungkin mereka jadi dekat karena satu kelompok.“Ehem,” deham Grace.Hero dan Kaila langsung menengok dan menatap Grace yang tengah tersenyum semringah. Kaila langsung merasa tak nyaman lama-lama berada di sini.“Grace, sepertinya aku harus segera pulang. Apalagi hari juga semakin gelap.”“Emang kau ke sini bersama siapa? Hero atau sopirmu?”“Hero, biar aku pakai taksi saja nanti.”“Kenapa nggak minta antar Hero saja?”“Tidak usah, kasihan kau nanti sendirian.”“Ck, padahal aku sudah biasa di sini sendirian.”“Mau aku antar?” Hero sudah berdiri untuk siap mengantar Kaila pulang, ia mengambil kunci mobil di atas nakas. Kaila yang melihat hanya bisa pasrah saja, menolak pun sepertinya akan percuma saja.“Emm ... bol
Alesa yang melihat kekasih dan temannya pergi membuatnya mau tak mau ikut meninggalkan kafetarian. Sebelumnya, Alesa membayar terlebih dulu makanan yang dimakan Kaila.“Shit, dia yang makan aku yang bayar,” gerutu Alesa yang langsung mengikuti Kaila di belakangnya.Kaila sendiri mengejar Hardin yang menuju ke arah fakultas design grafis. Kaila berlari kencang saat tangan Hardin langsung melayang di muka Hero dengan kencang.BUGH.“Fuck! Maksud kau apa, hah!”Hero mengusap sudut bibirnya yang terkena pukul yang begitu kuat. Kaila sampai di antara mereka dengan napas yang tersengal-sengal, Kaila mengatur napasnya.“Hardin, udah,” kata Kaila dengan pelan.“Tapi dia laki-laki kurang ajar, Kai. Maksudnya apa coba meminta kamu buat kerja sama.”“Hahaha, oh ternyata ngadu?” Hero tersenyum miring sembari menatap Kaila.Tak lama Alesa datang dan memeluk lengan Hardin. &l
“Nggak mau masuk ke mansionku? Suamiku sedang bisnis lho ke Singapore.”“Seriusan? Soalnya aku masih trauma, Kai. Ngeri ditampar sama anak buah pemilik kelab malam.”Kaila meringis tak enak. “Maafkan aku, ya.”“Bukan salahmu, kok. Yang pasti salah kita semuanya, dan kamu pasti lebih mendapatkan hukuman berat kan?”“Udah nggak usah diingat, aku sama dia udah sepakat membuka lembaran baru lagi.”“Oke.”“So, jadi maukan masuk mansionku?”“Mau deh, dipaksa sih.” Grace terkekeh geli. Kaila hanya menggelengkan kepalanya saja. Mereka masuk dan disambut langsung oleh beberapa maid. Grace sendiri sempat takjub dengan pelayan yang diberikan oleh mansion Kaila ini.“Kai, benar-benar kayak istana. Aku kalau jadi kau pasti betah dalam mansion semewah ini.”“Yakin bakalan betah?”“Iyahlah, tinggal aku ha
Kaila malam ini tidur dengan tenang setelah melakukan video call bersama suaminya. Kaila belum mengatakan permasalahan yang tengah dihadapinya saat ini. Ia tak mau menambah beban untuk Melviano, apalagi Melviano sedang pusing masalah pekerjaannya.Dan pagi ini, Kaila akan datang ke apartemen Alesa untuk menjelaskan semuanya. Mengingat jam kuliah ia masuk siang.Kaila sarapan dengan gugup, terkadang ia tersedak sendiri.“Sawyer antarkan aku ke apartemen temanku yang waktu itu.”“Baik, Nyonya.”Dengan cepat, Sawyer mengantarkan Kaila menuju ke apartemen milik Alesa. Kaila harus segera menyelesaikan permasalahan yang ada.Kini Kaila sampai juga di apartemen Alesa, seperti biasa Sawyer akan menunggu di parkiran tanpa mengikuti ke atas.Ting nong ... ting nong.CEKLEK.“Kau!”“Lesa, tunggu dulu.” Kaila sekuat tenaga menahan beban pintu yang akan ditutup oleh A
