Sejak terjadinya peristiwa di malam hari yang berhasil mengusik emosi Darren, Danisa menjadi lebih banyak diam.Dia lebih berhati-hati dalam bersikap, tak ingin lagi memancing amarah sang atasan. Sepertinya Danisa sedang lupa, jika Daren adalah pria yang tak suka berbasa-basi. Sedangkan, Danisa yang sudah terlanjur percaya diri menjadi istri dari pria tersebut bertindak dan berkata sesuka hati.“Lain kali, hati-hati jika berucap,” ketus Daren semalam, sebelum akhirnya meninggalkan area dapur dan berlalu begitu saja. Daren mengurungkan niat yang sebelumnya ingin membuat secangkir kopi begitu saja. Dia sedang kesal, biasa jika di kantor atau di rumah ada yang membuat. Kini, dia yang sebelumnya ingin membuat kopi harus menjadi badmood. Tingkah Danisa berhasil memancing emosinya.Hingga pagi ini, saat di meja makan keduanya pun hanya duduk saling diam. Danisa hanya membuat sarapan roti bakar, karena persediaan yang ada di apartemen itu hanyalah makanan yang siap saji.Tak ada kata yang
Daren sama sekali tidak menjawab basa basi yang dilakukan oleh Dokter Christy atas kehadiran mereka. Tapi, Danisa tidak bersikap sedemikian rupa dengan sang suami. Wanita itu melebarkan senyum ramahnya, menyambut sapaan sang dokter dan membalas pelukan yang dilakukan untuknya. “Tentu saja kami akan datang, Dok. Bukankah memang ini sudah jadwal yang sudah kita sepakati bersama.” Danisa menjawab ramah, setelah melepas pelukan dan saling menatap dan tersenyum. Ya, seperti itulah Danisa. Dia selalu mudah akrab dengan siapa pun juga. Selain pribadi yang ceria, Danisa begitu humble dan selalu welcome saat mendapati teman baru. Pria yang masuk lebih dulu dari Danisa itu hanya melirik singkat. Dia mengambil kursi pasien yang ada di hadapan meja kerja Christy dan langsung duduk, meski wanita yang sedang ia kunjungi itu belum mempersilahkan. “Mari, duduklah.” Dokter Christy mengajak Danisa untuk duduk pada kursi kosong di samping Daren. Kemudian dia mengatasi meja kerja dan duduk di kursi
SEBUAH TUDUHAN TAK BERDASARDaren dan Danisa yang merasa terpanggil oleh seorang wanita itu menoleh ke sumber suara. Keduanya saling tatap satu sama lain, sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan wanita yang tidak ingin Daren jumpai. Wanita yang memanggil mereka itu menghampiri. Senyum merekah terpatri pada kedua ujung bibir wanita yang semakin mengikis jarak dengannya itu. Dia adalah Marisa, wanita itu entah dari mana datang dan tidak sengaja melihat keberadaan mereka. Senyum ramah pun ia lakukan, karena harus berjumpa pada pria yang sedang mencari incarannya. Meski saat ini Daren menikah dengan Danisa. Marisa tak akan menyerah, untuk merebut pria yang seharusnya menjadi suaminya itu. Niat awal yang memang Riana akan menjodohkannya dengan Daren tersebut, tentu harus sesuai dengan yang ia mau. “Kalian sedang apa di sini?” Tanya wanita yang sudah berada telat di hadapan Danisa dan Daren. Dia bersikap sangat ramah pada Danisa, dan Danisa pun menyambut pertemuan tak sengaja y
TINGKAH ABSURD DANISA“Tentu. Aku punya banyak waktu luang hari ini. Aku tak ada urusan lagi. Karena memang hari ini sengaja aku sempatkan untuk mengunjungi temanku yang sedang sakit di sini.” Danisa semakin merekahkan senyum pada kedua sudut bibirnya. Saat mendengar penuturan yang Marisa katakan barusan. Bukankah hal yang menarik, jika dia dan Marisa menghabiskan waktu untuk berbelanja bersama?“Wah, tepat sekali. Bagaimana kalau kita berbelanja bersama hari ini? Bukankah itu akan sangat menyenangkan?” Denisa menoleh ke arah Daren yang terlihat kesal dengan pembicaraan antara dirinya dengan Marissa. Tetapi, dia memilih bodo amat dan tidak menanggapi. Karena yang ingin ia lakukan adalah meminta izin kepada suaminya. “Bolehkah, Sayang? Aku menghabiskan waktu bersama Marisa untuk berbelanja hari ini?” Sengaja Danisa memanggil suaminya itu dengan kata ‘sayang’. Dia yang tahu jika tak nyaman bertemu dengan Marisa, ingin menunjukkan jika dia dan Daren adalah pasangan saling mencintai.
