VINZ ICE CREAMDi sinilah Reisa berada, duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang sudah familiar baginya. Lelaki yang tadi tak sengaja ditabrak saat turun dari eskalator. Dimas sedikit memaksa untuk menemaninya makan siang. Padahal Reisa sudah tidak berselera untuk makan. Bahkan makanan yang tadi dibungkus untuk dibawa pulang, mungkin saja sudah dingin dan rasanya kurang enak. Reisa mengaduk minumannya untuk menutupi rasa gugup. Segelas Bubble Drink menjadi pilihannya, bersama dengan seporsi French Fries. Dia menyeruputnya sedikit demi sedikit supaya tidak cepat habis. Sepertinya perbincangan mereka akan berlangsung lama."Kok diem aja? Lu malu sama gue?" Dimas tersenyum melihat tingkah wanita dihadapannya. Reisa seperti orang linglung dan tak tahu harus berbuat apa. "Eh, enggak."Gesture tubuh Reisa sangat kentara sekali. Dia terlihat salah tingkah dan malu."Gimana kabar?" tanya Dimas."Kali sekeluarga sehat," jawabnya. Mendengar itu, raut wajah Dimas berubah. Dalam benak lela
"Kamu tadi ke kantor?" tanya Andra. Tangannya bergerak membuka dasi, lalu kancing baju. Dia memasukkan baju kotor ke dalam keranjang di kamar mandi, yang terhubung langsung dengan kamar mereka. "Iya."Andra menuang segelas air putih dan meminumnya pelan. Matanya menatap lekat ke arah Reisa untuk melihat situasi. Nampaknya suasana hati sang istri sedang tidak baik saat ini. Nada suaranya ketus dengan wajah masam."Kok gak bilang gue?" Andra meletakkan gelas di nakas, lalu mengambil ponsel dan membalas pesan yang masuk. Hari ini dia mengabaikan semua panggilan telepon, bahkan dari istri sendiri. Christian adalah pelanggan tetap hotel mereka. Budget yang dia keluarkan untuk acara tahun ini tidak sedikit. Jadi, Andra memilih untuk turun tangan langsung dalam mengerjakannya. Dia tidak mau main-main kali ini. Service terbaik akan mereka berikan agar tidak mengecewakan. Jika selesai nanti, Andra ingin membawa anak istrinya bertamasya ke sesuatu tempat. Dia sudah merencanakan semuanya.
Tangan Reisa gemetaran saat membaca pesan itu. Apa maksud dari perempuan ini, mau menganggu suaminya. Selama ini dia memang tidak pernah membuka ponsel Andra. Rrisa percaya kepada suaminya. Namun, yang namanya lelaki, sekuat apa pun pertahanannya. Jika digoda terus menerus, lama-lama bisa runtuh juga. Apalagi tampilan si penggoda ini cantik, suka berpakaian seksi yang mengundang lelaki. [Ta Wan. Mall baru. Jam 2]Setelah mengetikkan kata-kata itu, Reisa menekan gambar tong sampah dan memilih opsi hapus untuk saya.Jadi, Andra tidak akan tahu bahwa dia sudah membalas pesan wanita yang bernama Helena ini. Siang nanti, Reisa akan datang ke restoran itu dan melihat langsung, apa yang dilakukan wanita itu bersama suaminya. Benar hanya makan siang, atau yang lain."Tenang, Rei. Tenang. Hatimu boleh saja panas, tetapi kepala harus tetap dingin."Reisa berbicara sendiri sembari mengepalkan tangan. Dia masih berusaha berpikiran positif. Wanita itu ada hubungan keluarga dengan Christian, pela
