"Mas!" tegur Glade. Dia lalu mendelik pada Kiana untuk menolak ajakan suaminya. Ghazlan mengacuhkan istrinya dan memilih untuk menunggu jawaban dari Kiana. "Tolong, jawab iya!"Kiana menoleh pada Glade lalu beralih pada Ghazlan. Dia bingung. "Saya..,""Kiana!" sentak Glade yang melihat tanda-tanda Kiana ingin mengiyakan."Ini nggak ada sangkut pautnya sama kamu, Glade. Aku hanya mengajak Kiana," ucap Ghazlan sengaja menekankan bahwa dia harus membuat Kiana nyaman. "Aku ikut!""Siapa yang mengajak kamu? Bukannya Kamu lebih suka bermain sama teman kamu di club? Kali ini aku nggak akan melarang! Pergilah!" tegas Ghazlan. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya menegaskan pada Kiana. "Saya tidak butuh jawaban kamu, Kiana! Cepatlah ganti baju!"Kiana tidak bisa mengatakan tidak pada Ghazlan. Dia akhirnya mengangguk dan kembali ke rumahnya. Niat hatinya untuk mencari kesibukan harus terkalahkan dengan permintaan Ghazlan. Lima belas kemudian, Kiana muncul dengan dress di bawah lutut y
"Tere?" jawab Kiana disertai helaan napas lega. Dia pikir orang lain yang melihatnya tadi. Mendengar nama yang tidak asing, Ghazlan mengedipkan matanya. "Saya sepertinya pernah mendengar nama itu.""Teman saya, Pak. Teman yang datang waktu awal-awal saya menginap di rumah bapak. Perkenalkan, Tere, teman sekaligus sahabat saya waktu kuliah," ucap Kiana sembari memperkenalkan sahabatnya pada Ghazlan. Tere menjabat tangan Ghazlan lalu menyebutkan namanya. "Apa saya tidak sopan kalau bertanya kenapa kamu ke sini?" tanya Ghazlan dengan nada bergurau.Tere menggeleng, "Bayi saya ingin menginap di hotel, Pak.""Mengidam?" tebak Ghazlan.Tere mengangguk malu, "Benar. Em, kalau saya boleh bertanya, kenapa pak Ghazlan sama Kiana ke hotel? Em, maksudnya bukan saya berpikir yang bukan-bukan tapi hanya ingin tahu.""Saya mau mengajar tapi Kiana tidak mau pulang jadi saya minta tunggu di sini dulu. Kalau kamu tidak keberatan, boleh temani Kiana sampai saya pulang?" tanya Ghazlan. Pria itu masih b
"Suaminya?" ulang Glade dengan nada khawatir. Siapa yang harus dia bawa untuk jadi suami pura-pura Kiana? Kalaupun sembarang orang dibawa dan diminta untuk berperan menjadi suami Kiana, dia takut malah terjadi missed komunikasi. Bagaimana ini?"Iya. Nanti biar mama minta supir mama untuk jemput. Kamu nggak apa-apa kan kalau kita gabungkan empat bulanan kamu dan Kiana?" tanya Silvina mengkonfirmasi perasaan menantunya.Glade sama sekali tidak mempermasalahkan karena sejak awal dia memang ingin membuat Kiana ikut dalam prosesi empat bulanan mereka. Tapi masalah suami?"Sama sekali tidak masalah, Ma. Kiana juga bukan orang lain untukku. Tapi untuk suaminya ... kayaknya mustahil kalau kita ajak ikut serta. Suaminya nggak bisa jalan, udah gitu pasti malu kalau harus gabung dengan keluarga kita, Ma. Lebih baik..,""Nanti mama yang akan membujuknya," tegas Silvina. Asisten rumah tangga sudah membawa kebayanya masuk ke dalam kamar Glade dan pergi setelah tidak dibutuhkan."Ma, sebaiknya janga
Itu bukan suara asisten rumah tangga ataupun Kiana. Tapi suara itu berasal dari Silvina yang tiba-tiba muncul karena mendengar perdebatan dari kamar Glade. Wanita itu menatap bingung pada Viona yang sedang membelakangi Glade sementara Glade sedang terburu-buru merapikan kebayanya. "Oh, ini loh, Mbak. Kebaya Glade terlalu miring jadi saya benerin dulu," jelas Viona mengalihkan perhatian Silvina. Tapi bukan Silvina namanya kalau dia hanya menurut pada keinginan besannya. Wanita itu justru semakin melangkah maju untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri.Silvina menghentikan langkahnya di hadapan Glade. "Kenapa nggak bilang sama MUAnya? Katanya juga kamu nggak mau dibantu untuk ganti baju?"Glade menarik napas pelan tanpa sepengetahuan Silvina. Semoga kebaya yang dia pakai kembali tidak memperlihatkan sesuatu yang salah. "Aku ... malu, Ma. Mungkin bawaan bayi, Ma."Viona segera menimpali, "Iya, Mbak. Aku juga dulu begitu waktu hamil. Risih aja dipegang orang asing."Silvina mengarahka
