“Vikram itu yatim piatu sejak kecil. Dia hidup geland4ngan, nggak punya rumah. Nggak punya apa-apa,” sambung Fairuz. “Dia dilahirkan dari hubungan gelap antara seorang pejabat dan wanita biasa. Pejabat sudah punya istri, jadi nggak mungkin bertanggung jawab atas hubungan gelap mereka. Perempuan ini membuang Vikram kecil setelah melahirkan ke jalan. Rupanya dia meninggal setelah membuang bayinya. Dan nggak lama si pejabat juga menyusul ke liang lahat.”Fairuz menjeda. Kembali meneguk minum.Ia lalu melanjutkan, “Vikram dibesarkan di panti asuhan. Di usia dua belas tahun, dia kabur karena nggak kuat dibuli teman-temannya. Saat itulah ibu ketemu dia.”Viza tertarik dengan cerita ibunya. Sampai-sampai kunyahannya terhenti.“Nasib ibu dan Vikram sama, sama-sama terpukul oleh keadaan. Ibu yang saat itu depresi berat, ketemu sama Vikram yang sedang memikul masalah. Bedanya, ibu dalam keadaan depresi, sedangkan Vikram dalam keadaan memendam rasa ingin membungkam perbuatan teman-temannya. Vikr
“Kalau begitu aku ajak kamu bulan madu, mau?” tanya Vikram.Viza menegang mendengar pertanyaan suaminya. Berani-beraninya Vikram bertanya begitu di depan ibu. Bikin salah tingkah saja.Fairuz mengulum senyum, melirik Viza yang menunduk dengan muka merona.“Ya sudah, sana gih kalau kalian mau dua-duaan. Ibu mau istirahat dulu.” Faitu, melenggang pergi dengan senyum yang lebar.Sunyi.Viza membisu. Gara-gara pembicaraan mengenai bulan madu, ia jadi salah tingkah. Grogi. Lalu sekarang mereka harus berbuat apa? Diam-diaman?Vikram tersenyum menatap istrinya yang hanya diam menunduk saja. Usia mereka terpaut cukup jauh. Beda sepuluh tahun. Wajar jika keduanya memiliki jauh perbedaan sikap. Vikram terlihat santai sekali dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan adegan dewasa, sedangkan Viza yang masih dua puluh satu tahun dan belum genap dua puluh dua tahun itu tentu canggung dan tak biasa. “Mas Vikram kok pulang cepat? Ini kan masih jam tiga. Jam kantor belum selesai. Biasanya pulang
Ya ampun, untung saja mereka berada di ruangan bawah tanah, jadi teriakan Viza tak terdengar siapa pun kecuali mereka berdua saja. Bisa-bisanya Viza berteriak terus di tengah keadaan ini. Padahal tadi Vikram sudah membaca basmallah lengkap dengan doanya, kok malah istrinya teriak-teriak begitu?Vikram hendak memulai lagi."Aaaaa...."Lagi-lagi Viza berteriak.Vikram tersenyum. “Kalau kamu teriak lagi, aku akan menggigitmu.”Viza membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangan. “Jangan teriak ya!” lembut Vikram.Viza tak menjawab. Ia bahkan tak yakin apakah mulutnya bisa terhindar dari teriakan atau tidak. “Ini harus dibiasakan ya!” Vikram berbisik. “Kamu akan menjadi istri seutuhnya untukku.”Vikram mesti mengajak Viza mengobrol di tengah situasi menegangkan, namun juga sangat manis. “Aaaa…. mmmpth.”Jeritan Viza kali ini langsung terhenti saat Vikram membungkam dengan mulutnya. Ini memang sulit bagi Viza, namun Vikram berhasil menenangkan gadis itu, mereka memadu kasih dalam balu
Tentu saja itu bukan sembarang tuduhan, mereka menyaksikan bagaimana Mulan menyelinap masuk menggunakan seragam OB dibantu oleh Runa melalui rekaman cctv.Runa menunduk cemas. “Kalau kau hamil anaknya Leo, maka mintalah Leo bertanggung jawab, bukan malah minta pada pemilik perusahaan ini. Kau pikir pemilik perusahaan ini bernama Leo?” ledek salah seorang keamanan.“Kau mempermalukan dirimu sendiri dengan menyebut Leo sebagai owner di sini. Lagi pula, mana mungkin owner bersedia menyentuh perempuan selevel OB.”“Ha haa haaa…”Ledekan terus membahana.Ada banyak orang yang menyaksikan kejadian itu. Mereka mengerumuni demi bisa menyaksikan dua perempuan yang sedang dipermalukan.“Pakai segala mau tes DNA, pakai pengumuman pula di depan para pejabat tinggi perusahaan. Memalukan sekali!”“Kalau mau mengumumkan anakmu hamil di luar nikah, jangan di acara penting seperti tadi, di pasar sana! Paling diketawain orang!”“Pasti mereka ini korban dari kibulan orang nih, ada yang namanya Leo ngak
