Pagi-pagi sekali, Viza sudah meninggalkan rumah, mengenakan celana gombrang khas kantor dipadu atasan berupa blazer.Sengaja ia meninggalkan rumah pagi-pagi sekali bahkan sebelum jauh sebelum jam kantor buka karena sedang menghindari pertemuan dengan Vikram. Hatinya sedang tak tenang. Ia berjalan lemas melewati belakang gedung kantor. Sengaja lewat belakang karena sedang bad mood. Tadi malam, Viza tetap tidur di kamar Fairuz meski ibunya itu sedang ke luar kota, sengaja menghindari Vikram. Ia benar-benar butuh waktu untuk menyendiri.Vikram pun tadi malam tak menyusul ke kamar Fairuz, mungkin pria itu benar-benar memberi waktu untuk Viza menyendiri dulu.Setelah Viza tahu kalau ternyata ia adalah istri pria kaya, justru perasaannya jadi gundah gulana. Berpikir bagaimana ia akan menjalani rumah tangga yang aneh ini, suaminya terlalu banyak menyimpan rahasia.Lalu bagaimana jika ia dicampakkan setelah Vikram mendapatkan semua yang dia inginkan? Selalu saja pertanyaan itu muncul di be
“Pokoknya Suami Non itu baik banget. Dermawan. Kalau mau pergi dadi rumah saya, dia kasih uang tuh ke saya. Jarang-jarang kan ada orang kaya sedermawan dan seperhatian itu sama orang m!skin? Non beruntung punya suami kayak Den Vikram,” sambung Pak Salim. “Kalau dengar kisah masa lalunya Den Vikram, pasti Non nangis. Dia itu lelaki yang tangguh dan kuat. Tuhan memang adil. Meski kehidupan Den Vikram dulu sangat sulit, tapi dia diciptakan sebagai manusia yang memiliki IQ tinggi, cerdas dan pintar.”Viza sampai terdiam mendengarkan semua cerita Pak Salim. Mulut pun lupa meneguk wedang ronde.“Loooh… kok nggak diminum? Apa nggak enak?” Pak Salim menatap gelas plastik di tangan Viza yang hanya dipegangi saja.“Eh iya, Pak. Ini diminum.” Viza langsung menghabiskannya.“Makasih banyak ya, Non. Semoga rejekinya makin lancar. Saya lanjut jalan lagi.”Pak Salim tegak berdiri dan mendorong gerobak menyusuri jalan.Viza membeku di tempat. Terdiam menatap kepergian Pak Salim. Helaan napas panjang
“Surat PHK?” Mawar terkejut. Gadis yang pernah memaki Viza itu membelalak menatap surat PHK. Tubuhnya menegang. Tangannya gemetar.Sosok pria memasuki ruangan, mendekat pada Mawar. Dia adalah Andra, pria yang tempo hari pernah bermasalah dengan Vikram di dalam lift. “Mawar, aku mendapat surat pemecatan. Kudengar kau juga mendapatkan surat yang sama. Benarkah?” Andra memperlihatkan surat dengan ekspresi panik.“Ya. Kita senasib. Kok bisa?”“Ayo kita tanyakan ke kepala bagian. Mereka pasti tahu alasan pastinya. Nggak ada angin nggak ada hujan, mendadak dipecat begini. Bukankah pekerjaan kita selalu beres? Lalu apa masalahnya? Jika bukan kepala bagian yang menilai kinerja kita, lalu siapa lagi?” Andra protes keras.Puluhan staf yang ada di ruangan itu sedang sibuk dengan laptop, namun mereka sampai menghentikan pekerjaan akibat kegaduhan yang tercipta. Viza tengah sibuk mengerjakan tugas yang diiberikan oleh Mawar, pandangannya tertuju ke laptop meski pikirannya bercabang. Antara peker
