Melviano langsung menuju ke arah koper, ia dan Kaila belum sempat untuk membereskan baju ke lemari. Semuanya benar-benar tak ada waktu. Tiba di Madrid langsung sibuk dengan kegiatan lainnya. Kaila juga, selesai mandi duluan malahan memilih kabur bersama Mikaila bukannya beresin pakaian.
Melviano mengambil kaus polo yang sangat mengetat di tubuhnya, ia juga mengenakan jaket kulit hitam. Melviano terus mengumpati Kaila juga Mikaila. Ini semua pasti ulah adiknya yang laknat itu.
Dengan sangat terpaksa, Melviano menelepon Kaila untuk mengetahui keberadaannya. Dengan cepat Melviano mendial nomor Kaila.
“Halo, Mel,” sapa Kaila dari seberang telepon.
“Kamu di mana?”
“Di lobby, kamu cepetan ya. Aku sudah pesan makanan soalnya.”
“Emang tahu?”
“Lihat gambar aja sih,” jawab Kaila sambil terkekeh.
“Ya sudah kalau begitu, aku segera ke sana.”
Sambungan telepon la
Melviano mengejar Kaila yang sedang berjalan ke kamar nomor 1122, Ia sudah memencet bel di pintu itu dengan hati yang sangat kesal.“Sayang, jangan ngambek dong,” kata Melviano membujuk istrinya yang sedang mengambek.“Kamu nyebelin,” ketus Kaila.“Iya, maaf sayang. Aku janji deh nggak minta macam-macam, yuk kembali ke kamar kita bobo lagi,” ajak Melviano yang akan memegang lengan Kaila namun dengan cepat ditangkis.“Jangan pegang-pegang,” tolak Kaila namun dalam hati ia terus berdoa agar Melviano terus merayu dan membujuknya. Terkadang perempuan itu pengin dibujuk-bujuk. Terkadang bilang gapapa pun ada maksud di dalamnya.“Kalau nggak boleh pegang-pegang terus nanti aku pegang apaan dong?” keluh Melviano dengan wajah nelangsanya.“Pegang dinding aja sana,” ketus Kaila dengan mengulum senyumnya.“Kamu kok gitu sih? kamu pura-pura ngambek, ya? Hayo jujur biar
Saat ini pintu lift akan tertutup, namun dengan cepat Addison langsung berlari untuk segera masuk lift.“Akhirnya,” desah Addison saat sudah berada di dalam lift yang membuat penghuni lain mundur. Untung saja penghuni lain hanya ada Mikaila, Melviano dan Kaila.“Ck,” decak Mikaila.“Mau ke mana Addison?” tanya Kaila berbasa-basi.“Ikut kalian dong,” jawab Addison sambil menaik turunkan kedua alisnya.“Jangan ikut deh mendingan, dari pada menyusahkan saja,” ketus Mikaila.“Kika, kenapa sih marah-marah terus sama aku?” tanya Addison lembut menghadap Mikaila.Mikaila hanya memutarkan bola matanya saja, ia tak merespon pertanyaan dari Addison. Ia lebih memilih merangkul lengan kakaknya sendiri.“Kika, kamu nggak kasihan sama Kaila? suaminya kamu rangkul begitu? Kasihan dong Kaila yang tidak dirangkul, mending kamu sama aku aja, yuk,” ujar Addison ya
Jantung Kaila langsung mendadak berdetak begitu kencang mendengar permintaan Melviano. Wajah Kaila mendadak pucat pias, ia tidak mau melakukan hubungan suami—istri saat ini, bisa gawat.“Mel, kitakan sedang mandi. Masa kamu minta ena-ena sih,” ujar Kaila sambil berpikir mencari alasan ke depan.“Tapi aku pengin banget saat ini, selama Madrid kita belum lho,” kata Melviano berbisik. Suara seraknya begitu sangat menggoda di telinga Kaila. Apalagi embusan napasnya yang beraroma mint begitu sangat memabukkan indera penciiumannya.“Tapi ... aku sangat lelah sekali,” kata Kaila mencari alasan.“Tapi di sini gapapa dong,” bujuk Melviano sambil memegang area sensitif milik Kaila. Kaila sendiri hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk menahan suara yang keluar dari mulutnya.“Nanti saja sayang, kita mandi dalu aja, ya,” kata Kaila sambil tersenyum.“Tapi—“&ld
Melviano masih sedikit maju mundur untuk mengatakan ini, tapi sebaiknya dari sekarang Melviano lebih terbuka saja.“Kai, apa nggak sebaiknya kita ke dokter kandungan?” Melviano mengucapkan hal itu penuh dengan banyak pertimbangan. Semoga ucapannya ini tidak melukai hati Kaila.Deg.Deg.Deg.“Untuk apa?” Kaila mulai merasakan keringat dingin yang mendadak keluar seperti ini.“Kita coba tes kesehatan saja.”“Mel, kamu ngerti dong aku tuh sehat,” balas Kaila yang mulai malas jika membahas masalah ini.“Tapikan apa salahnya kita cek, sayang.”“Kamu meragukan aku?” tanya Kaila menatap tajam ke arah Melviano.“Bukan sayang bukan, aku nggak meragukan kamu sumpah. Tapi, apa salahnya kalau kita—““Sudah lah, Mel. Mungkin kita memang belum dikasih sama Tuhan. Kamu sabar aja bisa kan?” Kaila langsung tersulut emosiny
