Share

04. Kamu?

Author: Assifaniaa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Guntur: Aku udah ada di depan rumah. Kamu cepetan keluar! 

Rambut acak-acakan, aroma napas tidak sedap, wajah pun kusam karena belum terkena air. Erisca cepat-cepat berlari memburu balkon kamar, menilik Guntur yang tampak santai berdiam di depan gerbang. 

Erisca: Bapak jangan diem di situ, nanti orang tua saya marah. 

Terkirim! 

Guntur tersenyum kecil membaca pesan balasan dari Erisca. Ia sebenarnya tidak terlalu takut, sih, pada orang tua gadis itu. Hanya saja ia menghargai sekaligus melindungi Erisca agar tidak diamuk. 

Guntur: Oke, aku sembunyi. Tapi kamu cepetan ke bawah, ya! Aku udah gak sabar, nih. He he.

Erisca membuang napas lega ketika Guntur berjalan ke balik pohon. Gadis itu pun segera membersihkan tubuh lantas memilih pakaian seadanya. Setelah dirasa cukup, Erisca buru-buru keluar rumah. 

Selagi memakai sepatu, Sarah menghampiri sang anak karena penasaran tingkat dewa. "Kamu mau ke mana? Ini 'kan hari Minggu, ngapain keluar rumah segala?" 

Duh ... mati sudah Erisca jika Sarah mengetahui ada Guntur di balik pohon. Alasan apa lagi yang mesti Erisca layangkan demi menyelamatkan diri? Sarah ini memang orang tua yang sangat teliti, ia selalu tahu kalau Erisca akan pergi. 

"Em ... mau main, Ma. Lagian apa salahnya kalau aku keluar rumah di hari Minggu?" Sebisa mungkin Erisca menetralkan raut wajah agar Sarah tidak curiga. 

"Enggak salah, sih. Tapi mama cuma takut kamu kecapekan, Ris. Soalnya seminggu full kamu enggak pernah istirahat sama sekali." Sarah terus saja mencari cara untuk menghalangi jalan Erisca. Ia tidak ikhlas jika anaknya kenapa-kenapa nanti. 

"Tapi aku juga butuh refreshing, Ma. Ayolah, aku ini udah dewasa. Mama enggak usah berlebihan gitu, dong, khawatirnya." Erisca mengerucutkan bibir bawah. Ia merengek-rengek –berharap Sarah akan luluh dan mau mengijinkan. 

"Mau apa pun alasan kamu, mama tetep gak akan kasih ijin!" Di luar dugaan, Sarah malah berkacak pinggang. Ia bahkan menarik pelan tangan Erisca menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah. Terpaksa gadis itu mengikuti saja keinginan sang mama. "Duduk di sini! Mama mau ngomong," perintah Sarah, terkesan menekan. 

Mau tidak mau Erisca menurut. Sementara itu Sarah malah membaui udara di dalam ruangan. Satu detik berikutnya wanita itu melotot setelah mengingat sesuatu. "Ya ampun! Mama 'kan tadi lagi goreng ayam. Duh ... pasti udah gosong, tuh." Sarah pun berlari kencang menuju dapur, membiarkan Erisca lolos dari jeruji tak kasat mata. 

"Yes!" pekik gadis itu kegirangan. 

Dia lantas mengambil langkah seribu, keluar gerbang lalu menutupnya dengan sangat pelan. Guntur sepertinya sudah bosan karena terlalu lama menunggu Erisca. Pria itu sedang berjongkok sembari mencabuti rerumputan liar di bawah pohon rindang. 

"Pak?!" Erisca menepuk pundak lebar milik Guntur. Pria itu agak terkejut lantas meraih tangan Erisca. 

"Kenapa lama banget?" tanya Guntur, ingin tahu. 

"He he. Maaf-maaf, tadi saya dicegat sama mama, jadi agak lama, deh." Erisca menjawab sedikit kaku. Dia malu karena sudah telat padahal ini pertama kalinya mereka jalan. 