Pria berpakaian rapi dengan setelan jas warna hitam dan dasi warna senada itu menampilkan ekspresi marah, tatapan tajam. Delapan orang keamanan berseragam hitam mengawalnya. Semua orang terdiam dan mematung menatap kehadiran big bos yang secara tiba-tiba. Sebagian besar mereka tak tahu siapa yang sekarang memasuki ruangan itu. Sebab mereka tak kenal dengan sang owner. Namun, melihat kedatangan pria berpakaian rapi dan dikawal keamanan, mereka langsung paham bahwa pria ini bukan orang sembarangan.“Kalian benar-benar keterlaluan!” hardik Vikram dengan sorot mata tajam menghunus. Ia menunduk dan meraih pundak Viza. Membantu istrinya bangkit berdiri. Keduanya bertukar pandang. Lagi-lagi Vikram menyelamatkan Viza di waktu yang tepat.Tentu saja Vikram bisa tahu dengan apa yang terjadi pada istrinya. Sebelumnya Vikram meminta salah seorang dari pihak keamanan untuk mengecek keadaan Viza secara berkala melalui pantauan kamera cctv.Sejak Vikram melihat perlakuan kasar Mawar pada istrin
“Mbak Viza, tolong! Aku diamuk sama berandalan!” Runa menghambur masuk rumah dengan wajah panik. Viza menatap bingung pada adiknya yang ketakutan. "Berandalan itu ngejarbaku dan mungkin akan membunuhku. Lakukan sesuatu, Mbak.” Runa menenteng paper bag, ia baru saja pulang dari mall. Gayanya yang style memperlihatkan kalau kesehariannya suka berfoya-foya. “Kok bisa dikejar berandalan?” Viza yang sedang mencuci piring, segera mematikan keran. Ada tumpukan piring membukit mengantri untuk dicuci. “Duh, jangan bawel deh. Sana temui berandal itu! Cepetan!” Runa mengguncang lengan Viza, membuat piring yang dipegangi Viza terlepas dan pecah. Mendengar kegaduhan, Mulan dan Johan keluar dari kamar dengan wajah kucel, sehabis bangun tidur. Tak lain mereka adalah kedua orang tua Viza. “Kenapa lagi ini, Viza? Kok piring bisa pecah? Kamu ini kerja nggak pernah becus!” ketus Mulan. Selalu Viza yang disalahkan. Sejak kecil pasti begitu. Viza sudah bekerja keras mengurus warung makan,
Enteng sekali pria itu minta nikah? Viza dan Vikram tidak saling kenal, lantas apa yang membuat Vikram menginginkan Viza? Mustahil langsung minta nikah hanya karena sekilas lihat wajah saja. Vikram itu bermasalah dengan Runa, lalu kenapa Viza yang jadi sasaran?Viza menelan saliva panik.Orang-orang yang berkerumun di warung makan itu pun menatap Viza, gadis cantik yang setiap hari melayani pembeli. Meskipun ia adalah putri dari pemilik warung, namun ia selalu kelihatan lusuh dan lelah, tak berhenti melayani pembeli. Itu karena ayah dan ibunya menjadikan dia sebagai pekerja yang tak digaji.“Menikah? Memangnya kau punya apa untuk meminang putriku?” tanya Mulan berkacak pinggang, tidak takut meski sosok yang dia hadapi ini bukan orang sembarangan. Sekali tinju, kalau bukan lari ke rumah sakit, ya ke kuburan.“Bu, sudah! Jangan dilawan. Nggak lihat apa dia hebat begitu? Nanti kamu kenapa-napa loh,” bisik Johan pada istrinya.“Biarin, Pak. Nggak takut aku. Mana mungkin jagoan
“Ooh… itu. Kemarin pas keluar dari kampus, aku tuh nggak sengaja nyerempet si Vikram. Terus, ponsel miliknya jatuh dan retak. Aku kabur. Padahal aku udah ngebut, kupikir dia nggak bakalan bisa mengejarku. Nggak nyangka dia malah mengejarku sampai rumah. Dan yang lebih aneh lagi, dia bisa tahu namaku. Misterius banget tuh orang.” Runa tampak berpikir.“Sudah! Jangan kelamaan. Ayo cepat keluar!” Mulan menarik lengan Viza keluar kamar. “Jangan lupa, kasih tau nama lengkapmu ke Vikram supaya dia bisa menyebutkan namamu di ijab qabul! Viza Shanum Azalia binti Johan Al Kahfi.”“Johan Al Kahfi? Bukankah nama bapak Johan Ambarawa?”“Sudah, jangan kebanyakan protes. Johan Ambarawa itu cuma nama ganti saja, aslinya Johan Al Kahfi.”Viza malas berdebat. Ibunya tentu jauh lebih mengerti. Wajah Viza menunduk sepanjang berjalan menuju ruang tamu. Hampir tak ada ekspresi, bahkan kesedihan pun tak tampak lagi, air mata juga tak ada, lebih seperti sudah jengah dan kebal atas semua lelah
