Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 53B. Aku Mohon

Share

Bab 53B. Aku Mohon

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 14:21:59

"Saya curiga dia ingin minta uang, Pak. Mungkin Ibu Hesti akan mengancam Gita supaya saya memberinya uang. Security saya bilang, dia maksa ingin bertemu dengan saya bahkan sekarang sedang menunggu di rumah."

Daniel menghela napas panjang. Ia benar-benar pusing dengan tingkah laku Hesti. Sudah benar, wanita itu tinggal di luar negeri, malah kembali lagi ke tanah air.

"Kalau begitu, nanti malam kalau Bianca udah pulang dari rumah sakit, aku akan membiacarakan mamanya yang akan kita laporkan ke polisi supaya Bianca mau diajak kerja sama untuk menjadi saksi." Akhirnya Daniel pasrah. Dari pada keluarga Yuda yang jadi sasaran Hesti, lebih baik Bianca tahu kebusukan sikap mamanya.

"Baik, Pak."

Sambungan telepon sudah berakhir. Daniel menarik napas panjang, memijat pelipisnya yang mulai terasa pusing.

"Ada apa, Mas Ayang? Apa ada masalah?" tanya Namira penasaran. Daniel menoleh, tersenyum tipis.

"Bukan masalah besar. Kita istirahat, ya? Aku pengen bobo siang bareng istri tercinta," kata D
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 54. My First Love

    Daniel bagai orang g1la memohon pada wanita yang badannya sudah kurus kering. Tenggorokan Gauri tercekat, tak dapat berkata-kata lagi. Tanpa membalas pertanyaan Daniel, Gauri mematikan sambungan telepon.Daniel terkejut ketika suara yang sempat dirindukannya tidak terdengar lagi. Lelaki itu menekan nomor Gauri lagi sambil duduk di kursi meja rias. Tapi, sudah tidak aktif lagi. Daniel kesal, hampir saja ia membanting handphonenya. Namun, Daniel terkejut melihat Namira yang tengah tertidur pulas. Dia baru sadar, kalau sekarang sudah punya istri. Sudah mempunyai istri yang membuat hari-harinya bersemangat dan bahagia. Seketika, penyesalan memenuhi relung hati. Tanpa disadari saat mendengar suara Gauri lagi, perasaan cinta dan rindu itu muncul. Daniel merasa bersalah, ia naik ke atas r4njang, memeluk tubuh mungil Namira sembari mengelus perut yang belum membuncit. Tangisan Daniel terdengar oleh Namira. "Mas Ayang, kenapa nangis? Ada apa?" Namira menyeka lembut lelehan air mata yang memb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 55A. Tanpa Syarat

    "Uuuh ... suamiku waktu masih muda ternyata ganteng bingiitt ...," ucap Namira riang. Bibirnya tersenyum manis.Namira tak mempedulikan kalimat yang tertera di atas foto itu. Ia justru fokus pada wajah Daniel ketika masih muda, terlihat sangat tampan apalagi dengan senyum manis dibibirnya. Bagi Namira, kalimat itu hanya masa lalu. Terpenting sekarang, Daniel sudah menjadi miliknya, sudah menjadi suaminya. Begitu pula wanita yang berada di samping Daniel. Pasti sudah mengeriput. Misalnya wanita itu mantan pacar Daniel, mana mungkin Daniel lebih memilih wanita itu ketimbang dirinya? Pasti sekarang wanita yang berpose di samping suaminya sudah tua.Namira mengambil selembar foto itu dari album, tidak berniat ingin membuka lembaran foto lainnya. Dia sangat suka pose dan eskpresi wajah Daniel. Meski gambarnya hitam putih, tetapi ketampanan Daniel begitu terpancar. Namira menyimpan kembali album ke dalam laci. Kemudian dia duduk di sisi ranjang, memandang wajah suaminya yang menurut Namira