Vikram berjalan dengan langkah lebar menyusul Leo. Sedangkan langkah kaki Leo kecil, kalah cepat oleh kaki Vikram yang jenjang. Dalam hitungan detik, Vikram berhasil menyusul supirnya itu.Baju belakang Leo ditarik oleh Vikram.Bugh! Punggung Leo membentur dinding sesaat setelah didorong.Plak!Kertas dilempar oleh Vikram ke wajah Leo.“Diam-diam rupanya kau membantu perekonomian Runa! Kau tahu kalau tujuanku selama ini adalah untuk menghancurkan mereka yang sudah menyakiti Bu Fairuz dan Viza. Kau yang selama ini ada di pihakku, malah sekarang mendukung mereka! Ini sama saja kau bertentangan denganku,” geram Vikram menunjuk kertas yang baru saja dia lempar ke lantai.Leo menatap struk. Ah ya ampun, dia lupa membuang struk itu. Kenapa dia harus menyimpannya? Kenapa tidak dibuang saja? Dimana pula kertas itu terjatuh? Struk menunjukkan nominal g4ji miliknya yang ditransfer kepada Runa. Nominalnya juga tidak sedikit, hampir seluruh gajinya dikirim untuk Runa.“Apa yang ada di pikiran
“Mas, kasian Leo.” Viza meraih lengan suaminya. Tatapan Vikram tertuju ke lengan yang dipegangi istrinya. Oh ya ampun, ia padahal tak ingin memberi kesempatan pada orang yang dianggap berkhianat, tapi entah kenapa suara Viza mampu membuaynya luluh. “Baiklah, Leo. Kau selamat. Setir mobilnya sekarang! Kita ke mall.” Vikram melempar kunci lalu melenggang. Spontan Leo menangkap kunci. Untung ia tangkas hingga kunci tepat sasaran. Leo bangkit, menghampiri Viza. “Makasih banyak, Mbak.” “Tolong, apa pun yang menjado kehendak Mas Vikram supaya dituruti. Jangan ulang lagi! Kepercayaan itu sulit dibangun!” ucap Viza. “Baik, Mbak. Insyaa Allah.” Leo beranjak keluar dan membukakan pintu mobil untuk Vikram dan Viza. *** “Ini mau?” Vikram mengambil salah satu tas dari tempatnya, mengangkat untuk dipetlihatkan kepada Viza. Pandangan Viza terpaku pada tas cantik yang ia pun tak tahu harganya berapa. Kemudian, tatapan Viza mengedar pada seisi toko. Semua tas yang terpajang di dalam kaca tam
“Baiklah, kalau kamu tidak mau beli tas, kita beli jam tangan saja ya?” tawar Vikram. “Enggak mau. Lain kali saja.”Vikram menghela napas. Ia memahami sikap Viza yang enggan membeli barang mahal karena belum terbiasa, pasti rasanya mubajir.Uang segitu hanya dihabiskan untuk beli barang mahal, kalau dipakai untuk memberi makan orang, pasti sudah bisa membuat perut ratusan orang menjadi kenyang.Ini juga sama seperti pemikiran Vikram dulu. Iya, itu dulu.“Ayo keluar, Mas!” Viza menarik lengan Vikram keluar toko.Sebenarnya Vikram bisa saja menolak tarikan Viza. Mudah saja baginya menyentak lengan Viza yang tenaganya tak ada apa-apa dibanding dirinya. Tapi ini bukan soal tenaga, ini soal hati. Vikram selalu saja mengalah pada wanita ini.Vikram menurut saja digandeng Viza menuju ke eskalator. Biarlah perjalanannya keliling mall sia-sia, yang penting bisa dapet gandengan dari tangan istri. Jarang-jarang bisa digandeng begini oleh Viza. Pada akhirnya mereka menuju ke restoran setelah m