“Maharnya apa, Viza?” tanya wali hakim.Viza menggeleng. Ia tak tahu mahar apa yang dia mau. Tak pernah terlintas sedikit pun perihal mahar di hari pernikahan ini. Membayangkan menikah saja tidak, apa lagi kepikiran mahar.“Mahar itu bisa berupa uang, cincin, atau apa saja yang penting berfaedah. Nak Vikram sanggupnya kasih mahar apa?” tanya wali hakim.“Dengkul. Hi hi hi…” Runa berbisik dan terkekeh kecil, bahagia sekali saat bisa mengejek orang lain. Namun suaranya tetap kedengaran di telinga Viza.“Saya bisa kasih mahar ini.” Vikram melepas kalung hitam miliknya yang terbuat dari karet.Seisi ruangan dan orang-orang yang berjubel memadati pintu pun tertawa. “Nak Viza, apakah kamu ridha dinikahi dengan mahar ini?” tanya wali hakim.Beberapa detik Viza menatap kalung itu, kemudian ia berkata, “Maharnya surat Al Kahfi saja.”Tak tahu mengapa, lidah Viza berkata begitu. Setelahnya, ia tersadar bahwa bisa saja ia mempermalukan Vikram bila ternyata pria itu tak hafal surat tersebut. Se
Pria berpakaian rapi dengan setelan jas warna hitam dan dasi warna senada itu menampilkan ekspresi marah, tatapan tajam. Delapan orang keamanan berseragam hitam mengawalnya. Semua orang terdiam dan mematung menatap kehadiran big bos yang secara tiba-tiba. Sebagian besar mereka tak tahu siapa yang sekarang memasuki ruangan itu. Sebab mereka tak kenal dengan sang owner. Namun, melihat kedatangan pria berpakaian rapi dan dikawal keamanan, mereka langsung paham bahwa pria ini bukan orang sembarangan.“Kalian benar-benar keterlaluan!” hardik Vikram dengan sorot mata tajam menghunus. Ia menunduk dan meraih pundak Viza. Membantu istrinya bangkit berdiri. Keduanya bertukar pandang. Lagi-lagi Vikram menyelamatkan Viza di waktu yang tepat.Tentu saja Vikram bisa tahu dengan apa yang terjadi pada istrinya. Sebelumnya Vikram meminta salah seorang dari pihak keamanan untuk mengecek keadaan Viza secara berkala melalui pantauan kamera cctv.Sejak Vikram melihat perlakuan kasar Mawar pada istrin
“Surat PHK?” Mawar terkejut. Gadis yang pernah memaki Viza itu membelalak menatap surat PHK. Tubuhnya menegang. Tangannya gemetar.Sosok pria memasuki ruangan, mendekat pada Mawar. Dia adalah Andra, pria yang tempo hari pernah bermasalah dengan Vikram di dalam lift. “Mawar, aku mendapat surat pemecatan. Kudengar kau juga mendapatkan surat yang sama. Benarkah?” Andra memperlihatkan surat dengan ekspresi panik.“Ya. Kita senasib. Kok bisa?”“Ayo kita tanyakan ke kepala bagian. Mereka pasti tahu alasan pastinya. Nggak ada angin nggak ada hujan, mendadak dipecat begini. Bukankah pekerjaan kita selalu beres? Lalu apa masalahnya? Jika bukan kepala bagian yang menilai kinerja kita, lalu siapa lagi?” Andra protes keras.Puluhan staf yang ada di ruangan itu sedang sibuk dengan laptop, namun mereka sampai menghentikan pekerjaan akibat kegaduhan yang tercipta. Viza tengah sibuk mengerjakan tugas yang diiberikan oleh Mawar, pandangannya tertuju ke laptop meski pikirannya bercabang. Antara peker
