HAMPIR KECEPLOSAN“Kau ikuti saja mereka dari belakang. Bantu Danisa bawa barang belanjaannya. Kalau dia mau ke rumah mama, antar saja. Nanti baik aku yang jemput di rumah mama,” kata Daren pada Leo yang sudah menunggunya di lobby rumah sakit.Leo yang mendapati perintah dari sang atasan itu pun terdiam. Perintah yang sungguh di luar dugaannya, dia yang biasa dimintai banyak pekerjaan dan harus menyelesaikan berkas-berkas yang belum terselesaikan. Kini dia harus mengikuti dua wanita yang akan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.Dan lagi, Leo harus membawa semua barang belanjaan Danisa nantinya. Hal yang sangat di luar nalar. Dia sekarang harus melayani wanita yang sebelumnya menjadi rekan kerjanya tersebut.“Kau harus sadar Leo, sekarang Danisa sudah menjadi Nyonya bosmu dan bukan menjadi rekan kerjamu lagi. “ Leo berusaha menyadarkan dirinya, jika keadaan sudah berubah dan berbanding terbalik sekarang.Meski pekerjaan kali ini tak nyaman untuknya melakukan. Leo harus tetap bisa
Leo yang mendapati panggilan dari Marisa itu menghentikan langkah. Dia menautkan kedua alisnya, menatap wanita yang berdiri beberapa langkah darinya.“Ada yang bisa aku bantu?” Tanya Leo pada Marisa. Marisa berusaha mengulas senyum manisnya, saat berada di hadapan Leo, asisten Daren. “Tidak. Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” cicit Marisa pada Leo. Jujur saja, Marisa merasa ragu ingin menanyakan sesuatu kepada pria tersebut. Meski yakin rasa ingin tahu yang Marissa akan tanyakan kecil kemungkinan mendapatkan jawaban dari pria tersebut.Leo mengangguk, dia mengurungkan niat yang sebelumnya hendak mengeluarkan barang belanjaan yang Danisa beli. Dia ingin memberikan waktu pada Marisa yang ingin bicara dengannya tersebut. “Apa yang kau tanyakan padaku? Jika aku tahu jawabannya maka aku akan memberitahu,” kata Leo lagi pada Marisa. Dia dapat melihat keraguan pada kedua mata wanita yang berdiri beberapa jarak darinya tersebut. Leo berusaha bersikap santai, agar Marisa tidak merasa can
GODAAN DANISA Daren yang mendapati pernyataan dari mamanya itu terdiam. Dia yang baru melangkahkan kakinya itu pun terhenti. Tak hanya dirinya, Danisa pun melakukan hal yang sama dengan Daren. Keduanya saling pandang satu sama lain. Daren menghela nafas, dia bingung harus bersikap bagaimana. Karena jujur ia tak tahu harus berbuat apa, dengan kebiasaan apa yang akan dilakukan oleh sepasang suami istri yang baru pulang bekerja. Terdiam beberapa saat, hingga akhirnya Danisa yang menghampiri suaminya yang sedang terpaku dengan kebingungannya di sana. “Mungkin Daren lupa, Ma. Maklum saja, biasa di kantor dia selalu berteman dengan setumpuk pekerjaan. Wajar saja, dia sering lupa.” Danisa bergelayut manja di lengan kekar suaminya. Seperti yang ia lakukan saat di rumah sakit pagi tadi. Tanpa meminta izin dari sang suami. Dengan penuh percaya diri dia mencium pipi Daren. Menunjukkan pada mama mertuanya, jika hubungannya Daren sama dengan selayaknya pengantin baru. Bahkan, tak segan-seg
MENGGODA DANISA“Shit!” Darren mengumpat kesal, mendapati wanita yang ada di hadapannya itu sengaja menantang dirinya.Masih bagus dia mampu menahan diri, tidak langsung membawa Danisa ke atas ranjang dan menghajarnya.Toh, Tak ada larangan juga jika dia sampai melakukan hal itu. Apalagi di rumah sang mama, dia yakin Danisa tidak akan mampu berkutik sedikitpun atas perlakuan yang tak mungkin Daren lakukan.Darren yang semula dilanda kekesalan itu pun menyeringai penuh misteri. Dengan pembawaan yang begitu tenang, namun tetap terlihat dingin, aura yang semakin mencekam. Darren melangkah menuju ke arah Danisa berada. Mengikis jarak antara dirinya dan sang istri, yang berhasil membuat Danisa terdiam dalam kebingungan. Jarak yang semakin dekat, yang berhasil membuat Danisa semakin dibuat gugup. Dia berpikir, apa yang hendak dilakukan Daren padanya itu. “Ba-bapak mau apa?” Tanya Danisa gugup. Tidak ada jawaban. Namun Daren terus mengikis jarak kepadanya. Hal itu berhasil membuat Dani