“Nanti aku mau beli jam tangan,” sambung Viza.Lagi-lagi Vikram tersenyum. “Aku ke toilet dulu.”Vikram meninggalkan meja, melangkah pergi.“Rasanya nggak masuk akal. Vikram kerap berbagi hartanya ke orang yang nggak mampu, tapi kok dia malah makin kay4.” Mones tersenyum. “Ya nggak hatus smsua hartanya dikasih ke orang kan? Dia juga berhak membahagiakan istrinya dengan menggunakan sebagian hartanya. Dia bukan orang tamak kok. Dia selalu bersyukur setiap kali mendapat rejeki dengan berbahai cara.”“Mungkin sikapku tadi sudah membuat Mas Vikram jadi nggak nyaman. Dia merasa kalau aku menganggapnya boros dan nggak mau berbagi. Sampai-sampai Mas Vikram membuktikan hal ini ke aku.” Viza menatap sayu.“Nggak gitu juga, Viza. Vikram hanya ingin menunjukkan ke kamu kegiatan apa saja yang sudah dia lakukan, sehingga kami nyaman saat belanja dengan nominal besar.”Viza mengangguk paham. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Tentang surat kaleng itu.“Mones, aku melihatmu sebagai orang baik, aku mau ta
“Viza, akhir-akhir ini Vikram sibuk banget ngurusin persiapan bulan madu kalian ke luar negeri. Duh, pokoknya dia tuh nanyain inilah, itulah, pokoknya minta bantu mama buat ngurusin ini dan itu,” jelas Fairuz amtusias. “Loh, kok Mas Vikram nggak minta bantuin aku aja, Mas? Malah ngerepotin ibu?” tanya Viza sambil mencuil-cuil kepiting, sejak tadi si kepiting nyebelin ini dicuil tapi tak berhasil. “Kamu tugasnya cuma terima bersih, jangan malah ikutan repot,” sahut Vikram. Ia mendekatkan badannya ke arah Viza sambil mengambil alih garpu dan pisau di tangan Viza. “Gini caranya.” Vikram membantu mengeluarkan daging kepiting dari cangkangnya. Viza menatap wajah Vikram dari jarak dekat. Sebenarnya Viza sayang sekali pada Vikram, bahkan disaat mereka di posisi sangat dekat begini, jantung Viza betdebar-debar. Tatapan Viza beralih ke tangan Vikram yang sibuk mengeluarkan semua daging kepiting dari cangkangnya. Berhasil, semua sudah terpisah. “Kamu tinggal makan sekarang.” Vikram kemb
Hati Viza kembali gundah. Perasaan bahagia kini bercabang. Antara meragukan cinta Vikram, namun juga merasa sedang jatuh cinta.Suara pintu tertutup di sebelah menyadarkan Viza kalau suaminya sudah duduk di samping.Mobil melaju.“Aku ingin mengajakmu bulan madu, ke luar negeri. Belum pernah ke Mesir kan?” tanya Vikram menatap Viza dengan tatapan hangat.“Belum,” jawab Viza agak malu. Ditatap seintens ini oleh suami membuatnya jadi salah tingkah.“Kalau begitu kita ke Mesir, kita ke Alexandria, kuil abu simbel, piramida, benteng salahudin, luxor dan banyak lagi. Setelah itu ke Libya. Dan ke Arab. Mau?” sambung Vikram.Kota impian. Arab. Sejak dulu Viza sangat ingin menginjakkan kaki ke sana. Ini kesempatan emas. “Mau banget, Mas,” jawab Viza senang.“Kalau begitu kita akan persiapkan semuanya lebih cepat. Satu minggu lagi kita terbang ke Mesir.” Vikram melihat sekilas ke jam tangan yang menampilkan kalender. Tanggal 20 kita berangkat.”Viza tersenyum senang sekali. “Mimpi apa aku b
“Berhenti di toko jam!” titah Vikram.“Siap, Mas!” Pengawal di balik kemudi mengangguk patuh. Mobil bergerak pelan menuju ke toko besar.Vikram lebih suka dipanggil dengan sebutan ‘Mas’ ketimbang panggila ‘Tuan’ atau apalah sejenisnya. Panggilan ‘Mas’ lebih fleksibel dan tidak memberi jarak antara bos dan anak buah.“Hei, kenapa berhenti di sini?” Vikram menatap ke luar, tidak sesuai dengan arahannya.“Bukankah Mas Vikram minta berhenti di toko jam?” “Oh ya ampun, ini toko jam dinding. Maksudku jam tangan.”“Astaghfirullah.. maaf, Mas.” Mobil kembali bergerak menuju ke toko yang disebutkan, tak jauh berbelok karena toko bersebelahan. Pengawal di belakang tertawa kecil.Mobil berbelok dan diparkirkan di halaman toko, pengawal membukakan pintu untuk Viza, bergantian membukakan untuk Vikram.“Terima kasih,” ucap Viza sesaat setelah pintunya dibukakan oleh pengawal.Vikram mengajak Viza memasuki toko jam tangan. Seperti biasa, pria itu memberi akses kepada Viza untuk berjalan di depan.
