Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 308. Tidak Mungkin Bohong

Share

Bab 308. Tidak Mungkin Bohong

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-03-30 23:37:09

Lelaki tak tahu diri! Tak tahu malu! Satu jam lalu dia menyakiti hati dan fisik Friska sekarang tanpa tahu malu meminta uang padanya. Friska tak langsung menjawab. Muak sekali yang ia rasa. Ingin menghardik dan menghina Hanif tetapi rasa nyeri akibat penyiksaan yang dilakukan Hanif satu jam lalu masih terasa.

"Kalau aku enggak mau kasih uang ke kamu gimana?"

Pertanyaan Friska membuat Hanif tercengang. Tidak menyangka jika Friska menolak permintaannya. Hanif pikir, Friska akan langsung menyetujui.

"Perceraianku enggak akan masuk persidangan dan pernikahan kita akan selamanya berstatus nikah sirri."

Friska tak peduli. Bibirnya menyeringai, melanjutkan makannya. Biarkan saja menikah sirri. Toh Hanif tak memiliki harta yang patut diperebutkan.

Selang beberapa menit, Hanif kembali bertanya. "Jadi kamu enggak mau kasih aku uang?"

"Enggak." Tanpa berpikir panjang Friska menjawab. Menatap lekat lelaki yang duduk di kursi bersebrangan dengannya. "Itu kan perceraianmu dengan si Nida. Kenapa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 309. Sudah Menyanggupi

    'Dasar Friska. Kenapa pula bilang ke si Hanif? Padahal aku udah bilang ke dia, jangan kasih tau Hanif. Dasar perempuan bodoh!' gerutu Ibu Ros dalam hati. Ibu Ros menarik napas panjang. Rupanya Hanif lebih percaya pada istrinya ketimbang ibu Ros. "Ya ... Ya emang sih, kemarin Friska kasih Mama uang tapi sekarang uangnya udah habis," kata ibu Ros berbohong. "Habis?" Hanif tampak tak percaya. "Sepuluh juta habis dalam satu hari, Ma? Habis dipake beli apa?" "Bukan buat beli apa, Hanif! Tapi buat bayar utang! Kamu pikir, untuk makan sehari-hari dari mana uangnya? Ya Mama kasbon dulu atau pinjem uang dulu ke rentenir." Lagi, ibu Ros berbohong. Hanif semakin tak percaya. Ia menggelengkan kepala berulang kali. "Aku enggak percaya, Ma," ucap Hanif pelan sambil melengos kan wajah ke arah lain. Ia kecewa pada ibu Ros. Wanita yang selama ini dihormatinya itu ternyata sangat pelit. "Terserah kamu, percaya atau enggak. Ya udah, Mama mau istirahat dulu." "Ma, tunggu!" cegah Hanif be

    Last Updated : 2025-03-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 310. Tidak Bisa Terima

    "Kalau dia menyanggupi, kenapa dia tadi pinjem uang ke Mama?" Sentak ibu Ros tak dapat menahan emosi. Nida terkejut mendengar penuturan yang disampaikan ibu Ros. Pasalnya selama ini Hanif selalu berusaha menjaga harga diri agar tidak meminjam uang pada siapapun. Kalau sampai Hanif pinjam uang pada ibu Ros, lalu uang yang selama ini digabungkan kemana? Masa hanya untuk biaya persidangan Hanif tidak punya uang? "Mas Hanif pinjam uang ke Mama?" tanya Nida meyakinkan pendengarannya. "Iya. Sudahlah, lebih baik kamu saja yang membiayai persidangan cerainya. Supaya statusmu sebagai janda bersertifikat," titah ibu Ros tak mau tahu. Ia hanya khawatir Hanif datang lagi ke rumah dan meminjam uang padanya. "Maaf, Ma. Aku tetap enggak mau membiayai proses persidangan cerai kecuali mas Hanif sendiri yang meminta. Udah dulu ya, aku mau istirahat."KlikSambungan telepon terputus. Nida tak mau ambil pusing perihal biaya persidangan cerainya nanti. Biarkan saja Hanif yang memikirkan dan membayar.

