Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 56A. Bohong

Share

Bab 56A. Bohong

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-01-03 05:55:04

Sudah dua hari, Ferry mengurung diri di dalam kamar. Sekarang ia bingung, harus bertindak seperti apa. Handphone-pun ia matikan. Dirinya benar-benar tidak ingin bertemu dengan orang lain. Hanya sesekali berbicara dengan ibu kandungnya, Gauri.

Ternyata istri sirri pertamanya adalah wanita yang dulu tidak disukai ibunya. Ferry tidak tahu lagi harus berbuat seperti apa? Apakah dia harus menjauhi Mutiara? Sedangkan dirinya masih membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan pengobatan Gauri. Sedangkan Hesti, wanita itu sekarang tidak bisa diandalkan. Dia sudah jatuh miskin. Tidak memiliki banyak uang lagi.

"Apa aku harus mencari target lain? Siapa?"

Ferry mengacak rambutnya. Pikiran Ferry sudah buntu. Tidak tahu harus mengambil keputusan apa.

Tok, tok, tok.

"Ferry ... Buka pintunya, Nak ...." Suara lemah lembut itu adalah suara wanita yang telah melahirkan Ferry ke muka bumi ini, Gauri.

"Sebentar, Bu."

Ferry beranjak ke pintu kamar, membukanya.

"Ada apa, Bu?"

"Kamu enggak kuliah, Nak?" ta
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 56B. Bohong

    Wanita bertubuh ringkih itu menjerit, menangis histeris. Mutiara menghentakan tangan suster. Ia menarik paksa suster ke salam satu kamar tamu, mengunci dari luar. Gauri terkejut, ia menekan tombol kursi roda agar kembali keluar. Namun, usahanya sia-sia. Belum sempat sampai pintu depan, kursi roda yang diduduki Gauri berhasil ditahan. Mutiara bergegas mengunci pintu depan. Lalu, menarik tubuh Gauri dari kursi roda hingga jatuh terjerembab. "Wanita p3nyakitan. Lebih baik kamu m4ti ...." teriak Mutiara pada Gausa yang terlihat lemah. Sekuat tenaga, Gauri menjauhi Mutiara. Tidak ingin m4ti di tangan wanita itu. Mutiara benar-benar tidak berubah. Sifatnya masih saja j4hat. "Mau kemana kamu, Gauri? Mau kemana, heh?" Lagi, Mutiara berteriak. "Dengerin aku dulu. Sebelum kamu m4ti, kamu harus tau fakta yang menarik dan membuatmu mungkin akan langsung meregang nyawa," ucap Mutiara memegang kedua kaki Gauri yang tinggal tulang belulang. Gauri menangis histeris, berusaha terus meronta dari c

    Last Updated : 2025-01-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 57A. Mau Ini

    Ferry merasa aneh, saat tiba di depan rumah. Pintu rumahnya terbuka lebar dan kursi roda milik ibunya tidak berpenghuni. Ruangan berantakan. Ferry berfirasat ada sesuatu yang buruk terjadi di rumahnya. Kedua plastik besar di letakkan di atas meja tamu. Ia bergegas masuk ke ruangan demi ruangan sambil memanggil ibunya. "Bu ... Ibu ... Ibu di mana, Bu ...?" Ferry membuka pintu kamar Gauri, kosong. Samar-samar, Ferry mendengar suara gedoran pintu kamar. Setengah berlari Ferry menghampiri kamar tamu. Dengan gerakan cepat, Ferry memutar kunci kamar. "Sus, kemana Ibu?"Suster TIna menangis tersedu-sedu. "Ta-tadi ada orang yang datang ke sini, nyik-ny1ksa Ibu, Mas ...." Ferry terkejut, menelan saliva. Siapa yang datang ke rumahnya? Seingat Ferry, selama ini dia tidak pernah punya musuh. "Siapa orangnya, Sus? Apa Ibu menyebut nama orang itu?" Kedua tangan Ferry memegang kedua bahu Suster Tina. "Enggak tau, Mas ... I-Ibu hanya menyebutnya j4-j4lang ...." Suara Suster Tina masih bergeta