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 55B. Tanpa Syarat

    Namira berkata tanpa emosi. Justru wanita itu masih bersikap manja. "Mas Ayang, kok diam aja sih? Wah, jangan-jangan Mas Ayang masih ngelindur, ya? Belum benar-benar sadar." Namira beranjak dari pangkvan Daniel. Ia bergegas mengambil segelas air lalu menyuruh Daniel meminumnya. Daniel menurut, meminum air sampai setengah gelas. "Sekarang Mas Ayang udah bener-bener sadar 'kan?" Kepala Namira agak merunduk, menatap lekat wajah lelaki yang amat disayanginya. "I-iya, Sayang. Hem, sebentar ... aku mau ke toilet dulu."Daniel turun dari r4njang, berjalan ke toilet, mencuci muka. Setelah hitungan menit, Daniel keluar dari toilet. Ia melihat Namira sudah memegang selembar foto dan gvnting. Lelaki itu menghela napas panjang, berusaha tetap tenang. Daniel duduk di sisi istrinya. "Mas Ayang, tadi foto ini ada di bawah nakas. Apa jatuh, ya?" tanya Namira kebingungan. "Kayaknya iya. Kamu mau ... mau gvnting foto wanitanya?" tanya Daniel hati-hati. "Iya. Sama kalimat ini mau aku gunting. Bol

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 56A. Bohong

    Sudah dua hari, Ferry mengurung diri di dalam kamar. Sekarang ia bingung, harus bertindak seperti apa. Handphone-pun ia matikan. Dirinya benar-benar tidak ingin bertemu dengan orang lain. Hanya sesekali berbicara dengan ibu kandungnya, Gauri. Ternyata istri sirri pertamanya adalah wanita yang dulu tidak disukai ibunya. Ferry tidak tahu lagi harus berbuat seperti apa? Apakah dia harus menjauhi Mutiara? Sedangkan dirinya masih membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan pengobatan Gauri. Sedangkan Hesti, wanita itu sekarang tidak bisa diandalkan. Dia sudah jatuh miskin. Tidak memiliki banyak uang lagi. "Apa aku harus mencari target lain? Siapa?" Ferry mengacak rambutnya. Pikiran Ferry sudah buntu. Tidak tahu harus mengambil keputusan apa. Tok, tok, tok."Ferry ... Buka pintunya, Nak ...." Suara lemah lembut itu adalah suara wanita yang telah melahirkan Ferry ke muka bumi ini, Gauri. "Sebentar, Bu."Ferry beranjak ke pintu kamar, membukanya. "Ada apa, Bu?""Kamu enggak kuliah, Nak?" ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 56B. Bohong

    Wanita bertubuh ringkih itu menjerit, menangis histeris. Mutiara menghentakan tangan suster. Ia menarik paksa suster ke salam satu kamar tamu, mengunci dari luar. Gauri terkejut, ia menekan tombol kursi roda agar kembali keluar. Namun, usahanya sia-sia. Belum sempat sampai pintu depan, kursi roda yang diduduki Gauri berhasil ditahan. Mutiara bergegas mengunci pintu depan. Lalu, menarik tubuh Gauri dari kursi roda hingga jatuh terjerembab. "Wanita p3nyakitan. Lebih baik kamu m4ti ...." teriak Mutiara pada Gausa yang terlihat lemah. Sekuat tenaga, Gauri menjauhi Mutiara. Tidak ingin m4ti di tangan wanita itu. Mutiara benar-benar tidak berubah. Sifatnya masih saja j4hat. "Mau kemana kamu, Gauri? Mau kemana, heh?" Lagi, Mutiara berteriak. "Dengerin aku dulu. Sebelum kamu m4ti, kamu harus tau fakta yang menarik dan membuatmu mungkin akan langsung meregang nyawa," ucap Mutiara memegang kedua kaki Gauri yang tinggal tulang belulang. Gauri menangis histeris, berusaha terus meronta dari c

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 57A. Mau Ini

    Ferry merasa aneh, saat tiba di depan rumah. Pintu rumahnya terbuka lebar dan kursi roda milik ibunya tidak berpenghuni. Ruangan berantakan. Ferry berfirasat ada sesuatu yang buruk terjadi di rumahnya. Kedua plastik besar di letakkan di atas meja tamu. Ia bergegas masuk ke ruangan demi ruangan sambil memanggil ibunya. "Bu ... Ibu ... Ibu di mana, Bu ...?" Ferry membuka pintu kamar Gauri, kosong. Samar-samar, Ferry mendengar suara gedoran pintu kamar. Setengah berlari Ferry menghampiri kamar tamu. Dengan gerakan cepat, Ferry memutar kunci kamar. "Sus, kemana Ibu?"Suster TIna menangis tersedu-sedu. "Ta-tadi ada orang yang datang ke sini, nyik-ny1ksa Ibu, Mas ...." Ferry terkejut, menelan saliva. Siapa yang datang ke rumahnya? Seingat Ferry, selama ini dia tidak pernah punya musuh. "Siapa orangnya, Sus? Apa Ibu menyebut nama orang itu?" Kedua tangan Ferry memegang kedua bahu Suster Tina. "Enggak tau, Mas ... I-Ibu hanya menyebutnya j4-j4lang ...." Suara Suster Tina masih bergeta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 57B. Mau Ini