Sudah satu minggu Reisa mendiamkan Andra. Dia itu masih melayani sang suami seperti biasa, tetapi hanya bicara seperlunya.Hubungan mereka kaku dan hambar. Reisa sepertinya sengaja menghindar. Setelah menyiapkan sarapan, wanita itu langsung pergi begitu saja dengan alasan momong putra mereka.Sudah satu minggu ini juga kamar Andra sepi. Biasanya ada gelak tawa wanita itu di sana. Ada sentuhan yang membuat Andra mabuk kepayang. Kali ini, Reisa hanya menyiapkan baju kerja suaminya dan turun ke bawah lagi.Andra memilih diam dan memperhatikan karena tak mau bertengkar. Namun, lama-lama Andra tak tahan juga diperlakukan seperti ini. Apalagi mendekati acara gathering, dia semakin sibuk dan pulang lebih telat dari biasanya. "Kemeja gue yang putih lu simpen di mana? Gue mau pake."Andra mengubek-ubek isi lemari pakaiannya. "Yang ini?"Reisa mengeluarkan sebuah baju dari lemari paling bawah. Sengaja dia menyimpannya di situ. Jadi, sewaktu suaminya bertanya, dia sudah hapal tempatnya. Andra
Dua orang berlainan jenis itu memasuki lift bersamaan. Begitu pintu lift tertutup menuju lantai lima, si wanita dengan cepat merengkuh tubuh si lelaki."Apaan, nih?"Andra mendorong tubuh Helena. Mereka memang berdua saja di dalam lift ini. Namun, rasanya memang tidak etis jika jika wanita itu main sosor duluan."Gue kangen sama lu.""Tapi jangan gini. Ini di tempat umum.""Kalau gitu nanti di ruangan lu aja, ya?" ucap Helena saat melepaskan pelukannya. Gila ini orang, batin Andra. Dia tak habis pikir, ada wanita se-agresif ini hanya mengejar laki-laki. Padahal Helena cantik dan berpendidikan.Kenapa merendahkan diri dengan menggoda suami orang?Ting.Pintu lift terbuka. Andra bergegas masuk ke ruangannya. Helen mengikuti dari belakang. Sengaja dia ditinggal begitu saja.Tak pantas mereka berjalan bersisian. Mengingat Helena suka sekali menempel dan menggandeng lengan Andra. "Masuk."Begitu pintu terbuka, semua otomatis menyala. Lampu, pendingin ruangan, dispenser dan beberapa alat e
Selamat datang para peserta gathering PT. Langit Jaya Kusuma, 1-7 Mei 2020.Begitulah kata-kata yang tertulis di banner yang dipasang di pintu masuk hotel. Semua orang tampak sibuk dengan tugas masing-masing. Hilir mudik peserta yang keluar masuk, berbagai kendaraan yang terparkir menurunkan peserta dan barang bawaan mereka menjadi pemandangan seru pagi ini.Sebagain peserta berasal dari luar kota yang menyebar di seluruh propinsi. Sehingga berbagai macam koper dengan berbagai warna dan bentuk memenuhi lobby hotel.Total peserta sekitar dua ratus orang, itu belum termasuk keluarga. Itu berarti ada dua ratus kamar yang di booking karena setiap orang masing-masing mendapatkan satu kamar. Andra sedari tadi bolak-balik mengecek segala sesuatunya, memastikan tidak ada yang miss. Pernah kejadian tahun lalu, koper peserta tertukar dan raib entah ke mana. Untunglah tim mereka cepat tanggap. Koper nyasar itu segera ditemukan tak kurang dari satu hari.Semakin bertambahnya waktu, lobby hotel s
Suara riuh para peserta menggema di sekitaran pool. Hari ini, sebagian akses hotel ditutup untuk tamu yang lain. Andra dan timnya akan menjamu semua karyawan perusahaan Christian. Acara pembukaan sudah dimulai tadi pagi. Dilanjutkan dengan break time di mana berbagai jenis kue dan jajanan pasar disajikan. Setelah itu makan siang dengan menu nusantara dan free time. Dan sekarang semua berkumpul di sini. Tempat itu penuh sesak, karena panitia menyusun beberapa perlombaan yang melibatkan semua peserta. Di sinilah Helena berperan utama. Dia dan timnya mengatur apa saja jenis lomba dan hadiahnya. Dari pihak hotel hanya menyediakan fasilitas alat pendukung."Seru ya, Ndra." Helena ikut berteriak dan bersorak saat ada yang peserta terjatuh ke kolam renang."Iya, seru banget. Tahun lalu kan outbond-nya di jembatan gantung."Andra ikut hanyut dengan suasana. Matanya fokus pada lomba yang sedang berlangsung. Memang kali ini, semua kegiatan selama tiga hari berpusat di hotel saja. Christian be
