“Mama dengar kau bawa Dansia pulang dari hotel. Lantas kau bawa ke mana dia? Kenapa tidak kau bawa kembali ke rumah. Kau tahu kan, kalau mama pengen Danisa dan kau tak keluar dari rumah ini,” tegur Riana. Tadi, setelah mengantarkan Danisa ke apartemen mewah miliknya. Ponsel Daren pun berbunyi menunjukkan panggilan yang dilakukan oleh mamanya yang masuk menghubungi dirinya.Riana meminta sang Putra untuk segera kembali ke rumah. Dan kali inilah, dia mendapatkan protes beruntun dari wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya menjadi seorang pria yang sangat sukses.Daren menarik nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya secara perlahan. Menatap teduh pada sang Mama sebelum akhirnya membuka suara.“Iya, benar. Daren bawa Danisa pergi. Dia ada di apartemen Daren di pusat kota. Karena lebih baik, Buat sementara waktu kami tinggal berdua saja. Agar kedekatan kami juga lebih akrab,” jawab Daren memberikan alasan yang masuk akal kepada Riana.Riana yang mendengar jawaban dari Sang putra
MENJADI ISTRI YANG BAIKDanisa melebarkan senyumnya, kala pintu apartemennya terbuka dan menunjukkan Daren masuk ke dalam unit apartemennya.Dia dapat melihat wajah pria yang baru tiba itu dengan lelah. Senyum Danisa pun mengembang, menyambut kehadiran sang suami yang baru tiba.“Selamat malam, Pak,” sapa Danisa dengan begitu riang mendapati wajah suaminya itu begitu lelah. Dia menghampiri, mengulurkan tangan hendak mengambil jas yang Daren kenakan sudah tersampir pada lengannya. Namun, yang Danisa dapatkan hanya tatapan datar dari sang pria padanya itu. Tentu saja, Daren bingung dengan sikap yang Danisa tunjukkan padanya. Seumur-umur hidup, kali pertama ia mendapati sikap dari seorang wanita. Karena memang Daren yang tidak pernah mengenal yang namanya wanita, kecuali sang mama.“Kau kenapa?” tanya Daren dengan kedua alis yang saling bertautan. “Kenapa? Maksud Bapak, kenapa gimana?” tanya balik Danisa dengan kebingungannya atas pertanyaan yang Daren ajukan padanya itu. “Iya. Kau
Salah Paham LagiMereka makan dalam diam, hanya sesekali Danisa yang bertanya tentang kesibukan dan rencana yang akan Daren dan Danisa lakukan ke depannya.Sedangkan pria dingin yang ada di seberang meja makan dengan Danisa hanya sesekali memberikan jawaban singkat. Dia akan bicara panjang lebar, jika sesuatu yang ia sampaikan itu memang perlu penjelasan terperinci olehnya. Namun, jika Danisa yang berkata. Maka Danisa harus siap menerima jawaban singkat. Yang bahkan hanya sekedar deheman pelan sebagai tanggapan yang Daren beri. Danisa adalah wanita yang terkesan cuek. Meski selalu ingin tahu apa yang terjadi di sekitarnya, tapi jika sesuatu menyangkut dirinya dia akan menganggap masa bodoh. Maka dia tentu tak akan sakit hati menghadapi sikap Daren padanya. Tak ayal jika dia tak akan sakit hati jika Daren berkata pedas padanya. Setelah perbincangan yang terjadi di meja makan. Danisa beranjak dari duduknya, dia hendak mencuci piring kotor bekas mereka makan dan beberapa perabot yang
Sejak terjadinya peristiwa di malam hari yang berhasil mengusik emosi Darren, Danisa menjadi lebih banyak diam.Dia lebih berhati-hati dalam bersikap, tak ingin lagi memancing amarah sang atasan. Sepertinya Danisa sedang lupa, jika Daren adalah pria yang tak suka berbasa-basi. Sedangkan, Danisa yang sudah terlanjur percaya diri menjadi istri dari pria tersebut bertindak dan berkata sesuka hati.“Lain kali, hati-hati jika berucap,” ketus Daren semalam, sebelum akhirnya meninggalkan area dapur dan berlalu begitu saja. Daren mengurungkan niat yang sebelumnya ingin membuat secangkir kopi begitu saja. Dia sedang kesal, biasa jika di kantor atau di rumah ada yang membuat. Kini, dia yang sebelumnya ingin membuat kopi harus menjadi badmood. Tingkah Danisa berhasil memancing emosinya.Hingga pagi ini, saat di meja makan keduanya pun hanya duduk saling diam. Danisa hanya membuat sarapan roti bakar, karena persediaan yang ada di apartemen itu hanyalah makanan yang siap saji.Tak ada kata yang
