Setelah melakukan makan malam bersama, Daren merasa ada sesuatu yang aneh dengan kabar yang disampaikan oleh sang Mama kepada mereka. Bukankah semua yang dilakukan oleh Marissa atas persiapan dirinya dan wanita itu sejak menikah itu seperti bukan sesuatu yang kebetulan. Akan tetapi, Daren berusaha menyangkal semua pikiran buruk yang melintas dalam benaknya. Jika dia mengatakan sesuatu tentang pendapatnya. Daren pikir akan membuat sang Mama menjadi khawatir dan dia tidak ingin melakukan hal itu. Membiarkan, adalah jalan yang diambil oleh pria kaku yang begitu sangat menyayangi wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya dengan begitu baik hingga bisa membuat darah seperti ini. Danisa yang melihat Daren yang sedang duduk di sofa dengan iPad di tangannya itu pun mendekati.“Daren,” panggil wanita itu kepada suaminya. Daren yang mendapati wanitanya mendekatinya itu menautkan kedua alisnya.“Kau butuh sesuatu? Atau ingin makan sesuatu, biar aku bikinkan,” kata pria itu. Sikap cuek
Pesta yang direncanakan oleh Riana itu pun 95% sudah siap. Hari ini, Danisa tidak diizinkan untuk berangkat ke kantor Di Hari terakhirnya kerja. Bukan hanya Daren yang melarangnya. Riana pun memberikan larangan keras agar dan bisa tetap berdiam diri di rumah.Riana tidak ingin, jika saat malam tiba Danisa akan merasa lelah. Maka, hari ini dia hanya menghabiskan waktu di dalam rumah sesekali melangkah dekat jendela untuk melihat dekorasi yang sedang disiapkan oleh sang mertua di taman belakang.Wanita itu terlihat sangat antusias menyiapkan semuanya. Dari cara bicara dan pergerakan tangan yang dilakukan oleh Riana dapat Danisa lihat dengan jelas di dalam kamarnya.Ingin rasanya membantu, tetapi dia yakin penolakan lah yang akan didapatkan oleh Danisa jika dia melakukan.Maka, menatap dari kejauhan itu yang dilakukan oleh Danisa saat ini untuk persiapan pesta menyambut tamu-tamu syukuran bayi-bayi yang ada di dalam rahimnya.“Nenekmu sangat bersemangat sekali, Nak.”Jemari lentik wanit
Daren mendadak menjadi panik saat tahu sang mama tak sadarkan diri. Dokter keluarga sudah dalam perjalanan, tetap saja tak mampu membuat pria itu merasa lega. Sudah tiga belas menit berlalu, Riana tak kunjung sadar. Daren bolak balik mengusap telapak tangan mamanya dengan minyak penghangat yang baru saja diberikan oleh seorang pelayan atas permintaan Daren tentunya. “Bagaimana? Mama belum sadar juga?” Tanya Danisa yang baru tiba. Dia tidak bisa banyak bergerak karena terlalu sulit untuk terburu-buru menyusul suaminya yang lebih dulu meninggalkannya.Danisa bersama Leo, harus lebih dulu menenangkan segala pertanyaan yang dilakukan oleh banyaknya tamu yang datang bertanya kepadanya.Danisa memutuskan agar Leo dan Lisa yang menangani pesta di bawah sana. Dia ikut menyusul ke kamar sang mertua dengan bantuan pelayan yang mengiringi langkahnya untuk berhati-hati.Daren menoleh ke arah wanitanya, dia menggeleng pelan sebagai jawaban yang diberikannya. Tak lama Danisa masuk, Leo pun ikut
Bukan hanya Danisa yang bingung dengan sikap yang ditunjukkan oleh Riana itu. Daren pun sama, dia yang sangat tahu jika sama Mama sangat menyayangi istrinya itu pun menjadi bingung.Mengapa sikap Mamanya itu mendadak berubah? Apa ada sesuatu yang terjadi yang tidak dia tahu?Daren cukup pandai membaca situasi Tetapi dia tidak segera ingin terpancing oleh keadaan yang terjadi antara yang mama dan juga istrinya.“Mama kenapa? Danisa sejak tadi juga cemas dengan keadaan Mama,” kata Daren memberitahukan pada sang mama. Riana masih dengan sikapnya. Bahkan wanita itu sama sekali tidak mau menoleh ke arah Danisa yang sedang duduk di ranjang kosong tepat di samping Riana membaringkan diri. Danisa yang mendapati penolakan dari Riana itu tiba-tiba menjadi sedikit. Dia merasakan sesak dalam dadanya, karena mendapati penolakan yang sangat bertolak jauh dari sikap yang biasa Riana tunjukkan kepadanya.“Ma, mama buruh sesuatu? Mama minum dulu ya.” Alih-alih keluar dari situasi yang sama sekali t
