Sebuah tanya yang membuat Ge hanya mampu tertunduk dan menangis, ia tak bisa mengatakan apapun sedangkan Andra tampak bingung saat melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Ge. Lelaki itu tak perlu lagi mendengar jawaban dari bibirnya karena raut wajah pilu itu telah menjelaskan segalanya. Kini Andra terlihat berpikir keras bahkan wajahnya terlihat sangat tertekan.
“Jadi--- jadi benar aku telah merenggut kesucianmu ‘kan Ge?” Andra berdiri menatap sang adik ipar. Namun, sesaat kemudian sebuah kata terlontar dari mulut lelaki itu. Kata yang membuat Ge merasa langit telah runtuh dan bumi telah terbelah karena lelaki yang selama ini sangat Ge hormati tampak menyalahkannya akan apa yang terjadi. Tuduhan demi tuduhan bagai guntur yang memekakkan telinganya.
“Ge, kamu ini bukan lagi anak kecil yang tak tahu dampak dari kesalahan yang kita perbuat lalu kenapa kamu diam saja saat aku tanpa sadar melakukannya? Apa yang kamu pikirkan Ge!” teriak Andra tepat di wajah Geshara.
“Aku bukan diam saja Mas, aku sudah berusaha untuk menolak dan melawan perlakuanmu itu, tapi Mas memaksaku hingga aku tak mampu melawan.”
“Bodoh!” Andra berdiri sambil menatap Ge dengan mata yang melebar menampakkan wajah yang berbeda dari biasanya membuat Ge tak percaya dengan apa yang ia lihat, ia merasa tak melakukan sesuatu yang salah, dia adalah korban, tetapi malah dipersalahkan oleh Andra.
“Seharusnya kamu yang dalam kondisi sadar lari ke kamar dan menutup pintu, bukannya malah diam seakan kamu menyerahkan diri!”
“Mas…!”
“Apa? Coba kamu bayangkan jika sampai Natasha tahu tentang hal ini apa yang akan dia pikirkan tentang kita?” Andra berdiri dan menguap rambutnya kesal.
“Aku akan dicap sebagai tukang selingkuh dan kamu…? Kamu sekarang sudah menjadi PELAKOR, Ge! Kamu merebut aku dari Kakak kandungmu sendiri!”
“Mas, aku bukan pelakor! Mas yang telah memaksaku, lihat bajuku apa Mas pikir aku yang merobeknya sendiri? Kalau Mas pikir aku adalah wanita bejat yang menggoda suami kakakku sendiri, baiklah mari kita lihat rekaman CCTV dan kita lihat apa aku melakukannya atas dasar sukarela atau Mas yang memaksaku.” Kini dengan berani Ge mulai menantang Andra yang tadi bersikap menyalahkannya. Melihat perlawanan itu kini tubuh Andra lemah dan ia tak mampu lagi berdiri.
“Maaf.”
Andai ia mampu mengatakan kata ini lebih cepat mungkin tak akan menambah luka lagi di hati Ge. Namun, luka-luka itu telah terlanjur menggores hatinya, dua kali.
“Maafkan aku Ge, tapi jujur saja saat ini aku bingung dengan apa yang terjadi pada kita. Natasha memang telah pergi meninggalkan kita, tapi aku percaya padanya. Aku yakin dia tak akan menghianati cinta kami, aku yakin dia hanya pergi karena sesuatu yang belum bisa ia ceritakan padaku saat ini, tapi sekarang keadaan berbeda aku yang telah menghianatinya. Aku sungguh tak sanggup menghadapinya jika dia pulang nanti, Ge.” Kini lelaki dewasa berwajah tampan dengan kulit sawo matang itu tubuhnya bergetar di tengah ruangan berdinding merah muda.
Dalam tangis dan kekecewaan yang Ge rasakan, mantan gadis itu merasa apa yang dikatakan Andra memang benar, bahkan Ge sendiri merasa heran dengan sikap Kakaknya yang mendadak pergi dari rumah seminggu setelah memintanya tinggal di rumah milik pengantin baru itu. Natasha telah menikah dengan Andra lebih dari satu bulan dan selama itu kehidupan mereka penuh dengan rasa cinta bahkan selalu membuat pasangan lain iri pada kemesraan mereka meski Andra sangat patuh pada Ibunya, tapi tak membuat Andra berpikir dua kali saat membela sang istri. Beberapa rumor mengatakan jika Natasha pergi bersama seorang pria menggunakan mobil putih, tapi tentu saja itu tak mungkin bagi seorang Natasha yang sangat baik.