"Iya, enggak apa-apa, kok. Aku justru takut kalau kamu dimarahi." Guntur menepuk-nepuk celana bagian belakangnya karena kotor mengenai tanah. 

"Untungnya saya bisa kabur, Pak. Kalau enggak mungkin saya udah kena marah," jelas Erisca, tersenyum kecil mengingat kejadian bersama mamanya tadi. 

"Jadi kamu kabur? Terus kalau ketahuan jalan bareng aku gimana?" Guntur cemas sendiri, sedangkan yang bersangkutan hanya nyengir saja bagai tak berdosa. 

"Santai aja kali, Pak. Saya udah biasa dimarahi sama mereka." 

"Oke, kalau kayak gitu. Sekarang kita pergi ke pusat kota, ya? Di sana rame setiap Minggu." Guntur menggiring Erisca menuju mobil. Memasangkan sabuk pengaman lantas menyalakan mesin. Mereka pun pergi meninggalkan kawasan komplek. 

***

Sudah tujuh kali Fendi menelpon Erisca, tetapi gadis itu tak kunjung menerimanya. Dia hanya ingin kedamaian satu hari saja. Rasanya terlalu bosan mendengar perintah ini-itu dari orang tua. Dengan begitu buka berarti dia tidak menghargai mereka. 

"Kenapa enggak dijawab aja? Barangkali penting," imbuh Guntur, sesekali memasukan es krim ke dalam mulut Erisca. 

"Oh, ini cuma papa. Biasalah, palingan juga suruh saya buat pulang." Bahu Erisca merosot lesu. Entah mengapa setelah kedua orang tua mencampuri hari-hari, dia jadi bosan sendiri. 

"Udah, dong, jangan cemberut terus, nanti cantiknya luntur lagi. Sini-sini, tiduran di pundak aku, siapa tahu capeknya hilang." Guntur meraih pelan kepala Erisca. Ia mendekap cewek itu cukup erat, hingga sesak. 

"Ih, saya jadi enggak bisa napas, Pak." Erisca meronta. Meski enggan melepaskan, akhirnya Guntur memilih mengalah karena takut sang kekasih jadi tambah marah. 

"Iya-iya, aku lepasin, kok." Guntur terkekeh, senang saja bisa berdekatan dengan Erisca. "Eh, omong-omong kamu jangan panggil aku 'bapak', dong. Status kita 'kan udah beda, bukan atasan sama karyawan lagi," protes Guntur, mengingat sedari tadi Erisca memanggilnya dengan sebutan yang kurang enak didengar. 

"Terus panggil apa? Saya bingung soalnya." 

"Panggil aku-kamu aja, supaya gampang diucap," usul Guntur, sesekali merapikan rambut Erisca yang tersapu angin sore. 

"Em ... oke. Tapi saya, eh, aku 'kan kerja di kafe, otomatis aku masih jadi karyawan bapak, dong. Eh, maksudnya kamu, he he he." Jujur, Erisca agak canggung memanggil Guntur dengan sebutan 'kamu'. Rasanya sangat tidak sopan mengingat perbedaan usia yang cukup jauh. 

"Tapi meskipun begitu, aku enggak pernah anggap kamu sebagai karyawan."

"Lho, kok, gitu?" 

"Iya lah, karena kamu 'kan calon makmum aku. Hi hi hi." Guntur nyengir kuda, sementara itu wajah Erisca memanas karena bawa perasaan. 

"Mukanya merah, tuh. Pasti melting." Tangan Guntur dengan nakalnya mencolek-colek dagu Erisca. Sengaja menggoda gadis itu agar semakin lucu. 

"Enggak, ish! Apaan, sih!" Alih-alih menanggapi lebih dalam, Erisca malah menepis tangan Guntur agak kasar. Walau jantungnya berdetak gila tiada terkira. Karena gengsi, dia menyembunyikan rasa senang dalam hatinya.