Satu minggu kemudian.Sudah satu minggu ini Melviano menjalani aktifitasnya seperti biasa. Bangun pagi lalu berangkat kerja hingga larut. Kaila sendiri pun hanya menghabiskan waktu di mansion saja tanpa pergi ke mana-mana.Semenjak kejadian, Melviano mengajak Kaila untuk ke dokter kandungan minggu lalu. Hubungan komunikasi keduanya sedikit merenggang. Mereka hanya saling sapa dan setelah itu saling diam. Dalam tidur pun, Melviano lebih memilih di kamar bawah. Namun, keduanya tak lupa melakukan morning kiss meski sudah terasa sangat hambar sekali.“Aku antar kamu di hari pertama, ya,” ucap Melviano saat menyantap menu sarapan.“Hmm, oke.”“Hari ini aku pulang larut lagi,” kata Melviano yang meletakkan sendok dan garpu. Ia sudah menghabiskan menu sarapannya. Tak lupa tangannya ia ulurkan untuk mengambil serbet dan mengelap bibirnya.Kaila hanya mengangguk saja. “Tidak apa-apa, sudah biasa bukan.”
Semua langsung menenggak isi alkohol dalam gelas itu dalam waktu sekejap, berbeda dengan Kaila yang justru langsung meletakkan kembali gelas ke meja.Semua tindakan Kaila membuat mereka menoleh ke arah Kaila dan mengerutkan keningnya seakan bertanya dengan tindakan dari Kaila.“Aku tidak bisa minum alkohol, sorry,” kata Kaila sambil tersenyum. Kaila langsung mengambil ponselnya untuk melihat jam. Ternyata jam pelajaran kuliah sudah dimulai, semua itu membuat Kaila terasa gugup.“Kita sudah telat, Grace ayo cepat kembali ke kampus,” ajak Kaila langsung berdiri dan merasa gugup sekali. Berbeda dengan ke empat manusia yang masih santai duduk sambil menikmati sisa alkohol dalam botol.“Sudah lah, Kai. Santai saja, kau tidak usah takut begitu. Sini duduk lagi aja,” gumam Grace yang menepuk kursi kosong.Kaila hanya menggeleng saja, ia merasa sangat berdosa jika tidak masuk kuliah. “Kalau begitu aku p
“Siapa Hardin?” tanya Melviano kembali, rahangnya mengeras sambil giginya ikut bergemeletuk.“Dia ... dia—““Dia siapa?” potong Melviano yang merasa tak sabar.“Dia pacar kenalanku,” jawab Kaila langsung, ia mengembuskan napasnya lega. Kaila langsung mengusap keningnya yang terasa berkeringat. Kenapa perasaannya mendadak deg-degan begini disaat Melviano bertanya tentang Hardin. Ada yang salah pada dirinya, pasti ini salah. Perasaan yang dialami Kaila pasti ini salah, ya salah!“Oh, aku kira dia siapa,” ujar Melviano yang sudah tersenyum kembali, tangannya terulur mengusap kepala atas Kaila dengan sangat lembut.“Hanya teman saja kok.” Kaila ikut tersenyum menatap Melviano yang sedang menyetir.“Mau makan apa?” tanya Melviano menoleh untuk menatap Kaila. Ia tersenyum melihat istrinya yang sudah terlihat kusut itu.“Terserah kamu saja, aku ma
Kaila merasa sangat nyeri direlung hatinya. Ia memegang dada yang terasa begitu nyesak mendadak. Apalagi melihat kepergian Melviano dengan membuang cincin pernikahan mereka. Tanpa sadar air mata Kaila terjatuh dengan sangat deras.“Mel,” panggil Kaila dengan mata terpejam.“Sayang, hei bangun,” ucap Melviano sambil menepuk-nepuk pipi Kaila. Melviano mendengar Kaila menjerit memanggil namanya setelah itu Kaila menangis dalam tidurnya. Apa yang sedang dimimpikan Kaila hingga sampai menangis seperti itu?“Mel,” mata Kaila terbuka lebar, hal yang ia lakukan adalah memeluk suaminya langsung. Ia memeluk Melviano dengan erat bahkan sangat erat hingga seperti mencekik leher Melviano.Melviano yang melihat istrinya masih terisak dan ketakutan hanya bisa mengusap punggung Kaila naik turun untuk menenangkan hati Kaila.“Hust, tenang aja, ya. Apa yang kamu mimpikan tidak akan terjadi, semua itu hanya bunga tidur saja,&