Damar. Lelaki yang baru tiba dan disambut hangat oleh perempuan cantik yang ia ketahui sebagai pemilik rumah dan seorang anak lelaki berumur tujuh tahun yang kini bergelayut di gendongan Damar, mereka terlihat begitu dekat selayaknya keluarga.Entah mengapa hati Rania tidak rela saat melihat Damar bersama wanita lain, padahal ia juga tidak merasakan cinta untuk Damar. Pertemuan tiga tahun lalu masih membekas di ingatan Rania, panggilan sayang itu masih ia ingat dengan jelas.Suara ketukan pintu mengagetkan Rania yang sedang tertidur, ia segera merapikan rambut dan wajah yang sedikit berantakan karena keningnya ia sandarkan pada setir mobil."Acaranya udah mau mulai, Mbak," jelas salah satu karyawan Rania.Rania mengangguk lalu berjalan mengikuti pegawainya, mereka berada di stand makanan yang sudah tersedia. Rania tidak membantu, ia hanya mengawasi kinerja pegawainya. Karena satu kesalahan yang mereka lakukan bisa merusak nama usaha Rania.Tidak sengaja pandangan Rania tertuju pada pa
"Sama-sama, Mbak Tania, dengan senang hati saya pasti melayani kalau Mbak Tania mau pesan lagi," jawab Rania.Meski perasaannya tidak nyaman, tetapi ia harus tetap profesional dalam bekerja."Kok nggak sadar kalau nama kita mirip ya mbak, mbak cantik banget lagi. Udah ada pasangan belum sih mbak? Aku punya ipar yang masih single loh kalau mbak Rania mau?" ucap Tania panjang lebar.Belum sempat Rania menjawab, mereka harus berhenti karena panggilan seseorang."Tan, ikut mas bentar. Ada tamu nyariin kamu," ucap seorang lelaki tampan pada Tania.Hanya sekilas, tapi pandangan itu cukup membuat mereka terkejut. Rania hanya diam, sementara lelaki itu segera pergi bersama Tania."Aku pergi dulu ya mbak, nanti kapan-kapan di sambung lagi. Mas Damar orangnya nggak sabaran, jadi aku harus segera ke sana. Sekali lagi makasih ya mbak," ucap Tania lalu berlalu dari hadapan Rania.Pasangan yang cocok, batin Rania.Pukul sembilan malam acara selesai, Rania dan para pegawainya sudah bersiap untuk pul
Pagi ini Rania membuat roti isi untuk menu sarapan. Revan harus berangkat pagi karena akan bermain futsal bersama teman-temannya."Mau bekal nggak?" tawar Rania.Revan yang tengah memakai sepatunya, kini menengakkan tubuhnya demi melihat sang ibu. "Enggak usah, Bun. Nanti rencana mau makan bakso sama anak-anak," jawabnya."Ya udah, Bunda mau siap-siap ke katering dulu."Rania terlebih dahulu mengantar Revan, setelah itu ia bergegas menuju katering."Pesanan kue lumayan banyak hari ini, kue ulang tahun ada tiga," jelas Yati pada Rania."Yang nasi kotak udah dianter?" tanya Rania. Ia sedang menghias kue ulang tahun karakter untuk anak temannya."Belum, masih nunggu mobil dateng," ucap Yati.Biasanya hari minggu kebanyakan orang akan mendapat libur, tapi berbeda dengan usaha Rania. Saat hari minggu atau hari libur ia justru akan mendapat banyak orderan, baik itu kue ataupun nasi kotak. Karena banyak orang akan melangsungkan acara di hari itu."Mobil pak Ali belum bisa di ambil?""Belum,
"Istri? Istri siapa yang kamu maksud?" tanya Damar kebingungan.Sekian lama menunggu seseorang yang ingin ia jadikan istri, kenapa sekarang Rania justru menanyakan hal yang tidak ia mengerti?"Istri Mas Damar. Mbak Tania," jelas Rania dengan raut serius.Damar tertawa, ternyata terjadi kesalahpahaman di sini. Ia menghentikan tanya setelah menyadari Rania menatapnya. "Kamu ingat Bimo?"Apa hubungannya? Kenapa Damar malah membahas adiknya? "Iya."Rania masih ingat adik Damar satu-satunya itu. Dulu mereka sering main bersama saat kecil. Bimo yang rese, tetapi selalu baik hati dengan berbagi makanan pada Rania. "Tania itu istrinya Bimo, kebetulan kemarin Bimo ada urusan di luar kota jadi aku yang gantiin dia di acara ulang tahun anaknya," jelas Damar.Ah, mungkin saja itu hanya karangan Damar demi menutupi pernikahannya. Pokoknya Rania nggak mau menjadi duri dalam rumah tangga orang lain!"Kamu masih nggak percaya?" tanya Damar setelah melihat raut Rania masih dingin.Damar menyerahkan g
