Rania tidak menjawab, ia menyodorkan jari tangannya di depan Damar."Maksudnya?" tanya Damar tidak mengerti."Pakein," jelas Rania.Damar masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar, semua seperti mimpi baginya. Ia hanya memandang Rania tanpa melakukan apapun."Pakein di jari aku, aku nggak bisa pakek sendiri," terang Rania."Ini beneran? Kamu beneran nerima aku?" ucap Damar tidak percaya.Rania tersenyum, ia mengangguk mantap. Rania memutuskan untuk memberi kesempatan pada Damar, ia juga merasa sesuatu mulai tumbuh untuk lelaki tampan itu.Damar memakaikan cincin di jari manis Rania dengan tangan bergetar, bukan hanya bahagia tapi juga takut cincin itu tidak pas di jari Rania. Mungkin memang mereka sudah berjodoh, cincin itu begitu pas melingkar di jemari Rania. Cincin sederhana dengan mata satu begitu indah di jemari Rania.Damar segera bersujud syukur setelah memakaikan cincin di jemari Rania, ini adalah hari terbaik dalam hidupnya. Penantian panjang itu kini telah terjawab. Peru
"Maksudnya apa?" tanya Rania, ia tidak mengerti apa maksud Andra."Sania mau dimadu, dia nggak keberatan kalau aku nikahin kamu. Aku masih cinta sama kamu, aku mau kita hidup bersama. Kamu mau kan?" Andra begitu antusias mengabarkan hal itu, ia meyakini kalau Rania juga ingin menikah dengannya."Kamu tega lakuin itu sama istri yang mencintaimu?""Aku cintanya sama kamu Ran, dari dulu sampai sekarang. Jangan dengerin omongan orang, yang penting sekarang kita bisa sama-sama. Sania janji nggak akan ngelarang waktuku sama kamu, yang penting aku nggak cerein dia," jelas Andra dan itu membuat Rania semakin jengkel dengan Andra."Kamu masih sama seperti dulu, tidak bisa menghargai perasaan perempuan. Dua anakmu perempuan, bagaimana kalau sampai ia disakiti lelaki. Apa kamu nggak sakit hati?" tanya Rania mulai tersulut emosi."Aku nggak nyakitin dia, emang dari awal aku nggak cinta sama dia. Aku kan udah pernah cerita kalau kami dulu dijodohin. Kamu mau kan nikah sama aku?" Andra masih memoho
"Damar, silahkan duduk. Aku tinggal ke belakang dulu," ucap Risa.Damar adalah adik kelas Risa, dulu mereka mengikuti les di tempat yang sama jadi mereka cukup akrab. Saat Damar mengatakan akan menikahi Rania, Risa menyetujuinya karena dia tahu kalau Damar adalah pemuda yang baik."Makasih mbak," jawab Damar. Ia lalu duduk. Rania dan Roni juga duduk di ruang tamu itu."Sebenarnya ada hal yang ingin saya sampaikan sama mas Roni, mbak Risa dan ibu juga," jelas Damar.Rania hanya diam dengan jantung berdebar, apakah ini awal bahagia itu?"Tentang apa kalau boleh mas tau?" tanya Roni. Ia sebenarnya sudah menebak apa tujuan Damar ke rumahnya karena tadi ia sudah mendengar pengakuan Damar, tapi ia berpura-pura tidak tahu."Saya ingin menjalani hubungan yang serius sama Rania, kalau diizinkan saya ingin menikahi Rania," ungkap Damar."Apakah kamu sudah membicarakan ini dengan Rania? Kalian sudah dewasa, mas ingin kalian memutuskan sesuatu dengan benar. Kalau mas hanya berhak memberi saran s
"Tante," sapa Rania pada tamunya, ia tidak menyangka jika yang datang adalah ibu Andra."Iya, ini tante. Boleh masuk?" tanya ibu Andra."Silahkan.""Ada perlu dengan mbak Risa atau ibu?" Karena Rania tidak merasa ada urusan lagi dengan ibu Andra dan Sinta itu."Tante mau ketemu kamu," jawabnya."Ada apa?" Rania tidak menyangka ibu Andra mencari dirinya."Kenapa waktu itu kamu nggak bilang kalau kamu hamil anak Andra? Kenapa kamu diam dan pergi begitu saja?" Suara ibu Andra terdengar serak menahan tangis."Kenapa tante membahas ini? Kejadian itu sudah lewat dan saya sudah melupakannya," jelas Rania. Entah apa motif wanita di depannya membahas hal yang telah lalu, apa ini ada hubungannya dengan Andra? Atau Sinta?"Tante mau minta maaf karena ulah anak tante kamu jadi hidup susah. Tante nggak nyangka kalau Andra tega melakukan itu sama kamu, selama itu yang tante tau Andra pacaran sama Sania dan mereka berencana menikah setelah wisuda. Andai tante tau kalau kamu pacaran dan hamil anak An
