Dua orang remaja berbeda jenis kelamin sedang berlarian di gang-gang sempit perumahan sekitar taman kota. Mereka memutuskan untuk bersembunyi di belakang bak sampah ujung jalan perumahan tersebut. Suara napas mereka saling bersahut tak beraturan, keringat juga mulai membanjiri tubuh masing-masing.
“Apakah mereka masih mengejar kita?” tanya remaja perempuan dengan sedikit berbisik dan napas terengah-engah.
“Kurasa tidak, aku akan melihatnya sebentar.” Remaja laki-laki bergerak sedikit mendekati ujung bak sampah.
“Aman, ayo kita keluar.” Remaja laki-laki itu menggamit lengan remaja perempuan.
Mereka keluar dari persembunyian dan kembali berjalan ke jalan raya dengan melewati jalan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka bersyukur orang-orang yang mengejar tadi tidak berhasil menemukan mereka berdua, sehingga rahasia besar mereka masih aman terjaga. Kedua remaja itu sudah bisa berjalan dengan santai karena suasana sekitar cukup sepi.
“Bukankah tadi Riko dan Denish, teman sekelasmu?” tanya remaja perempuan.
“Ya, mereka adalah Riko dan Denish. Aku harap mereka tidak mengenali kita.” Remaja laki-laki itu mengalihkan atensinya pada remaja perempuan.
“Aku harap juga begitu, sehingga rahasia tentang hubungan kita masih aman. Aku tidak bisa membayangkan dua siswa teladan seperti kita ketahuan melanggar peraturan sekolah.” Remaja perempuan itu menghela napas.
“Kita berpisah di sini, ya? Hati-hati di jalan.” Remaja laki-laki itu mengusap pucuk kepala remaja perempuan yang sedang menunggu ojek online.
“Hm … kamu juga hati-hati,” balas sang remaja perempuan.
Remaja perempuan itu adalah Daisy Elgranada Elm yang biasa disapa Nada, gadis yang periang, energik dan ekspresif. Nada juga seorang anak yang cerdas, terbukti saat masih duduk di sekolah dasar ia tak pernah meninggalkan peringkat teratas dan sering mengikuti berbagai ajang perlombaan sains.
Nada sedang menjalin hubungan tersembunyi dengan teman lelakinya yaitu Rigel Seville Algieba, seorang lelaki yang pendiam dan cenderung tertutup. Namun, sejak menjalin hubungan dengan Nada, ia berubah menjadi pria yang hangat terutama saat bersama Nada.
***
“NADA!” panggil seorang lelaki yang tengah berlari di tengah lorong sekolah.
Lelaki itu masih mencoba menetralkan napasnya. ”Ini daftar siswa-siswi yang akan mengikuti seleksi perlombaan cerdas cermat pekan depan. Semua sudah lengkap, mulai dari anak kelas tujuh sampai kelas delapan,” ucap lelaki itu.
“Oke, Revan. Terima kasih, data ini akan segera kuserahkan kepada miss Sintya.”
“Oh ya, Rigel menunggumu di ruang olympic club untuk membahas acara seleksi peserta cerdas cermat ini.”
“Baiklah! Aku akan pergi ke sana sekarang.” Revan mengangguk mendengar jawaban Nada.
Nada bersekolah di Cordova Junior High School yang sangat terkenal akan prestasi gemilang siswa-siswinya. Saat ini, ia menjabat sebagai wakil ketua umum olympic club dari angkatan ke-13. Olympic Club adalah sebuah organisasi yang berisi anak-anak unggulan serta bertanggung jawab untuk membantu mengembangkan bakat seluruh siswa-siswi Cordova Junior High School.
Sesampainya di ruang olympic club, Nada membuka pintu ruangan. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah seorang lelaki yang sedang tersenyum manis ke arahnya. Nada membalas senyuman lelaki tersebut, kemudian menutup pintu.
“Rigel, ada apa denganmu? Berhentilah tersenyum seperti itu!” Nada menatap jengah ke arah Rigel yang masih tersenyum.