HAMPIR KECEPLOSAN“Kau ikuti saja mereka dari belakang. Bantu Danisa bawa barang belanjaannya. Kalau dia mau ke rumah mama, antar saja. Nanti baik aku yang jemput di rumah mama,” kata Daren pada Leo yang sudah menunggunya di lobby rumah sakit.Leo yang mendapati perintah dari sang atasan itu pun terdiam. Perintah yang sungguh di luar dugaannya, dia yang biasa dimintai banyak pekerjaan dan harus menyelesaikan berkas-berkas yang belum terselesaikan. Kini dia harus mengikuti dua wanita yang akan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.Dan lagi, Leo harus membawa semua barang belanjaan Danisa nantinya. Hal yang sangat di luar nalar. Dia sekarang harus melayani wanita yang sebelumnya menjadi rekan kerjanya tersebut.“Kau harus sadar Leo, sekarang Danisa sudah menjadi Nyonya bosmu dan bukan menjadi rekan kerjamu lagi. “ Leo berusaha menyadarkan dirinya, jika keadaan sudah berubah dan berbanding terbalik sekarang.Meski pekerjaan kali ini tak nyaman untuknya melakukan. Leo harus tetap bisa
Leo yang mendapati panggilan dari Marisa itu menghentikan langkah. Dia menautkan kedua alisnya, menatap wanita yang berdiri beberapa langkah darinya.“Ada yang bisa aku bantu?” Tanya Leo pada Marisa. Marisa berusaha mengulas senyum manisnya, saat berada di hadapan Leo, asisten Daren. “Tidak. Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” cicit Marisa pada Leo. Jujur saja, Marisa merasa ragu ingin menanyakan sesuatu kepada pria tersebut. Meski yakin rasa ingin tahu yang Marissa akan tanyakan kecil kemungkinan mendapatkan jawaban dari pria tersebut.Leo mengangguk, dia mengurungkan niat yang sebelumnya hendak mengeluarkan barang belanjaan yang Danisa beli. Dia ingin memberikan waktu pada Marisa yang ingin bicara dengannya tersebut. “Apa yang kau tanyakan padaku? Jika aku tahu jawabannya maka aku akan memberitahu,” kata Leo lagi pada Marisa. Dia dapat melihat keraguan pada kedua mata wanita yang berdiri beberapa jarak darinya tersebut. Leo berusaha bersikap santai, agar Marisa tidak merasa can
GODAAN DANISA Daren yang mendapati pernyataan dari mamanya itu terdiam. Dia yang baru melangkahkan kakinya itu pun terhenti. Tak hanya dirinya, Danisa pun melakukan hal yang sama dengan Daren. Keduanya saling pandang satu sama lain. Daren menghela nafas, dia bingung harus bersikap bagaimana. Karena jujur ia tak tahu harus berbuat apa, dengan kebiasaan apa yang akan dilakukan oleh sepasang suami istri yang baru pulang bekerja. Terdiam beberapa saat, hingga akhirnya Danisa yang menghampiri suaminya yang sedang terpaku dengan kebingungannya di sana. “Mungkin Daren lupa, Ma. Maklum saja, biasa di kantor dia selalu berteman dengan setumpuk pekerjaan. Wajar saja, dia sering lupa.” Danisa bergelayut manja di lengan kekar suaminya. Seperti yang ia lakukan saat di rumah sakit pagi tadi. Tanpa meminta izin dari sang suami. Dengan penuh percaya diri dia mencium pipi Daren. Menunjukkan pada mama mertuanya, jika hubungannya Daren sama dengan selayaknya pengantin baru. Bahkan, tak segan-seg
MENGGODA DANISA“Shit!” Darren mengumpat kesal, mendapati wanita yang ada di hadapannya itu sengaja menantang dirinya.Masih bagus dia mampu menahan diri, tidak langsung membawa Danisa ke atas ranjang dan menghajarnya.Toh, Tak ada larangan juga jika dia sampai melakukan hal itu. Apalagi di rumah sang mama, dia yakin Danisa tidak akan mampu berkutik sedikitpun atas perlakuan yang tak mungkin Daren lakukan.Darren yang semula dilanda kekesalan itu pun menyeringai penuh misteri. Dengan pembawaan yang begitu tenang, namun tetap terlihat dingin, aura yang semakin mencekam. Darren melangkah menuju ke arah Danisa berada. Mengikis jarak antara dirinya dan sang istri, yang berhasil membuat Danisa terdiam dalam kebingungan. Jarak yang semakin dekat, yang berhasil membuat Danisa semakin dibuat gugup. Dia berpikir, apa yang hendak dilakukan Daren padanya itu. “Ba-bapak mau apa?” Tanya Danisa gugup. Tidak ada jawaban. Namun Daren terus mengikis jarak kepadanya. Hal itu berhasil membuat Dani