Daren sama sekali tidak menjawab basa basi yang dilakukan oleh Dokter Christy atas kehadiran mereka. Tapi, Danisa tidak bersikap sedemikian rupa dengan sang suami. Wanita itu melebarkan senyum ramahnya, menyambut sapaan sang dokter dan membalas pelukan yang dilakukan untuknya. “Tentu saja kami akan datang, Dok. Bukankah memang ini sudah jadwal yang sudah kita sepakati bersama.” Danisa menjawab ramah, setelah melepas pelukan dan saling menatap dan tersenyum. Ya, seperti itulah Danisa. Dia selalu mudah akrab dengan siapa pun juga. Selain pribadi yang ceria, Danisa begitu humble dan selalu welcome saat mendapati teman baru. Pria yang masuk lebih dulu dari Danisa itu hanya melirik singkat. Dia mengambil kursi pasien yang ada di hadapan meja kerja Christy dan langsung duduk, meski wanita yang sedang ia kunjungi itu belum mempersilahkan. “Mari, duduklah.” Dokter Christy mengajak Danisa untuk duduk pada kursi kosong di samping Daren. Kemudian dia mengatasi meja kerja dan duduk di kursi
SEBUAH TUDUHAN TAK BERDASARDaren dan Danisa yang merasa terpanggil oleh seorang wanita itu menoleh ke sumber suara. Keduanya saling tatap satu sama lain, sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan wanita yang tidak ingin Daren jumpai. Wanita yang memanggil mereka itu menghampiri. Senyum merekah terpatri pada kedua ujung bibir wanita yang semakin mengikis jarak dengannya itu. Dia adalah Marisa, wanita itu entah dari mana datang dan tidak sengaja melihat keberadaan mereka. Senyum ramah pun ia lakukan, karena harus berjumpa pada pria yang sedang mencari incarannya. Meski saat ini Daren menikah dengan Danisa. Marisa tak akan menyerah, untuk merebut pria yang seharusnya menjadi suaminya itu. Niat awal yang memang Riana akan menjodohkannya dengan Daren tersebut, tentu harus sesuai dengan yang ia mau. “Kalian sedang apa di sini?” Tanya wanita yang sudah berada telat di hadapan Danisa dan Daren. Dia bersikap sangat ramah pada Danisa, dan Danisa pun menyambut pertemuan tak sengaja y
TINGKAH ABSURD DANISA“Tentu. Aku punya banyak waktu luang hari ini. Aku tak ada urusan lagi. Karena memang hari ini sengaja aku sempatkan untuk mengunjungi temanku yang sedang sakit di sini.” Danisa semakin merekahkan senyum pada kedua sudut bibirnya. Saat mendengar penuturan yang Marisa katakan barusan. Bukankah hal yang menarik, jika dia dan Marisa menghabiskan waktu untuk berbelanja bersama?“Wah, tepat sekali. Bagaimana kalau kita berbelanja bersama hari ini? Bukankah itu akan sangat menyenangkan?” Denisa menoleh ke arah Daren yang terlihat kesal dengan pembicaraan antara dirinya dengan Marissa. Tetapi, dia memilih bodo amat dan tidak menanggapi. Karena yang ingin ia lakukan adalah meminta izin kepada suaminya. “Bolehkah, Sayang? Aku menghabiskan waktu bersama Marisa untuk berbelanja hari ini?” Sengaja Danisa memanggil suaminya itu dengan kata ‘sayang’. Dia yang tahu jika tak nyaman bertemu dengan Marisa, ingin menunjukkan jika dia dan Daren adalah pasangan saling mencintai.
HAMPIR KECEPLOSAN“Kau ikuti saja mereka dari belakang. Bantu Danisa bawa barang belanjaannya. Kalau dia mau ke rumah mama, antar saja. Nanti baik aku yang jemput di rumah mama,” kata Daren pada Leo yang sudah menunggunya di lobby rumah sakit.Leo yang mendapati perintah dari sang atasan itu pun terdiam. Perintah yang sungguh di luar dugaannya, dia yang biasa dimintai banyak pekerjaan dan harus menyelesaikan berkas-berkas yang belum terselesaikan. Kini dia harus mengikuti dua wanita yang akan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.Dan lagi, Leo harus membawa semua barang belanjaan Danisa nantinya. Hal yang sangat di luar nalar. Dia sekarang harus melayani wanita yang sebelumnya menjadi rekan kerjanya tersebut.“Kau harus sadar Leo, sekarang Danisa sudah menjadi Nyonya bosmu dan bukan menjadi rekan kerjamu lagi. “ Leo berusaha menyadarkan dirinya, jika keadaan sudah berubah dan berbanding terbalik sekarang.Meski pekerjaan kali ini tak nyaman untuknya melakukan. Leo harus tetap bisa