“Aku merindukanmu.”
“Kita baru bertemu kemarin sore, jika kau lupa.”
“Itu sudah kemarin. Hariku tak akan lengkap jika belum bertemu denganmu,” ucap Rigel yang masih mengumbar senyum. “Tunggu! Apa kau tak merindukanku? Apakah aku hanya merindu seorang diri?” Senyumnya memudar kemudian ia mengerucutkan bibirnya.
“Astaga! Kemana perginya Rigel yang pendiam dan sok keren itu?” Nada memijat pelipisnya.
“Ke hatimu,” ucap Rigel sambil tertawa. Nada ikut tertawa melihat Rigel yang sepertinya geli dengan ucapannya sendiri.
Nada masih menatap Rigel yang sedang tertawa, ia teringat bahwa setahun lalu, mereka adalah dua musuh bebuyutan yang sering beradu mulut ketika melihat hasil ujian satu sama lain. Lebih tepatnya, Nada yang selalu memulai percekcokan di antara mereka karena ia merasa kalah saing.
Saat itu, Nada sedang berbahagia karena menurut prediksi ia akan mendapat peringkat pertama pada ujian tengah semester satu karena nilainya jauh lebih unggul dari pada siswa lainnya.
Nada sudah merasa percaya diri untuk mendapatkan piagam penghargaan. Namun, saat pengumuman tiba, bukan namanya yang disebut sebagai juara pertama, tetapi ada nama lain yaitu seorang siswa laki-laki yang mengikuti ujian susulan.
“Hei! Kau!” Nada berteriak sambil menunjuk seorang lelaki yang sedang menikmati bekal di taman sekolah. Lelaki itu hanya menatapnya datar. “Bagaimana ceritanya kau bisa mendapat peringkat pertama? padahal kau mengerjakan ujian tiga sampai empat mata pelajaran dalam sehari.” lanjut Nada menggebu.
“Aku hanya mengerjakan apa yang bisa kukerjakan, apa lagi?” jawab lelaki sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Kau pasti menyogok para guru agar memberimu nilai yang baik, kan? Karena kau sudah berhasil membawa gelar juara taekwondo,” ucap Nada sengit. “Kau diam? Berarti benar, kan?” imbuhnya.
“Percayalah pada hal yang ingin kau percayai. Tidak ada gunanya aku menjelaskan apa pun pada orang yang membenciku.” Rigel⸺lelaki itu⸺ pergi meninggalkan Nada yang masih berdiri di tempatnya.
“Aku benar-benar membencimu, Rigel!” Nada ikut pergi dari tempat itu, meninggalkan puluhan pasang mata yang sedang memandang antusias ke arah mereka.
Mulai saat itu, Nada dan Rigel dikenal sebagai musuh bebuyutan yang sering beradu argumen, bahkan di tempat umum sekali pun. Namun, takdir sangat berbaik hati kepada mereka. Nada dan Rigel kembali dipertemukan dalam suatu organisasi yang sama.
“Tujuan miss memanggil kalian adalah untuk menyampaikan amanat dari ketua pembina olympic club yaitu mister Dandi. Kalian diminta untuk menjadi ketua dan wakil ketua olympic club angkatan ke-13,” ucap miss Sintya yang mengejutkan dua remaja yang ada di hadapannya. Miss Sintya tertawa melihat ekspresi terkejut keduanya.
Nada dan Rigel menjadi sering bertemu karena hal tersebut. Tanpa mereka sadari, rasa benci diantara keduanya mulai menguap. Setelah tujuh bulan berlalu, mereka mulai menyadari perasaan benci yang mereka rasakan sudah berubah menjadi rasa sayang dan cinta.
“Nada … apa kau tidak lelah jika kita selalu bermusuhan seperti ini? Padahal, kita harus berinteraksi setiap hari.” Rigel menoleh ke arah Nada yang masih sibuk berlatih mengerjakan soal olimpiade. “Bolehkah aku mengakui kekalahanku?” lanjutnya.