"Lha, digodain pacar sendiri malah buang muka." Guntur kecewa, tetapi sebenarnya ia tahu jika Erisca sedang salah tingkah. "Kalau gitu aku beliin permen kapas aja, ya? Kamu tunggu di sini, aku ke sana dulu sebentar." Tanpa menunggu persetujuan dari Erisca, Guntur berjalan cepat menuju penjual yang ia maksud.

"Pak, jangan lama-lama!" teriak Erisca, entah terdengar atau tidak. Cewek itu kembali diam karena tidak ada sasaran yang bisa membuatnya ceria. 

"Di sini lumayan rame. Apa aku keliling-keliling dulu aja kali, ya? Sambil tungguin pak Guntur." Cewek itu mengangguk mantap. 

Dia melangkah mengitari jalanan khusus bertekstur kasar. Ada banyak orang –khususnya ibu-ibu dan bapak-bapak paruh baya– yang asik berjalan kecil tanpa alas kaki alias sandal. Mereka sengaja melakukan hal demikian untuk menyehatkan tubuh, terlebih lagi di usia tua manusia memang sudah rentan terserang penyakit. 

Karena penasaran bagaimana rasanya, Erisca membuka sepatu lalu berjalan di atas aspal kasar. Telapak kakinya agak sakit dan panas, tetapi itu cukup baik untuk kesehatan. 

"Wah ... pantesan orang-orang pada betah lama-lama di sini, ternyata suasananya emang enak banget. Tau kayak gini dari dulu aja aku sering-sering main ke pusat kota." Erisca bermonolog sendiri. Saking asiknya, dia sampai tidak fokus jika jalanan semakin sepi karena dia hampir mencapai ujungnya. 

"Eh, ini udah jauh banget, deh, kayaknya." Erisca jadi panik sendiri. Dia pun memakai sepatu lantas balik badan hendak kembali ke keramaian, tetapi dia malah menabrak dada seseorang hingga mundur beberapa langkah. "Duh, maaf-maaf, aku enggak sengaja." 

"Iya, enggak masalah, kok." Objek yang bersangkutan membalas ramah. Perlahan ia membuka topi hitam yang menutupi sebagian wajahnya hingga terlihat sempurna. 

Untuk beberapa saat Erisca hanya diam saja sembari menatapi seseorang di depan wajah. Hingga akhirnya dia tersadar lantas terkejut setengah mati ketika mengingat jika orang itu adalah masa lalunya dulu. 

Related chapters

  • Benang-benang Cinta   05. Makan Malam Romantis

    Lagi-lagi Guntur sudah ada di depan gerbang. Sepertinya tidak butuh satu atau dua teguran untuk menyadarkan pria itu, mungkin setiap detik Erisca harus memberitahu jika orang tuanya tukang ngatur. Erisca hanya tidak ingin Guntur terkena imbas gara-gara dirinya."Ih, bapak, udah berapa kali aku bilang jangan diem di depan rumah! Kalau ada papa atau mama buka gerbang terus lihat cowok di sini, bisa-bisa aku enggak dibolehin lagi buat kerja." Wajah Erisca merah padam, dia kesal lantaran Guntur tidak mau nurut."Aku enggak masalah ketemu orang tua kamu sekarang. Justru itu suatu hal yang bagus. Aku bisa minta restu sama mereka buat deketin kamu. Beres, 'kan?" Guntur berkata enteng, padahal ia sadar jika saat ini gadisnya sedang marah."Beres bapak bilang? Segampang itu kah minta restu? Bapak enggak tahu aja kalau orang tua aku keras kepala." Erisca melipat kedua tangan di depan dada. Menatap lurus ke arah yang bersangkutan."Iya-iya, a