“Mas, Ge juga yakin Kak Natasha tak mungkin menghianatimu.”
“Oleh karena itu Ge, bolehkah aku minta satu hal darimu?” Ge menatap wajah Kakak iparnya begitupun sang Kakak ipar yang juga telah menghadap ke arahnya.
“Demi rumah tanggaku dan juga demi hubungan darah kalian, aku mohon lupakan kejadian ini dan anggap saja ini hanya sebuah kesalahan. Kamu tahu betul aku sangat mencintai Natasha, jadi tak mungkin aku bisa bertanggung jawab dengan cara menikahimu, Ge. Namun aku berjanji aku akan bertanggung jawab dengan cara lain.”
Ge mengangguk, jemarinya menyeka sisa-sisa air mata yang sedari tadi tak berhenti menetes di pipinya.
Andra yang melihat bocah kecilnya bersikap demikian hatinya pun merasa nyeri. Andra bukanlah lelaki bajingan yang tak memiliki perasaan. Meski ingin berkelit nyatanya Andra sadar jika ia bersalah, tawa dan canda yang dulu selalu terlihat di wajah adik iparnya itu kini telah ia renggut. Membuat hatinya juga miris.
Kini Andra telah keluar dari kamar Ge menyisakan wanita yang masih merasakan nyeri dan sedih bahkan putus asa karena hal yang tidak diinginkan terjadi begitu saja, menjadi sebuah pukulan yang begitu pedih untuknya. Namun, dalam kesedihan itu ada sebuah rasa yang mendominasi yaitu rasa bersalah pada sang Kakak yang pasti akan tersakiti hatinya jika sampai tahu kejadian ini, sama seperti yang Andra pikirkan saat ini.
Lelaki itu melewati ruang keluarga tempat dimana dosa besar mereka terjadi, matanya menatap bercak darah yang telah mengering yang membuatnya kembali marah, bukan lagi pada Ge, tapi pada kebodohanya sendiri yang memilih minuman keras untuk melupakan kesedihannya.
“Maafkan aku…. Aku melakukannya bukan karena sengaja. Percayalah.” Mata Andra memanas menatap bukti perselingkuhan di hadapannya.
“Jika, nanti kamu kembali kamu harus mengerti tentang ini, Nat. Aku janji akan menjaga Ge dengan baik dan jika waktunya telah tiba akan kucarikan jodoh yang bisa menerima keadaannya. Aku benar-benar hanya menginginkan kamu dan tak akan ada wanita lain di hidupku, bahkan meski itu adalah adikmu.” Andra berlalu menuju ke luar rumah. Ia ingin melarikan diri dari masalah yang tak sanggup dihadapi.
Namun, saat di luar Andra menatap ke arah hunian mewah impiannya dan Natasha, istana yang akan ia tempati bersama anak-anaknya nanti. “Nat, istana cinta kita telah berdiri dengan sempurna, seperti yang kita rencanakan. Kenapa kamu malah pergi meninggalkan aku? Bukannya dulu kamu ingin memiliki banyak anak?” ucap lelaki itu sambil mengingat saat-saat kebersamaan mereka, meski kini Natasha pergi begitu saja tanpa ada yang tahu kemana dan juga kenapa. Hanya ada pesan singkat yang ia kirimkan di hari kepergiannya
[ Aku lelah dan ingin menikmati hidupku sendiri, jangan cari aku.]
“Bagaimana mungkin aku tak mencarimu, Nat. Kamu adalah cinta dan penyemangat hidupku.” Andra tampak tak mengerti tentang sikap istrinya itu bahkan banyak tanya di benaknya yang terus terngiang.
Andra melihat langit yang mulai memerah pertanda pagi telah datang. Pikirannya terganggu oleh karpet putih dengan noda darah yang tak boleh dilihat pembantunya yang akan segera datang. Lelaki itu kembali masuk lalu meraih karpet itu dan membawanya ke belakang rumah, ia akan membakar karpet itu karena tak ingin ada orang lain yang tahu kejadian malam ini. Tak ada pembantu yang menginap di rumah megah ini karena rumah ini belum seratus persen mereka tempati dan Pekerja harian akan datang pada pukul tujuh pagi hingga pukul tiga sore hari.