“Kekalahan?” Nada mengernyit dan mengalihkan pandangannya ke arah Rigel.
“Aku menyukaimu!” Rigel memusatkan atensinya kepada Nada.
Nada menatap tak percaya ke arah Rigel. “Tidak lucu! Aku tidak tertarik dengan candaanmu.”
“Aku serius! Aku menyukaimu! Ayo berpacaran!” ucap Rigel tanpa beban.
Nada membulatkan matanya. “Kau gila! Bagaimana mungkin seorang siswa teladan terlebih sebagai ketua umum olympic club sepertimu mengajak siswa lain untuk melanggar peraturan sekolah.”
“Aku akan tetap menunggu jawabanmu.” Rigel beranjak meninggalkan Nada seorang diri dengan pikiran yang berkecamuk.
Akhirnya, Nada menerima permintaan Rigel untuk menjalin sebuah hubungan yang dinamakan pacaran. Mereka memutuskan untuk menjalin hubungan secara diam-diam dan tetap terlihat bermusuhan di depan banyak orang. Hal tersebut mereka lakukan untuk menjaga nama baik sekolah dan predikat mereka sebagai siswa teladan.
“NADA!” Nada terkejut mendengar suara teriakan Rigel yang saat ini berada di hadapannya. “Kau sedang memikirkan apa? Aku sudah berbicara panjang lebar seperti tadi, tetapi kau malah sibuk melamun,” rajuk Rigel.
“Aku sedang mengingat awal pertemuan kita, satu tahun yang lalu. Aku sangat membencimu saat itu, tetapi kita malah berakhir menjadi sepasang kekasih sekarang.” Nada tersenyum sambil mengucapkan hal tersebut.
Rigel tersenyum lembut mendengarnya, ia juga tidak menyangka ungkapan cintanya saat itu akan mendapat balasan yang sama.
Nada dan Rigel saling bertatapan di dalam ruang olympic club, untuk menyalurkan rasa cinta yang mereka miliki. Tangan Rigel mulai terulur untuk mengusap puncak kepala Nada.
“Nada! Rigel! Kalian sudah menyusun siapa saja yang akan mengikuti perlombaan sains fair bulan depan?” tanya mister Dandi yang tiba-tiba masuk ke ruang olympic club. Saat itu juga, Rigel langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Nada dan berpura-pura membaca sebuah berkas peserta lomba.
“Su-sudah, Mister. Hanya tinggal mengirimkan surat delegasi kepada pihak penyelenggara,” jawab Nada sedikit tergagap.
Mister Dandi memicing melihat tingkah aneh Rigel dan Nada. “Oke, bagus. Kalian juga harus mempersiapkan diri untuk mengikuti berbagai ajang perlombaan tahun ini, kalian mendapat kesempatan paling banyak di antara teman-teman lainnya.”
“Baik, Mister. Kami akan berusaha sebaik mungkin,” jawab Rigel yang diangguki oleh Nada.
Saat ini, mereka sedang berada di tingkat kedua masa putih biru. Mereka punya banyak waktu untuk mengeksplor seluruh kemampuan dengan cara mengikuti berbagai ajang perlombaan.
Nada dan Rigel merupakan kandidat terkuat yang mewakili angkatan ke-13 untuk mengikuti lomba yang berbasis akademik, tetapi Rigel juga beberapa kali mengikuti perlombaan non-akademik.
“Ya sudah, saya pergi dulu. Jangan lupa banyak berlatih mengerjakan soal!” ucap mister Dandi sembari melangkah meninggalkan ruangan olympic club.
Nada menghela napasnya berat. “Kau tahu? Aku mengerjakan soal olimpiade fisika sampai jam tiga pagi,” ucap Nada untuk menghindari obrolan tentang kejadian sebelumnya.
“Ya, terlihat dari kantung matamu yang berwarna hitam, sehingga membuatmu semakin mirip dengan panda.” Rigel tertawa melihat Nada yang menatap sinis ke arahnya.
