"Saya tidak tahu pasti, Bu Kia. Masalah kehamilan tidak pernah dibicarakan oleh Nyonya. Saya pernah mendengar sekali bahwa kandungan Nyonya bermasalah. Hanya saja yang bermasalah yang mana saya juga tidak tahu," jelas Anita. Dia mulai bisa terbuka dengan Kiana karena mereka sudah seperti keluarga. Setiap hari bertemu mempersempit jarak di antara mereka.Kiana tersenyum simpul, "Terimakasih, Mbak.""Untuk apa, Bu Kia?""Mbak Anita jadi terbuka dengan saya. Padahal kalau dulu, Mbak Anita mana mungkin bicara jujur?" ucap Kiana mengakui. Dia senang dengan semua perubahan yang ada.Anita mengakuinya. "Jadi ... Bu Kia semakin suka sama saya?""Tentu saja. Siapa lagi di rumah ini yang bisa saya sukai?""Kalau dengan pak Ghazlan gimana?" canda Anita. Dia hanya bergurau, sungguh.Kiana mengangkat bahunya, "Suka ... sebagai teman?"Anita menyangkal, "Laki-laki dan wanita nggak pernah bisa jadi teman, Bu Kia.""Kalau begitu saya cabut deh ucapan saya. Saya nggak suka kalau begitu," kata Kiana de
"Ngapain teriak?""Saya kira bapak hantu," ucap Kiana dengan suara sumbang. Air matanya mengering dengan cepat karena angin menerpa wajahnya. Baguslah! Dia tidak perlu mendengar pertanyaan Ghazlan.Ghazlan setengah kesal menghampiri Kiana. "Hantu mana bisa menapak tanah?"Kiana menyunggingkan senyum tipis. "Memang.""Kalau takut hantu kenapa kamu bisa ada di sini malam-malam begini? Menangis lagi. Ada apa? Masih sakit?" tanya Ghazlan dengan curiga. Kiana spontan menggeleng. "Saya tidak sakit, Pak. Saya juga nggak menangis. Tadi itu ketiup angin makanya berair. Kalau saya bisa ada di sini karena saya tidak bisa tidur.""Duduklah!" Sebelum Kiana menolak, Ghazlan lebih dulu menarik wanita itu untuk mendaratkan pantatnya di atas ayunan yang sudah dia kembalikan ke tempatnya. Dia sendiri ikut duduk meskipun Kiana meliriknya dengan kening terlipat."Boleh duduk kan?" tanya Ghazlan, hanya iseng."Bapak sudah duduk kenapa masih bertanya?""Jangan sampai saya duduk kamu langsung berdiri!" Gha
Tidak! Kiana yakin jantungnya masih baik-baik saja. Tolong, wanita itu tidak bisa bernapas dengan benar! Kecupan apa itu?"Hei," ucap Ghazlan sembari menggerakkan tangannya di depan mata Kiana. "Ngapain bengong?"Pria yang mencium Kiana meskipun hanya ujung telapak tangan tampaknya tidak merasa bersalah sama sekali. "Cinderella kan sering dicium begitu.""I-iya sih, Pak. Tapi kan..," Kiana gelagapan."Saya hanya bercanda," ucap Ghazlan. Dia menyeringai jahil. "Kelihatan sekali kalau kamu belum pernah pacaran atau dicium pasangan kamu."Kiana menggaruk kepalanya dengan setengah kesal. Padahal dia sudah kebawa perasaan. "Belum. Saya masih polos, Pak.""Saya tahu. Terlihat di muka kamu," tukas Ghazlan sembari menerawang. "Karena kamu saya jadi lupa kalau saya ada masalah dengan Glade."Kiana langsung menoleh, "Bapak dan mbak Glade bertengkar?""Begitulah.""Karena saya?"Ghazlan lagi-lagi tertawa. "Kamu kira kamu sepenting itu? Kami punya masalah lain selain kamu, Kiana. Jadi kamu nggak