Grace berjalan menuju ke arah ruangan yang terdapat Kaila. Ia sangat senang mendengar kabar bahagia dari dokter barusan, Grace rasanya ingin cepat-cepat menyampaikan kabar ini kepada Kaila.“Grace,” gumam Kaila pelan saat melihat Grace sudah kembali.“Kailaa.” Grace langsung memeluk Kaila dan melepaskan dengan sisa senyum yang terus mengembang.“Kau kenapa senyam senyum seperti itu?”“Aku punya kabar bahagia untukmu.”Kaila mengerutkan keningnya bingung, ia langsung membetulkan posisinya supaya bisa duduk bersandar.“Kabar apa?”Grace masih saja tersenyum menatap Kaila. “Selamat Kai, kau akan jadi seorang Ibu.” Grace memeluk Kaila erat, berbeda dengan Kaila yang saat ini sangat terkejut bahkan Kaila sampai tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya melongo mendengarkan perkataan Grace, ia masih belum percaya.Grace melepaskan pelukannya, ia menatap Kaila masih deng
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer
Kerja kali ini sedikit membuat Melviano tidak konsentrasi. Sedikit-sedikit ia menengok ke arah Matheo. Ia mengecek berkas-berkas sembari mengawasi putranya yang sedang asyik bermain sendiri di atas lantai yang sudah dilapisi karpet berbulu."Benar-benar keren anak Daddy," gumam Melviano melihat Matheo tengah mengacak-acak mainan."Nananana Dadadadaa Mmamamam."Melviano mendengar anaknya yang sedang mengoceh pun langsung menatap ke arah Matheo. Ia langsung meninggalkan kursi kebesarannya."Matheo ingin makan, huh?"Melviano segera mengeluarkan camilan khusus Matheo. Yang pasti camilan akan gizi tinggi tanpa banyak msg ataupun micin."Nih, dimakan dulu. Daddy temanin deh.""Eheheh, Dadadada."Matheo menerima camilan itu dan tersenyum senang. Ia langsung memasukan camilan ke mulutnya. Matheo memakan camilan itu hingga mulutnya belepotan dengan makanan."Anak Daddy pintar sekali," puji Melviano mengusapi kepala anaknya.
"Good morning baby boy," sapa Melviano melihat putranya sudah terbangun. Saat ini, Matheo tidurnya bersama Mommy juga Daddynya. Setiap akan ditaruh di box bayi atau kamar tersendiri selalu menangis."Momomomomom.""Pengin sama Mommy, ya? Ayo kita bangunkan Mommy bersama-sama."Melviano melihat istrinya yang masih terlelap tidur bisa sangat maklum. Ya kalian tahu dong kalau semalam habis proses pembuatan adik untuk Matheo. Apalagi Melviano menghajarnya berkali-kali sampai Kaila merasa tak sanggup."Mommy, bangun sayang." Melviano langsung mengecupi pipi Kaila."Eugh ... ngantuk Daddy," sahut Kaila sedikit merancau, matanya masih terpejam."Capek, huh? Matheo ingin menyusuu.""Menyusuu saja denganmu.""Mana bisa, nggak keluar.""Bikinin formula aja.""Lebih bagus Asi kalau pagi, apalagi jatahnya harus satu-satu sama Daddynya." Melviano terkekeh geli. Sudah pasti habis ini Kaila akan bangun dengan mata melototn
Los Angeles, California.Saat ini kediaman mansion Melviano tengah ramai. Apalagi mereka mendengar kabar bahwa Kaila juga Melviano telah kembali dari Indonesia. Tentu saja tujuan mereka bukanlah mereka berdua, melainkan seorang Matheo Demonte Azekiel."Halo, Matheo, cakep banget sih. Aunty kan jadi pengin punya anak juga."Melviano langsung menimpiling kepala Mikaila yang berbicara seperti itu. "Nikah dulu.""Ck, nggak usah nikah langsung buat aja," dengkus Mikaila kesal."Sama aku ya, Kika," sambar Addison langsung."Tidak akan aku beri restu kalian berdua jika melakukan di luar nikah." Melviano kini tengah posesif dengan Matheo."Dih, siapa juga sih yang mau bikin anak sama dia. Seperti tidak ada laki-laki lain saja," sungut Mikaila langsung."Kika, kau melukai hatiku." Addison langsung menempelkan kedua telapak tangan di depan dada menandakan kalau ia sangat terluka dan sakit hati.Berbeda dengan Kaila yang tengah dud