“Rigel … apakah kantung mataku terlihat sangat hitam?” ucap Nada merajuk.
“Tidak, aku hanya bercanda.” Rigel kembali tertawa melihat ekspresi Nada yang sedang merajuk.
CEKLEK!
Suara knop pintu melenyapkan suara tawa Rigel. Ekspresi keduanya langsung berubah serius setelah melihat ada orang lain yang kembali memasuki ruangan itu.
Rigel dan Nada kembali ke tempat masing-masing sambil berpura-pura sibuk membaca buku latihan soal olimpiade.
“Sepertinya tadi aku mendengar suara kalian sedang bercanda di ruang ini? Apa aku tidak salah dengar?” tanya Revan⸺anggota olympic club sekaligus teman sekelas Rigel.
“Huh? Aku? Bercanda dengan Rigel?” Nada tertawa kemudian melirik sinis ke arah Rigel. “Tidak mungkin! Kamu pasti salah dengar.”
“Ah … benar juga, mana mungkin musuh bebuyutan seperti kalian saling bercanda satu sama lain. Kalian berada di ruang ini juga pasti karena terpaksa, kan?” ucap Revan sembari meletakkan beberapa lembar berkas milik peserta lomba di lemari berkas.
“Ya, kau benar!” jawab Rigel sambil melirik sendu ke arah Nada.
Semua acara ataupun perlombaan yang akan mereka lewati tentunya membawa dampak besar bagi hubungan tersembunyi yang sedang dijalani.
Nada dan Rigel berharap hubungan mereka tetap aman tersembunyi walau kebersamaan mereka semakin intens. Sejauh mana Nada dan Rigel dapat menyembunyikan hubungan mereka? Seberapa kuat mereka harus selalu berpura-pura bermusuhan satu sama lain?
“Nada! Bagaimana?” Dua orang gadis berlari tergopoh-gopoh menghampiri Nada yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Nada hanya terdiam dan menunduk, hal tersebut membuat kedua gadis itu khawatir. “Nada, katakan sesuatu jangan membuatku khawatir,” ucap salah satu di antara mereka. Nada tiba-tiba mengangkat kepalanya dan tersenyum manis ke arah kedua gadis tersebut. “Tenang saja, kita tunggu pengumumannya dua jam lagi.” Kedua gadis itu akhirnya dapat bernapas sedikit lega. Mereka adalah Tsabita Maura Anindya yang biasa dipanggil Bita dan Sellameitta Rhiyadina Safitri yang biasa dipanggil Mitta. Keduanya adalah sahabat baik Nada sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di Cordova Junior High Schooll. Saat ini, Nada beserta tujuh siswa Cordova Junior High School sedang mengikuti festival perlombaan terbesar tingkat sekolah menengah pertama. Mereka adalah Nada, Rigel, Bitta, Mitta, Revan, Fito dan Daren yang mengikuti lomba sesuai dengan keahlian masi
Hari ini adalah hari terakhir masa karantina para peserta lomba. Mereka mendapat pembimbingan khusus selama dua minggu penuh.Mereka benar-benar disibukkan dengan belajar, sehingga tidak ada waktu untuk bersenang-senang. Namun, khusus di hari terakhir, mereka hanya diwajibkan untuk mengerjakan atau melakukan tes kemampuan. Setelah itu, mereka akan dibebaskan untuk bermain keliling vila.“Akhirnya! Soal-soal ini benar-benar membuatku gila,” gerutu Nada setelah mengerjakan seratus soal fisika dan biologi. Nada memutuskan untuk keluar dari kamar, kemudian menuju ruang berlatih debat dan pidato.“Bita dan Mitta masih sibuk berlatih, aku jalan-jalan sendiri saja kalau begitu. Pikiranku butuh yang segar-segar.” Nada bermonolog, kemudian ia berjalan menuju ke bagian samping vila tersebut. “Wah … ada sungai di sana, ini sangat menyegarkan mata,” ucap Nada setelah melihat sungai dan sawah yang berada di sekeliling vila.