"Aku masih waras, Mas. Aku hanya minta ijin sama kamu sebagai formalitas. Kalau kamu nggak ngijinin juga nggak masalah. Aku tetap akan pergi," tantang Glade. Ghazlan menekan kepalanya sekuat tenaga berharap dia bisa meredakan sakit kepalanya. "Pergilah!""Benarkah?" tanya Glade dengan ceria. Ghazlan membuang muka. "Bukannya kamu tetap akan pergi meskipun aku melarang?""Benar juga. Terimakasih ya, Mas. Aku janji nggak akan pulang pagi," tukas Glade dengan senyum merekah. Dia pergi begitu saja setelah mencium bibir suaminya.Ghazlan terduduk di ranjangnya. Setelah orangtuanya menekan Glade untuk bersikap baik dan menjauhi kegiatan yang tidak penting di luar rumah, Glade sudah sepenuhnya berubah. Tapi entah kenapa setelah Kiana datang dengan kabar baik, Glade malah bersikap semakin berani. Ghazlan tahu kalau Glade tidak lagi punya beban, tapi bukan berarti wanita itu bisa seenaknya.°°°Ghazlan baru memejamkan mata selama dua jam tapi ponselnya sudah berdering nyaring sekali. Pria it
"Mas!" tegur Glade. Dia lalu mendelik pada Kiana untuk menolak ajakan suaminya. Ghazlan mengacuhkan istrinya dan memilih untuk menunggu jawaban dari Kiana. "Tolong, jawab iya!"Kiana menoleh pada Glade lalu beralih pada Ghazlan. Dia bingung. "Saya..,""Kiana!" sentak Glade yang melihat tanda-tanda Kiana ingin mengiyakan."Ini nggak ada sangkut pautnya sama kamu, Glade. Aku hanya mengajak Kiana," ucap Ghazlan sengaja menekankan bahwa dia harus membuat Kiana nyaman. "Aku ikut!""Siapa yang mengajak kamu? Bukannya Kamu lebih suka bermain sama teman kamu di club? Kali ini aku nggak akan melarang! Pergilah!" tegas Ghazlan. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya menegaskan pada Kiana. "Saya tidak butuh jawaban kamu, Kiana! Cepatlah ganti baju!"Kiana tidak bisa mengatakan tidak pada Ghazlan. Dia akhirnya mengangguk dan kembali ke rumahnya. Niat hatinya untuk mencari kesibukan harus terkalahkan dengan permintaan Ghazlan. Lima belas kemudian, Kiana muncul dengan dress di bawah lutut y
"Tere?" jawab Kiana disertai helaan napas lega. Dia pikir orang lain yang melihatnya tadi. Mendengar nama yang tidak asing, Ghazlan mengedipkan matanya. "Saya sepertinya pernah mendengar nama itu.""Teman saya, Pak. Teman yang datang waktu awal-awal saya menginap di rumah bapak. Perkenalkan, Tere, teman sekaligus sahabat saya waktu kuliah," ucap Kiana sembari memperkenalkan sahabatnya pada Ghazlan. Tere menjabat tangan Ghazlan lalu menyebutkan namanya. "Apa saya tidak sopan kalau bertanya kenapa kamu ke sini?" tanya Ghazlan dengan nada bergurau.Tere menggeleng, "Bayi saya ingin menginap di hotel, Pak.""Mengidam?" tebak Ghazlan.Tere mengangguk malu, "Benar. Em, kalau saya boleh bertanya, kenapa pak Ghazlan sama Kiana ke hotel? Em, maksudnya bukan saya berpikir yang bukan-bukan tapi hanya ingin tahu.""Saya mau mengajar tapi Kiana tidak mau pulang jadi saya minta tunggu di sini dulu. Kalau kamu tidak keberatan, boleh temani Kiana sampai saya pulang?" tanya Ghazlan. Pria itu masih b
"Suaminya?" ulang Glade dengan nada khawatir. Siapa yang harus dia bawa untuk jadi suami pura-pura Kiana? Kalaupun sembarang orang dibawa dan diminta untuk berperan menjadi suami Kiana, dia takut malah terjadi missed komunikasi. Bagaimana ini?"Iya. Nanti biar mama minta supir mama untuk jemput. Kamu nggak apa-apa kan kalau kita gabungkan empat bulanan kamu dan Kiana?" tanya Silvina mengkonfirmasi perasaan menantunya.Glade sama sekali tidak mempermasalahkan karena sejak awal dia memang ingin membuat Kiana ikut dalam prosesi empat bulanan mereka. Tapi masalah suami?"Sama sekali tidak masalah, Ma. Kiana juga bukan orang lain untukku. Tapi untuk suaminya ... kayaknya mustahil kalau kita ajak ikut serta. Suaminya nggak bisa jalan, udah gitu pasti malu kalau harus gabung dengan keluarga kita, Ma. Lebih baik..,""Nanti mama yang akan membujuknya," tegas Silvina. Asisten rumah tangga sudah membawa kebayanya masuk ke dalam kamar Glade dan pergi setelah tidak dibutuhkan."Ma, sebaiknya janga