Darren sama sekali tidak mendapatkan petunjuk atas segala pertanyaan yang ia berikan pada kepala pelayanan dan beberapa pelayan yang bekerja di Mansion mewahnya tersebut.Mereka hanya menyampaikan jika sejak tamu berdatangan, Riana menyibukkan diri menyapa tamu undangan yang hadir. Sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan akan sebab Riana tak sadarkan diri dan perubahan sikap yang terjadi oleh mamanya tersebut.Daren masih bergeming di depan cermin besar tepat di belakang meja kerjanya, dia menatap lalu lalang pegawai yang membereskan pesta di bawah sana dari kaca jendela tersebut.Aura tenang yang Daren lakukan saat ini, tidak seperti dengan banyaknya tanda tanya yang sedang gaduh di pikirannya. Kepulan asap rokok itu membumbung bersamaan dengan hembusan dari rongga yang melepaskannya keluar.Ya, Dia sedang menerka-nerka kebetulan kebetulan yang terjadi sehingga membuat mamanya berubah. Dirinya pun harus mempersiapkan segala sesuatu yang akan terjadi nantinya. Bia
Danisa merasakan sesuatu yang semakin bertambah berat yang berada di atas perutnya. Dia yang masih senantiasa terpejam itu harus memaksakan diri untuk bangkit dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Meski berat yang ia rasakan, tetap membuat Danisa memaksakan agar kedua kelopak matanya itu terbuka. Saat hendak bangkit, hal yang Danisa dapatkan adalah sebuah lengan kekar yang melingkar tepat di atas perutnya. Danisa segera menoleh, ternyata Daren yang ikut tidur satu ranjang bersamanya. Karena memang selama ini Daren yang tidur di sofa panjang dengan berselimut tebal di sana. Danisa membola tak percaya, mendapati suaminya itu tidur dalam posisi memeluknya. “Astaga!” Danisa menepuk jidadnya, saat menyadari kesalahan dirinya yang tiba-tiba tertidur Saat pria yang masih nyenyak di sampingnya itu mengusap perut gendutnya semalam. Danisa pun menghembuskan nafasnya dengan begitu kasar. “Apa aku yang ketiduran dan si tweeny masih terus menendang di sini kali.” Danisa beral
Danisa yang mendapati sikap mertuanya seperti itu pun mematung di tempatnya. Dia menjadi ragu untuk melangkah dan sarapan bersama. Dengan memaksakan diri untuk tetap bersikap ramah, Akhirnya dia pun membuka kalimat untuk menyapa mertuanya.“Pagi, Ma. Gimana kabar Mama hari ini? Keadaan Mama juga bagaimana? Apa sudah lebih baik?” tanya wanita yang sedang mengandung tersebut masih berusaha menunjukkan sikap ramahnya kepada Riana yang berubah menjadi Ketus terhadap dirinya.“Sepertinya kau tak buta untuk sekedar melihat bagaimana keadaanku. Tak berbuat basa-basi, Aku tak butuh itu.” Menatap tak suka, saat Riana mengatakan semua itu kepada Danisa, menantu yang biasa dia sayangi dengan sepenuh jiwa.“Ma,” tegur Daren, dia tak ingin mamanya bersikap rajut seperti itu kepada Riana karena akan mempengaruhi batin dan psikis istrinya yang sedang mengandung anak-anaknya.Riana yang mendapati teguran dari Putra kesayangan itu menatap tak suka. Dia pun bangkit dari duduknya masih dengan menatap l
“Anda mau ke mana, Nona?” Tanya seorang pelayan yang sejak tadi memperhatikan Danisa dari jarak jauh karena tidak ingin mengganggu Nona mudanya.Danisa menghentikan langkah, menoleh dan menatap ramah pada pelayan yang selalu siap membantunya sejak tinggal di rumah ini sejak dia tinggal di rumah utama Daren. Danisa pun memberikan senyum manisnya. “Saya mau ke atas,” kata Danisa berterus terang, tidak bilang jika ingin berbincang dengan sang mertua. Melainkann alasan ingin kembali ke lantai dimana kamarnya beradalah sebagai jawaban yang Danisa berikan. Pelayan itu pun mengangguk, setelahnya dia membiarkan Danisa kembali melangkah menuju ke rumah utama. “Pelan-pelan, Nona,” tegur Pelayan memberikan peringatan untuk sang Nona saat mendapati Danisa berjalan dengan langkah yang lumayan cepat. Sontak Danisa menghentikan langkah, dia meringis menunjukkan deretan gigi putihnya. Saat lagi-lagi harus mendapat teguran oleh pelayan yang memang ditugaskan oleh sang suami untuk selalu menging