“Nada! Rigel! Kalian….”“Bi-bita! A-aku bisa jelaskan semua ini.” Nada terkejut ketika Bita mendapati dirinya sedang menikmati pemandangan malam berdua dengan Rigel.Bita terdiam di tempatnya, masih mencerna semua yang ia lihat. Rigel yang sedang merangkul pundak Nada dengan posesif, membuatnya langsung berpikir bahwa mereka memiliki hubungan yang serius. Nada menggamit tangan Bita untuk duduk di sebuah kursi yang berada di rooftop itu.“Bita, aku bisa jelaskan semuanya, tetapi aku mohon jangan katakan hal ini pada siapa pun.” Nada memohon dengan mata berkaca-kaca. Bita mengangguk luluh karena tatapan memohon dari Nada.Nada menjelaskan hubungannya dengan Rigel yang sudah berjalan selama lebih dari satu tahun. Hubungan itu sudah mereka jalani selama lima belas bulan, dimulai dari semester kedua kelas tujuh hingga saat ini.Nada dan Rigel terpaksa menutupi hubungan mereka karena tidak mau memperburuk
“Sudah berapa lama?” Suara mister Dandi memecah keheningan yang terjadi.“Satu tahun lebih lima bulan, Mister,” jawab Rigel tanpa ragu.“Wah … sandiwara kalian benar-benar hebat. Haruskah miss memberi dua jempol untuk pengkhianatan yang kalian lakukan?” ucap miss Sintya kepada Rigel dan Nada.Nada kembali meneteskan air matanya, isakannya pun mulai samar terdengar. Terdengar sangat menyesakkan karena ia harus menahan isak tangisnya. Rigel hanya mampu menundukkan kepala sambil menahan sakit di hatinya karena mendengar isakan pilu yang tertahan dari Nada.Mister Dandi dan Miss Sintya juga ikut merasakan sakit yang sama, Rigel dan Nada adalah anak emas kesayangan mereka sejak pertama kali keduanya menginjakkan kaki di Cordova Junior High School.Tatapan iba tak bisa dilunturkan dari wajah keduanya. Namun, pelanggaran yang telah mere
“Rigel! Kau sedang apa?” Nada mendekati Rigel yang sedang berdiri di tepi pantai.“Nada … a-ku ingin berbicara denganmu.”“Ada apa?”“Apakah kau akan percaya, jika aku selalu mencintaimu dalam keadaan apa pun?”“Mengapa kau bertanya seperti itu?”“Jawab saja, Nada.”“Aku akan selalu mencoba untuk percaya, karena aku juga akan melakukan hal yang sama.”“Syukurlah, aku senang mendengarnya.” Rigel tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Nada dengan lembut. Nada tersenyum setelah mendapat perlakuan manis dari Rigel.Ketika mereka masih larut untuk menyelami manik masing-masing, tanpa mereka sadari ada sebuah ombak besar datang dari tengah pantai.Ombak itu datang menghempas Rigel ke tepian dan menyeret Nada ke arah pantai. Nada berteriak sekuat tenaga memanggil nama Rigel yang sedang berusaha berlari ke tengah pa
“Astaga, Sayang! Kamu kenapa?” Sarah berteriak histeris setelah melihat kondisi putrinya yang baru saja memasuki pintu rumah.“Aku baik-baik saja, Bunda.” Nada tersenyum simpul ke arah bundanya.“Apanya yang baik-baik saja?” Sarah sedikit meninggikan suaranya, bagaimana bisa Nada menyebut bahwa ia baik-baik saja dengan kondisi wajah pucat penuh dengan peluh tak lupa seragam putihnya yang terkena noda darah.“Hanya mimisan biasa, Bunda. Tak perlu khawatir. Nada ke atas dulu ya.” Nada memilih untuk segera pergi ke kamarnya karena tubuhnya terasa semakin lemas.Sesampainya di kamar, Nada segera membersihkan dirinya dan berganti baju. Ia berbaring di tempat tidurnya dan mulai memejamkan mata. Ia berharap semua hal berat ini segera berlalu dan ia bisa hidup normal seperti sedia kala.Nada terbangun pukul tujuh malam dan hampir melewatkan jam makan malamnya. Ia sudah merasa lebih segar dan memutuskan untuk