“Andra lagi apa kamu?” terdengar sebuah suara dari arah pintu utama tepat saat Andra telah membawa karpet itu menuju ke arah dapur.
Jantung Andra seakan ingin melonjak keluar saat ia mendengar sebuah suara yang ia sangat kenali itu bertanya padanya.“Dra, kamu ini ngapain sih? Ditanya kok malah mematung di situ?”“Mah, Andra cuman mau….” Andra tak tahu harus menjawab apa, tapi ia harus berpikir keras agar ibunya itu tak curiga.“Apa? Kamu mau nyuci karpet itu? Seharusnya kamu dengerin kata Mama Dra, jangan cuman nurutin apa kata istri tercintamu yang ga tahu diri itu.”“Mah….”“Mulai besok kamu pekerjakan pembantu yang tinggal di rumah ini 24 jam seperti yang Mama sarankan dulu, biar kamu ga repot di pagi buta begini. Bos besar putra dari Raina Mukidi yang berdarah ningrat, tapi bawa cucian ke ruang cuci. Memalukan…!”“Mah, ini ga setiap hari juga kok Andra lakukan. Cuman tadi kebetulan Andra menumpahkan saus ke karpet ini, lagian Mama datang ke rumah Andra di pagi buta gini mau apa?”“Orang suruhan Mama bilang istri kamu mendarat di bandara dengan penerbangan terakhir semalam.”“Natasha? Di bandara?”“Iya, dia da
Sebuah kata yang terlontar disertai mimik wajah yang seakan menggambarkan keengganan menjadi sebuah jawab yang tak dapat Andra dan Ge sangka.“Kak, sebenarnya apa yang terjadi pada Kakak? Kenapa Kakak jadi seperti ini? Aku rindu Kakakku yang begitu lembut, Kak!” Kini Ge memeluk tubuh Kakaknya dengan erat seakan ingin meyakinkan pada wanita itu jika ia benar-benar mencintainya. Sedang yang di peluk tak bergeming, ia hanya menatap kedepan meski dari matanya ada sebuah perasaan yang membuat hatinya bergetar.“Baik… baiklah aku akan ke rumah itu, tapi bukan untuk selamanya. Aku hanya akan kembali beberapa saat, tapi nanti jangan melarangku untuk melakukan apapun yang aku inginkan dan kalian juga tidak boleh banyak tanya!”“Nat, apapun yang kamu mau lakukan, lakukanlah asal kamu mau pulang, Sayang?”“Ya….” Wanita itu melepas pelukan adiknya lalu menarik koper yang masih terlihat tertutup.“Aku yang bawa ya, Sayang?” Andra meraih koper itu lalu mendorongnya. Namun, sebelah tangannya masih m
Andra menepuk pipi Ge, tapi gadis bukan perawan itu tampak tak juga sadar. Melihat keadaan itu Andra membopong tubuh mungil yang tampak pucat ke dalam mobilnya, Andra sangat khawatir akan keadaan Ge yang seperti itu bahkan matanya tampak berkali-kali menatap wajah Ge yang belum juga sadar. Mobil Andra telah sampai ke halaman sebuah klinik kecil lalu lelaki itu kembali membopong Ge menuju ke dalam. Beberapa Suster yang melihat kehadiran Andra langsung membantu membawa Ge menuju ke ruang pemeriksaan.“Apa pasien sudah sarapan Pak?”“Sudah Dok,” jawab Andra pasti.“Kalau begitu kami akan mengambil darah pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut ya, Pak. Kami khawatir selain kondisi kurang darah yang ia alami juga ada penyebab lainnya. Jadi sebaiknya kita tunggu pemeriksaan darah itu sebentar ya.”Ge memang sudah sadar tetapi entah kenapa ia sangat tidak nyaman dengan aroma obat-obatan yang menyeruak di ruangannya yang membuat ia mual lalu muntah begitu saja.“Ge kamu kenapa sih? Aku akan men