Reisa menatap Andra dengan pandangan penuh selidik. Hari ini suaminya pulang agak larut. Sore tadi bahkan tidak mengangkat teleponnya sama sekali. Reisa mengerti pasti Andra sibuk sekali. Meng-handle ratusan orang tidaklah gampang. Berbagai macam karakter dan keinginan juga berbeda-beda.Sayangnya, ada yang membuat Reisa semakin curiga. Andra pulang membawa baju ganti karena baju yang dipakai saat pergi tadi basah."Kenapa bisa basah?""Tadi gue ikutan nyebur di pool," jawab Andra singkat."Kamu ikutan acaranya?""Enggak. Ada peserta yang jatuh. Gak bisa berenang dia," jelas Andra meminta pengertian."You are the hero, right? Pake' nolongin segala," sindir Reisa. "Daripada itu orang mati kelelep. Kan bisa tercemar nama hotel."Benar juga kata Andra. Jika sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, hotel bisa ditutup malah. Kecelakaan kecil seperti itu bisa menjadi fatal jika disepelekan."Pasti cewek," tuduh Reisa."Emang cantik banget. Seksi lagi," jawab Andr iseng. Andra tak ber
Andra benar-benar gelisah. Sejak kamarin perasaan lelaki itu tak menentu. Dia bahkan tak berselera makan. Semakin dekat hari pernikahan Reisa, mereka bahkan tak bertemu sama sekali. Sahabatnya itu sempat mengangkat teleponnya. Namun tak lama, katanya masih sibuk mempersiapkan acara.Andra meminta untuk video call dan Reisa mengabulkannya. Namun, saat berbincang, raut wajah gadis itu tak seperti biasa. Sebelum ada Bimo, Reisa masih sama seperti dulu. Bersikap hangat dan bersahabat. Namun, semua berubah ketika sang pujaan hati memiliki pengawal sendiri. Andra bahkan tak dilibatkan apa pun dalam persiapan pernikahan Reisa. Padahal lelaki itu bersedia jika direpotkan. Lelaki itu bagai tak dianggap sama sekali. Dan itu membuat Andra kecewa. "Den Andra gak makan? Inah masak enak, loh."Inah menegur tuannya. Sejak pulang tadi Andra tak menyentuh hidangan yang dimasaknya sama sekali. Hal itu membuatnya heran.Biasanya Andra akan lahap setiap melihat sajian di meja makan. Maklum, sejak ke
Reisa turun dari tangga dengan langkah anggun. Hal itu membuat Dimas terpana. Lelaki itu menelan ludah akan hasratnya yang muncul saat melihat sang kekasih.Sudah beberapa kali Dimas mengajak Reisa bermesraan. Namun, gadis itu menolak secara halus. Reisa yang lahir dan besar di kota kecil, memang selalu dituntut untuk menjaga diri.Hal itulah yang membuat Dimas kesal, lalu melampiaskannya kepada wanita lain. Hanya untuk bersenang-senang dan bukan cinta. Namun, kebiasaannya ini sudah terjadi sejak lama, dari mereka sama-sama kuliah. "Sudah siap?"Suara Wisnu memecah keheningan. Reisa menoleh ke arah papanya, lalu mengangguk. Gaun yang dia pakai kali ini berwarna silver dengan model sederhana. Gadis itu tak memakai perhiasan berlebihan. Hanya sepasang anting mutiara yang menambah keanggunannya. "Siap, Papa," jawab gadis itu senang.Wisnu menatap putrinya dengan bangga. Reisa tak hanya berprestasi di sekolah, tetapi bekerja dengan baik di kantornya. Apalagi setelah bertunangan dengan