“Astaga, Sayang! Kamu kenapa?” Sarah berteriak histeris setelah melihat kondisi putrinya yang baru saja memasuki pintu rumah.“Aku baik-baik saja, Bunda.” Nada tersenyum simpul ke arah bundanya.“Apanya yang baik-baik saja?” Sarah sedikit meninggikan suaranya, bagaimana bisa Nada menyebut bahwa ia baik-baik saja dengan kondisi wajah pucat penuh dengan peluh tak lupa seragam putihnya yang terkena noda darah.“Hanya mimisan biasa, Bunda. Tak perlu khawatir. Nada ke atas dulu ya.” Nada memilih untuk segera pergi ke kamarnya karena tubuhnya terasa semakin lemas.Sesampainya di kamar, Nada segera membersihkan dirinya dan berganti baju. Ia berbaring di tempat tidurnya dan mulai memejamkan mata. Ia berharap semua hal berat ini segera berlalu dan ia bisa hidup normal seperti sedia kala.Nada terbangun pukul tujuh malam dan hampir melewatkan jam makan malamnya. Ia sudah merasa lebih segar dan memutuskan untuk
“Rigel! Kau sedang apa?” Nada mendekati Rigel yang sedang berdiri di tepi pantai.“Nada … a-ku ingin berbicara denganmu.”“Ada apa?”“Apakah kau akan percaya, jika aku selalu mencintaimu dalam keadaan apa pun?”“Mengapa kau bertanya seperti itu?”“Jawab saja, Nada.”“Aku akan selalu mencoba untuk percaya, karena aku juga akan melakukan hal yang sama.”“Syukurlah, aku senang mendengarnya.” Rigel tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Nada dengan lembut. Nada tersenyum setelah mendapat perlakuan manis dari Rigel.Ketika mereka masih larut untuk menyelami manik masing-masing, tanpa mereka sadari ada sebuah ombak besar datang dari tengah pantai.Ombak itu datang menghempas Rigel ke tepian dan menyeret Nada ke arah pantai. Nada berteriak sekuat tenaga memanggil nama Rigel yang sedang berusaha berlari ke tengah pa
“Sudah berapa lama?” Suara mister Dandi memecah keheningan yang terjadi.“Satu tahun lebih lima bulan, Mister,” jawab Rigel tanpa ragu.“Wah … sandiwara kalian benar-benar hebat. Haruskah miss memberi dua jempol untuk pengkhianatan yang kalian lakukan?” ucap miss Sintya kepada Rigel dan Nada.Nada kembali meneteskan air matanya, isakannya pun mulai samar terdengar. Terdengar sangat menyesakkan karena ia harus menahan isak tangisnya. Rigel hanya mampu menundukkan kepala sambil menahan sakit di hatinya karena mendengar isakan pilu yang tertahan dari Nada.Mister Dandi dan Miss Sintya juga ikut merasakan sakit yang sama, Rigel dan Nada adalah anak emas kesayangan mereka sejak pertama kali keduanya menginjakkan kaki di Cordova Junior High School.Tatapan iba tak bisa dilunturkan dari wajah keduanya. Namun, pelanggaran yang telah mere
“Nada! Rigel! Kalian….”“Bi-bita! A-aku bisa jelaskan semua ini.” Nada terkejut ketika Bita mendapati dirinya sedang menikmati pemandangan malam berdua dengan Rigel.Bita terdiam di tempatnya, masih mencerna semua yang ia lihat. Rigel yang sedang merangkul pundak Nada dengan posesif, membuatnya langsung berpikir bahwa mereka memiliki hubungan yang serius. Nada menggamit tangan Bita untuk duduk di sebuah kursi yang berada di rooftop itu.“Bita, aku bisa jelaskan semuanya, tetapi aku mohon jangan katakan hal ini pada siapa pun.” Nada memohon dengan mata berkaca-kaca. Bita mengangguk luluh karena tatapan memohon dari Nada.Nada menjelaskan hubungannya dengan Rigel yang sudah berjalan selama lebih dari satu tahun. Hubungan itu sudah mereka jalani selama lima belas bulan, dimulai dari semester kedua kelas tujuh hingga saat ini.Nada dan Rigel terpaksa menutupi hubungan mereka karena tidak mau memperburuk