Itu bukan suara asisten rumah tangga ataupun Kiana. Tapi suara itu berasal dari Silvina yang tiba-tiba muncul karena mendengar perdebatan dari kamar Glade. Wanita itu menatap bingung pada Viona yang sedang membelakangi Glade sementara Glade sedang terburu-buru merapikan kebayanya. "Oh, ini loh, Mbak. Kebaya Glade terlalu miring jadi saya benerin dulu," jelas Viona mengalihkan perhatian Silvina. Tapi bukan Silvina namanya kalau dia hanya menurut pada keinginan besannya. Wanita itu justru semakin melangkah maju untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri.Silvina menghentikan langkahnya di hadapan Glade. "Kenapa nggak bilang sama MUAnya? Katanya juga kamu nggak mau dibantu untuk ganti baju?"Glade menarik napas pelan tanpa sepengetahuan Silvina. Semoga kebaya yang dia pakai kembali tidak memperlihatkan sesuatu yang salah. "Aku ... malu, Ma. Mungkin bawaan bayi, Ma."Viona segera menimpali, "Iya, Mbak. Aku juga dulu begitu waktu hamil. Risih aja dipegang orang asing."Silvina mengarahka
"Apa? Aku tanya sama Kiana bukan kamu!" bentak Ghazlan. Baby G terbangun dan menangis karena teriakan Ghazlan. Pria itu sadar akan kelalaiannya dan meminta maaf pada Kiana.Kiana mengambil alih Baby G. Gerakan cepatnya membuat GhazLan takjub. Kiana sangat cekatan. Tidak terlihat kalau wanita itu belum pernah menangani seorang bayi sekalipun. Ghazlan mendorong istrinya untuk keluar dari sana karena dia tidak ingin mengganggu Kiana. Pria itu langsung mengeluarkan uneg-unegnya."Lihatlah! Kamu memang dewasa tapi kamu nggak sedewasa Kiana. Kamu yang menginginkan dipanggil ibu tapi kenyataannya malah diam waktu Baby G nangis. Kamu sadar nggak sih, Glade? Kamu nggak mau belajar!" sentak Ghazlan kesal. Glade menatap sengit suaminya, "Lalu? Aku harus jadi babysitter gitu? Hei, Mas! Kita bisa membayar jasa babysitter. Ngapain sih susah-susah. Kamu banyak banget berubah sejak Kiana datang ke rumah kita. Kamu nggak pernah mendesakku untuk jadi ibu rumah tangga yang baik. Kamu nggak pernah sek
"Babysitter," tegur Glade dari arah kamar. Dia menahan kesal ketika Kiana datang-datang menyebut dirinya ibu. Babysitter yang sejak awal tidak bisa menangani Kiana, hanya melihat mereka dengan bingung."Ratri!" panggil Glade dengan kesal. Ratri berhasil menghampiri Glade, "Iya, Nyonya.""Urus mbaknya Baby G. Saya tidak mau ada rumor yang tersebar nantinya," ucap Glade yang tanpa tedeng aling-aling langsung mengatakan di depan wanita muda tersebut."Iya, Nyonya."Ratri lantas meminta sang babysitter untuk mengikutinya. Sementara Kiana mengambil alih Baby Galang. Baby Galang yang semula rewel tiba-tiba saja berhenti setelah didekap oleh Kiana. Rasa haru menyeruak dalam dada. Kiana menitikkan air matanya tanpa sadar. Wanita itu tidak mengerti kenapa dia harus menangisi keadaan yang membuatnya bahagia. "Jangan mendramatisir keadaan! Baby G hanya merespon karena kamu wanita yang melahirkannya. Setelah dia dewasa, kamu nggak akan pernah menjadi orang terpenting baby G," tukas Glade ketu