    Last Updated : 2025-03-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 311. Menurutmu Bagaimana?

    Ferry terkejut mendengar ucapan Axel. Namun, ia segera menguasi sikapnya. "Enggak apa, Pak Axel. Nanti biar saya sampaikan ke istri saya," timpal Ferry sambil tersenyum. "Om, aku kan udah pernah bilang. Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Axel.""Enggak enak saya kalau cuma panggil nama."Alea yang mendengar percakapan dua lelaki berbeda usia itu menggelengkan kepala. "Enggak usah enggak enak gitu, Om. Justru kalau om panggil aku dengan sebutan Pak, aku yang enggak enak dengarnya. Kayak aku udah tua banget. Hahahaha."Alea mengulum senyum mendengar kelakar kakaknya. Begitu pula Ferry, lelaki yang dulu sempat menjadi gigolo itu tersenyum miring. "Maaf ya, Nak Axel. Bukan maksud saya seperti itu.""Iya, Om. Aku ngerti. Hm, begini Om. Biar aku jelasin dulu, ya?"Axel mengubah posisi duduk lebih serius. Akan membahas topik pembicaraan semula. "Aku emang enggak bisa terima tante Tina kerja di cafe. Tapi, kalau tante Tina mau, kerja di rumah tanteku aja. Di rumahnya tante Nida."Keni

    Last Updated : 2025-03-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 312. Tawaran Kerja

    "Enggak usah!" Hanif menolak mentah-mentah tawaran Nida. Harga dirinya semakin hancur ketika Nida mengetahui bahwa dia meminjam uang pada mamanya. Hanif pikir, ibu Ros tidak akan bicara pada Nida ternyata ... "Kamu jangan sok baik, Nida. Aku tau, sebenarnya kamu mengejekku 'kan? Kamu menghinaku 'kan? Jangan mentang-mentang keluargamu kaya raya, banyak uang, kamu kerja, kamu seenaknya ngerendahin aku!" sentak Hanif tak terima dengan ucapan mantan istri. Nida sangat terkejut mendengar tanggapan Hanif. Padahal Nida sudah bicara baik-baik. "Astaghfirullahalazim, Mas! Aku enggak ada maksud seperti itu. Aku bicara kayak gitu karena ingin sidang perceraian kita cepat selesai bukan mengejek atau merendahkanmu." Sebisa mungkin Nida menjelaskan maksud atas ucapannya. Hanif terlalu memikirkan diri sendiri dan harga dirinya. "Sudahlah, kamu tenang saja. Aku akan segera mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan agama. Kamu tinggal tunggu jadwal sidangnya saja!" tukas Hanif sambil mematikan sam

    Last Updated : 2025-04-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 313. Kembalikan!

    "Tentu saja aku mau, Mas," jawab Tina cepat. Wajahnya berubah sumringah, terlihat senyum manis. Ferry tak menyangka jika istrinya sangat antusias kerja. Tidak peduli menjadi asisten rumah tangga. Terpenting baginya, Tina dapat menghasilkan uang untuk biaya kuliah anaknya nanti dan juga tidak bosan di rumah terus. "Kamu yakin mau jadi asisten rumah tangga non Nida?" Ferry meyakinkan apa yang didengar. Ia tak ingin jika istrinya itu bekerja hanya setengah hati. Dulu, Tina pernah menjadi perawat ibunya Ferry yang bernama Gauri. Dia sangat penyabar sampai Gauri menjemput ajalnya. Setelah itu, Tina tidak pernah lagi bekerja. Hanya menjadi ibu rumah tangga. Bertahun-tahun lamanya ia mencoba bertahan dengan rasa bosan yang menyergap hati. Tina selalu mencari cara agar diizinkan Ferry bekerja lagi. Namun dulu, usaha Tina sia-sia. Sekarang sudah ada alasan yang jelas. Alasan Tina bekerja agar dapat mengumpulkan uang untuk pendidikan anak semata wayangnya. "Sangat yakin. Kira-kira kapan