Bimo memarkir mobilnya di sebuah gedung bertingkat. Dimana Reisa berkantor di perusahaan milik papanya. Siang ini Bimo akan mengantar Reisa makan siang, karena gadis itu ingin mencoba menu baru di sebuah restoran. "Hai, Bim."Reisa menyapa Bimo dengan ramah. Walau di hatinya ada rasa risih jika harus berdekatan dengan orang baru. Apalagi lelaki itu anak menemaninya sepanjang waktu hingga hari pernikahan tiba."Siang, Mbak Rei.""Kamu udah makan?" "Sudah, Mbak," jawabnya pendek. Tadi sebelum ke sini, Bimo mampir di sebuah tempat makan untuk mengisi perut. Selama Reisa bekerja, lelaki itu tak boleh mengikuti. Sehingga job desknya sekarang lebih ke supir pribadi. "Kalau gitu jalan."Setelah menutup pintu mobil Reisa menarik napas panjang dan meletakkan tasnya di samping. Dia mengambil ponsel dan mengabari Dimas bahwa akan makan siang.Reisa merasa hidupnya sekarang dikekang. Namun, dia hanya menuruti apa maunya Dimas demi kebaikan bersama. "Mau ke mana kita ini?" Bimo bertanya. Me
Hari itu, Dimas membawa Reisa bertemu dengan seorang lelaki, saat menjemputnya sepulang dari bekerja. Dia mempunyai rencana untuk melindungi sang kekasih. Dari orang-orang yang berniat jahat dan dari Andra tentunya.Ini tak bisa dibiarkan. Pembicaraannya kemarin dengan Andra membuat Dimas cemas. Dia khawatir jika lelaki itu nekat dan benar-benar akan menggagalkan pernikahan nereka. "Rei, kenalin. Ini Bimo." Reisa menjabat tangan Bimo. Jika diperhatikan dengan jeli, tampilan fisik Bimo mirip seperti orang yang pernah mendapat pendidikan militer. "Siapa ini?"Mata Reisa penuh tanya, tapi tak berani menduga. Entah apa maksud Dimas memperkenalkan lelaki ini kepadanya. "Bimo ini tadinya kerja di kantor papa. Tapi mulai sekarang dia bakal jadi supir pribadi sekaligus ngejagain lu." Dimas menjelaskan dengan pelan agar Reisa mau menerima. Dia tahu jika bicara dengan kekasihnya ini harus penuh dengan kelembutan.Reisa selalu diperlakukan baik oleh orang tuanya. Namun, hal itu menjadikanny
Pintu ruangan Andra terbuka. Sesosok lelaki gagah masuk dengan santainya tanpa permisi."Sibuk?"Dimas tampak santai saat bertamu, menganggap Andra tidak akan berani melawannya."Gak juga. Jadi masih punya waktu buat Reisa," sindir Andra.Suasana menjadi tegang. Andra bahkan enggan meninggalkan kursinya. Lelaki itu bahkan tak mempersilakan Dimas duduk. Sehingga tunangan Reisa itu masih berdiri di hadapannya. "Gak usah nyindir gue," ucap Dimas sembari tersenyum mengejek."Gue cuma bicara fakta."Dimas terkekeh, lalu menatap Andra dengan sinis. Pandangan matanya begitu tajam. Namun, justru menambah ketampanannya. Wajar jika Reisa jatuh dan cinta setengah mati kepada lelaki itu. "Lu tadi makan siang sama Reisa?" Andra berhenti mengerjakan laporan, lalu meletakkan mouse yang sedari tadi setia menemani."Iya. Kenapa?" jawab Andra singkat. "Sering banget kayaknya.""Soalnya cuma gue yang bisa nemenin. Lu gak ada gunanya jadi tunangan," ucap Andra sarkas.Dimas mengepalkan jari. Amarah b
Panggilan telepon masuk, Andra segera mengambil ponselnya. Reisa is calling."Ya, Rei? Apaan?" Andra menutup laptopnya dan menjawab telepon. Laporan sedang banyak yang harus dikerjakan hari ini. Dia sedang fokus menyelesaikannya sedari pagi, saat tiba di kantor. "Ndra. Temenin aku makan siang, dong. Aku sendirian nih." Terdengar suara syahdu wanita di seberang sana. Si pemilik suara adalah seorang wanita cantik, mungil dengan rambut panjang tergerai. Bulu matanya lentik dengan suara manja. "Dimas mana?" Nada suara Andra terdengar malas. Selalu begini, hampir setiap hari terjadi dan sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Sekalipun status Reisa adalah tunangan dari orang lain. Namun, Andra lah yang selalu menemani. "Lagi meeting sama klien. Dia gak sempet nemenin aku katanya. Tadi barusan aku telepon. Kamu mau kan, Ndra?"Suara manja Reisa kembali terdengar. Wanita itu berusaha membujuk dan merayu sahabatnya. Andra menarik napas panjang. Entah sudah untuk yang ke berapa kalinya i
