Penuturan Om Fadli yang begitu bijak, mampu membuat Pak Wijaya menutup rapat bibirnya.Dia yang selama ini menuntut test DNA, sekarang harus terdiam saat lelaki lain mengakui aku sebagai putri kandungnya."Apa kamu yakin, Rosmala hamil karena dirimu?" Pak Wijaya kembali mengulang pertanyaan serupa. "Apa perlu aku ulangi lagi jawabanku? Wijaya, sekarang sudah waktunya kita lupakan kebodohan kita yang dulu. Kita pernah melakukan kesalahan, sudah seharusnya sekarang memperbaiki diri. Toh, kita sudah tahu wanita seperti apa Rosmala itu.""Apa kamu masih menemuinya?" tanya Pak Wijaya dengan sorot keingintahuan, entah masih cemburu ataukah ingin memastikan sesuatu.Om Fadli menghela napas berat. "Aku bertemu dengannya lagi empat tahun lalu, saat ingin menyelamatkan Nara dari dunia hitam.""Empat tahun lalu?""Iya, saat pertama kali aku melihat dia menampar seorang gadis yang mirip dengannya. Kemudian membiarkan gadis itu diseret oleh dua orang bertangan kekar."Aku yang menyimak, seketika
Aku menggeram, menahan kesal terhadap sandiwara ibuku. Bagaimana bisa dia mengaku sebagai pembantu di rumah tersebut, serta mengakui teman kumpul kebonya sebagai bos.Azlan yang melihat ekspresi dan napasku yang mulai tak beraturan, dia segera merangkulku. Lelaki halalku selalu berusaha menenangkan diri ini.Fokusku kembali ke suara di seberang sana."Rosmala, ini adalah kesempatan terakhirmu. Jika kamu ingin kembali denganku, maka keluarlah sekarang! Jika tidak, maka jangan pernah kamu cari aku lagi!" Pak Wijaya berusaha mengancam."I ... iya, Mas. Sebentar, aku keluar dulu. Tapi tunggu ya, aku ... aku ijin dulu."Kurasa bukan ijin, melainkan bicara dengan pasangan kumpul kebonya. Bisa jadi, mereka merencanakan sesuatu juga.Tak berapa lama, tampak dari kejauhan dapat kulihat pintu terbuka. Muncul sosok yang sangat kukenal dan sudah tiga tahun lebih tak lagi kulihat. Ternyata, banyak sekali perubahan pada wanita itu. Dandanan seorang Nyonya Rosmala tak lagi kudapati. Sekarang, dia le
Melihat wajah ibu yang memelas, bukannya kasian justru rasa muak yang muncul. Sejenak mata ini menatap tajam ke arahnya, ada luka batin yang sebenarnya ingin kulampiaskan. Namun, urung niat tersebut karena jiwa ini sudah terlalu lelah. "Nara, tidak usah kamu gubris permintaannya!" Aku menoleh ke arah Azlan, lalu mengangguk dan berjalan ke arahnya."Anak durhaka! Kalau sampai kamu tidak menyerahkan uang tiga ratus juta itu, jangan harap akan jadi anakku lagi!" ancam wanita itu.Aku berhenti dan menoleh. Tawaku seketika meledak."Hahaha ... asal Anda tahu saja ya, saya tidak pernah berharap jadi anak Anda, Nyonya Rosmala!" ledekku dengan penekanan di setiap kalimat.Setelah itu aku abaikan sumpah serapahnya. Aku memilih tetap melangkah, meninggalkan masa lalu dan bagiannya. Saat ini, aku sudah bertekad untuk menjalani kehidupanku bersama Azlan dan Azra. Rahasia tentang asal usul diriku, semua telah sepakat menyembunyikan dari berbagai pihak termasuk Bu Wijaya.Kejadian hari ini, menga
Di saat suasana menegang ...."Kalian ini kenapa? Lihat Ryan kok kayak lihat hantu!" celetuk Bu Wijaya yang memang tidak tahu menahu masalah di masa lalu kami."Untuk apa kamu di sini?" tanya Azlan ke Ryan tanpa memedulikan pertanyaan dari ibunya."Azlan, Azlan ... bukannya bertanya kabar ke teman lama, malah bertanya seperti itu. Pertanyaan macam apa itu, hah?!" ujar Ryan dengan ekspresi santai.Dia berdiri dengan kedua di tangan masuk ke dalam saku. Mimik wajah yang menunjukkan seolah-olah dia tak punya salah, membuat Azlan merasa semakin kesal. Hanya saja, aku berusaha mencegah Azlan dengan memegangi lengannya."Saya tidak butuh teman seperti kamu!" teriak Azlan."Terserah, aku di sini juga hanya karena menolong bocah kecil itu saja." Ryan menggerakkan dagu ke arah Azra.Pandangan kami kembali ke Azra. Menyadari Azra yang ketakutan dengan sikap ayahnya, aku pun langsung memeluk Azra untuk memberi ketenangan."Ayah, jangan marahi Om Iyan. Tadi waktu jatuh, Om Iyan yang nolongin Azra
