Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 309. Sudah Menyanggupi

Share

Bab 309. Sudah Menyanggupi

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-03-31 00:07:49
'Dasar Friska. Kenapa pula bilang ke si Hanif? Padahal aku udah bilang ke dia, jangan kasih tau Hanif. Dasar perempuan bodoh!' gerutu Ibu Ros dalam hati.

Ibu Ros menarik napas panjang. Rupanya Hanif lebih percaya pada istrinya ketimbang ibu Ros.

"Ya ... Ya emang sih, kemarin Friska kasih Mama uang tapi sekarang uangnya udah habis," kata ibu Ros berbohong.

"Habis?" Hanif tampak tak percaya. "Sepuluh juta habis dalam satu hari, Ma? Habis dipake beli apa?"

"Bukan buat beli apa, Hanif! Tapi buat bayar utang! Kamu pikir, untuk makan sehari-hari dari mana uangnya? Ya Mama kasbon dulu atau pinjem uang dulu ke rentenir." Lagi, ibu Ros berbohong. Hanif semakin tak percaya. Ia menggelengkan kepala berulang kali.

"Aku enggak percaya, Ma," ucap Hanif pelan sambil melengos kan wajah ke arah lain. Ia kecewa pada ibu Ros. Wanita yang selama ini dihormatinya itu ternyata sangat pelit.

"Terserah kamu, percaya atau enggak. Ya udah, Mama mau istirahat dulu."

"Ma, tunggu!" cegah Hanif be
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 310. Tidak Bisa Terima

    "Kalau dia menyanggupi, kenapa dia tadi pinjem uang ke Mama?" Sentak ibu Ros tak dapat menahan emosi. Nida terkejut mendengar penuturan yang disampaikan ibu Ros. Pasalnya selama ini Hanif selalu berusaha menjaga harga diri agar tidak meminjam uang pada siapapun. Kalau sampai Hanif pinjam uang pada ibu Ros, lalu uang yang selama ini digabungkan kemana? Masa hanya untuk biaya persidangan Hanif tidak punya uang? "Mas Hanif pinjam uang ke Mama?" tanya Nida meyakinkan pendengarannya. "Iya. Sudahlah, lebih baik kamu saja yang membiayai persidangan cerainya. Supaya statusmu sebagai janda bersertifikat," titah ibu Ros tak mau tahu. Ia hanya khawatir Hanif datang lagi ke rumah dan meminjam uang padanya. "Maaf, Ma. Aku tetap enggak mau membiayai proses persidangan cerai kecuali mas Hanif sendiri yang meminta. Udah dulu ya, aku mau istirahat."KlikSambungan telepon terputus. Nida tak mau ambil pusing perihal biaya persidangan cerainya nanti. Biarkan saja Hanif yang memikirkan dan membayar.

    Last Updated : 2025-03-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 311. Menurutmu Bagaimana?

    Ferry terkejut mendengar ucapan Axel. Namun, ia segera menguasi sikapnya. "Enggak apa, Pak Axel. Nanti biar saya sampaikan ke istri saya," timpal Ferry sambil tersenyum. "Om, aku kan udah pernah bilang. Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Axel.""Enggak enak saya kalau cuma panggil nama."Alea yang mendengar percakapan dua lelaki berbeda usia itu menggelengkan kepala. "Enggak usah enggak enak gitu, Om. Justru kalau om panggil aku dengan sebutan Pak, aku yang enggak enak dengarnya. Kayak aku udah tua banget. Hahahaha."Alea mengulum senyum mendengar kelakar kakaknya. Begitu pula Ferry, lelaki yang dulu sempat menjadi gigolo itu tersenyum miring. "Maaf ya, Nak Axel. Bukan maksud saya seperti itu.""Iya, Om. Aku ngerti. Hm, begini Om. Biar aku jelasin dulu, ya?"Axel mengubah posisi duduk lebih serius. Akan membahas topik pembicaraan semula. "Aku emang enggak bisa terima tante Tina kerja di cafe. Tapi, kalau tante Tina mau, kerja di rumah tanteku aja. Di rumahnya tante Nida."Keni

    Last Updated : 2025-03-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 312. Tawaran Kerja