"Andra! Balikin buku aku." Reisa berlari mengejar seorang anak lelaki seusianya. Napasnya gadis itu terengah-engah. Sedari tadi dia berusaha, tetapi si target malah makin menjauh. Sedangkan sosok yang dikejar itu malah bersorak senang karena berhasil menggodanya. "Ambil kalau bisa!" Andra mengangkat tangan ke atas dan melambaikan buku itu. Tentu saja Reisa tidak bisa menjangkau karena tubuhnya mungil dan tak sampai sebahu lelaki itu."Kamu usil banget sih, Ndra." Tangan mungil Reisa berusaha menggapai tetapi tak sampai. Gadis itu mencoba lagi hingga akhirnya menyerah."Lu bantet sih, Rei. Makanya makan yang banyak. Tumbuh itu ke atas, bukan ke samping."Sudah menjadi kebiasaan Andra mengolok-olok Reisa. Gadis itu juga tidak pernah marah. Bukankah jika bersama sahabat, kamu bisa lepas menjadi diri sendiri. Bahkan semua kekuranganmu dia bisa memakluminya. "Kamu kalau mau nyontek bilang aja napa? Gak usah pake' ngambil buku aku."Reisa berhenti berlari dan duduk lemas sembari menyek
Sudah satu jam Andra menunggu, tapi Reisa belum turun juga.Melihat Andra yang sedari tadi gelisah, akhirnya Wisnu mengizinkan lelaki itu menyusul ke atas. Andra bergerak cepat, nenyusul Reisa di kamarnya. Lelaki itu hanya menunggu di luar pintu dan tak berani masuk. Sedekat apapun mereka, dia masih tahu batas."Cepetan, Rei! Rempong amat nih cewek." Andra mengetuk-ngetuk pintu kamar gadis itu."Berisik banget. Apaan?"Pintu terbuka.Mata Andra terbelalak mendapati sosok yang sedang berdiri dihadapannya. Reisa terlihat sangat anggun dengan dress kasual serta dandanan yang natural. Rambut panjangnya di gelung ke atas. Andra menelan ludah. Dalam hatinya berkata, bidadari ternyata di bumi juga ada. "Kenapa kamu, Ndra?" Gadis yang ditatap mesra itu begong, tak mengerti sinyal cinta di mata Andra rupanya. "Eh, gak apa-apa."Andra membuang muka sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wajah lelaki itu bersemu merah. Kenapa dia jadi nervous begini.Reisa memang jarang berdandan. Gadi
Brugh!"Auw!"Seorang gadis berteriak saat tubuh mungilnya terbentur sesuatu yang keras, sehingga membuatnya terjatuh. Darah mengucur dari lutut yang mulus itu. Sementara itu, sang lawan masih tetap berdiri kokoh bahkan tak bergoyang sedikit pun. "Kamu gak apa-apa?""Perih ...."Gadis itu meringis kesakitan. Lututnya menghantam tembok sekolah. Keras dan masih terasa denyutnya. Tak lama lagi sepertinya akan menimbulkan luka lebam yang kebiru-biruan."Sini, gue bantuin."Gadis itu menyambut uluran tangan yang diarahkan kepadanya."Maaf ya, gue ga sengaja." Anak lelaki itu tersenyum. Ada rasa bersalah di dalam hatinya. "Iya, engga apa-apa, kok." Senyumnya terukir, membalas senyuman anak lelaki itu. "Wah berdarah gitu. Ayo kita ke UKS. Minta diobatin lukanya. Kasian lu."Anak lelaki itu menarik tangannya, tetapi ditepiskan. Gadis itu tidak mau bersentuhan karena masih malu. "Gak usah. Biarin aja, cuma luka kecil kok. Nanti aku bersihin di toilet juga bisa."Gadis itu tidak mau merepot