Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 315. Tunggu Sebentar.

Share

Bab 315. Tunggu Sebentar.

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-04-04 14:21:08

Jam pulang sekolah, Axel dan Alea berjalan beriringan menuju area parkir.

"Kak, gimana mamanya Rina, mau enggak kerja di rumah tante Nida?" tanya Alea saat masuk ke dalam mobil.

"Aku belum tau. Belum sempat nanyain ke Bang Gilang. Rencananya sebelum pulang ke rumah, aku mau ke cafe dulu."

"Sekarang?"

"Iyalah, masa besok. Kenapa? Kamu enggak mau ikut? Kalau gak mau ikut, pulangnya naik taksi," ujar Axel pada adik kandungnya. Bibir Alea mengerucut mendengar penuturan Axel.

"Di cafe jangan lama-lama!"

"Serah akulah!" sangat cuek, Axel menimpali ucapan adiknya.

Tiba di cafe, suasana ramai. Rata-rata pengunjung cafe anak-anak sekolah.

"Lea, Axel!"

Rupanya Arfan yang memanggil. Alea lantas menghampiri lelaki yang tengah duduk di depan laptop. Sedangkan Axel hanya melambaikan tangan dan melanjutkan langkah mencari keberadaan Ferry atau Gilang.

"Idih, pantesan jam terakhir bolos, ternyata ada di sini," ucap Alea duduk di kursi samping Arfan.

Lelaki itu terkekeh, lalu menjawab, "Aku m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 316. Semoga Betah

    "Silakan minum dulu," ujar Nida saat mereka sudah berada di dalam rumah."Terima kasih, Non."Tina menunggu Nida ke ruangan lain. Dia pikir, Nida mau mengganti pakaian ternyata menyuguhkan minuman segar untuk istri Ferry itu. Tina sempat berpikir, kenapa rumah sebesar ini tidak ada security atau tidak ada asisten rumah tangga. "Jadi, Mbak yakin mau kerja di rumah saya?" tanya Nida setelah Tina meletakkan jus jeruk di tempat semula. "Sangat yakin, Non. Insya Allah saya akan bekerja dengan baik," jawab Tina tanpa keraguan sedikitpun. Paling tidak, jika Tina bekerja di rumah ini, dia ada kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang. Tina ingin sekali anak semata wayangnya kuliah di kedokteran. Ia tahu, jika kuliah kedokteran memerlukan banyak biaya. Oleh karenanya, Tina tidak boleh berpangku tangan di rumah, membiarkan suaminya saja yang bekerja. Gaji Ferry sebagai karyawan cafe hanya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Sulit bagi mereka dapat menabung banyak. "Lalu, kapan Mbak bisa

    Last Updated : 2025-04-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 317. Kerja Apa?

    Sepulang dari rumah Nida, wajah Tina sangat sumringah. Keluarga Bragastara memang orang-orang yang baik dan ramah. Tina teringat almarhumah Gauri dan almarhum Daniel. Dua orang yang pernah merasakan cinta di masa lalu dan berakhir dipisahkan karena tahta dan harta. Mereka memendam cinta hingga keduanya jatuh cinta pada orang lain. Namun, pertemuan yang tak disangka, membuat Daniel dan Gauri sempat merasakan cinta yang pernah terpendam. Beruntung, Daniel tidak terjerat akan cinta masa lalunya. Ia tetap setia pada istrinya bernama Namira Rashid. Kini, sudah bertahun-tahun telah berlalu, Tina dipertemukan kembali dengan keturunan Bragastara. Bahkan keluarga itulah yang memberikan Tina dan Ferry pekerjaan. Tiba di rumah, Rina anak semata wayang Ferry dan Tina menunggu di kursi teras depan rumah. Rina amat mencemaskan keadaan ibunya yang tak memberi kabar. "Assalamualaikum," ucap Tina yang dijawab oleh gadis berusia belasan tahun itu. "Waalaikumsalam. Ya Allah, Ibu ... Sebetulnya Ibu da

    Last Updated : 2025-04-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 318. Pindah