    Last Updated : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 57B. Mau Ini

    Bianca berjalan seorang diri, melewati lorong rumah sakit yang cukup panjang. Sesekali Bianca menoleh ke belakang. Terlihat Yuda dan Gita kembali berbincang. Mereka tampak bicara serius. Bianca sebenarnya tidak ingin pulang, dia masih ingin menemani Evan di rumah sakit. Tetapi, Bianca juga tidak enak hati kalau bersikukuh ingin menemani Evan.Supir pribadi Daniel sudah menunggu di area parkir ketika Bianca menghubunginya akan pulang ke rumah dulu. Melihat Bianca berjalan ke arahnya. Supir pribadi membuka pintu mobil penumpang, dengan nyaman Bianca duduk di dalamnya. Kendaraan yang ditumpangi melaju meninggalkan halaman rumah sakit. Di tengah perjalanan, Bianca menelepon Namira."Hallo?" sapa Namira di ujung telepon. Bianca menghela napas panjang, menoleh ke luar jendela mobil. "Na, aku lagi di jalan. Mau pulang," kata Bianca menyandarkan kepala. "Oh kirain aku, kamu mau di sana. Baru aja aku mau suruh Bi Rusmi nganterin pakaian ganti buatmu."Bianca berdecih, memijat kening."Kena

    Last Updated : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 58A. Dilepas

    "Ayok, keluar! Keluar!" teriak Mutiara, menarik tangan ringkih Gauri. Wanita yang telah melahirkan Ferry itu tubuhnya sangat lemas. Air matanya tak berhenti mengalir. Ia sudah tidak peduli lagi akan perlakuan Mutiara. Pengakuan Mutiara yang telah menikah dengan Ferry, membuat Gauri terkejut setengah mati. Anak yang selama ini dia banggakan ternyata begitu h1na. Menjadi g1g0lo, simp4nan tante-tante. "Bangun, Gauri! Kamu ini ... lemah sekali! Cuih!" Tanpa hati, Mutiara melvdahi wajah Gauri. Wanita itu tetap diam, tidak menyeka lelehan air l1ur Mutiara. Pandangannya kosong. Sudah begini, Gauri lebih baik m4ti saja. Dia malu, sangat malu memiliki anak yang ternyata menjadi simpan4n wanita yang dib3ncinya. "Astaga, kamu ini tuli, heuh!" Mutiara men0y0r kepala Gauri hingga tubuh wanita yang duduk di atas tanah terjerembab. Dengan k4sar, Mutiara meny3ret tubuh Gauri ke dalam gudang. Gudang yang sudah Mutiara persiapkan untuk meny1ksa wanita yang dulu pernah dicintai Daniel. Bugh!Tubuh Ga

    Last Updated : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 58B. Dilepas

    Bianca sudah sampai rumah. Dia langsung mencari keberadaan ibu sambungnya. Namun, ketika Bianca mengetuk pintu kamar Daniel dan Namira, tidak ada jawaban."Apa mungkin mereka udah tidur? Udahlah, besok aja."Bianca melanjutkan langkah menuju kamarnya. Saat melewati ruang keluarga, Bianca bertemu dengan Bi Rusmi. "Non Bian udah pulang?" sapa Bi Rusmi saat berpapasan "Udah, Bi.""Ya udah atuh, langsung makan malam aja. Tadi kata Non Namira, Non Bian pulang ke rumah karena lapar. Udah Bibi masakin masakan kesukaan Non Bian," seloroh Bi Rusmi pada anak majikannya. Kening Bianca mengkerut. "Kapan mamih bilang gitu? Ada setengah jam lalu?" tanya Bianca heran. "Iya, ada.""Sekarang mamih sama papah kemana?" tanya Bianca, pandangannya mengitari sekeliling. "Wah kalau itu, Bibi gak tau, Non. Mungkin udah di kamarnya."Jawaban Bi Rusmi membuat Bianca mengerti. Dipikirnya, mungkin di dalam kamar papa dan ibu sambungnya sedang bermesraan atau mungkin sedang usaha membuat adik untuknya. "Oh