  • Benang-benang Cinta   06. Perhatian Penuh

    "Kamu udah sarapan, 'kan?" Guntur bertanya sembari fokus menyetir mobil.Cewek di sampingnya menoleh lantas tersenyum manis, "Udah, dong. Aku mana mungkin pergi kerja tanpa sarapan? Bisa kena omel orang tua kalau sampai enggak makan pagi.""Bagus-bagus. Orang tua kamu memang patut diacungi jempol. Mereka paling bisa bikin kamu nurut." Dengan lihai Guntur memutar setir, berbelok arah menuju kafe."Diacungi jempol? Mana ada! Aku juga nurut karena terpaksa." Erisca memalingkan wajah. Dia pikir Guntur belum paham bagaimana perasaannya ketika berhadapan dengan Fendi dan Sarah."Mau gimana pun, mereka tetap orang tua yang harus kamu hormati. Jangan pernah buat hati mereka sakit gara-gara kelakuan sendiri." Guntur menasihati sang kekasih agar tidak terlalu kesal pada orang tuanya."Aku selalu hormati mereka, tapi mereka aja yang enggak pernah mau ngerti perasaan anaknya. Udah tau aku terkekang. Segala pergerakan serasa dibatasi ban

  • Benang-benang Cinta   07. Nekat Terobos Pagar

    Kesehatan adalah sesuatu paling berharga setelah usia yang panjang. Dengan tubuh bugar kita dapat melakukan apa-apa tanpa merepotkan orang lain. Bukan seperti sekarang, terbaring lemas di atas kasur ditemani detik-detik jarum jam. Erisca pegal, ingin bergerak lebih, tetapi sulit sekali.Mestinya hari ini dia masuk kerja. Namun, karena kondisi tubuh yang amat rusak, Guntur tidak mengijinkan Erisca melakukan hal-hal berat. Pria itu menyuruh Erisca untuk tetap diam dan istirahat secukupnya."Eh, aduh! Badan aku sakit banget."Pergerakkan terbatasi. Erisca pegal jika harus terus begini. Dia hanya ingin pindah posisi, tetapi bergerak sedikit pun terasa menjadi beban.Kemarin malam Erisca meminta pulang dari rumah sakit karena orang tuanya terus meneror. Guntur bukan pria bodoh, ia tidak ingin Erisca tambah parah karena kurang perhatian medis. Namun, tatapan memelas cewek itu meruntuhkan pertahanan hatinya. Mau tidak mau Guntur pun menuruti sa

  • Benang-benang Cinta   08. Nekat Terobos Pagar (b)

    Keringat dingin bercucuran di kening. Jangan lupakan sang jantung yang sibuk berdetak kencang di dalam sana. Bukan takut dipukul atau dikasari, Guntur tidak ingin Erisca semakin dikekang oleh orang tuanya, dan otomatis mereka jadi sulit untuk bertemu. Kalau benar semua itu terjadi, Guntur tidak bisa membayangkan nasib nyawanya. Mungkin ia sudah mati karena tak sanggup kehilangan kekasih. Untung di balkon Erisca ada tembok yang cukup untuk menghalangi tubuh kekarnya. Jikalau tidak ada tempat persembunyian, mungkin saat ini Sarah sudah marah-marah. "Kamu lagi ngapain di sini? Badan masih lemes juga." Sarah mengomeli. Ia menatap sekeliling karena tidak enak perasaan. "Lah, ini makanan dari mana?" Mata Sarah membulat, menatap Erisca penuh pertanyaan. "Em ... aku kira mama enggak masak. Karena udah lapar banget, aku pesan makanan lewat aplikasi online aja, deh. Nah ... aku, tuh, cuma bosen diem di kamar terus, jadi lebih enak lagi makan d