Rania mengangguk, ia memanggil Revan untuk mendekat."Ada apa Bun?" tanya Revan saat sudah di depan ibunya."Salim sama nenek, sayang," pinta Rania.Revan menurut, ia lalu meraih uluran tangan ibu Revan lalu menciumnya. Tidak sengaja ibu Revan meneteskan air mata karena haru."Revan mau masuk dulu, haus."Rania mengangguk, Revan masuk ke dalam rumah. Ibu Andra mengikuti kepergian Revan dengan pandangannya hingga Revan tidak terlihat."Saya tidak bisa mengatakan siapa tante untuk saat ini, butuh waktu untuk menjelaskan pada Revan. Ia masih remaja labil yang belum mengerti rumitnya kehidupan orang dewasa," jelas Rania."Namanya Revan?" Raut kecewa dari ibu Andra kini berganti dengan senyum bahagia."Iya. Revan Atthala.""Semoga dia menjadi anak yang berbakti sama kamu dan bisa jagain kamu." Doa tulus diucapkan ibu Andra. Ia begitu menyayangi Rania, begitu mendengar Andra akan menikahi Rania ia sungguh bahagia. Tapi setelah mendengar kenyataan dari Rania, ia memilih mundur karena begitu
"Sinta jatuh dari lantai dua rumahnya, dia didorong oleh istri sah suaminya," jelas Damar."Maksudnya gimana?""Sinta itu istri ke dua dari suaminya, mereka menikah secara siri. Suami Sinta adalah seseorang yang membantu Andra, mereka baru menikah dua tahun lalu. Istri pertamanya tidak tau kalau mereka menikah, saat ini Sinta tengah mengandung empat bulan. Baru kemarin ngadain acara tasyakuran. "Pagi itu istri sah dari Andi, suami Sinta mengikuti suaminya karena sudah mulai curiga. Ia tidak menyangka kalau ada acara di rumah yang dikunjungi sang suami, setelah bertanya pada tetangga ternyata itu acara tasyakuran atas kehamilan Sinta. Ia menunggu hingga sang suami keluar bersama wanita dan mencium pipinya.Keesokan harinya istri sah Andi datang ke rumah Sinta untuk menanyakan hubungan Sinta dengan sang suami, Sinta mengaku kalau ia juga istri Andi. Istri sah Andi tidak terima, mereka bertengkar. Sinta hendak menghubungi Andi tapi ia di dorong oleh istri Andi lalu terjatuh dari lantai
"Iya," jawab Damar singkat."Kenapa? Bukankah aku sudah bilang kalau aku akan nikahin Rania. Kenapa kamu malah melamarnya?""Andra, jaga bicaramu! Istrimu ada di sampingmu, bagaimana bisa kamu berbicara seperti itu?" Bentak ayah Andra pada sang anak."Aku cinta sama Rania dan aku sudah membahas ini sama Sania, dia setuju kalau aku nikahin Rania. Tapi kenapa Damar malah melamarnya," ucap Andra."Sudah diam. Jangan bikin malu kamu!"Setelah mendapat bentakan yang kedua akhirnya Andra memilih untuk diam."Mau makan apa tante?" tanya Rania pada ibu Andra."Tante nggak pengen makan apa-apa," jawab ibu Andra."Tapi tante harus makan, Rania pesenin soto ya," tawar Rania. Ibu Andra mengangguk pasrah.Akhirnya Rania menyuapi ibu Andra dengan soto ayam yang ia pesan, ibu Andra dengan dipaksa Rania akhirnya bisa menghabiskan satu mangkuk soto ayam."Kamu mau masuk?" tanya ayah Andra setelah Rania tiba dari kantin bersama istrinya."Boleh?" tanya Rania."Boleh, silahkan kalau kamu mau masuk," uca
"Enak ya kamu, nggak jadi nikah sama Andra malah deketin sepupunya," ujar wanita cantik yang menghampiri Rania."Apa salahnya? Kami sama-sama sendiri." Rania menatap lekat manik wanita di depannya."Apakah semudah itu kamu berpaling? Atau ini hanya trik untuk menyingkirkanku?""Apa untungnya aku menyingkirkanmu? Aku tidak perlu repot mengurusi hidup orang lain, selama aku dan Damar sama-sama mau masalahnya di mana?" Rania masih tenang menjawab semua nada sinis dari ucapan Sania."Baru beberapa hari lalu suamiku mengancam akan menceraikanku kalau aku nggak ngizinin kamu nikah sama dia, sekarang kamu malah mau nikah sama Damar. Mudah sekali kamu berpaling? Atau memang kamu segampangan itu?" ucap Sania mengejek."Kalau aku gampangan, sudah dari dulu aku terima Damar. Atau bahkan dari dulu aku maksa suami kamu buat nikahin aku, tapi aku masih punya perasaan. Aku nggak berminat buat merebut suami orang. Lagian suami macam Andra nggak pernah terbayang di pikiranku, bahkan aku akan memilih t
"Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen
Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal
"Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan
"Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva
Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,
"Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak
"Aku tuh nggak ngerti maksud mas apa, tolong jangan mencari alasan untuk menutupi hubungan kalian berdua. Kalau emang mas ada hubungan sama dia, aku harap mas mau jujur," ucap Rania, ia mulai terbawa emosi karena penjelasan suaminya yang bertele-tele."Aku mau jelasin, tapi kamu jangan marah dulu. Kamu dengerin semua penjelasan aku sampai selesai," jawab Damar.Rania mengangguk, ia memang ingin segera tahu kenyataan yang sebenarnya."Sebelum aku jelasin, aku mau tanya dulu dari mana kamu tau kalau aku ketemu sama Mely?" tanya Damar.Rania tidak menjawab, ia segera meraih ponselnya, lalu ia menunjukkan dua buah foto yang dikirim Linda pada Damar."Linda yang ngirim ini?"Rania mengangguk."Sejujurnya untuk foto yang pertama ini, aku sama sekali nggak tau kalau Mely ada di belakangku," ucap Damar menunjuk foto pertama yang ditunjukkan Rania."Saat itu aku sedang membahas progres pembangunan hotel dengan pak Yogi, saat itupun Mely tidak mendekatiku atau menyapaku sama sekali. Andai aku n
[Lin, kamu kenal sama wanita yang ada di belakang suamiku itu?] tanya Rania melalui pesan pada Linda.Panggilan masuk dari Linda, Rania segera meraihnya dan menggeser tombol hijau di layar ponselnya."Assalamualaikum," sapa Linda dari seberang."Waalaikumsalam," jawab Rania."Yang mana sih, mbak? Linda nggak ngerti yang mbak maksud," tanya Linda menanggapi pesan dari Rania."Yang pakai baju biru, duduk di belakangnya mas Damar. Kamu tau nggak dia siapa?" "Oh, yang itu. Nggak kenal aku mbak. Sepertinya pak Damar sama Bapak juga nggak kenal, emang mbak kenal sama dia?""Kok kayak temen mbak sama mas Damar, kamu nggak liat mereka saling sapa?" tanya Rania, ia masih berusaha mencari informasi tentang Mely dan suaminya."Sejauh ini sih enggak mbak, tapi emang dari tadi mbaknya merhatiin pak Damar terus. Temen deket atau gimana mbak?" tanya Linda, ia jadi lebih memperhatikan wanita di belakang rekan bisnis sekaligus suami dari kenalannya itu."Temen lama, udah lama nggak ketemu. Apa mungki
"Mas mau liat proyek pembangunan hotel, mungkin dua sampai tiga hari. Mau ikut nggak?" tanya Damar saat mereka sudah berbaring di ranjang."Nggak bisa, mas. Kasian Revan kalau ditinggal, tiga hari nggak lama. Lagian mas kan di sana kerja, nanti kalau aku ikut malah ganggu mas kerja. Aku ke toko aja, bantuin anak-anak. Aku kuat kok kalau cuma pisah tiga hari," jelas Rania."Sebenarnya aku yang nggak bisa pisah lama-lama sama kamu," ucap Damar, ia lalu mencubit hidung sang istri."Gombal banget," jawab Rania. Ia mencubit pinggang sang suami."Aduh, sakit sayang. Jangan nyubit di situ, nanti ada yang bangun," ucap Damar menggoda sang istri."Ih, dasar mesum. Udah sana, cepet tidur, besok kesiangan loh," peringatan Rania untuk suaminya.Damar mendekap tubuh mungil sang istri, ia lalu mengecup pipi istrinya. "Mau minta bekal dulu, biar tenang saat jauh dari kamu.""Apaan? Uang mas habis? Aku nggak pegang uang, mas. Mau bawa ATMku?" tanya Rania."Bukan itu, bekal yang lain. Kok malah ngomon