    Bianca berjalan seorang diri, melewati lorong rumah sakit yang cukup panjang. Sesekali Bianca menoleh ke belakang. Terlihat Yuda dan Gita kembali berbincang. Mereka tampak bicara serius. Bianca sebenarnya tidak ingin pulang, dia masih ingin menemani Evan di rumah sakit. Tetapi, Bianca juga tidak enak hati kalau bersikukuh ingin menemani Evan.Supir pribadi Daniel sudah menunggu di area parkir ketika Bianca menghubunginya akan pulang ke rumah dulu. Melihat Bianca berjalan ke arahnya. Supir pribadi membuka pintu mobil penumpang, dengan nyaman Bianca duduk di dalamnya. Kendaraan yang ditumpangi melaju meninggalkan halaman rumah sakit. Di tengah perjalanan, Bianca menelepon Namira."Hallo?" sapa Namira di ujung telepon. Bianca menghela napas panjang, menoleh ke luar jendela mobil. "Na, aku lagi di jalan. Mau pulang," kata Bianca menyandarkan kepala. "Oh kirain aku, kamu mau di sana. Baru aja aku mau suruh Bi Rusmi nganterin pakaian ganti buatmu."Bianca berdecih, memijat kening."Kena

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 58A. Dilepas

    "Ayok, keluar! Keluar!" teriak Mutiara, menarik tangan ringkih Gauri. Wanita yang telah melahirkan Ferry itu tubuhnya sangat lemas. Air matanya tak berhenti mengalir. Ia sudah tidak peduli lagi akan perlakuan Mutiara. Pengakuan Mutiara yang telah menikah dengan Ferry, membuat Gauri terkejut setengah mati. Anak yang selama ini dia banggakan ternyata begitu h1na. Menjadi g1g0lo, simp4nan tante-tante. "Bangun, Gauri! Kamu ini ... lemah sekali! Cuih!" Tanpa hati, Mutiara melvdahi wajah Gauri. Wanita itu tetap diam, tidak menyeka lelehan air l1ur Mutiara. Pandangannya kosong. Sudah begini, Gauri lebih baik m4ti saja. Dia malu, sangat malu memiliki anak yang ternyata menjadi simpan4n wanita yang dib3ncinya. "Astaga, kamu ini tuli, heuh!" Mutiara men0y0r kepala Gauri hingga tubuh wanita yang duduk di atas tanah terjerembab. Dengan k4sar, Mutiara meny3ret tubuh Gauri ke dalam gudang. Gudang yang sudah Mutiara persiapkan untuk meny1ksa wanita yang dulu pernah dicintai Daniel. Bugh!Tubuh Ga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma? Janga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 212. Sangat Rindu

    "Kamu benar, Xel. Apapun alasan Mbak Bian dan Mas Evan merahasiakan kedua orang tua kalian, tetap salah. Tapi, kamu juga jangan marah lama-lama. Coba kamu tanyakan baik-baik pada mereka, apa alasannya?" Gilang tak mau terlalu banyak menanggapi cerita yang disampaikan Axel. Ia tak mau, kalau dianggap ikut campur atau memihak ke salah satu keluarga itu. "Enggak tau, Bang. Jujur saja, aku masih kecewa. Masih enggak nyangka aja kalau mereka tega sama mama dan papaku. Misalnya mama Bianca membenci mamaku, kenapa pula dia sayang aku dan Alea?"Berbagai tanya diucapkan Axel. Benar-benar bingung dengan alasan Bianca dan Evan merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Ya sudah enggak usah kamu pikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu tenangkan hati dan pikiran.""Iya, Bang."Handphone milik Gilang tiba-tiba berdering. Lelaki itu merogoh saku celana, lalu terlihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. Panggilan dari Alea. Gilang tak langsung mengangkat panggilan telepon itu, me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 211. Apapun Alasannya