  • Benang-benang Cinta   09. Laki-laki di Pemakaman

    "Aku udah sehat! Nih, lihat, badan aku juga enggak sakit lagi meski banyak gerak." Erisca melompat dari kasur, menggoyang-goyangkan tubuh ke sana-kemari guna meyakinkan Sarah.Hari ini Sarah hendak pergi berziarah ke makam mendiang sang ibu. Fendi yang mengantarkan menggunakan mobil karena letak pemakaman itu lumayan jauh dari kawasan komplek. Jika Erisca ikut, Sarah khawatir gadis itu akan lebih sakit lagi."Enggak, Erisca! Mama takut kamu makin parah. Lebih baik kamu istirahat aja di rumah supaya pulih total. Nanti kita ziarah bareng-bareng kalau kamu udah bener-bener sembuh." Sarah memutar kenop pintu, ingin pergi dari sana, tetapi Erisca malah menahannya."Aku mohon, Ma .... Lagian udah lama juga aku enggak datang ke makam nenek. Masa mama larang anaknya buat ziarah, sih? Itu sama aja dosa, lho, Ma." Erisca menakut-nakuti. Sarah menghela napas pelan, mengangguk samar meski sebenarnya enggan menyetujui."Yeay! Makasih, Ma. Aku s

  • Benang-benang Cinta   10. Dia Milik Saya!

    Hari ini Erisca mulai bekerja karena keadaan tubuhnya telah membaik. Fendi sempat mengantarkan sang anak sampai masuk kafe, tetapi ia langsung pergi ke kantor karena ada pertemuan dengan klien. Erisca sedang berdiri di depan meja kasir –mengelap seluruh bagiannya agar kinclong dan enak dilihat pengunjung.Suasana di sini sangat nyaman apalagi di pagi-pagi buta. Embun-embun kecil masih menempel pada jendela, dipadukan dengan semburan sinar matahari, membuat mata termanjakan. Erisca rindu membersihkan tumpukkan piring-piring kotor, meski itu adalah perkejaan melelahkan bagi setiap orang.Di rumah, dia hanya akan diam saja tanpa melakukan apa-apa. Sarah selalu tidak setuju membiarkan Erisca bergerak ke sana-kemari. Apalagi jika harus membersihkan seluruh ruangan, cuci piring atau lain sebagainya. Karena rumah mereka juga jarang terjamah orang luar terutama anak kecil, jadi kotoran tidak terlalu menumpuk seperti kebanyakan.Mungkin salah satu

  • Benang-benang Cinta   11. Terbangun di Kamar Guntur?

    Erisca menghempas tangan Guntur agak kasar. Dia tidak suka jika Guntur berlebihan seperti tadi. Pandangan orang lain terhadap Erisca dan Guntur itu beda. Mereka hanya akan menggunjingkan Erisca dengan cara yang tidak pantas, sedangkan Guntur malah sebaliknya.Orang berpendidikan tinggi memang selalu dihargai. Kekayaan dan juga ketampanan membuat atensi besar terhadapnya.Tidak seperti Erisca, karyawan kafe lulusan SMA. Memang bukan salah siapa-siapa, sih. Lagipula dia sendiri yang enggan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Padahal orang tuanya telah mempersiapkan banyak hal untuk sang anak, termasuk masalah sekolah. Namun, bagai kuda yang sudah tidak ingin melaju, sangat sulit diatur sekali pun dicambuk rotan.Kalau dipaksa terus yang ada bisa ngamuk."Jangan-jangan kamu emang suka digoda sama laki-laki lain?" Guntur mendesis. Tatapan matanya menyorot penuh ke arah Erisca.Jujur saja, Erisca gemetaran dipandang

  • Benang-benang Cinta   12. Sarapan Sederhana, tetapi Istimewa

    "Kamu mau ke mana?" Guntur spontan membuka mata ketika merasakan gerakkan pada kasur. Ia menatap Erisca sedikit buram, sesekali mengusap.Gadis itu sedang melotot ke arah Guntur, merasa tidak percaya jika semalaman mereka tidur satu ranjang. Jika saja malam tadi Erisca tidak mengantuk, mungkin saat ini dia masih ada di kamarnya sendiri. Lalu ... apa Guntur sudah melakukan ...Mata Erisca semakin membulat. Dia meraba-raba seluruh tubuh, mulai dari atas hingga ke bawah. Ternyata pakaiannya masih sempurna menutupi diri. Tapi bisa saja Guntur kembali memasangkan kain itu setelah berbuat hal aneh-aneh?Erisca segera menyingkirkan selimut yang masih menutupi bagian kaki. Dia berjalan mondar-mandir, atau sesekali melompat-lompat di tempat. Barangkali ada rasa sakit pada bagian tertentu. Namun, sepertinya tidak. Dia malah lancar-lancar saja bergerak ke sana-kemari."Kamu lagi ngapain, Ris? Kok aneh gitu?" Guntur bangun, mengucek mata dengan ramb