    Ferry dan Tina terkejut mendengar pertanyaan anak mereka. Keduanya saling melempar pandang. Tina menelan saliva sebelum menjawab. Kenapa Rina berpikiran jika dirinya akan bekerja di perusahaan. "Rina, kamu kan tau, kalau pendidikan Ibu keperawatan bukan pembisnis. Bukan yang bekerja di kantoran begitu," jawab Tina lembut. Kening Rina mengkerut, ia tampak berpikir. "Kalau bukan kerja di kantoran, terus Ibu kerja di mana? Kerja sebagai apa?"Ferry menghela napas berat. Sepahit apapun kenyataan atau sebuah kejujuran, harus disampaikan. "Rina, Ibumu kerja di rumah non Nida sebagai asisten rumah tangga."Kedua mata Rina membeliak. Terkejut, mendengar jawaban ayahnya. "Asisten rumah tangga? Maksudnya jadi ... ja-jadi pembantu?"Suara Rina bergetar menyampaikan pertanyaan itu. Sungguh, jika itu benar, Rina tak menyangka sama sekali jika ibunya rela menjadi pembantu di rumah Nida. "Iya, Nak. Ibu jadi pembantu di rumah non Nida.""Ya Allah, Buuuuu ...." Tangisan Rina pecah. "Rina, maafka

    Last Updated : 2025-04-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 319. Panti Jompo

    Axel dan Alea terkejut melihat Bianca sudah pulang ke rumah lebih dulu. Tatapan wanita itu begitu tajam ke arah mereka. Axel menghela napas berat. Ia sudah menduga akan kena omelan wanita yang telah merawatnya sejak kecil itu."Kalian dari mana? Kenapa jam segini baru pulang?" Pertanyaan berintonasi dingin itu membuat Alea merundukkan kepala. "Kami dari cafe. Tadi aku yang ngajak Lea ke sana."Jawaban Axel tak lantas membuat Bianca berhenti bertanya. "Lea, ingat! Di cafe Axel kamu jangan mau didekati bujangan lapuk itu! Kamu itu enggak pantes deket-deket sama dia!" Tiba-tiba saja Bianca membahas Gilang. Alea tentu saja terkejut. "Maksud Mama bang Gilang?" Alea sekadar memastikan. "Iya. Bujangan lapuk di cafe itu kan cuma si Gilang! Kalau perlu, kamu enggak usah ke cafe-cafe lagi. Nanti kalau kamu kena bujukan rayu si Gilang, kamu bisa jatuh cinta sama dia! Mama enggak mau punya menantu modelan cowok enggak jelas itu!"Sangat sinis, Bianca berbicara. Axel sebagai sahabat Gilang mera

    Last Updated : 2025-04-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 320. Lucknut!

    Pukul jam lima Subuh, mobil box yang dikirim Nida sudah berada di depan gang rumah Ferry. Lelaki itu memindahkan barang-barangnya ke dalam mobil menggunakan sepeda motor lebih dulu karena mobil box tidak bisa masuk ke dalam gang rumah kontrakan Ferry. Setelah semuanya selesai diangkut, Ferry, Tina dan Rina menemui pemilik kontrakan untuk membayar sewa kontrakan bulan ini dan juga berpamitan. "Mas Ferry, kontrakannya enggak usah dibayar saja. Sekarang kan masih awal bulan. Ambil lagi aja uangnya," ucap bu Haji Asih mengembalikan uang pemberian Ferry. "Enggak apa-apa, Bu Haji. Ambil saja. Kami mengucapkan banyak terima kasih karena selama ini Bu Haji sangat pengertian pada kami. Sebelumnya kami sering telat bayar kontrakan, tapi Bu Haji tetap memberi tenggang waktu, enggak mengusir kami. Terima kasih banyak. Semoga kebaikan Bu Haji diganti oleh Allah SWT. Aamiin," tutur Ferry panjang lebar. "Aamiin ya Allah. Sama-sama Mas Ferry, Mbak Tina. Semoga ditempat yang baru, rezeki kalian di

    Last Updated : 2025-04-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 321. Sudah Lansia

    Usai menyantap sarapan bersama Nida, Tina dan Rina bergegas merapikan meja makan serta mencuci peralatan dapur. Sedangkan Ferry, membantu memindahkan barang-barangnya dari mobil box ke paviliun. "Mbak Tina, Rina, nanti saja cuci piringnya. Kalian baru sampe, istirahatlah dulu!" tegur Nida, merasa tak enak hati pada ibu dan anak itu. "Enggak apa-apa, Non. Kami senang bisa bekerja di rumah ini," ujar Tina tersenyum bahagia. Sungguh, dirinya sangat beruntung bisa diterima kerja di rumah keluarga Bragastara meskipun sebagai asisten rumah tangga. "Ya sudah kalau itu mau kalian. Saya pamit ke kamar dulu.""Baik, Non."Rencananya hari ini, Nida ingin ke rumah sakit menemui papanya. Selagi libur kerja, Nida ingin menggantikan Shella menjaga dan menemani Yuda. Kasihan Shella, sudah beberapa hari tinggal di rumah sakit. Pukul tujuh pagi, Nida baru keluar kamar lagi. Ia tersenyum melihat Tina sedang menyapu."Mbak Tina?" sapa Nida saat berada di ujung anak tangga. "Iya, Non?" Setengah membu