“Pokoknya Suami Non itu baik banget. Dermawan. Kalau mau pergi dadi rumah saya, dia kasih uang tuh ke saya. Jarang-jarang kan ada orang kaya sedermawan dan seperhatian itu sama orang m!skin? Non beruntung punya suami kayak Den Vikram,” sambung Pak Salim. “Kalau dengar kisah masa lalunya Den Vikram, pasti Non nangis. Dia itu lelaki yang tangguh dan kuat. Tuhan memang adil. Meski kehidupan Den Vikram dulu sangat sulit, tapi dia diciptakan sebagai manusia yang memiliki IQ tinggi, cerdas dan pintar.”Viza sampai terdiam mendengarkan semua cerita Pak Salim. Mulut pun lupa meneguk wedang ronde.“Loooh… kok nggak diminum? Apa nggak enak?” Pak Salim menatap gelas plastik di tangan Viza yang hanya dipegangi saja.“Eh iya, Pak. Ini diminum.” Viza langsung menghabiskannya.“Makasih banyak ya, Non. Semoga rejekinya makin lancar. Saya lanjut jalan lagi.”Pak Salim tegak berdiri dan mendorong gerobak menyusuri jalan.Viza membeku di tempat. Terdiam menatap kepergian Pak Salim. Helaan napas panjang
Pagi-pagi sekali, Viza sudah meninggalkan rumah, mengenakan celana gombrang khas kantor dipadu atasan berupa blazer.Sengaja ia meninggalkan rumah pagi-pagi sekali bahkan sebelum jauh sebelum jam kantor buka karena sedang menghindari pertemuan dengan Vikram. Hatinya sedang tak tenang. Ia berjalan lemas melewati belakang gedung kantor. Sengaja lewat belakang karena sedang bad mood. Tadi malam, Viza tetap tidur di kamar Fairuz meski ibunya itu sedang ke luar kota, sengaja menghindari Vikram. Ia benar-benar butuh waktu untuk menyendiri.Vikram pun tadi malam tak menyusul ke kamar Fairuz, mungkin pria itu benar-benar memberi waktu untuk Viza menyendiri dulu.Setelah Viza tahu kalau ternyata ia adalah istri pria kaya, justru perasaannya jadi gundah gulana. Berpikir bagaimana ia akan menjalani rumah tangga yang aneh ini, suaminya terlalu banyak menyimpan rahasia.Lalu bagaimana jika ia dicampakkan setelah Vikram mendapatkan semua yang dia inginkan? Selalu saja pertanyaan itu muncul di be
Viza menatap satu per satu wajah-wajah polos itu. Mayoritas mereka masih muda. Mereka menunduk sopan. Melihat sikap mereka begini, Viza kini sadar bahwa mereka meras asungkan pada Viza karena dia adalah istri majikan. Pantas saja mereka selalu bersikap hormat kepadanya.“Kalian tahu kenapa aku meminta kalian kumpul kemari?” tanya Viza.Semuanya menggeleng.“Aku ingin tanya ke kalian, sudah lama bekerja di sini kan?” tanya Viza.“Sudah!” Semuanya serentak seperti koor.“Berarti kalian tahu kalau Mas Vikram itu majkan kalian di sini kan?” tanya Viza lagi.Semuanya membisu, tampak saling kode dan sesekali bertukar pandang.“Dia bukan supir kan? Dia itu pemilik rumah ini, benar begitu kan?” tanya Viza lagi.Tak ada jawaban. Semuanya membisu.“Mbok Parmi juga pasti lebih tahu kan soal ini?” Viza menatap Mbok Parmi.“Tolong jangan membuat kami dalam masalah, Mbak.” Mbok Parmi menatap sayu. “Aku tahu kalian hanya disuruh, kalian harus patuh dan nggak berani membantah, tapi aku udah tahu se
“Maaf, ada kesalahan tekhnis, drama yang seharusnya ditampilkan, terpaksa harus saya potong karena waktu yang mendesak. Saya tidak bisa berlama-lama di sini.” Vikram ngeles sambil pura-pura melihat jam di pergelangan tangan seolah ia sedang dikejar waktu.Mulan tercekat menatap keberadaan Vikram, tubuhnya mendadak kaku.“Saya tidak akan lama, simpel saja. Baiklah, terima kasih atas semua hadirin yang sudah meluangkan waktu di kesempatan ini. Merupakan kehormatan besar bisa dikunjungi oleh para hadirin. Ini adalah wujud rasa syukur saya atas semakin berkembangnya bisnis yang saya bangun. Hari ini, perusahaan sudah bertambah usia. Semakin jaya dan sukses. Dengan berdirinya pabrik yang baru, maka di hari ini saya ucapkan rasa syukur, Alhamdulillahi rabbil Aalamiin.” Tidak lama Vikram berpidato, sekitar lima belas menit, ia mengungkap rasa syukur dan menceritakan garis besar perjuangannya membangun perusahaan hingga bisa seperti sekarang ini.“Dengan adanya acara ini, maka saya buka pab