Mulan menelan saliva. “Vikram, kamu boleh membalaskan sakit hati Ibumu kepada kami, tapi kamu tahu kan kalau dia itu bukan ibu kandungmu, lalu kenapa sampai harus semarah ini kepadaku?”“Masih ingat bagaimana hidup Viza selama puluhan tahun bersama ibu kan?” Vikram balik tanya, membuat Mulan seperti kena skak.“Mm maksudmu… kamu mau membalaskan perbuatan ibu ke Viza?” Tatapan Mulan kemudian tertuju ke wajah Viza. “Mengadu apa saja kamu ke Vikram?”Viza diam membisu, lebih karena tak ingin banyak bicara alias malas. Sudah terlalu lama ia menelan rasa lelah, tak ingin lagi menambah rasa lelah itu.“Jangan salahkan Viza. Dia sama sekali tidak mengadu apa pun padaku, aku punya mata-mata akurat. Mones itu mata-mataku. Dia melaporkan semua kejadian yang terjadi di rumah ini kepadaku,” ucap Vikram. “Sebentar lagi penghuni baru rumah ini akan datang, ibu tolong cepat berkemas.”“Jadi kamu mengusir ibu?” Mulan menatap Vikram penuh permohonan.Hanya senyum simpul yang ditunjukkan oleh Vikram.“
“Kebetulan hari ini supir saya menikah. Jadi saya menghadiri pernikahannya bersama istri,” ucap Vikram sembari menepuk pundak Leo. Yang ditepuk mengangguk. “Terima kasih Mas Vikram sudah bersedia hadir,” balas Leo menunduk sopan. “Silakan dilanjutkan acaranya!” ucap Vikram. Segera penghulu memulai akad nikah. Acara benar-benar tidak khidmat, semua orang sibuk bergunjing, membicarakan tentang Mulan yang ternyata mendapatkan menantu seorang supir. Sedangkan nasib Viza berubah seratus delapan puluh derajat, langsung tajir. Sosok Vikram yang dulu terlihat sebagai berandalan, kini datang dengan status yang berbeda, dia bahkan mampu menaikkan derajat sang istri. “Walah walah, rupanya suaminya si Runa cuma supir. Lah kemarin nyokapnya sibuk koar koar ke sana sini kalau calon mantunya kay4.” “Lah malah yang kay4 itu rupanya suaminya Viza. Si abang ganteng yang jagoan kemarin itu loh.” “Iya. Suara ngajinya juga bagus. Beruntung banget ya Viza?” “Kemarin dateng padahal wujudnya bera
Mobil mewah warna silver membuat warga menatap bengong. Mereka bertanya-tanya, siapa tamu yang datang menggunakan mobil mewah itu. Dan mereka dibikin tercengang saat melihat sosok yang keluar dari mobil. Viza. Bahkan wanita itu keluar dari mobil dengan pintu yang dibukakan oleh pengawal. Tampak pula pengawal berapakaian hitam itu membungkuk sopan pada Viza. Dia terlihat sebagai wanita terhormat.Buset. Penampilan Viza menjadi perhatian semua orang. Fokus semua mata mengarah pada wanita itu. Gaun lengan panjang mewah warna abu-abu dipadu sendal heels tinggi warna senada, jilbab kekinian menyempurnakan tampilannya. Sangat berkelas. Hampir saja semua mata terkecoh dan tak mengenal Viza jika saja tak memperhatikan secara seksama. Menyusul Vikram yang keluar dengan tampilan yang tak kalah mencemgangkan, stelan jas warna abu-abu seakan couple-an dengan warna baju Viza. Sebenarnya ada drama menarik di balik pakaian yang mereka kenakan. Itu adalah baju baru. Iya, baru dibeli di perjalanan