Bab 6Kini Andra dan Ge menuju ke tempat pengambilan obat tetapi tampaknya Mama Raina masih menunggu di tempatnya tadi memuat Andra maupun Ge sangat khawatir di buatnya. Untung saja saat obat-obatan telah rapi dan dimasukkan dalam sebuah kantong, nama asisten rumah tangga Mama Raina dipanggil oleh Suster, maka mau tak mau si Nyonya kaya itu pun meninggalkan tempat menuju ke arah ruang pemeriksaan.“Syukurlah Ge, Mama ga nungguin kita lagi. Bisa kacau kalau sampai Mama tahu isi obat yang kamu dapatkan.” Andra buru-buru mengajak Ge keluar dari ruangan itu.“Mas, apa Kak Natasha bisa kita bohongi sedangkan perut ku pasti nanti akan semakin membesar,” ucap Ge saat menuju ke luar Klinik, matanya masih menatap seorang Ibu hamil yang kebetulan berpapasan dengannya.“Kamu harus pergi Ge.” Andra yang tanpa sengaja mengucapkan itu memandang kearah Ge cemas, ia takut menyinggung perasaan wanita yang kini mengandung benihnya itu.“Maksudku mungkin lebih baik jika kamu menjauh dari rumah kami dulu
Bab 7 Pikiran yang terlintas itu seketika berubah mana kala Ge melihat wajah teduh Kakaknya. “Jika aku jujur pasti Kakak akan kecewa dan membenciku. Aku belum siap kehilangan kasih sayang Kakak yan selama ini selalu ada di sisiku. Meski setelah kepergiannya saat itu, entah mengapa Kak Natasha terlihat selalu menghindar,” pikir Ge. “Kak, aku ingin tidur di temani Kakak apa boleh?” Mata Natasha menatap adiknya seaka tak percaya dengan apa yang di inginkan adik satu-satunya itu. “Ge, kamu ini sudah besar masa tidur aja minta di temenin. Sudah mana obatmu? Kamu harus minum obat dan tidurlah.” “Nat, aku ambil dulu obatnya. Aku lupa tak membawanya tadi, atau kamu buatkan saja dulu bubur atau appaun yang bisa Ge makan karena obatnya harus di minum sesudah makan.” “Loh, bukannya itu obat Mas?” Natasha menunjuk sebuah plastik putih yang terdapat logo sebuah klinik. “Itu… itu cuman obat Magh, kalau obat yang lain di mobil.” “Memangnya Ge sakit apa saja?” “Anu, itu, sepertinya asam lamb
Bab 8Bi Iroh duduk sambil menyuapkan teh hangat.“Habis Bapak ini ngomongnya suka kaya yang beneran. Maaf ya Non jadi saja Bibi salah sangka dan bilang yang enggak-enggak tadi.”“Ga apa Bi, namanya juga salah paham. Lagian Mas Andra ini nih kalau ga tahu ceritanya jangan asal ngomong.”“Maaf, tadi Mas cuman dengar ada kata hamil gitu, jadi aku pikir kamu hamil padahal kamu cyman bilang kenapa penyakit kamu ini kaya orang hamil. Ya sudah, maaf ya adikku yang cantik jangan manyun dan cepet sembuh. Mas sekarang mau nyusul Kakak kamu dulu kekamar.” Andra tersenyum lalu berlari untuk menyusul istrinya yang berada di kamar. Namun, saat ia berada di depan pintu kamarnya, ia sangat terkejut.“Loh Sayang kamu lagi ngapain?”“Mas, maaf aku harus jujur padamu jika aku tak lagi mencintaimu dan aku juga tak bisa jika harus hidup bersamamu dan terus menerus berpura-pura menjadi istri yang baik sedangkan hatiku tak bahagia. Namun, aku meminta sesuatu darimu untuk terakhir kalinya. Selama Ge belum m
Bab 9Dalam suasana yang diselimuti rasa sedih dan kecewa itu kini sebuah mobil memasuki halaman rumah yang membuat Andra menatap ke arah Ge demikian juga Ge.“Mama!” seru Andra yang berbarengan dengan Ge yang mengucapkan kata, “Tante!”“Mas, apa yang harus kita katakan pada Tante Raina?”“Ge jangan katakan apa-apa tentang Natasha kecuali kalau mama memang bertanya.”“Kenapa kalian duduk di situ?”“Bibi! Buatkan aku minuman dingin, cepat ya!”“Tante, Bibi baru saja kami minta untuk pulang. Jadi biar saya buatkan minuman dingin. Tante mau minum teh manis, sirup atau jeruk peras?”“Aku kan punya menantu kenapa harus kamu yang melayani aku? Panggil Kakakmu dan katakan untuk membuatkan aku minuman dingin. ““Mama ini mau minum saja pilih-pilih. Sudah Ge ambilkan air putih di dalam kulkas untuk Mama.”“Kamu