    Last Updated : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 59A. Suapin

    "Aku enggak bisa jawab sekarang. Aku ingin ketemu ibuku dulu," pinta Ferry lewat sambungan telepon. Mutiara menghela napas berat, menatap penuh k3bencian pada Gauri yang tergolek tak b3rdaya di atas lantai. "Oke. Alamat gudangnya aku kirim lewat pesan singkat."KlikSambungan telepon terputus. Mutiara mengirimkan alamat gudang p3nyekapan Gauri sekaligus menyalakan share lock. Setelah itu, Mutiara berjalan ke arah lemari kecil yang terdapat di pojok gudang. Ia menyimpan tali, lakban hitam dan juga tali ikat pinggang. Rencananya, tali ikat pinggang itu digunakan Mutiara untuk m3nyiksa Gauri. Akan tetapi, sekarang dia simpan dulu, menunggu Gauri sadarkan diri lagi. Kedua tangan kedua kaki Gauri telah diikat tambang. Mulutnya pun telah dilakban hitam. Mutiara menyeringai, menatap wajah wanita yang sejak dulu menjadi ancaman baginya. Gauri banyak tahu tentang k3jahatan yang dilakukan Mutiara.Setelah mendapat pesan dari Mutiara, Ferry langsung bergegas ke alamat tujuan. Dirinya benar-be

    Last Updated : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 59B. Suapin

    Pukul enam pagi, Bianca sudah berada di rumah sakit. Gita yang semalaman menunggu anaknya terkejut melihat di pagi buta Bianca sudah datang. "Assalamualaikum, Tante," ucap Bianca, menc1um punggung tangan Gita. "Waalaikumsalam. Kamu pagi sekali udah ke sini, Bian?" tanya Gita heran. Bianca meringis, tersenyum manis. "Iya, Tante. Aku kepikiran Evan terus."Evan yang mendengar ucapan Bianca tersenyum bahagia. Dia yakin kalau Bianca sekarang sudah memiliki perasaan yang sama dengannya. Sangat yakin seribu persen. "Oh begitu. Alhamdulillah kondisinya sudah lebih baik.""Tante semalaman di sini? sendirian?""Enggak. Semalam suami Tante nginap juga. Dia baru pulang setelah salat Subuh.""Oh gitu. Oh ya, ini aku bawain bubur ayam buatanku. Bubur spesial buat Tante dan Evan," kata Bianca mengangkat tempat makanan di depan Gita. Bianca memang sengaja bangun jam 4 dini hari, ia ingin memasak bubur ayam untuk Evan dan kedua orang tuanya. "Masya Allah, kamu baik sekali, Nak. Tante gak nyangk

    Last Updated : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 60A. Aku Janji

    Gerakan tangan Namira terhenti. Ia menatap suaminya sendu. Hatinya tak suka mendengar Daniel berbicara demikian. Namira menggenggam telapak tangan Daniel, lalu berbicara, "Mas Ayang, apa menurutmu aku akan seperti itu? Apa menurutmu aku perempuan yang punya sifat seperti itu? Apa menurutmu aku mencintaimu karena kamu sehat jasmani dan rohanimu saja? Ketika kamu sakit, ketika kamu pikun, aku meninggalkanmu?"Baru kali ini, Daniel mendengar Namira berbicara sangat serius. Setetes air mata membasahi wajah Namira. Dengan perlahan, Daniel menyeka air mata itu. "Hatiku mengatakan, kamu enggak akan ninggalin aku. Tapi akalku bicara, wajar saja kalau kamu ninggalin aku. Kamu masih muda, Sayang. Sedangkan aku udah tua." Namira tak sanggup lagi menahan isak tangis. Ia memeluk tubuh suaminya sangat erat. Menangis dalam pelukan. "Sayang, kalau aku m4ti duluan, kamu nikah lagi." dengan cepat, Namira menggelengkan kepala berulang kali. Melepaskan pelukan, memandang wajah tampan sang suami."Eng

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status