Di luar, orang-orang terdengar sibuk sekali. Bukan sibuk rewang karena memang tak ada kenduri seperti yang sering dilakukan orang-orang saat ada hajatan, namun sibuk ngerumpi dan menggosip. Antara satu mulut dan mulut lain saling sahut. “Udah selesai belum sih, Bu? Dari tadi dandanin mulu, lama banget sih?” Runa pegel duduk di kursi dengah muka ditowel-towel oleh peralatan make up seadanya. “Sebentar.” “Cepetan, Bu. Aku pegel nih.” “Ini hidungmu jendol, bibir juga mmeble. Bedaknya jadi ketebelan di hidungmu.” Runa mnegambil kaca, menatap pantulan wajahnya. “Aaaaaaaaaa……” jerit Runa membahana. “Runa!” Mulan menabok mulut Runa pakai kipas tangan, membuat Runa kaget dan membungkam. “Jerit sembarangan aja! Bikin kaget jabang bayik!” Pintu kamar terbuka, kepala beberapa orang tetamgga menyembul. “Ada apa, Runa? Kok teriak?” tetangga melontar pertanyaan. “Nggak ada apa-apa.” Mulan mendekati pintu. “Maaf ya Jeng, ini ruangan privasi.” Mulan menutup pintu dan menguncinya. “Ibu ken
Vikram cepat melipat laptop. Juga mengemas kertas-kertas di meja dan membalikkannya hingga kertas-kertas itu di posisi menelungkup. Gerakannya sangat cepat, terburu-buru sekali sampai Viza tak sempat melihat isi kertas. Aneh, kenapa kertas-kertas itu hanrus dibalikkan? Sepertinya Vikram sedang menyembunyikan isi kertas dari Viza. “Ada apa kamu kemari, Viza?” Vikram bangkit berdiri. “Aku mau… aku pinjam laptopmu, Mas!” Viza segera mendekat pada Vikram namun kalah cepat. Vikram sudah lebih dulu meninggalkan kursi. Pria itu langsung merengkuh pundak Viza. “Kita harus secepatnya ke acara pernikahan Leo. Hari ini dia menikah.” Vikram merangkul Viza keluar ruangan. Viza sempat menoleh ke meja, ada kertas yang terjatuh di bawah meja. Sedikit ujung kertas kelihatan di pandangan mata Viza. Benar, itu adalah desain gambar untuk kartu undangan pernikahan. Sayangnya gambar wajah wanita di foto itu tak kelihatan. Hanya tanpa wajah Vikram di dalam konsep gambar itu. Benarkah itu wuju
Jari lentik Viza membuka kertas dari dalam amplop. Pelan, ia mulai membaca deretan demi deretan tulisan yang tertera di sana.Beberapa kali ia tersandung dan hampir menelungkup akibat pandangan mata fokus pada bacaan sedangkan kaki terus berjalan. Kalau sekali lagi ia kesandung, pasti bakalan mencium lantai. Sekilas pandangan Viza mengedar ke sekitar mencari kursi, namun tak satu pun kursi berada di dekatnya. Rumah terlalu luas. Viza perlu berjalan cukup jauh untuk sampai ke kursi yang ada di kejauhan sana.Alhasil, Viza memilih ngejeprok saja duduk di lantai sekenanya. Matanya jeli membaca kata demi kata.(Ini surat kedua. Viza Shanum Azalia, tujuanku baik, yaitu mau kasih tahu kamu tentang apa yang kamu tidak ketahui supaya kamu bisa tahu mana yang sungguh-sungguh teman dan mana yang musuh dalam selimut.Tapi ini tergantung padamu, mau percaya atau tidak. Yang jelas, semua yang aku sampaikan ke kamu, sudah kamu buktikan bahwa itu benar bukan? Tidak perlu kamu tahu siapa aku, yan