Hari ini adalah hari terakhir masa karantina para peserta lomba. Mereka mendapat pembimbingan khusus selama dua minggu penuh.Mereka benar-benar disibukkan dengan belajar, sehingga tidak ada waktu untuk bersenang-senang. Namun, khusus di hari terakhir, mereka hanya diwajibkan untuk mengerjakan atau melakukan tes kemampuan. Setelah itu, mereka akan dibebaskan untuk bermain keliling vila.“Akhirnya! Soal-soal ini benar-benar membuatku gila,” gerutu Nada setelah mengerjakan seratus soal fisika dan biologi. Nada memutuskan untuk keluar dari kamar, kemudian menuju ruang berlatih debat dan pidato.“Bita dan Mitta masih sibuk berlatih, aku jalan-jalan sendiri saja kalau begitu. Pikiranku butuh yang segar-segar.” Nada bermonolog, kemudian ia berjalan menuju ke bagian samping vila tersebut. “Wah … ada sungai di sana, ini sangat menyegarkan mata,” ucap Nada setelah melihat sungai dan sawah yang berada di sekeliling vila.
“Nada! Bagaimana?” Dua orang gadis berlari tergopoh-gopoh menghampiri Nada yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Nada hanya terdiam dan menunduk, hal tersebut membuat kedua gadis itu khawatir. “Nada, katakan sesuatu jangan membuatku khawatir,” ucap salah satu di antara mereka. Nada tiba-tiba mengangkat kepalanya dan tersenyum manis ke arah kedua gadis tersebut. “Tenang saja, kita tunggu pengumumannya dua jam lagi.” Kedua gadis itu akhirnya dapat bernapas sedikit lega. Mereka adalah Tsabita Maura Anindya yang biasa dipanggil Bita dan Sellameitta Rhiyadina Safitri yang biasa dipanggil Mitta. Keduanya adalah sahabat baik Nada sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di Cordova Junior High Schooll. Saat ini, Nada beserta tujuh siswa Cordova Junior High School sedang mengikuti festival perlombaan terbesar tingkat sekolah menengah pertama. Mereka adalah Nada, Rigel, Bitta, Mitta, Revan, Fito dan Daren yang mengikuti lomba sesuai dengan keahlian masi
Dua orang remaja berbeda jenis kelamin sedang berlarian di gang-gang sempit perumahan sekitar taman kota. Mereka memutuskan untuk bersembunyi di belakang bak sampah ujung jalan perumahan tersebut. Suara napas mereka saling bersahut tak beraturan, keringat juga mulai membanjiri tubuh masing-masing.“Apakah mereka masih mengejar kita?” tanya remaja perempuan dengan sedikit berbisik dan napas terengah-engah.“Kurasa tidak, aku akan melihatnya sebentar.” Remaja laki-laki bergerak sedikit mendekati ujung bak sampah.“Aman, ayo kita keluar.” Remaja laki-laki itu menggamit lengan remaja perempuan.Mereka keluar dari persembunyian dan kembali berjalan ke jalan raya dengan melewati jalan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka bersyukur orang-orang yang mengejar tadi tidak berhasil menemukan mereka berdua, sehingga rahasia besar mereka masih aman terjaga. Kedua remaja itu sudah bisa berjalan dengan santai karena suasana sekitar cuk