"Mbak Glade?" ucap Kiana dengan mata membulat penuh. "Dari mana mbak Glade tahu rumah saya?"Glade dengan tampang congkaknya langsung duduk di sofa ruang tamu. Sembari melihat-lihat keadaan rumah Kiana, dia mengatakan, "Apa yang saya tidak tahu?"Tere memberi isyarat pada Kiana, apa yang harus dia lakukan? Kiana memintanya untuk pergi karena Glade hanya punya urusan dengannya. Kiana lalu duduk di depan Glade. Dia tidak tahu reaksi apa yang harus dia perlihatkan pada mantan bosnya itu. Sudut bibir Glade terangkat. Entah mencela perumahan milik Kiana yang begitu mungil atau dia mengejek penampilan Kiana yang lebih sering memakai dress longgar. "Saya tidak tahu kalau Mbak Glade penasaran dengan tempat tinggal saya," ucap Kiana membuka pembicaraan."Bukan penasaran. Saya ingin mengajukan penawaran sama kamu. Kamu mau bekerja lagi di rumah saya? Sebagai babysitter Galang. Baby G nangis terus setiap malam dan saya lelah mendengarnya," ucap Glade geram. Dia seolah sedang mengatai anaknya
"Aku ibunya, Mas. Aku!" tegas Glade tidak bisa terbantahkan lagi. Matanya menatap garang pada suaminya yang tetap ngotot kalau Galang butuh Kiana. "Kamu tahu, Mas. Kalau kamu semakin mempersulit keadaan, aku nggak akan segan-segan membawa Galang pergi dari kamu!"Ghazlan mendesis pelan. "Selalu saja ancaman! Kalau kamu nggak mau aku mengungkit masalah Kiana, sebaiknya kamu cari cara agar Galang mau diam. Kamu ibunya kan? Kasihi dengan baik jangan cuma dilempar sama babysitter.""Oke. Nggak masalah! Aku bisa kok mengatasinya," jawab Glade geram. Dia meninggal sang suami untuk beralih ke kamar bayi mereka. Ruangan yang berada di samping kamar mereka dirubah sedemikian rupa agar Galang bisa nyaman tinggal di sana. Glade juga sudah membayar babysitter yang sudah bersertifikat dan dikelola oleh yayasan agar bisa mengasuh Galang selagi dia pergi. Namun pada kenyataannya, babysitter kondang juga tidak bisa menaklukkan Galang. Ada apa sebenarnya?"Kamu itu saya bayar mahal bukan untuk plonga
"Dimana?""Satu perumahan denganku, Kia. Harganya lumayan murah dan besar. Kamu bisa tinggal sama keluarga kamu nanti kalau misalkan udah nggak ada masalah lagi. Yuk! Aku udah janji untuk datang hari ini," jelas Tere. Kondisi Tere lebih baik ketimbang Kiana yang tidak bisa move on dari keluarga Ghazlan. Wajar karena orang yang menyewa rahim Tere bukan pasangan yang baru menikah dengan status memiliki segalanya.Kiana berpamitan dengan Munif lebih dulu sebelum dia memutuskan untuk pergi. Kiana jika memasukkan beberapa lembar uang ratusan ribu ke dalam amplop yang kemudian diserahkan pada wanita yang memiliki hati baik tersebut."Ini terlalu banyak, Nduk," ucap Munif. Hanya menyentuh permukaan luarnya saja dia tahu berapa puluh lembar isinya. "Kamu juga pasti butuh uang ini. Sebaiknya kamu simpan saja untuk keperluan kamu."Kiana menolaknya, "Saya masih punya beberapa simpanan uang, Bu. Bu Munif tenang saja."Munif ingin sekali menolaknya karena dia belum pernah mendapat uang banyak itu
Ghazlan menoleh pada Kiana, lalu beralih pada bayi laki-laki yang berada dalam dekapan Glade. Pria itu tidak bisa memilih. Mereka semua orang yang paling penting dalam hidupnya. Tapi ..."Maaf, Kiana," ucap Ghazlan akhirnya. Dia tidak berani menatap mata Kiana dan memilih untuk membawa bayi mereka pulang ke rumah. Kiana menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit dalam hatinya teramat menyiksa. Terlebih ketika bayi yang dia lahirkan diambil begitu saja. Terlepas dari perjanjian di antara mereka, Kiana hanya berharap mereka punya sedikit perasaan kasihan. "Bu Kia, saya mohon pamit," ucap Anita yang menatap Kiana berkaca-kaca. "Sejujurnya saya masih ingin membantu Bu Kia untuk mengemasi barang-barang tapi Nyonya meminta saya untuk segera menyusul. Saya minta maaf, Bu Kia. Selama saya bekerja dengan ibu, saya bahagia. Saya berharap Bu Kia bisa lebih bahagia dari sekarang dan melanjutkan hidup. Semoga ibu mendapatkan jodoh terbaik dari Tuhan agar bisa menemani Bu Kia. Tolong dimaafkan kalau say