Latest chapter

  • Benang-benang Cinta   15. Kenyataan Mencengangkan (b)

    Langit menggelap, waktu semakin larut saja. Erisca membuang napas hingga embun-embun dari dalam mulutnya menempel pada jendela kaca. Ini sudah malam, dan Erisca berhasil menghindari Gema, tetapi dia malah mendapat masalah baru.Setengah hari ini Erisca tidak mengindahkan kehadiran Guntur. Terakhir kali mengobrol ketika istirahat dan duduk-duduk di kursi kafe, setelahnya Erisca mengabaikan. Tentu saja Guntur bingung, jika bertanya pun Erisca hanya menjawab, "Enggak apa-apa.""Tapi kamu tiba-tiba aneh, Ris. Apa aku ada salah? Atau kamu tersinggung lagi sama karyawan di sini?" Guntur diam di belakang Erisca, menatap wajah sang kekasih melalui pantulan kaca.Lagi-lagi Erisca menggeleng lemah. Dia belum siap bertanya tentang masa lalu Guntur. Selain karena tidak ada hak, dia juga takut salah dan berakhir menuduh. Erisca masih yakin jika Susi hanya ingin membuat hubungan mereka kandas. Jadi, Erisca mesti hati-hati."Kelakuan kamu ini bik

  • Benang-benang Cinta   14. Kenyataan Mencengangkan! (a)

    "Ada apa, ya, Kak?" Seorang karyawan cewek mendekat, tersenyum-senyum tidak jelas begitu menatap wajah Gema."Enggak apa-apa. Cuma kaget aja sama mainan bentuk kecoa di lemari itu, kirain beneran. Lain kali kalau mau simpan pajangan, yang agak enak dilihat bisa, 'kan?" Gema memberi saran, tetapi terkesan memerintah."Oh, i-iya." Karyawan itu mengangguk.Gema pun pergi ke belakang. Entah mau ke mana? Mungkin ke toilet? Erisca tidak terlalu mengindahkan, yang penting dia tidak ketahuan oleh Gema. Bisa-bisa Erisca tidak dapat berkutik ketika cowok itu mengetahui keberadaannya.Sebelum Gema kembali, Erisca buru-buru menjauh dari sana. Dia berjalan tak tentu arah, melihat bangku yang sempat ditempati Guntur, tetapi pria itu sudah tidak ada. Mumpung masih jam istirahat, Erisca keluar kafe saja, mencari tempat ternyaman yang dapat menyembunyikan seluruh tubuhnya.Erisca memilih terdiam di dalam warung bakso sebelah kafe

  • Benang-benang Cinta   13. Mantan Datang ke Kafe?!

    Hari ini Erisca datang terlambat karena Guntur sengaja berlama-lama mengurungnya di apartemen. Alhasil, banyak pasang mata yang menyorot sinis ke arahnya. Erisca berusaha abai, tidak ingin mempermasalahkan hal yang kurang bermanfaat.Pikiran Erisca saat ini hanya tertuju pada tas yang tertinggal semalaman. Dia berjalan cepat ke arah ruangan khusus yang sempat dipakai untuk tidur oleh Guntur. Syukurlah tasnya masih ada di sana."Barang-barang aku gimana, ya?" Karena ragu, Erisca mengeluarkan seluruh isi dari dalam tas, mengusap dada lega karena tidak ada yang hilang."Hey, Ris, kamu lagi ngapain?" Key datang dari luar, menepuk pundak Erisca hingga cewek itu menoleh."Enggak lagi ngapa-ngapain, kok, cuma cek tas yang ketinggalan aja," balas Erisca, tersenyum manis."Tas kamu ketinggalan? Tapi isinya aman, 'kan?" Key bertanya panik, seolah mengkhawatirkan barang-barang berharga milik Erisca."Alhamdulillah am