Tarian adat Minang dipersembahkan di panggung, musiknya sangat manis, tariannya pun menghibur dan mengagumkan mata yang memandang.Setelah tarian usai, host berkerudung biru kembali melangkah menuju podium, tepat di tengah-tengah panggung. “Baru saja kita saksikan pertunjukan tarian daerah, indah sekali. Baiklah, selanjutnya kita akan sambut owner perusahaan yang akan hadir dan memberikan beberapa hal penting. Marilah kita sambut…”Belum selesai host bicara, tiba-tiba terdengar suara menyahuti. Suara itu bersumber dari mikrophon. Suaranya masuk ke speaker. Tapi tak tahu pemilik suara siapa sebab pelakunya tak kelihatan, dia berada diantara kerumunan.“Tuan Leo yang terhormat, Anda selaku owner di perusahaan ini telah lari dari tanggung jawab, Anda berusaha untuk meninggalkan putriku setelah menghamilinya.” Suara itu menggema melalui speaker yang ada di sudut ruangan.Semua orang terkejut, heran hingga mereka saling bicara satu sama lain, menimbulkan suara seperti segerombolan lebah.
Mones pasrah. Menatap punggung Viza hingga hilang dari pandangan. Tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis. Sumber suara berasal dari bawah. Mones menunduk untuk melihat suara tangisan. Rupanya Runa. Gadis berseragam OB itu tengah terduduk di lantai sambil terisak, tersedu sedan.Mones tak menggubris. Ia melenggang pergi.Runa mengambil hp. Lalu dengan tangan gemetaran, ia memencet-mencet nama yang ada di kontak. “Ibu. Aku harus segera telepon ibu.” Runa menempelkan hp sesaat setelah menekan nama yang dicari.Sambungan telepon terhubung. “Hai Runa, tumben telepon aku. Kamu pasti kangen kan? Jadi bagaimana? Sudah mau menerima cintaku? Apa kubilang, setelah kamu putus kuliah, pasti kamu nggak laku dan akan mengemis cintaku.” Suara di seberang mengejutkan Runa. Kenapa malah suara cempreng seperti kaleng rombengan yang menyahuti? Runa terkejut saat mendapati nama Ibnu di layar hp nya. Rupanya ia salah pencet, niatnya memencet nama ibu, malah kepencet Ibnu, lelaki yang sering mengejar
“Seperti yang tadi kamu lihat, Vikram memang pimpinan di perusahaan ini,” jelas Mones.Runa terkejut. Meski ia sudah menduga hal itu sejak tadi, tapi tetap saja ia kaget, syok. Tubuh Runa terasa lemas sekali, kepala oyong sampai harus terhuyung ke belakang karena hampir tumbang.Mones memang sedang berbicara dengan Viza, tapi Runa yang hanya mejadi pendengar itu malah merespon dengan luar biasa.“Jangan berpikir negatif tentang Vikram, apa lagi sampai menduga dia menipumu, atau membohongimu. Dia melakukan semua ini bukan tanpa alasan,” sambung Mones menatap Viza lekat.“Aku tahu kok kenapa Mas Vikram membohongiku tentang statusnya. Aku tahu kenapa dia lakukan ini ke aku. Kamu bersekongkol dengan Mas Vikram untuk masuk di kehidupanku dengan tujuan dendam pada keluargaku. Aku hanya tameng, benar kan?” Viza tampak kecewa, beranggapan bahwa cinta bukanlah alasan Vikram menikahinya. “Inilah yang Vikram takutkan, kamu akan salah paham. Oleh sebab itu dia memintaku menjelaskan kepadamu seb