POV AzlanUntuk ketiga kalinya menghadapi kecemasan. Nara yang tengah hamil besar mengalami kontraksi. Sebenarnya kelahiran bayi ketiga diperkirakan masih bulan depan. Hanya saja, saat Nara mencoba melerai aku dengan Ryan, dia tiba-tiba dia langsung teriak kesakitan.Kondisinya mengingatkan saat hendak melahirkan Azra. Hal tersebut yang selalu membuat aku cemas saat dia melahirkan. Ketika melahirkan Tasya--anak kedua kami, keadaan Nara jauh lebih baik. Mungkin karena dia dalam kondisi batin yang baik-baik saja.Sedangkan saat ini, dia sempat syok dengan kehadiran Ryan. Lelaki dari masa lalu Nara, dan parahnya dia pernah memadu asmara dengan wanita yang saat ini berstatus istriku.Aku tahu dan paham betul, banyak resiko saat memutuskan menikah dan mencintai mantan wanita bayaran itu. Di antaranya adalah kenyataan pahit, teman sekaligus orang kepercayaanku sendiri juga merupakan penikmat keindahan tubuh istriku.Masih teringat dalam benakku, saat sakit itu merajam batin. Ryan yang aku s
POV AzlanHari demi hari, rasa kasihku terhadap Azra semakin terpupuk, seakan tak ada keraguan yang menyelimuti untuk terus menyayangi bocah kecil itu.Seminggu berlalu ....Aku melangkah kembali ke rumah sakit. Sebenarnya ada sedikit keraguan saat hendak mengambil hasil test DNA Azra. Bahkan ketika masuk ke ruang dokter, jantungku mulai berdebar tak karuan.Gugup dan cemas membuat tingkahku seperti orang yang kebingungan."Pak Azlan ya?" tanya dokter laki-laki muda tersebut dengan mengulas senyum ramah."I ... iya, Dok.""Begini, Pak Azlan. Hasil test DNA sudah keluar, dan ini hasilnya." Dokter menyerahkan sebuah amplop putih panjang.Segera aku membukanya, kemudian membaca seluruh hasil pemeriksaan."Dokter ... ini ... ini apa maksudnya?" Aku masih belum yakin dengan apa yang aku lihat.Dokter itu tersenyum kembali. "Iya, Pak. Anda adalah ayah biologis dari ananda Azra Putra Wijaya."Seketika kelegaan menggulung seluruh kekhawatiran yang kurasakan selama ini. Suka cita memenuhi ruan
POV AzlanHari berlalu, minggu demi minggu, hingga tahun berganti. Lima tahun sudah kehidupanku bersama Nara aku lalui. Hari-hari penuh canda tawa bahagia. Tak ada lagi keraguan terhadap cinta Nara ataupun benih siapa yang dulu tumbuh di rahimnya.Rahasia antara Nara dengan Om Fadli juga tetap terjaga. Bahkan hubungan Papa dengan Om Fadli telah membaik. Hubungan Papa dan Mama juga semakin harmonis, begitu pun Om Fadli dengan istrinya. Kurasa mereka telah menyadari bahwa selama ini salah mencintai, sehingga akhirnya mereka memilih menghabiskan waktu menua bersama pasangan.Hubungan pernikahanku dengan Nara juga semakin harmonis, ditambah lahirnya Tasya Putri Wijaya anak kedua kami. Kehadiran anak gadis dengan wajah imut menggemaskan. Masih teringat dalam memori indah, tepat saat malam ulang tahun Nara. Setelah sekian lama menunggu kesiapannya, akhirnya kondisi Nara semakin membaik dan siap kembali mengarungi lautan asmara bersamaku.Malam itu, dengan mengenakan lingerie merah maroon d
POV AzlanAku menatap wajah wanita yang melahirkanku, tetapi juga wanita yang mengatur seluruh kehidupan dan masa depanku.Rasanya tidak ikhlas membiarkan Nara terus berjuang melahirkan para pewaris tahta kerajaan bisnis Wijaya Pratama. Takut akan kehilangan mendominasi hati dan pikiran ini.Di tengah kecemasan yang melanda, ditambah sikap Mama yang masih mempertahankan ego, suatu peristiwa di luar dugaan pun terjadi. Kurasakan dunia begitu sempit.Sosok Bu Rosmala dengan wajah sayu, dia didorong menggunakan kursi roda. Aku pikir, aku adalah orang pertama yang melihat dia, sehingga hendak mengalihkan pandangan Mama. Nyatanya, aku telat.Mama telah melihat wanita yang pernah menghancurkan rumah tangganya. Wanita dari masa lalu yang begitu pahit. Kedua bola manik Mama pun membulat, ada ekspresi terkejut bercampur rasa penuh kebencian.Mama berdiri dari duduknya, kemudian menghampiri Bu Rosmala yang datang bersama seorang wanita muda di belakangnya. Entah siapa dia, karena aku pun baru