Danisa yang mendapati sikap mertuanya seperti itu pun mematung di tempatnya. Dia menjadi ragu untuk melangkah dan sarapan bersama. Dengan memaksakan diri untuk tetap bersikap ramah, Akhirnya dia pun membuka kalimat untuk menyapa mertuanya.“Pagi, Ma. Gimana kabar Mama hari ini? Keadaan Mama juga bagaimana? Apa sudah lebih baik?” tanya wanita yang sedang mengandung tersebut masih berusaha menunjukkan sikap ramahnya kepada Riana yang berubah menjadi Ketus terhadap dirinya.“Sepertinya kau tak buta untuk sekedar melihat bagaimana keadaanku. Tak berbuat basa-basi, Aku tak butuh itu.” Menatap tak suka, saat Riana mengatakan semua itu kepada Danisa, menantu yang biasa dia sayangi dengan sepenuh jiwa.“Ma,” tegur Daren, dia tak ingin mamanya bersikap rajut seperti itu kepada Riana karena akan mempengaruhi batin dan psikis istrinya yang sedang mengandung anak-anaknya.Riana yang mendapati teguran dari Putra kesayangan itu menatap tak suka. Dia pun bangkit dari duduknya masih dengan menatap l
“Anda mau ke mana, Nona?” Tanya seorang pelayan yang sejak tadi memperhatikan Danisa dari jarak jauh karena tidak ingin mengganggu Nona mudanya.Danisa menghentikan langkah, menoleh dan menatap ramah pada pelayan yang selalu siap membantunya sejak tinggal di rumah ini sejak dia tinggal di rumah utama Daren. Danisa pun memberikan senyum manisnya. “Saya mau ke atas,” kata Danisa berterus terang, tidak bilang jika ingin berbincang dengan sang mertua. Melainkann alasan ingin kembali ke lantai dimana kamarnya beradalah sebagai jawaban yang Danisa berikan. Pelayan itu pun mengangguk, setelahnya dia membiarkan Danisa kembali melangkah menuju ke rumah utama. “Pelan-pelan, Nona,” tegur Pelayan memberikan peringatan untuk sang Nona saat mendapati Danisa berjalan dengan langkah yang lumayan cepat. Sontak Danisa menghentikan langkah, dia meringis menunjukkan deretan gigi putihnya. Saat lagi-lagi harus mendapat teguran oleh pelayan yang memang ditugaskan oleh sang suami untuk selalu menging
Tentu saja Daren tidak akan terima jika anak yang ada di dalam kandungan Danisa bukanlah darah dagingnya. Dia tak senang, karena semua proses pun sudah dia lewati bersama sang istri. Tidak ada celah keraguan untuk Daren menukas ujaran yang hendak disampaikan oleh Riana terhadapnya. Karena memang fakta yang terjadi begitu adanya. Riana semakin terluka, Daren yang tidak pernah bicara dengan dirinya menggunakan nada tinggi kali ini sangat berbeda.Pertama kalinya bagi Daren berbicara dengan nada yang sudah naik beberapa oktaf dari sebelum mereka yang berbincang dengan nada rendah. Hal itu berhasil membuat hati seorang ibu yang begitu bangga dengan anak karena selama ini Daren yang selalu memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Yang Riana dapatkan sekarang adalah, Daren yang sudah berubah. Dia berhasil menaikkan nada suara padanya. “Apa kau masih tak mau membuka mata, bahkan semua bukti foto itu sudah sangat jelas. Bukan hanya satu pria yang sedang memeluk pinggang istrimu itu. Ada beb
Setelah berbincang dengan sang mama, Daren memutuskan untuk keluar dari kamar Riana. Tidak mendapat bantahan dari mamanya lagi, membuat Daren menganggap jika mamanya sedang berpikir atas setiap kalimat yang terucap olehnya tentang Danisa. Memberikan waktu, adalah langkah yang ia ambil agar Riana bisa berpikir jauh lebih tenang dengan pikiran yang lebih jernih. Tak ada gunanya memaksa, mungkin dengan cara seperti ini, Riana menjadi tahu jika Danisa memiliki sedikit sisi gelap. Daren berpikir, jika saatnya tiba nanti. Riana tidak akan terlalu menyesali kepergian Danisa dari kehidupan keluarga dan anak-anaknya. “Kau!” Baru saja membuka pintu kamar mamanya, dia sudah dikejutkan dengan kehadiran Danisa yang sedang bersandar dengan kedua mata yang sembab. Danisa yang sedang terhanyut dalam kesedihannya itu pun terkejut dengan kehadiran Daren yang tiba-tiba. Tidak ada suara sama sekali dari dalam, yang berhasil membuat dan bisa tidak menyadari jika pria itu sedang melangkah keluar k