"BRENGSEK! Siapa suruh kamu lari?" Umpatan kasar itu terdengar dari jauh. Wanita yang mengenakan dress sangat ketat berwarna merah cerah itu berlari sekuat tenaga menghindari tangkapan yang mengarah padanya. Nafasnya mulai tidak stabil, keringat membanjiri tubuhnya seolah dia bisa saja mati karena kelelahan. Tapi wanita itu tidak mau menyerah. Dia mengambil langkah ke kanan ketika berada di perempatan jalan. Entah kenapa hari ini tidak ada satupun orang yang melewati jalan tersebut. Padahal hari biasanya pasti ada beberapa kendaraan yang lewat. Apakah sudah nasibnya kalau dia harus ditangkap di tempat sunyi tersebut? Tidak! Wanita itu tidak akan mau menjadi tempat pelampiasan para lelaki hidung belang meskipun dia dibayar mahal. Tangisan yang terendam oleh nafas yang memburu tidak lagi terdengar. Entah berapa usapan yang dia lakukan pada wajahnya. "WOI! JANGAN KABUR! BAPAK KAMU SUDAH MENERIMA UNTUNG DARI MENJUAL KAMU! HEI!" teriakan itu semakin terdengar jelas. Dua orang pria yan
"Berapa kamu bilang, Kia?"Kiana menceritakan email tersebut pada Tere karena tidak percaya dengan tawaran sebesar itu. "Dua milyar, Re."Bola mata Tere yang sudah melebar semakin membulat, "Gila! Banyak banget! Coba aku lihat dulu emailnya. Masa iya sih mereka nawarin uang sebanyak itu?"Kiana juga tidak tahu. Dia mengalihkan laptop tersebut pada pemiliknya. Lamat-lamat Tere membacanya. "Selamat malam. Saya membaca postingan kamu di aplikasi penyewaan rahim dan berniat menawarkan uang dua milyar sebagai gantinya. Kalau kamu bersedia datanglah kediaman Ghazlan di jalan Senja perumahan Elite Diamond nomor 111, besok pukul tujuh malam. Datang sendiri dan jangan bawa orang lain! Ini kontak saya agar kamu percaya," ucap Tere dengan intonasi yang dibuat seakan dia yang bicara. Dia terus mengulang barisan kalimat itu dan hasilnya tetap sama. "Kamu beruntung, Kia. Ayo, ambil kesempatan ini supaya hidup kamu lebih baik. Kamu hanya perlu mengandung sekali tapi hasilnya kamu nggak perlu bekerj
"Tidur?" tanya Glade dengan nada bicara yang tidak biasa. "Maksud kamu, kamu mau tidur sama suami saya? Berani kamu?"Kiana kebingungan. Bukannya dia harus menyimpan benih dari suami Glade supaya terjadi kehamilan? Dari mana Kiana bisa menyimpan benih kalau dia tidak menerima benih itu? "Saya ... saya nggak bermaksud begitu, Mbak. Tapi bukannya saya harus hamil agar bisa melahirkan?" Glade berdecih, "Bukannya nilai kamu selama kuliah tidak ada yang di bawah B? Kenapa kamu nggak paham arti menyewa rahim? Nggak semua kehamilan harus dengan hubungan suami istri. Memangnya saya rela kamu menikmati tubuh suami saya? Enak saja. Sudah dapat uang sebanyak itu kamu masih mau tidur dengan suami saya?"Jadi, maksud Glade adalah soal inseminasi buatan? Bodohnya Kiana sampai dia tidak tahu apa maksud dari penyewaan rahim. "Maaf, Mbak. Saya nggak berpikir sampai ke arah sana," ucap Kiana malu.Kemarahan Glade akhirnya bisa mereda karena dilihatnya Kiana benar-benar tidak memahami. "Baiklah. Saya
Kiana mengerut takut. "Bukan begitu, Mbak Glade."Glade mendengus sebal, "Suami saya sudah melakukan cek kemarin. Tinggal kamu saja. Masuk!""Iya, Mbak." Kiana membatin dengan kesal kenapa dia harus menanyakan pria yang jelas-jelas tidak akan berhubungan langsung dengannya itu. Di dalam ruang praktek tersebut ada seorang wanita yang memakai jas putih dengan hijab berwarna senada tengah duduk. Begitu melihat Kiana, wanita tersebut menyapa dengan ramah. "Perkenalkan saya dokter Saras yang akan mendampingi anda dan keluarga dari Pak Ghazlan untuk menjalani inseminasi buatan ini. Silakan duduk, Bu Kia," sapa Saras. Glade lebih dulu duduk disusul oleh Kiana yang tampaknya canggung akibat pertanyaannya tadi. "Saya Kiana, Dok," ucap Kiana."Selamat datang Bu Kiana. Saya akan menjelaskan secara singkat apa prosedur yang akan dilakukan nanti. Tolong didengarkan baik-baik karena saya berharap tidak ada kesalahan ataupun kendala dalam melakukan prosedurnya. Siap, Bu Kia?" tanya Saras.Kiana