    Nida menganggukkan kepala, mendengar tanggapan ibu mertua. "Iya, silakan saja Mama bicara dulu sama Mas Hanif. Maaf, Ma. Aku mau istirahat dulu. Apa masih ada yang mau Mama bicarakan?" Kalau saja tidak menghormati suaminya, Nida sudah ingin memarahi ibu Ros. "Enggak ada. Mama juga mau istirahat." Ibu Ros pergi lebih dulu, meninggalkan Nida yang masih duduk terpaku di ruang makan. Kepergian Ibu Ros dari ruangan itu, membuat Nida tercenung. Nida tak dapat menahan tangisan. Dalam keheningan, ia menangis tersedu-sedu. Nida juga ingin memiliki anak. Nida juga ingin merasakan hamil. Tapi, dia tidak memaksa Tuhan untuk memberinya keturunan. Nida selalu yakin, Tuhan lebih tahu, waktu dan saat yang tepat memiliki buah hati. Dengan kasar, Nida menyeka lelehan air mata. Ia beranjak, membersihkan piring kotor. Setelahnya, masuk ke dalam kamar. Baru saja menutup pintu kamar, terdengar suara dering handphone. Nida tahu, itu adalah suaminya. Nida berjalan menghampiri handphone y

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 210. Ceraikan Aku Dulu!

    Nida terkejut bukan main mendengar permohonan ibu Ros yang tak lain ibu mertuanya. Kedua mata Nida nyalang menatap wanita yang telah melahirkan suaminya. Sungguh, sedikitpun ia tak menyangka jika ibu Ros memintanya untuk mengizinkan Hanif menikah lagi.Sadar dari rasa terkejut, Nida menarik napas panjang. Ia tak boleh tersulut emosi. Jika sampai Nida memarahi ibu Ros, wanita itu pasti mengadu berlebihan pada Hanif."Oh, jadi Mama ingin aku izinin Mas Hanif nikah lagi? Supaya Mama dapat cucu dari istri barunya nanti? Begitu?" Nida sengaja mengulang keinginan ibu Ros dengan sikap yang santai. Ia juga melanjutkan suapan makan malamnya. Ibu Ros mengembuskan napas melihat ketenangan sikap Nida. "Iya begitu. Ya habis mau gimana lagi? Kamu juga sadar kan, enggak bisa kasih Hanif anak? Iya 'kan?"Yang salah tingkah bukan Nida, justru ibu Ros. Nida manggut-manggut sembari meneguk segelas air di dalam gelas hingga tandas. "Jujur ya, Ma. Sebenarnya aku enggak mau dipoligami. Enggak mau kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 209. Permohonan

    Di dalam kamar, Nida berdiri di depan pintu. Kedua matanya terpejam, mulutnya mengucapkan istighfar berulang kali. Terkadang Nida sangat bersedih jika mengingat tak juga diberi buah hati. Berbagai cara telah Nida lakukan bahkan ia sempat menawarkan pada Hanif agar melakukan program bayi tabung tapi Hanif tak setuju. "Program bayi tabung itu mahal, Dek.""Tapi aku ada uangnya, Mas. Aku kan kerja. Uang hasil aku kerja kan jarang dipake." "Kamu menganggap Mas enggak punya uang? Kamu merendahkan Mas? Mas emang bukan pengusaha seperti keluargamu, tapi uang PNS yang Mas dapatkan sudah lebih dari cukup. Sudahlah, enggak usah melakukan program bayi tabung. Kalau sudah waktunya, nanti juga kita dikasih anak."Begitulah perdebatan Nida dengan suaminya suatu waktu. Setelah itu, Nida tak mengusulkan apa-apa lagi. Lebih memilih diam dan menerima hinaan dan makian dari keluarga Hanif terutama ibunya. Beruntung, Nida tipikal wanita bodo amatan. Terpenting baginya, Hanif mencintainya dengan tulus d

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 208. Ceraikan Saja!

    Sungguh, perkataan ibu Ros sangat menyinggung hati Nida. Wanita itu menatap tajam mertuanya. "Terserah Mama. Mau makan lauk nasi ini atau mau nunggu aku yang masak tapi aku mandi dulu!" Sangat ketus, Nida berkata.Selama ini, dia sudah berusaha sangat sabar menghadapi mulut ibu mertua yang luar biasa pedasnya. Kerap kali Nida dikatakan mandul pada keluarga Hanif. Hal yang paling tidak disukai Nida, mereka sering kali berkata, "Kayaknya Mbak Nida enggak punya anak karena emang keturunan. Buktinya Mbak Bianca juga enggak punya keturunan."Jika saja karena tidak menghargai suaminya, Nida udah menampar wajah kedua adik iparnya itu. "Dasar menantu enggak tau diri! Harusnya dulu Hanif nikah sama ibu guru Marisa saja bukan nikah sama dia! Menyebalkan! Huh! Aku harus menelepon Hanif. Harus aku adukan sikap istri kurang ajarnya itu!" cetus Ibu Ros mengeluarkan handphone dari saku gamis yang dikenakan. Tidak berselang lama, panggilan telepon ibu Ros diangkat anak sulungnya. "Assalamualaikum

