Rena sedang membereskan pakainnyanya ke dalam lemari ketika Andra keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah menjuntai berkelompok dan hanya melingkarkan handuknya di pinggang bertelanjang dada. Bagian otot yang terletak di sepanjang leher, bahu bagian dalam, sampai ke tulang punggung terlih
Seperti biasa, Ricko membuka begitu saja pintu ruangan bos tapi sahabatnya itu. "Bro! Buruan jemput Rena!! Kerja mulu lu mah.” Ricko sengaja datang untuk mengingatkan karena tau Andra seorang workcholic, bisa-bisa hingga larut malam Presdir tampan itu berada di kantor bila tidak ada yang memaksanya
"Tapi Mas Andra ‘kan yang bayarin? bukan dari lima Milyar itu, kan?" tanya Rena polos sambil menghadap kiri dan kanan menatap Ricko dan Andra bergantian. Andra menghembuskan nafas kasar sambil memijit pelipisnya. "Iya Rena, calon suamimu yang konglomerat ini yang bayarin, jangan khawatir …,” jawab
Ponsel Rena bergetar, ada satu pesan masuk. Andra : Weekend ini mau ke Bandung? Rena : Ngga, hari sabtu ada sosialisasi. Andra : Besok sampe Jum'at, pak Syam yang jemput kamu. Rena : Kenapa? 1 menit 5 menit 10 menit Andra tidak menjawab juga pertanyaannya. Rena : Mas? Andra : Apa? Rena :
"Maaas? kirain siapa ... udah lama?" tanya Rena tanpa dosa padahal raut wajah Andra tampak tidak bersahabat. Bukannya menjawab, Andra malah balas bertanya, "Kenapa handphone kamu mati?" Suara berat Andra terdengar dingin. "Abis batre Mas dari tadi siang ... maklum handphone jadul." Rena menjawab s
Masih di dalam dibioskop. Andra menyimpan popcorn tepat di tengah, di atas tangan kursi agar memudahkan Rena untuk mengambil popcorn tersebut, lain halnya dengan Rena yang menyimpan nachos di atas pangkuannya Gadis itu terlihat menikmati film, kedua mata cantik Rena tidak lepas dari layar lebar s
“Kamu dari mana aja sih?" seru Andra sedikit lantang saat langkahnya tiba di depan Rena. "Mas yang kemana aja? Digenggam donk tangan akunya, Mas … Kaya orang lain tuh, ini main pergi saja … aku kesalip terus tadi." Rena memberanikan diri balas marah seiring air mata yang mengalir membasahi pipinya.
Tok... Tok... Ceklek … Santi membuka pintu ruangan Andra, langkah anggunnya perlahan lalu berhenti tepat di depan meja Andra. "Pak … pak Randy ingin mengadakan pertemuannya di Bandung, karena kesehatannya tidak cukup baik untuk pergi ke Jakarta.” Santi memberi informasi yang baru saja dia dapat