    Last Updated : 2025-04-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 322. Tamu Tak Diundang

    Hesti sangat terkejut mendengar tanggapan Bianca atas permintaannya. Tak menyangka jika Bianca berkata demikian. Dia pikir, Bianca dengan senang hati membawanya pulang dari tempat panti jompo."Bu-bukan begitu, Nak. Mama cuma ingin .. sisa hidup Mama bersamamu. Bersama suami dan anak-anakmu." Suara Hesti bergetar. Wanita tua itu pun tak mengetahui jika sebetulnya Bianca belum dikaruniai anak. Ia hanya tahu jika Axel dan Alea adalah cucunya yang dilahirkan Bianca. "Ck, jangan bohong, Ma! Aku tau betul, dari dulu Mama enggak pernah mau tinggal bersamaku kan? Udahlah, Ma! Jangan bikin aku pusing, jangan bikin aku repot lagi! Sekarang lebih baik Mama tinggal di sini. Di sini kan banyak tuh, teman-teman Mama. Tadi aku lihat di luar sana, banyak wanita tua yang kayak Mama." Tanpa memikirkan perasaan Hesti, Bianca berbicara. Sekarang Hesti sudah tua. Tak bisa memarahi anak semata wayangnya itu. Memang, Hesti tak berhak menyalahkan atas sikap Bianca padanya saat ini. Dulu, dia tidak pernah

    Last Updated : 2025-04-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 323. Benalu

    "Ada apa, Nida? Kenapa kamu kayak panik gitu?" tanya Shella melihat sikap Nida yang berubah. "Ma, Pa, aku minta maaf, ya? Aku harus pulang sekarang.""Ada apa memangnya?" Kali ini Yuda yang bertanya. "Barusan asisten rumah tanggaku telepon. Katanya di depan gerbang ada Friska. Selingkuhannya mas Hanif.""Apa?" Shella dan Yuda bertanya serempak. "Mau ngapain dia ke rumahmu?" Yuda terlihat sangat geram mendengar wanita yang telah merusak rumah tangga anaknya datang ke rumah. "Aku enggak tau, Pa. Makanya aku sekarang mau pulang dulu. Aku takut dia maksa masuk ke dalam rumah.""Ya udah kamu pulang dulu aja. Hati-hati."Shella dan Yuda berusaha memaklumi. "Aku minta maaf ya. Baru datang pulang lagi. Tapi, nanti kalau urusanku dengan Friska selesai, aku bakal balik ke sini.""Jangan, Nida. Nanti sore kalau dokternya datang, Papa udah diizinkan pulang," kata Yuda menenangkan anak kandungnya. "Baiklah. Nanti kabari aja. Aku pamit sekarang." Nida mencium punggung tangan Yuda dan Shella.

    Last Updated : 2025-04-08

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 358. Tidak Tahu Malu

    "Mbak, duit lima ratus ribu cukup buat beli apa? Gila aja!"Bukannya berterima kasih, Hanifa justru marah-marah. Friska yang mendengar ucapan Hanifa menghela napas berat. Pikirnya, ibu dan anak sama saja! Ibu Ros juga demikian. Friska teringat pada Nida sewaktu menjadi menantu ibu Ros dan kakak ipar Hanifa. Apa Nida juga mengalami hal yang dialaminya?"Kamu bilang cukup buat beli apa? cukup buat beli beras 10 kilo, cukup buat beli telor 10 kilo, cukup buat---""Udah, udah, jangan berisik! Kalau enggak mau nambahin uangnya, enggak usah ceramah! Tau gini, mending mas Hanif masih sama Mbak Nida. Mbak Nida itu baik orangnya. Selalu ngasih kami uang sesuai yang kami minta!" omel Hanifa tak tahu diri. Friska terkejut mendengar Hanifa membandingkan dirinya dengan mantan istri sang suami. Hanif pun terkejut karena Friska menyebut nama Nida di depan Friska apalagi sampai membandingkan. Amarah dalam diri Friska tak dapat dibendung lagi, ia pun membalas ucapan Hanifa. "Eh, seenaknya aja kamu ng

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status