DESAKAN MAMA MERTUADaren dan Danisa memutuskan kembali menuju unit apartemennya sendiri. Daren menolak keinginan sang mama yang memintanya untuk tetap tinggal dan menginap di rumah utama. Alasan untuk mengenal lebih dalam pada Danisa lagi, Daren berikan pada sang mama.Hingga Riana tak mampu lagi menolak keinginan putranya tersebut. Karena Daren yang akan susah dipaksa, jika sudah berkeinginan. “Mama tak mau kalian berlama-lama tinggal di apartemen. Mama harap, kalian segera kembali ke sini.”Sebelum anak dan menantunya itu kembali, Riana pun mengeluhkan keinginan Daren dan Danisa untuk tetap tinggal di apartemen.Padahal, rumah mereka sangat besar. Dan sudah dipastikan, jika mereka akan leluasa untuk menjalin sikap dalam proses saling memahami.Soal Riana yang bersiap menggunakan earphone saat tidur. Tentu saja itu hanya sebuah candaan, karena setiap kamar yang ada di rumah utama itu sudah terjaga dengan lapisan kedap udara.Daren dan Riana bisa bertindak dan berteriak sesuka hati
PEMBELAAN DAREN“Wah wah wah.”Suara seorang pria yang diiringi dengan sebuah tepukan tangan itu mengalihkan perhatian Danisa yang sedang serius menatap ponsel di tangannya.Dia mengalihkan pandangannya, menuju ke pusat suara yang tak asing baginya. Kedua matanya pun membulat, ketika menyadari pria yang berkata itu sudah melangkah semakin dekat menuju ke arahnya.Entah, takdir apa yang membuatnya harus bertemu dengan pria yang sama sekali tidak ingin pernah ia temui lagi tersebut.Tatapan penuh seringai misteri, dari sang pria yang memiliki sebuah urusan yang belum terselesaikan dengan Danisa. Hal itu berhasil membuat Danisa membeku di tempatnya. Bagaimana bisa dia bertemu dengan pria yang sama sekali tak diinginkan itu. Danisa mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Dia mampu bernafas lega, kala tak ada orang lain di sekitar mereka selain resepsionis yang berada di meja kerjanya.“Pepatah yang bilang, jika dunia tak selebar daun kelor itu memang sebuah fakta. Nyatanya, tak perlu a
PROTES DARENDanisa tiba lebih dulu ke Unit apartemennya dari pada Daren yang masih ada di lobby bersama dengan Adlrik. Sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Danisa dirundung kecemasan yang teramat dalam. Dia mengkhawatirkan jika Daren dan Adlrik harus terlibat baku hantam lagi seperti pertemuan terakhir mereka yang melakukan itu karena harus membela kehormatannya.Dia pun dibuat cemas, dengan perintah Daren yang memintanya untuk meninggalkan mereka dengan kembali ke apartemennya terlebih dulu. Setiba di depan pintu unitnya, dia memasukkan kode pintu agar penjaga yang membawa barang-barang itu bisa masuk. “Taruh di atas meja saja,” kata Danisa yang diiringi anggukan ramah dari pria yang sedang membantunya. Danisa mengeluarkan dua lembar uang dolar Singapura pada petugas yang sudah membantunya tadi. Tak lupa dia pun mengucapkan terima kasih padanya. “Terima kasih,” kata Danisa pada sang petugas. Meski sedang cemas, Danisa tetap menunjukkan sikap ramahnya itu pada petugas tersebut
KECEMASAN TENTANG ADLRIKDaren berlalu begitu saja selesai mencuci tangan dan meminta Danisa untuk membawakan kopi ke dalam kamarnya.Dia masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, maka Darren ingin memeriksanya di dalam kamarnya. Terdapat meja kerja di sana, dan Daren bisa lebih leluasa melakukan pekerjaannya di dalam kamar.Danisa menatap pria punggung pria yang sudah menghilang dari tatapannya tersebut. Dia sedang mencerna, maksud dari kalimat Daren yang bilang jika dirinya di kamar.Danisa berpikir, apa Daren menunggu dirinya di kamar? Lalu, untuk apa? Tidak tidak. Ada yang salah di sini. Danisa meyakinkan dirinya sendiri, jika buka itu yang Daren maksudkan. Selesai membuatkan kopi, Danisa menuju ke kamar suaminya untuk membawakan kopi suaminya. Sebelumnya, dia lebih dulu mengetuk pintu kamar tersebut. Sebelum akhirnya, dia membuka dengan perlahan setelah mendapat jawaban dari dalam.“Kopinya sudah jadi,” kata Danisa pada sang suami. “Hm. Taruh saja,” jawab Daren si