Rania tidak menjawab, ia menyodorkan jari tangannya di depan Damar."Maksudnya?" tanya Damar tidak mengerti."Pakein," jelas Rania.Damar masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar, semua seperti mimpi baginya. Ia hanya memandang Rania tanpa melakukan apapun."Pakein di jari aku, aku nggak bisa pakek sendiri," terang Rania."Ini beneran? Kamu beneran nerima aku?" ucap Damar tidak percaya.Rania tersenyum, ia mengangguk mantap. Rania memutuskan untuk memberi kesempatan pada Damar, ia juga merasa sesuatu mulai tumbuh untuk lelaki tampan itu.Damar memakaikan cincin di jari manis Rania dengan tangan bergetar, bukan hanya bahagia tapi juga takut cincin itu tidak pas di jari Rania. Mungkin memang mereka sudah berjodoh, cincin itu begitu pas melingkar di jemari Rania. Cincin sederhana dengan mata satu begitu indah di jemari Rania.Damar segera bersujud syukur setelah memakaikan cincin di jemari Rania, ini adalah hari terbaik dalam hidupnya. Penantian panjang itu kini telah terjawab. Peru
"Maksudnya apa?" tanya Rania, ia tidak mengerti apa maksud Andra."Sania mau dimadu, dia nggak keberatan kalau aku nikahin kamu. Aku masih cinta sama kamu, aku mau kita hidup bersama. Kamu mau kan?" Andra begitu antusias mengabarkan hal itu, ia meyakini kalau Rania juga ingin menikah dengannya."Kamu tega lakuin itu sama istri yang mencintaimu?""Aku cintanya sama kamu Ran, dari dulu sampai sekarang. Jangan dengerin omongan orang, yang penting sekarang kita bisa sama-sama. Sania janji nggak akan ngelarang waktuku sama kamu, yang penting aku nggak cerein dia," jelas Andra dan itu membuat Rania semakin jengkel dengan Andra."Kamu masih sama seperti dulu, tidak bisa menghargai perasaan perempuan. Dua anakmu perempuan, bagaimana kalau sampai ia disakiti lelaki. Apa kamu nggak sakit hati?" tanya Rania mulai tersulut emosi."Aku nggak nyakitin dia, emang dari awal aku nggak cinta sama dia. Aku kan udah pernah cerita kalau kami dulu dijodohin. Kamu mau kan nikah sama aku?" Andra masih memoho
"Damar, silahkan duduk. Aku tinggal ke belakang dulu," ucap Risa.Damar adalah adik kelas Risa, dulu mereka mengikuti les di tempat yang sama jadi mereka cukup akrab. Saat Damar mengatakan akan menikahi Rania, Risa menyetujuinya karena dia tahu kalau Damar adalah pemuda yang baik."Makasih mbak," jawab Damar. Ia lalu duduk. Rania dan Roni juga duduk di ruang tamu itu."Sebenarnya ada hal yang ingin saya sampaikan sama mas Roni, mbak Risa dan ibu juga," jelas Damar.Rania hanya diam dengan jantung berdebar, apakah ini awal bahagia itu?"Tentang apa kalau boleh mas tau?" tanya Roni. Ia sebenarnya sudah menebak apa tujuan Damar ke rumahnya karena tadi ia sudah mendengar pengakuan Damar, tapi ia berpura-pura tidak tahu."Saya ingin menjalani hubungan yang serius sama Rania, kalau diizinkan saya ingin menikahi Rania," ungkap Damar."Apakah kamu sudah membicarakan ini dengan Rania? Kalian sudah dewasa, mas ingin kalian memutuskan sesuatu dengan benar. Kalau mas hanya berhak memberi saran s
"Tante," sapa Rania pada tamunya, ia tidak menyangka jika yang datang adalah ibu Andra."Iya, ini tante. Boleh masuk?" tanya ibu Andra."Silahkan.""Ada perlu dengan mbak Risa atau ibu?" Karena Rania tidak merasa ada urusan lagi dengan ibu Andra dan Sinta itu."Tante mau ketemu kamu," jawabnya."Ada apa?" Rania tidak menyangka ibu Andra mencari dirinya."Kenapa waktu itu kamu nggak bilang kalau kamu hamil anak Andra? Kenapa kamu diam dan pergi begitu saja?" Suara ibu Andra terdengar serak menahan tangis."Kenapa tante membahas ini? Kejadian itu sudah lewat dan saya sudah melupakannya," jelas Rania. Entah apa motif wanita di depannya membahas hal yang telah lalu, apa ini ada hubungannya dengan Andra? Atau Sinta?"Tante mau minta maaf karena ulah anak tante kamu jadi hidup susah. Tante nggak nyangka kalau Andra tega melakukan itu sama kamu, selama itu yang tante tau Andra pacaran sama Sania dan mereka berencana menikah setelah wisuda. Andai tante tau kalau kamu pacaran dan hamil anak An