MENGGODA DANISA“Shit!” Darren mengumpat kesal, mendapati wanita yang ada di hadapannya itu sengaja menantang dirinya.Masih bagus dia mampu menahan diri, tidak langsung membawa Danisa ke atas ranjang dan menghajarnya.Toh, Tak ada larangan juga jika dia sampai melakukan hal itu. Apalagi di rumah sang mama, dia yakin Danisa tidak akan mampu berkutik sedikitpun atas perlakuan yang tak mungkin Daren lakukan.Darren yang semula dilanda kekesalan itu pun menyeringai penuh misteri. Dengan pembawaan yang begitu tenang, namun tetap terlihat dingin, aura yang semakin mencekam. Darren melangkah menuju ke arah Danisa berada. Mengikis jarak antara dirinya dan sang istri, yang berhasil membuat Danisa terdiam dalam kebingungan. Jarak yang semakin dekat, yang berhasil membuat Danisa semakin dibuat gugup. Dia berpikir, apa yang hendak dilakukan Daren padanya itu. “Ba-bapak mau apa?” Tanya Danisa gugup. Tidak ada jawaban. Namun Daren terus mengikis jarak kepadanya. Hal itu berhasil membuat Dani
DESAKAN MAMA MERTUADaren dan Danisa memutuskan kembali menuju unit apartemennya sendiri. Daren menolak keinginan sang mama yang memintanya untuk tetap tinggal dan menginap di rumah utama. Alasan untuk mengenal lebih dalam pada Danisa lagi, Daren berikan pada sang mama.Hingga Riana tak mampu lagi menolak keinginan putranya tersebut. Karena Daren yang akan susah dipaksa, jika sudah berkeinginan. “Mama tak mau kalian berlama-lama tinggal di apartemen. Mama harap, kalian segera kembali ke sini.”Sebelum anak dan menantunya itu kembali, Riana pun mengeluhkan keinginan Daren dan Danisa untuk tetap tinggal di apartemen.Padahal, rumah mereka sangat besar. Dan sudah dipastikan, jika mereka akan leluasa untuk menjalin sikap dalam proses saling memahami.Soal Riana yang bersiap menggunakan earphone saat tidur. Tentu saja itu hanya sebuah candaan, karena setiap kamar yang ada di rumah utama itu sudah terjaga dengan lapisan kedap udara.Daren dan Riana bisa bertindak dan berteriak sesuka hati
PEMBELAAN DAREN“Wah wah wah.”Suara seorang pria yang diiringi dengan sebuah tepukan tangan itu mengalihkan perhatian Danisa yang sedang serius menatap ponsel di tangannya.Dia mengalihkan pandangannya, menuju ke pusat suara yang tak asing baginya. Kedua matanya pun membulat, ketika menyadari pria yang berkata itu sudah melangkah semakin dekat menuju ke arahnya.Entah, takdir apa yang membuatnya harus bertemu dengan pria yang sama sekali tidak ingin pernah ia temui lagi tersebut.Tatapan penuh seringai misteri, dari sang pria yang memiliki sebuah urusan yang belum terselesaikan dengan Danisa. Hal itu berhasil membuat Danisa membeku di tempatnya. Bagaimana bisa dia bertemu dengan pria yang sama sekali tak diinginkan itu. Danisa mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Dia mampu bernafas lega, kala tak ada orang lain di sekitar mereka selain resepsionis yang berada di meja kerjanya.“Pepatah yang bilang, jika dunia tak selebar daun kelor itu memang sebuah fakta. Nyatanya, tak perlu a
PROTES DARENDanisa tiba lebih dulu ke Unit apartemennya dari pada Daren yang masih ada di lobby bersama dengan Adlrik. Sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Danisa dirundung kecemasan yang teramat dalam. Dia mengkhawatirkan jika Daren dan Adlrik harus terlibat baku hantam lagi seperti pertemuan terakhir mereka yang melakukan itu karena harus membela kehormatannya.Dia pun dibuat cemas, dengan perintah Daren yang memintanya untuk meninggalkan mereka dengan kembali ke apartemennya terlebih dulu. Setiba di depan pintu unitnya, dia memasukkan kode pintu agar penjaga yang membawa barang-barang itu bisa masuk. “Taruh di atas meja saja,” kata Danisa yang diiringi anggukan ramah dari pria yang sedang membantunya. Danisa mengeluarkan dua lembar uang dolar Singapura pada petugas yang sudah membantunya tadi. Tak lupa dia pun mengucapkan terima kasih padanya. “Terima kasih,” kata Danisa pada sang petugas. Meski sedang cemas, Danisa tetap menunjukkan sikap ramahnya itu pada petugas tersebut