    "Enggak usah!" Hanif menolak mentah-mentah tawaran Nida. Harga dirinya semakin hancur ketika Nida mengetahui bahwa dia meminjam uang pada mamanya. Hanif pikir, ibu Ros tidak akan bicara pada Nida ternyata ... "Kamu jangan sok baik, Nida. Aku tau, sebenarnya kamu mengejekku 'kan? Kamu menghinaku 'kan? Jangan mentang-mentang keluargamu kaya raya, banyak uang, kamu kerja, kamu seenaknya ngerendahin aku!" sentak Hanif tak terima dengan ucapan mantan istri. Nida sangat terkejut mendengar tanggapan Hanif. Padahal Nida sudah bicara baik-baik. "Astaghfirullahalazim, Mas! Aku enggak ada maksud seperti itu. Aku bicara kayak gitu karena ingin sidang perceraian kita cepat selesai bukan mengejek atau merendahkanmu." Sebisa mungkin Nida menjelaskan maksud atas ucapannya. Hanif terlalu memikirkan diri sendiri dan harga dirinya. "Sudahlah, kamu tenang saja. Aku akan segera mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan agama. Kamu tinggal tunggu jadwal sidangnya saja!" tukas Hanif sambil mematikan sam

    Last Updated : 2025-04-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 313. Kembalikan!

    "Tentu saja aku mau, Mas," jawab Tina cepat. Wajahnya berubah sumringah, terlihat senyum manis. Ferry tak menyangka jika istrinya sangat antusias kerja. Tidak peduli menjadi asisten rumah tangga. Terpenting baginya, Tina dapat menghasilkan uang untuk biaya kuliah anaknya nanti dan juga tidak bosan di rumah terus. "Kamu yakin mau jadi asisten rumah tangga non Nida?" Ferry meyakinkan apa yang didengar. Ia tak ingin jika istrinya itu bekerja hanya setengah hati. Dulu, Tina pernah menjadi perawat ibunya Ferry yang bernama Gauri. Dia sangat penyabar sampai Gauri menjemput ajalnya. Setelah itu, Tina tidak pernah lagi bekerja. Hanya menjadi ibu rumah tangga. Bertahun-tahun lamanya ia mencoba bertahan dengan rasa bosan yang menyergap hati. Tina selalu mencari cara agar diizinkan Ferry bekerja lagi. Namun dulu, usaha Tina sia-sia. Sekarang sudah ada alasan yang jelas. Alasan Tina bekerja agar dapat mengumpulkan uang untuk pendidikan anak semata wayangnya. "Sangat yakin. Kira-kira kapan

    Last Updated : 2025-04-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 314. Kabar Gembira

    "Jangan nuduh sembarangan! Mana buktinya kalau aku ngambil uangmu, Friska?" hardik Hanif mengelak. Tidak mungkin Hanif mengakui perbuatannya. Itu hanya semakin membuatnya malu dan hilang harga diri. Friska terdiam. Memang tidak ada bukti tapi Friska yakin jika Hanif yang mengambil uangnya. Hanya Hanif yang mengetahui pin brankas. "Mungkin kamu lupa ngitung! Cobalah kamu hitung lagi! Minggir, aku mau mandi!" Hanif harus segera pergi ke pengadilan agama sebelum Friska menemukan uangnya di dalam tas kerja. Hanif melirik lemari pakaiannya yang terdapat tas kerja di dalam sana. Ia berharap semoga saja Friska tak menemukan uang di dalam tas kerja. Friska sangat geram mendengar Hanif mengelak. Ia sangat yakin, Hanif-lah yang mengambil uangnya. Friska beranjak, mencari uang yang disimpan oleh Hanif.Ia pun berjalan menuju lemari pakaian milik Hanif, tapi nihil! Lemarinya dikunci. Kemudian, Friska mencari kunci lemari pakaian suaminya. Lagi dan lagi nihil yang didapat. Friska tak menemukan

    Last Updated : 2025-04-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 315. Tunggu Sebentar.

    Jam pulang sekolah, Axel dan Alea berjalan beriringan menuju area parkir. "Kak, gimana mamanya Rina, mau enggak kerja di rumah tante Nida?" tanya Alea saat masuk ke dalam mobil. "Aku belum tau. Belum sempat nanyain ke Bang Gilang. Rencananya sebelum pulang ke rumah, aku mau ke cafe dulu.""Sekarang?" "Iyalah, masa besok. Kenapa? Kamu enggak mau ikut? Kalau gak mau ikut, pulangnya naik taksi," ujar Axel pada adik kandungnya. Bibir Alea mengerucut mendengar penuturan Axel. "Di cafe jangan lama-lama!""Serah akulah!" sangat cuek, Axel menimpali ucapan adiknya. Tiba di cafe, suasana ramai. Rata-rata pengunjung cafe anak-anak sekolah. "Lea, Axel!" Rupanya Arfan yang memanggil. Alea lantas menghampiri lelaki yang tengah duduk di depan laptop. Sedangkan Axel hanya melambaikan tangan dan melanjutkan langkah mencari keberadaan Ferry atau Gilang. "Idih, pantesan jam terakhir bolos, ternyata ada di sini," ucap Alea duduk di kursi samping Arfan. Lelaki itu terkekeh, lalu menjawab, "Aku m