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 207. Tidak Berguna

    "Dari mana, Pa?" tanya Bianca ketika Evan datang ke ruang makan. Sebelumnya Bianca melihat Evan ke depan rumah. "Dari depan," jawab Evan singkat. Ia melihat raut wajah ceria pada Bianca. Mungkin karena sikap Alea yang sudah biasa-biasa lagi. Seperti tidak ada yang terjadi. Tidak berselang lama, Alea datang dengan senyum tipis. Ia menyapa Bianca dan Evan seperti biasa. Alea sangat berusaha agar tidak ada yang berubah. Ia merasa sangat bahagia dengan kehidupannya. Dengan peran Bianca dan Evan yang mengaku sebagai kedua orang tua. "Lea, Axel mana? Apa dia belum selesai mandi?" tanya Bianca, menatap lekat adiknya yang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. "Ma, Axel tadi keluar rumah. Mungkin dia hanya pergi sebentar. Lebih baik kita makan duluan saja." Evan yang menjawab. Mengetahui kalau Alea tampak kebingungan menjawab pertanyaan Bianca, wanita yang dianggap ibu selama ini. Raut wajah Bianca yang sebelumnya ceria, kini berubah muram. Ia menelan saliva, kembali bersedih. Kepalanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 206. Cafe

    "Brisik! Minggir! Kalau kamu enggak mau ikut, enggak apa-apa." Axel mendorong adiknya agar menyingkir dari hadapan. Anak lelaki itu telah selesai mengemasi pakaian dan barang-barang ke dalam koper. Figura foto yang ada di tangan Alea, tak diambil. Dengan langkah cepat, Axel keluar kamar, menuruni anak tangga."Axel!" Panggilan Evan membuat langkah kaki Axel terhenti. Evan berjalan cepat menghampiri Axel yang selama ini dianggap anak olehnya. "Kamu mau kemana?" tanya Evan saat berdiri di depan Axel. Kembaran Alea itu tak langsung menjawab, ia terdiam sesaat. Melihat sikap Axel, Evan sudah dapat menerka jika Axel belum mengetahui kemana arah perginya. "Papa enggak akan melarangmu pergi. Tapi, kalau kamu mau, tinggal saja di apartemen Papa. Dan Papa harap, kamu enggak putus sekolah." Sebisa mungkin Evan bicara baik-baik pada Axel. "Terima kasih atas tawarannya tapi aku rasa enggak perlu. Masalah sekolah, enggak perlu khawatir. Aku akan tetap sekolah sampai selesai. Aku pamit."Hanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 205. Apakah Tidak Cemas?

    Kendaraan yang ditumpangi Axel dan Alea telah memasuki halaman rumah keluarga Bragastara. Rumah yang selama ini menjadi saksi kebahagiaan Axel dan Alea memiliki kedua orang tua seperti Bianca dan Evan.Mesin mobil telah dimatikan, tapi Axel tetap bergeming. Pandangannya nanar pada rumah mewah nan megah itu. Benak Axel masih bertanya, kenapa Bianca begitu tega menyembunyikan kenyataan tentang siapa kedua orang tuanya? Apakah kedua orang tua Axel melakukan kesalahan sehingga Bianca begitu membenci mereka? Sehingga mereka tega tidak memberitahu kenyataan itu?"Mau turun dulu enggak, Kak?" Pertanyaan Alea menyentak lamunan lelaki yang berkulit putih, bermata agak sipit dan memiliki tinggi badan sekitar 178 cm itu. "Ya. Aku mau ngambil barang-barang dan pakaian dulu.""Kak, coba pikirin lagi. Jangan kebawa emosi. Coba berpikir positif," tegur Alea mengingatkan keputusan Axel yang ingin pergi dari rumah. Axel tak menanggapi, ia membuka pintu mobil, lalu berjalan lebih dulu ke pintu depan.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status