    Last Updated : 2025-04-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 314. Kabar Gembira

    "Jangan nuduh sembarangan! Mana buktinya kalau aku ngambil uangmu, Friska?" hardik Hanif mengelak. Tidak mungkin Hanif mengakui perbuatannya. Itu hanya semakin membuatnya malu dan hilang harga diri. Friska terdiam. Memang tidak ada bukti tapi Friska yakin jika Hanif yang mengambil uangnya. Hanya Hanif yang mengetahui pin brankas. "Mungkin kamu lupa ngitung! Cobalah kamu hitung lagi! Minggir, aku mau mandi!" Hanif harus segera pergi ke pengadilan agama sebelum Friska menemukan uangnya di dalam tas kerja. Hanif melirik lemari pakaiannya yang terdapat tas kerja di dalam sana. Ia berharap semoga saja Friska tak menemukan uang di dalam tas kerja. Friska sangat geram mendengar Hanif mengelak. Ia sangat yakin, Hanif-lah yang mengambil uangnya. Friska beranjak, mencari uang yang disimpan oleh Hanif.Ia pun berjalan menuju lemari pakaian milik Hanif, tapi nihil! Lemarinya dikunci. Kemudian, Friska mencari kunci lemari pakaian suaminya. Lagi dan lagi nihil yang didapat. Friska tak menemukan

    Last Updated : 2025-04-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 315. Tunggu Sebentar.

    Jam pulang sekolah, Axel dan Alea berjalan beriringan menuju area parkir. "Kak, gimana mamanya Rina, mau enggak kerja di rumah tante Nida?" tanya Alea saat masuk ke dalam mobil. "Aku belum tau. Belum sempat nanyain ke Bang Gilang. Rencananya sebelum pulang ke rumah, aku mau ke cafe dulu.""Sekarang?" "Iyalah, masa besok. Kenapa? Kamu enggak mau ikut? Kalau gak mau ikut, pulangnya naik taksi," ujar Axel pada adik kandungnya. Bibir Alea mengerucut mendengar penuturan Axel. "Di cafe jangan lama-lama!""Serah akulah!" sangat cuek, Axel menimpali ucapan adiknya. Tiba di cafe, suasana ramai. Rata-rata pengunjung cafe anak-anak sekolah. "Lea, Axel!" Rupanya Arfan yang memanggil. Alea lantas menghampiri lelaki yang tengah duduk di depan laptop. Sedangkan Axel hanya melambaikan tangan dan melanjutkan langkah mencari keberadaan Ferry atau Gilang. "Idih, pantesan jam terakhir bolos, ternyata ada di sini," ucap Alea duduk di kursi samping Arfan. Lelaki itu terkekeh, lalu menjawab, "Aku m

    Last Updated : 2025-04-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 316. Semoga Betah

    "Silakan minum dulu," ujar Nida saat mereka sudah berada di dalam rumah."Terima kasih, Non."Tina menunggu Nida ke ruangan lain. Dia pikir, Nida mau mengganti pakaian ternyata menyuguhkan minuman segar untuk istri Ferry itu. Tina sempat berpikir, kenapa rumah sebesar ini tidak ada security atau tidak ada asisten rumah tangga. "Jadi, Mbak yakin mau kerja di rumah saya?" tanya Nida setelah Tina meletakkan jus jeruk di tempat semula. "Sangat yakin, Non. Insya Allah saya akan bekerja dengan baik," jawab Tina tanpa keraguan sedikitpun. Paling tidak, jika Tina bekerja di rumah ini, dia ada kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang. Tina ingin sekali anak semata wayangnya kuliah di kedokteran. Ia tahu, jika kuliah kedokteran memerlukan banyak biaya. Oleh karenanya, Tina tidak boleh berpangku tangan di rumah, membiarkan suaminya saja yang bekerja. Gaji Ferry sebagai karyawan cafe hanya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Sulit bagi mereka dapat menabung banyak. "Lalu, kapan Mbak bisa

    Last Updated : 2025-04-04

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status