“Argh, tubuhku sakit…,” rintih seorang wanita muda yang baru saja tersadar di atas sebuah karpet rasfur lembut berwarna putih. Dengan susah payah ia memaksa tubuhnya yang seakan remuk itu untuk duduk. Namun, mata bulatnya tak percaya dengan apa yang ia lihat? Tubuh putih dengan lekukan menggoda itu kini polos tanpa ada sehelai kainpun yang menutup. Wanita malang itu sangat terkejut sehingga tangannya mencoba untuk menyembunyikan bagian penting di tubuh yang masih bisa ia raih, tetapi tangannya hanya dua tak mungkin mampu menutup semuanya. Matanya kini menatap ke sekeliling sambil mengingat apa yang terjadi. Baju tidur merah muda yang digunakan semalam menjadi fokus utama yang melintas, baju itu tercecer di sembarang tempat. “Tuhan, kebodohan apa yang aku lakukan!” sesalnya sambil berusaha berdiri. Area bawahnya terasa nyeri bahkan bercak darah kering tampak sedikit menempel di kulit putihnya, kini meski dengan tertatih ia mencoba meraih pakaian yang tercecer di ruang keluarga. Ruang y
Bab 9Dalam suasana yang diselimuti rasa sedih dan kecewa itu kini sebuah mobil memasuki halaman rumah yang membuat Andra menatap ke arah Ge demikian juga Ge.“Mama!” seru Andra yang berbarengan dengan Ge yang mengucapkan kata, “Tante!”“Mas, apa yang harus kita katakan pada Tante Raina?”“Ge jangan katakan apa-apa tentang Natasha kecuali kalau mama memang bertanya.”“Kenapa kalian duduk di situ?”“Bibi! Buatkan aku minuman dingin, cepat ya!”“Tante, Bibi baru saja kami minta untuk pulang. Jadi biar saya buatkan minuman dingin. Tante mau minum teh manis, sirup atau jeruk peras?”“Aku kan punya menantu kenapa harus kamu yang melayani aku? Panggil Kakakmu dan katakan untuk membuatkan aku minuman dingin. ““Mama ini mau minum saja pilih-pilih. Sudah Ge ambilkan air putih di dalam kulkas untuk Mama.”“Kamu
Bab 8Bi Iroh duduk sambil menyuapkan teh hangat.“Habis Bapak ini ngomongnya suka kaya yang beneran. Maaf ya Non jadi saja Bibi salah sangka dan bilang yang enggak-enggak tadi.”“Ga apa Bi, namanya juga salah paham. Lagian Mas Andra ini nih kalau ga tahu ceritanya jangan asal ngomong.”“Maaf, tadi Mas cuman dengar ada kata hamil gitu, jadi aku pikir kamu hamil padahal kamu cyman bilang kenapa penyakit kamu ini kaya orang hamil. Ya sudah, maaf ya adikku yang cantik jangan manyun dan cepet sembuh. Mas sekarang mau nyusul Kakak kamu dulu kekamar.” Andra tersenyum lalu berlari untuk menyusul istrinya yang berada di kamar. Namun, saat ia berada di depan pintu kamarnya, ia sangat terkejut.“Loh Sayang kamu lagi ngapain?”“Mas, maaf aku harus jujur padamu jika aku tak lagi mencintaimu dan aku juga tak bisa jika harus hidup bersamamu dan terus menerus berpura-pura menjadi istri yang baik sedangkan hatiku tak bahagia. Namun, aku meminta sesuatu darimu untuk terakhir kalinya. Selama Ge belum m