    Last Updated : 2025-04-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 316. Semoga Betah

    "Silakan minum dulu," ujar Nida saat mereka sudah berada di dalam rumah."Terima kasih, Non."Tina menunggu Nida ke ruangan lain. Dia pikir, Nida mau mengganti pakaian ternyata menyuguhkan minuman segar untuk istri Ferry itu. Tina sempat berpikir, kenapa rumah sebesar ini tidak ada security atau tidak ada asisten rumah tangga. "Jadi, Mbak yakin mau kerja di rumah saya?" tanya Nida setelah Tina meletakkan jus jeruk di tempat semula. "Sangat yakin, Non. Insya Allah saya akan bekerja dengan baik," jawab Tina tanpa keraguan sedikitpun. Paling tidak, jika Tina bekerja di rumah ini, dia ada kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang. Tina ingin sekali anak semata wayangnya kuliah di kedokteran. Ia tahu, jika kuliah kedokteran memerlukan banyak biaya. Oleh karenanya, Tina tidak boleh berpangku tangan di rumah, membiarkan suaminya saja yang bekerja. Gaji Ferry sebagai karyawan cafe hanya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Sulit bagi mereka dapat menabung banyak. "Lalu, kapan Mbak bisa

    Last Updated : 2025-04-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 317. Kerja Apa?

    Sepulang dari rumah Nida, wajah Tina sangat sumringah. Keluarga Bragastara memang orang-orang yang baik dan ramah. Tina teringat almarhumah Gauri dan almarhum Daniel. Dua orang yang pernah merasakan cinta di masa lalu dan berakhir dipisahkan karena tahta dan harta. Mereka memendam cinta hingga keduanya jatuh cinta pada orang lain. Namun, pertemuan yang tak disangka, membuat Daniel dan Gauri sempat merasakan cinta yang pernah terpendam. Beruntung, Daniel tidak terjerat akan cinta masa lalunya. Ia tetap setia pada istrinya bernama Namira Rashid. Kini, sudah bertahun-tahun telah berlalu, Tina dipertemukan kembali dengan keturunan Bragastara. Bahkan keluarga itulah yang memberikan Tina dan Ferry pekerjaan. Tiba di rumah, Rina anak semata wayang Ferry dan Tina menunggu di kursi teras depan rumah. Rina amat mencemaskan keadaan ibunya yang tak memberi kabar. "Assalamualaikum," ucap Tina yang dijawab oleh gadis berusia belasan tahun itu. "Waalaikumsalam. Ya Allah, Ibu ... Sebetulnya Ibu da

    Last Updated : 2025-04-05

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 362. Disita

    "Enggak ...." Tentu saja ibu Ros berkilah akan tuduhan Bianca. "Enggak minta uang. Tante juga tau diri, Bianca. Sekarang kan Nida bukan menantu Tante lagi," sambung ibu Ros tersenyum kaku. Bianca tak sepenuhnya percaya. Dulu, Nida pernah bercerita jika mertuanya selalu minta uang. "Masa? Sukurlah kalau Tante tau diri. Lah terus, ngapain Tante pengen ketemu sama Nida?" Bianca penasaran. Bertanya lagi tentang alasan ibu Ros yang tiba-tiba datang ke kantor. Ibu Ros sempat salah tingkah namun ia berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat gugup di depan Bianca yang tak lain saudara Nida. "Tante pengen ketemu dia mau nanyain kapan jadwal sidang perceraiannya. Tante mau datang," ujar ibu Ros tersenyum kaku. "Kenapa nanyainnya ke Nida? Kenapa enggak tanya sama anak Tante yang tukang selingkuh itu?" sindir Bianca yang tak ingin pergi meninggalkan ibu Ros. Dari dulu, Bianca tak suka dengan wanita yang telah melahirkan Hanif. Bianca masih ingat betul saat dirinya berkunjung ke rumah Nid

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 361. Minta Uang?