Danisa yang mendengar jawaban dari Daren merasa miris. Dia tersenyum kecut, dan berusaha menyembunyikan senyum palsunya itu dari sang suami. Dia harus tetap menunjukkan jika dia sedang baik-baik saja atas kalimat yang Daren katakan padanya itu. Ingin melambung tinggi, atas perlakuan yang diberikan oleh suaminya ini kepadanya. Tetapi, fakta menunjukkan di depan matanya jika perlakuan yang dilakukan oleh pria yang mengemudi itu semata-mata hanya untuk anak di dalam kandungannya.“Kau harus tahu diri, Danisa. Daren hanya peduli dengan anak anaknya. Bukankah sejak awal kau pun tahu, jika pria di sampingnya mau itu tidak akan pernah tersentuh sedikitpun hatinya oleh siapapun. Termasuk dirimu.”Danisa memejamkan mata, membuang segala perasaan sesak yang tiba-tiba Menghujam berat di dadanya. Berusaha terlihat baik-baik saja, meski rasa yang begitu nyeri dalam hatinya yang kini dia rasakan. Danisa menoleh pada Daren, tersenyum manis menunjukkan jika dia dalam keadaan baik-baik saja. “Maaf,
Entah mengapa Daren suka bersikap Sesuka Hati kepada Danisa. Apa dia tidak berpikir, jika perlakuan yang Daren lakukan barusan sudah berhasil membuat debaran jantungnya semakin tidak baik-baik saja. Pria itu bersikap seolah mereka adalah pasangan yang begitu romantis. Padahal, dalam situasi seperti ini bukanlah waktunya untuk Danisa dan Darren harus memainkan peran menjadi sepasang suami istri yang saling menyayangi.Setelah Daren berbisik hendak menghubungi Leo, asisten pribadinya, pria itu memilih ke luar dari butik tersebut. Tak.jauh dari tempat Danisa memilih tas mewah yang ada di dalam. Karena pergerakan wanitanya itu masih terpantau oleh Daren yang sedang berdiri dengan ponsel di tangannya. “Iya, Pak,” jawab Leo, saat panggilan masuk dari darah itu terhubung.“Kau cari siapa yang mengirim foto-foto lama Danisa dan banyak pria pada mama semalam,” kata Daren pada Leo.Meski pelan, namun yang Deren perintahkan itu terdengar tegas dan tidak ingin terbantah.“Baik, Pak. Akan saya
Daren masih berusaha berpikir positif. Mungkin Danisa sedang melakukan sesuatu di dalam sana dan tidak bisa diganggunya. Makanya, istrinya itu mematikan panggilan telepon yang sedang dilakukan olehnya. Terlebih Darren sendiri yang tahu, Jika pergerakan istrinya sudah tak seindah sebelum wanita itu mengandung. Jadi, Daren berusaha berpikir positif atas panggilan yang dia lakukan tadi terputus sepihak oleh Danisa. Daren memutuskan lagi menunggu sang istri dengan menatap ke sekeliling pusat perbelanjaan yang sangat ramai siang ini. Mengamati ke sekeliling tempat megah itu, sama sekali tidak ada hal yang aneh menurutnya. Selain orang-orang yang sedang menikmati waktu liburnya bersama anggota keluarga dan orang-orang terdekatnya. Pandangan mata Darren berfokus pada sepasang suami istri dan dua anak kecil yang berada di tangannya. Keluarga kecil itu sedang Melangkah dengan begitu bahagia. Tanpa Daren sadari, dia pun sedang membayangkan dirinya sendiri yang akan mengalami hal itu. Mun
Daren keluar dari pusat perbelanjaan dengan perasaan campur aduk. Emosi, marah, dan cemas bercampur menjadi satu.Menghilangnya Danisa sama sekali tidak memberikan sedikitpun jejak yang bisa ia telusuri. Perasaan yang bercampur itu membuat akal sehat dan sulit mencerna situasi yang sedang terjadi padanya saat ini.“Jika dia kabur, sudah seharusnya terlihat dari rekaman CCTV tersebut. Lalu apa motif dia menghilang, apa dia tersinggung dengan perubahan sikap mama?” Tanya pria itu pada dirinya sendiri. Setiba di lobi, dia kembali mengeluarkan benda pipi dari dalam kantong celana yang dikenakannya. Tentu saja, dia menghubungi teman yang tak lain adalah pemilik mall tempatnya dia berada saat ini. “Aku butuh bantuan. Istriku menghilang dari toilet di lantai 2.”Suara tawa dari seberang panggilan itu seolah memberi ledekan kepada Daren. Sejak kapan pria kaku dan tidak pernah peduli kepada siapapun itu, saat ini sedang mencemaskan hilangnya sang istri.“Brengsek, Kau. Aku tidak sedang berca
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m