  • Benang-benang Cinta   12. Sarapan Sederhana, tetapi Istimewa

    "Kamu mau ke mana?" Guntur spontan membuka mata ketika merasakan gerakkan pada kasur. Ia menatap Erisca sedikit buram, sesekali mengusap.Gadis itu sedang melotot ke arah Guntur, merasa tidak percaya jika semalaman mereka tidur satu ranjang. Jika saja malam tadi Erisca tidak mengantuk, mungkin saat ini dia masih ada di kamarnya sendiri. Lalu ... apa Guntur sudah melakukan ...Mata Erisca semakin membulat. Dia meraba-raba seluruh tubuh, mulai dari atas hingga ke bawah. Ternyata pakaiannya masih sempurna menutupi diri. Tapi bisa saja Guntur kembali memasangkan kain itu setelah berbuat hal aneh-aneh?Erisca segera menyingkirkan selimut yang masih menutupi bagian kaki. Dia berjalan mondar-mandir, atau sesekali melompat-lompat di tempat. Barangkali ada rasa sakit pada bagian tertentu. Namun, sepertinya tidak. Dia malah lancar-lancar saja bergerak ke sana-kemari."Kamu lagi ngapain, Ris? Kok aneh gitu?" Guntur bangun, mengucek mata dengan ramb

  • Benang-benang Cinta   11. Terbangun di Kamar Guntur?

    Erisca menghempas tangan Guntur agak kasar. Dia tidak suka jika Guntur berlebihan seperti tadi. Pandangan orang lain terhadap Erisca dan Guntur itu beda. Mereka hanya akan menggunjingkan Erisca dengan cara yang tidak pantas, sedangkan Guntur malah sebaliknya.Orang berpendidikan tinggi memang selalu dihargai. Kekayaan dan juga ketampanan membuat atensi besar terhadapnya.Tidak seperti Erisca, karyawan kafe lulusan SMA. Memang bukan salah siapa-siapa, sih. Lagipula dia sendiri yang enggan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Padahal orang tuanya telah mempersiapkan banyak hal untuk sang anak, termasuk masalah sekolah. Namun, bagai kuda yang sudah tidak ingin melaju, sangat sulit diatur sekali pun dicambuk rotan.Kalau dipaksa terus yang ada bisa ngamuk."Jangan-jangan kamu emang suka digoda sama laki-laki lain?" Guntur mendesis. Tatapan matanya menyorot penuh ke arah Erisca.Jujur saja, Erisca gemetaran dipandang

  • Benang-benang Cinta   10. Dia Milik Saya!

    Hari ini Erisca mulai bekerja karena keadaan tubuhnya telah membaik. Fendi sempat mengantarkan sang anak sampai masuk kafe, tetapi ia langsung pergi ke kantor karena ada pertemuan dengan klien. Erisca sedang berdiri di depan meja kasir –mengelap seluruh bagiannya agar kinclong dan enak dilihat pengunjung.Suasana di sini sangat nyaman apalagi di pagi-pagi buta. Embun-embun kecil masih menempel pada jendela, dipadukan dengan semburan sinar matahari, membuat mata termanjakan. Erisca rindu membersihkan tumpukkan piring-piring kotor, meski itu adalah perkejaan melelahkan bagi setiap orang.Di rumah, dia hanya akan diam saja tanpa melakukan apa-apa. Sarah selalu tidak setuju membiarkan Erisca bergerak ke sana-kemari. Apalagi jika harus membersihkan seluruh ruangan, cuci piring atau lain sebagainya. Karena rumah mereka juga jarang terjamah orang luar terutama anak kecil, jadi kotoran tidak terlalu menumpuk seperti kebanyakan.Mungkin salah satu