    "Apa? Mama enggak punya uang? Aku enggak percaya!" tandas Hanifa pada wanita yang telah melahirkannya. Ibu Ros tampak tak peduli, apakah Hanifa akan percaya padanya atau tidak? Ia juga tidak mau dipusingkan dengan urusan kebutuhan rumah tangga kedua anaknya. Selama ini, ibu Ros memang terlalu memanjakan Hanifa dan Haifa. Membiarkan mereka tinggal satu atap tanpa menyuruh suami-suami mereka mencari tempat tinggal lainnya. "Kalau kamu enggak percaya, ya sudah. Mama juga enggak maksa kamu buat percaya pada Mama," kata ibu Ros berusaha bersikap sesantai mungkin. Mendengar ucapan sang mama, Hanifa semakin emosi dan geram. Ia lantas membuka kembali lemari pakaian ibu Ros. Mengobrak-abrik pakaian yang sudah tersusun rapi. "Nifa, apa yang kamu lakukan? Kenapa pakaian Mama kamu obrak-abrik? Berhenti, Nifaaa! Berhentiiiii!" teriak ibu Ros. Amarahnya yang ditahan, keluar juga. Ia menarik kasar lengan anak keduanya agar menjauh dari lemari pakaian. Hanifa geram, wajahnya memerah karena marah."

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 360. Tidak Punya

    "Argh, sial! Sial! Sial!" maki Hanifa di dalam kamar setelah Nida mematikan sambungan telepon. Hanifa sengaja menghubungi Nida setelah suaminya berangkat kerja. Hanifa benar-benar tak menyangka jika Nida tidak memberikan pinjaman uang lagi padanya. Ditambah Nida langsung mematikan sambungan telepon tanpa ingin mendengarkan tanggapannya. Penuh emosi, Hanifa mengetik pesan untuk mantak kakak iparnya itu. "Mbak jangan sombong! Enggak usah sok mengikhlaskan uang pinjamanku. Kalau suamiku udah gajian, aku akan bayar utang Mbak itu!"Setelah mengirim pesan yang ceklisnya belum berubah, Hanifa keluar kamar. "Mama! Maaaa ... Mama!" Teriakan Hanifa membuat adiknya keluar kamar, berjalan cepat menghampiri. "Ada apa, Mbak? Pagi-pagi udah teriak?" tegur Haifa menatap lekat kakak kandungnya. "Anak-anak udah kamu anterin ke sekolah?""Udah. Dede Haris ada di kamarku. Lagi main sama Rafa. Mbak Nifa kenapa?" tanya Haifa yang tak mengerti dengan sikap Hanifa. Pagi-pagi udah marah-marah. "Mbak be

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 359. Bukan Adik Ipar

    "Ya udah, kamu coba aja telepon mbak Nida. Selama ini kan dia selalu kasih pinjaman walaupun kita enggak pernah bayar," titah Tedi, suami Hanifa. Namun, Hanifa tampak berpikir. Tidak mungkin ia menghubungi Nida malam ini."Mas, besok pagi aja, ya? Soalnya sekarang udah malam. Takut nanti enggak diangkat teleponnya," kilah Hanifa beralasan tak enak hati padahal ia tak mau kalau suaminya tahu jumlah uang yang akan diberikan Nida. "Memangnya besok kamu punya uang? Aku enggak punya uang lagi. Di kantor aja aku minta traktir makan teman terus."Sungguh bohong. Mana ada teman yang mau traktir orang hampir tiap hari? Sebetulnya Tedi punya uang tapi ia akan gunakan untuk berjudi lagi. Lelaki itu masih penasaran dapat menang banyak. "Beruntung kamu, Mas. Punya teman yang baik, yang mau traktir kamu tiap hari," kata Hanifa menimpali kebohongan sang suami. "Emang mamamu enggak punya uang lagi? Biasanya dia banyak uangnya."Setahu Tedi, Hanifa dan Haifa selalu minta uang pada ibu Ros. "Sekara

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 358. Tidak Tahu Malu

    "Mbak, duit lima ratus ribu cukup buat beli apa? Gila aja!"Bukannya berterima kasih, Hanifa justru marah-marah. Friska yang mendengar ucapan Hanifa menghela napas berat. Pikirnya, ibu dan anak sama saja! Ibu Ros juga demikian. Friska teringat pada Nida sewaktu menjadi menantu ibu Ros dan kakak ipar Hanifa. Apa Nida juga mengalami hal yang dialaminya?"Kamu bilang cukup buat beli apa? cukup buat beli beras 10 kilo, cukup buat beli telor 10 kilo, cukup buat---""Udah, udah, jangan berisik! Kalau enggak mau nambahin uangnya, enggak usah ceramah! Tau gini, mending mas Hanif masih sama Mbak Nida. Mbak Nida itu baik orangnya. Selalu ngasih kami uang sesuai yang kami minta!" omel Hanifa tak tahu diri. Friska terkejut mendengar Hanifa membandingkan dirinya dengan mantan istri sang suami. Hanif pun terkejut karena Friska menyebut nama Nida di depan Friska apalagi sampai membandingkan. Amarah dalam diri Friska tak dapat dibendung lagi, ia pun membalas ucapan Hanifa. "Eh, seenaknya aja kamu ng

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status