KECEMASAN TENTANG ADLRIKDaren berlalu begitu saja selesai mencuci tangan dan meminta Danisa untuk membawakan kopi ke dalam kamarnya.Dia masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, maka Darren ingin memeriksanya di dalam kamarnya. Terdapat meja kerja di sana, dan Daren bisa lebih leluasa melakukan pekerjaannya di dalam kamar.Danisa menatap pria punggung pria yang sudah menghilang dari tatapannya tersebut. Dia sedang mencerna, maksud dari kalimat Daren yang bilang jika dirinya di kamar.Danisa berpikir, apa Daren menunggu dirinya di kamar? Lalu, untuk apa? Tidak tidak. Ada yang salah di sini. Danisa meyakinkan dirinya sendiri, jika buka itu yang Daren maksudkan. Selesai membuatkan kopi, Danisa menuju ke kamar suaminya untuk membawakan kopi suaminya. Sebelumnya, dia lebih dulu mengetuk pintu kamar tersebut. Sebelum akhirnya, dia membuka dengan perlahan setelah mendapat jawaban dari dalam.“Kopinya sudah jadi,” kata Danisa pada sang suami. “Hm. Taruh saja,” jawab Daren si
Daren disibukkan dengan setumpuk pekerjaan yang sedang ia tangani. Pembukaan anak cabang baru dan berbagai vendor yang bekerja sama membuatnya semakin bertambah menjadi sangat sibuk. Tiga hari belakangan ini, pria gagah dan tampan itu kembali ke apartemennya saat malam sudah larut. Dan dia tak mendapati sang istri masih terjaga, yang berarti jika Danisa sudah terlelap.Tak jarang saat Daren kembali, pria itu sudah mendapati sang istri tertidur pulas di kamarnya. Bahkan, semalam Danisa yang berniat menunggu suaminya datang itu tertidur di ruang tengah saat menonton televisi. Tak sadar dirinya saat Daren mengangkatnya, karena Danisa yang sudah mendapati dirinya di atas ranjangnya saat pagi sudah mulai menyapa dirinya dan membangunkan Danisa lewat terik mentari yang sudah mulai menampakkan sinarnya. Bagi Danisa, ini adalah pertama kali dirinya bangun kesiangan. Karena biasa dia yang sudah bangun lebih dulu, dan menyiapkan sarapan untuk Daren sebelum pria itu berangkat ke kantornya. D
“Iya.” Daren menjawab panggilan dari dokter sekaligus teman yang menjadi patner yang menangani rencananya bersama Danisa. Sebelumnya, dia memastikan jika sudah berada jarak aman dari sang mama. Dia tak ingin jika sang mama yang selalu ingin tahu urusannya itu akan bertanya. Jadi, mencari aman adalah hal yang sedang dipilihnya dari segala tanya yang akan diberikan oleh sang mama terhadap dirinya.“Darren, apa kau sedang sibuk hari ini?” Tanya Crhisty pada sang teman di ujung sambungan telepon yang sedang dilakukannya itu. “Hm. Aku ada di rumah. Hari ini aku sedang libur, apa ada hal penting yang ingin kau sampaikan padaku?” Tanya Daren langsung, karena memang dia merasa ada hal penting yang ingin Christy sampaikan padanya. Hal yang jarang dilakukan oleh teman wanita Daren lakukan, melakukan panggilan langsung pada dirinya. Terlebih, semua orang yang kenal dengan pria itu tahu. Jika Daren adalah pria yang begitu sulit tersentuh oleh makhluk yang dinamakan wanita.“Ya. Kau benar sek
MIMPI DANISADaren dan Danisa segera menuju ke rumah sakit di aman Dokter Christy melakukan praktek kerjanya. Dengan perasaan yang berdebar, atas rasa penasaran yang terjadi pada diri mereka itu mengiringi setiap menit bagi Daren dan Danisa. Rasa penasaran itu lebih jelas terjadi pada pria yang berada di balik kemudinya. Berbeda dengan Danisa, dia lebih bisa bersabar saat harus mendapati kabar jika sang dokter harus menemui mereka segera. “Daren,” panggil Danisa pada sang suami.“Hm.” “Semalam aku bermimpi. Kalau aku merasa melayang terbang begitu tinggi ke awan.” Danisa mengubah posisi duduknya, untuk lebih bisa menatap suaminya. Wajah Danisa terlalu bersemangat, ketika menatap penuh pada pria yang ada di hadapannya itu.“Apa kau tahu? Selain aku bisa mimpi terbang dengan bisa menatap banyaknya awan putih dari atas, ada sesuatu lagi yang membuatku tak ingin terbangun?”Daren menaikkan sebelah alisnya, saat wanita di sampingnya sudah mulai membuka suara dan cerita ke macam-macam y
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m