Saras tersenyum bijak mendengar ucapan Kiana. "Bu Kia pasti selamat dan bisa melahirkan bayi ini tanpa kekurangan satu apapun. Jadi, semangat ya."Kiana menarik nafas panjang kalau menghembuskannya perlahan sesuai dengan instruksi Saras. Dia membutuhkan Ghazlan tapi kenapa pria itu justru tidak ada di saat dia menginginkannya. Kata orang peran suami adalah hal terpenting yang diinginkan seorang wanita jika melahirkan. Setetes air bening menetes dari kelopak mata sayu tersebut. 'Ayo, Sayang! Kita berjuang sama-sama. Ibu yakin kamu bisa melihat dunia ini. Yang kuat, yang semangat. Sama-sama kita berjuang! Kita tidak perlu siapapun lagi. Ibu janji akan menjadi orang pertama yang memeluk kamu nanti' batin Kiana.°°°Ghazlan berjalan terburu-buru bersama istrinya menyusuri lorong menuju ruang persalinan VVIP yang telah mereka siapkan. Glade sangat tidak sabar untuk menggendong anaknya dan mengatakan pada dunia bahwa dia berhasil mempunyai anak. Berbeda dengan pemikiran Ghazlan yang taku
"Bu Kia kenapa menangis? Perutnya sakit?" tanya Anita pada Kiana yang tidak ada angin tidak ada hujan terisak pelan. Kiana cepat-cepat menghapus air matanya. "Tidak, Mbak. Saya hanya lelah. Selama di rumah ini saya kan tidak pegang ponsel jadi mata saya agak kacau. Ini saya kembalikan, Mbak. Terimakasih ya.""Bu Kia mau tidur?" Kiana hanya mengangguk dan melangkah pergi. Hatinya sakit. Tuhan menciptakan hati bukan hanya untuk disakiti tapi pada kenyataannya dia selalu yang paling sakit. Keluarganya memperlakukannya dengan buruk dan berusaha untuk membuatnya menjadi anak yang tidak berbakti. Sekarang setelah dia mendapatkan kemudahan dalam keuangan, semuanya juga masih sama. Cinta tidak mau berpihak padanya. Dia harus bagaimana?"Em, jadi ini yang membuat Bu Kia sedih," gumam Anita setelah membuka aplikasi yang terakhir kali dilihat oleh majikannya.°°°H-7 kelahiran junior ...Kiana mengelus perutnya yang semakin aktif bergerak. Terakhir kali dia melakukan USG semuanya normal dan t
"Apa? Mencintai? Gila kamu, Ghazlan! Glade mau kamu singkirkan?" hardik Viona geram. Wajahnya semakin memerah. Dia tidak terima putri satu-satunya yang dia miliki, disia-siakan oleh Ghazlan. "Keluar kamu! Mama nggak mau melihat menantu yang nggak tahu terimakasih. Selama menikah, Glade tidak pernah berselingkuh dari kamu sekalipun banyak orang yang menyukainya. Tapi apa balasan yang kamu berikan?""Ma, aku nggak akan menceraikan Glade," ujar Ghazlan. Viona menatap sinis menantunya, "Kalau kamu nggak mau menceraikan Glade, mama yang akan paksa dia!""Tapi, Ma," desak Ghazlan."Pergi! Sebelum kamu meninggalkan wanita itu, mama nggak akan mau menerima kamu!" Viona tidak benar-benar serius dengan ucapannya karena Ghazlan adalah menantu potensial yang tidak bisa dia tinggalkan. Enak saja kalau Kiana berhasil mendapatkannya. Kehidupan wanita itu akan mujur selama sisa hidupnya. 'Mama terpaksa begini supaya kamu bisa memutuskan wanita nggak jelas itu. Kalau nggak begini, kamu pasti akan l