Bab 7 Pikiran yang terlintas itu seketika berubah mana kala Ge melihat wajah teduh Kakaknya. “Jika aku jujur pasti Kakak akan kecewa dan membenciku. Aku belum siap kehilangan kasih sayang Kakak yan selama ini selalu ada di sisiku. Meski setelah kepergiannya saat itu, entah mengapa Kak Natasha terlihat selalu menghindar,” pikir Ge. “Kak, aku ingin tidur di temani Kakak apa boleh?” Mata Natasha menatap adiknya seaka tak percaya dengan apa yang di inginkan adik satu-satunya itu. “Ge, kamu ini sudah besar masa tidur aja minta di temenin. Sudah mana obatmu? Kamu harus minum obat dan tidurlah.” “Nat, aku ambil dulu obatnya. Aku lupa tak membawanya tadi, atau kamu buatkan saja dulu bubur atau appaun yang bisa Ge makan karena obatnya harus di minum sesudah makan.” “Loh, bukannya itu obat Mas?” Natasha menunjuk sebuah plastik putih yang terdapat logo sebuah klinik. “Itu… itu cuman obat Magh, kalau obat yang lain di mobil.” “Memangnya Ge sakit apa saja?” “Anu, itu, sepertinya asam lamb
Bab 6Kini Andra dan Ge menuju ke tempat pengambilan obat tetapi tampaknya Mama Raina masih menunggu di tempatnya tadi memuat Andra maupun Ge sangat khawatir di buatnya. Untung saja saat obat-obatan telah rapi dan dimasukkan dalam sebuah kantong, nama asisten rumah tangga Mama Raina dipanggil oleh Suster, maka mau tak mau si Nyonya kaya itu pun meninggalkan tempat menuju ke arah ruang pemeriksaan.“Syukurlah Ge, Mama ga nungguin kita lagi. Bisa kacau kalau sampai Mama tahu isi obat yang kamu dapatkan.” Andra buru-buru mengajak Ge keluar dari ruangan itu.“Mas, apa Kak Natasha bisa kita bohongi sedangkan perut ku pasti nanti akan semakin membesar,” ucap Ge saat menuju ke luar Klinik, matanya masih menatap seorang Ibu hamil yang kebetulan berpapasan dengannya.“Kamu harus pergi Ge.” Andra yang tanpa sengaja mengucapkan itu memandang kearah Ge cemas, ia takut menyinggung perasaan wanita yang kini mengandung benihnya itu.“Maksudku mungkin lebih baik jika kamu menjauh dari rumah kami dulu
Andra menepuk pipi Ge, tapi gadis bukan perawan itu tampak tak juga sadar. Melihat keadaan itu Andra membopong tubuh mungil yang tampak pucat ke dalam mobilnya, Andra sangat khawatir akan keadaan Ge yang seperti itu bahkan matanya tampak berkali-kali menatap wajah Ge yang belum juga sadar. Mobil Andra telah sampai ke halaman sebuah klinik kecil lalu lelaki itu kembali membopong Ge menuju ke dalam. Beberapa Suster yang melihat kehadiran Andra langsung membantu membawa Ge menuju ke ruang pemeriksaan.“Apa pasien sudah sarapan Pak?”“Sudah Dok,” jawab Andra pasti.“Kalau begitu kami akan mengambil darah pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut ya, Pak. Kami khawatir selain kondisi kurang darah yang ia alami juga ada penyebab lainnya. Jadi sebaiknya kita tunggu pemeriksaan darah itu sebentar ya.”Ge memang sudah sadar tetapi entah kenapa ia sangat tidak nyaman dengan aroma obat-obatan yang menyeruak di ruangannya yang membuat ia mual lalu muntah begitu saja.“Ge kamu kenapa sih? Aku akan men
Sebuah kata yang terlontar disertai mimik wajah yang seakan menggambarkan keengganan menjadi sebuah jawab yang tak dapat Andra dan Ge sangka.“Kak, sebenarnya apa yang terjadi pada Kakak? Kenapa Kakak jadi seperti ini? Aku rindu Kakakku yang begitu lembut, Kak!” Kini Ge memeluk tubuh Kakaknya dengan erat seakan ingin meyakinkan pada wanita itu jika ia benar-benar mencintainya. Sedang yang di peluk tak bergeming, ia hanya menatap kedepan meski dari matanya ada sebuah perasaan yang membuat hatinya bergetar.“Baik… baiklah aku akan ke rumah itu, tapi bukan untuk selamanya. Aku hanya akan kembali beberapa saat, tapi nanti jangan melarangku untuk melakukan apapun yang aku inginkan dan kalian juga tidak boleh banyak tanya!”“Nat, apapun yang kamu mau lakukan, lakukanlah asal kamu mau pulang, Sayang?”“Ya….” Wanita itu melepas pelukan adiknya lalu menarik koper yang masih terlihat tertutup.“Aku yang bawa ya, Sayang?” Andra meraih koper itu lalu mendorongnya. Namun, sebelah tangannya masih m