  • Benang-benang Cinta   09. Laki-laki di Pemakaman

    "Aku udah sehat! Nih, lihat, badan aku juga enggak sakit lagi meski banyak gerak." Erisca melompat dari kasur, menggoyang-goyangkan tubuh ke sana-kemari guna meyakinkan Sarah.Hari ini Sarah hendak pergi berziarah ke makam mendiang sang ibu. Fendi yang mengantarkan menggunakan mobil karena letak pemakaman itu lumayan jauh dari kawasan komplek. Jika Erisca ikut, Sarah khawatir gadis itu akan lebih sakit lagi."Enggak, Erisca! Mama takut kamu makin parah. Lebih baik kamu istirahat aja di rumah supaya pulih total. Nanti kita ziarah bareng-bareng kalau kamu udah bener-bener sembuh." Sarah memutar kenop pintu, ingin pergi dari sana, tetapi Erisca malah menahannya."Aku mohon, Ma .... Lagian udah lama juga aku enggak datang ke makam nenek. Masa mama larang anaknya buat ziarah, sih? Itu sama aja dosa, lho, Ma." Erisca menakut-nakuti. Sarah menghela napas pelan, mengangguk samar meski sebenarnya enggan menyetujui."Yeay! Makasih, Ma. Aku s

  • Benang-benang Cinta   08. Nekat Terobos Pagar (b)

    Keringat dingin bercucuran di kening. Jangan lupakan sang jantung yang sibuk berdetak kencang di dalam sana. Bukan takut dipukul atau dikasari, Guntur tidak ingin Erisca semakin dikekang oleh orang tuanya, dan otomatis mereka jadi sulit untuk bertemu. Kalau benar semua itu terjadi, Guntur tidak bisa membayangkan nasib nyawanya. Mungkin ia sudah mati karena tak sanggup kehilangan kekasih. Untung di balkon Erisca ada tembok yang cukup untuk menghalangi tubuh kekarnya. Jikalau tidak ada tempat persembunyian, mungkin saat ini Sarah sudah marah-marah. "Kamu lagi ngapain di sini? Badan masih lemes juga." Sarah mengomeli. Ia menatap sekeliling karena tidak enak perasaan. "Lah, ini makanan dari mana?" Mata Sarah membulat, menatap Erisca penuh pertanyaan. "Em ... aku kira mama enggak masak. Karena udah lapar banget, aku pesan makanan lewat aplikasi online aja, deh. Nah ... aku, tuh, cuma bosen diem di kamar terus, jadi lebih enak lagi makan d

  • Benang-benang Cinta   07. Nekat Terobos Pagar

    Kesehatan adalah sesuatu paling berharga setelah usia yang panjang. Dengan tubuh bugar kita dapat melakukan apa-apa tanpa merepotkan orang lain. Bukan seperti sekarang, terbaring lemas di atas kasur ditemani detik-detik jarum jam. Erisca pegal, ingin bergerak lebih, tetapi sulit sekali.Mestinya hari ini dia masuk kerja. Namun, karena kondisi tubuh yang amat rusak, Guntur tidak mengijinkan Erisca melakukan hal-hal berat. Pria itu menyuruh Erisca untuk tetap diam dan istirahat secukupnya."Eh, aduh! Badan aku sakit banget."Pergerakkan terbatasi. Erisca pegal jika harus terus begini. Dia hanya ingin pindah posisi, tetapi bergerak sedikit pun terasa menjadi beban.Kemarin malam Erisca meminta pulang dari rumah sakit karena orang tuanya terus meneror. Guntur bukan pria bodoh, ia tidak ingin Erisca tambah parah karena kurang perhatian medis. Namun, tatapan memelas cewek itu meruntuhkan pertahanan hatinya. Mau tidak mau Guntur pun menuruti sa

DMCA.com Protection Status