Jantung Andra seakan ingin melonjak keluar saat ia mendengar sebuah suara yang ia sangat kenali itu bertanya padanya.“Dra, kamu ini ngapain sih? Ditanya kok malah mematung di situ?”“Mah, Andra cuman mau….” Andra tak tahu harus menjawab apa, tapi ia harus berpikir keras agar ibunya itu tak curiga.“Apa? Kamu mau nyuci karpet itu? Seharusnya kamu dengerin kata Mama Dra, jangan cuman nurutin apa kata istri tercintamu yang ga tahu diri itu.”“Mah….”“Mulai besok kamu pekerjakan pembantu yang tinggal di rumah ini 24 jam seperti yang Mama sarankan dulu, biar kamu ga repot di pagi buta begini. Bos besar putra dari Raina Mukidi yang berdarah ningrat, tapi bawa cucian ke ruang cuci. Memalukan…!”“Mah, ini ga setiap hari juga kok Andra lakukan. Cuman tadi kebetulan Andra menumpahkan saus ke karpet ini, lagian Mama datang ke rumah Andra di pagi buta gini mau apa?”“Orang suruhan Mama bilang istri kamu mendarat di bandara dengan penerbangan terakhir semalam.”“Natasha? Di bandara?”“Iya, dia da
Sebuah tanya yang membuat Ge hanya mampu tertunduk dan menangis, ia tak bisa mengatakan apapun sedangkan Andra tampak bingung saat melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Ge. Lelaki itu tak perlu lagi mendengar jawaban dari bibirnya karena raut wajah pilu itu telah menjelaskan segalanya. Kini Andra terlihat berpikir keras bahkan wajahnya terlihat sangat tertekan.“Jadi--- jadi benar aku telah merenggut kesucianmu ‘kan Ge?” Andra berdiri menatap sang adik ipar. Namun, sesaat kemudian sebuah kata terlontar dari mulut lelaki itu. Kata yang membuat Ge merasa langit telah runtuh dan bumi telah terbelah karena lelaki yang selama ini sangat Ge hormati tampak menyalahkannya akan apa yang terjadi. Tuduhan demi tuduhan bagai guntur yang memekakkan telinganya.“Ge, kamu ini bukan lagi anak kecil yang tak tahu dampak dari kesalahan yang kita perbuat lalu kenapa kamu diam saja saat aku tanpa sadar melakukannya? Apa yang kamu pikirkan Ge!” teriak Andra tepat di wajah Geshara.“Aku bukan diam saja Ma
“Argh, tubuhku sakit…,” rintih seorang wanita muda yang baru saja tersadar di atas sebuah karpet rasfur lembut berwarna putih. Dengan susah payah ia memaksa tubuhnya yang seakan remuk itu untuk duduk. Namun, mata bulatnya tak percaya dengan apa yang ia lihat? Tubuh putih dengan lekukan menggoda itu kini polos tanpa ada sehelai kainpun yang menutup. Wanita malang itu sangat terkejut sehingga tangannya mencoba untuk menyembunyikan bagian penting di tubuh yang masih bisa ia raih, tetapi tangannya hanya dua tak mungkin mampu menutup semuanya. Matanya kini menatap ke sekeliling sambil mengingat apa yang terjadi. Baju tidur merah muda yang digunakan semalam menjadi fokus utama yang melintas, baju itu tercecer di sembarang tempat. “Tuhan, kebodohan apa yang aku lakukan!” sesalnya sambil berusaha berdiri. Area bawahnya terasa nyeri bahkan bercak darah kering tampak sedikit menempel di kulit putihnya, kini meski dengan tertatih ia mencoba meraih pakaian yang tercecer di ruang keluarga. Ruang y