Hari ini adalah hari terakhir masa karantina para peserta lomba. Mereka mendapat pembimbingan khusus selama dua minggu penuh.
Mereka benar-benar disibukkan dengan belajar, sehingga tidak ada waktu untuk bersenang-senang. Namun, khusus di hari terakhir, mereka hanya diwajibkan untuk mengerjakan atau melakukan tes kemampuan. Setelah itu, mereka akan dibebaskan untuk bermain keliling vila.
“Akhirnya! Soal-soal ini benar-benar membuatku gila,” gerutu Nada setelah mengerjakan seratus soal fisika dan biologi. Nada memutuskan untuk keluar dari kamar, kemudian menuju ruang berlatih debat dan pidato.
“Bita dan Mitta masih sibuk berlatih, aku jalan-jalan sendiri saja kalau begitu. Pikiranku butuh yang segar-segar.” Nada bermonolog, kemudian ia berjalan menuju ke bagian samping vila tersebut. “Wah … ada sungai di sana, ini sangat menyegarkan mata,” ucap Nada setelah melihat sungai dan sawah yang berada di sekeliling vila.
Nada melihat sebuah gazebo yang terletak di ujung vila. Ia memutuskan pergi ke gazebo itu untuk menenangkan pikirannya yang sudah terkuras habis untuk mengerjakan soal. Nada duduk di gazebo sambil memandangi area persawahan yang sungguh menyegarkan mata.
Tiba-tiba pandangan Nada menggelap. “Hey … lepaskan! Siapa kamu?” Nada berteriak karena ada sepasang telapak tangan yang menutup matanya.
“Jangan berteriak! Atau rahasia kita akan terbongkar.” Sebuah suara berat membuat Nada lebih rileks.
“Rigel … lepas!” ucap Nada sembari mencubit kedua telapak tangan milik Rigel.
“Argh … sakit, Nada!”
“Salah siapa? Jahil, sih.”
“Oke, aku yang salah.”“Kemarilah! Jiwa dan Ragamu butuh sesuatu yang menyegarkan.”
“Hahaha … kau benar. Soal matematika tadi sungguh membuatku ingin muntah.”
Nada dan Rigel sedang asyik bercengkerama di gazebo tersebut. Mereka asyik mengobrol tentang soal-soal olimpiade sambil sesekali bercanda.
Sudah dua minggu Rigel dan Nada hampir tidak berinteraksi sama sekali, karena ada batasan yang harus mereka jaga. Sehingga, pertemuan mereka di gazebo hari ini menjadi salah satu pengobat rindu yang sudah ditahan selama dua minggu.
“Jangan kencang-kencang! Bagaimana jika ada yang mendengar kita?” tegur Nada pada Rigel yang sedang tertawa.
“Hahaha … oke, ceritamu tentang miss Wenny membuatku tak bisa berhenti tertawa,” jawab Rigel sembari mengusap air mata yang berada di pelupuk matanya akibat tertawa terlalu lama.
Ketika mereka masih asyik bercanda, tiba-tiba ada suara langkah kaki menuju gazebo yang sedang mereka tempati. Nada dan Rigel saling menatap satu sama lain untuk mengisyaratkan bahwa mereka mendengar suara langkah kaki itu.
Sebuah bayangan hitam mulai terlihat dari gazebo yang mereka tempati, dalam hitungan detik bayangan itu semakin nyata. Rigel memutuskan untuk berlari dan bersembunyi dibalik semak-semak yang tak jauh dari Gazebo.
“Nada! Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata kau ada di sini.” Bita menegur Nada, bayangan hitam tadi adalah Bita. “Kamu di sini sendiri? Sepertinya tadi aku mendengar suara yang sedikit berisik dari arah sini.”
“A-ah … kau pasti salah dengar.” Nada menggeser duduknya sedikit kebelakang. “Semenjak aku duduk di sini, tidak ada orang lain yang datang.” Nada tidak bermaksud untuk membohongi Bita, karena ia sudah berpindah posisi tempat duduk.
“Benar! Mungkin aku yang salah dengar,” ucap Bita yang membuat Nada lega.
Nada melirik ke arah semak-semak tempat persembunyian Rigel, kemudian ia membuat isyarat agar Rigel segera pergi dan masuk ke dalam vila. Rigel akhirnya mampu mencapai pintu belakang vila, kemudian ia mengacungkan jempolnya ke arah Nada sebelum membuka pintu dan masuk.
“Kamu lihat apa?” tanya Bita sembari mengikuti arah pandangan Nada.
“Huh? A-aku melihat pintu itu, ternyata ada pintu belakang di vila ini.”
“O-oh…,” jawab Bita yang sebenarnya tidak yakin dengan jawaban Nada.
***
“Nada dan Rigel di aula yang berada lantai tiga gedung ini, kemudian Daren di ruang meeting yang ada di lantai dua, kalian bisa pergi sekarang dan langsung naik lift yang ada di dekat pintu masuk,” jelas mister Dandi yang selaku pendamping lomba hari ini.
“Bita di ruang nomor 3 lantai satu, ada di sebelah kiri pintu masuk. Mitta, Revan dan Fito di ruang nomor 11, ada di sebelah kanan pintu masuk. Mister akan menunggu di teras depan, kalian bisa langsung menuju ke sana jika sudah selesai,” imbuh mister Dandi.
Nada, Rigel dan Daren berlari menuju lift untuk segera mencapai tempat mereka melaksanakan perlombaan. Lomba IPA dan Matematika dilaksanakan di aula lantai tiga dan lomba IPS dilaksanakan di ruang rapat lantai dua. Daren sudah sampai di lantai dua, kemudian ia langsung menuju ruangan setelah memberi semangat kepada Nada dan Rigel.
“Peserta lomba IPA ada di bagian depan dan matematika di bagian belakang. Berarti kamu langsung masuk lewat pintu ini,” ucap Rigel pada Nada yang sudah berada di depan aula.
“Baiklah, aku masuk terlebih dahulu.” Nada mulai melangkah memasuki aula tersebut, tetapi sebelum ia benar-benar masuk, ia kembali menoleh ke belakang dan melihat Rigel yang masih berdiri di sana. “Semangat, Rigel!” imbuhnya sembari tersenyum ke arah Rigel. Rigel membalasnya dengan anggukan dan senyuman.
Perlombaan dilaksanakan selama dua setengah jam, para peserta diharuskan menyelesaikan 80 soal untuk olimpiade IPA dan 50 soal untuk olimpiade matematika. Nada dan Rigel sangat fokus mengerjakan soal olimpiade, mereka berharap bisa membawa gelar juara nasional untuk Cordova Junior High School.
Nada sudah selesai mengerjakan soal olimpiade, sepuluh menit yang lalu. Saat ini, ia sedang duduk di depan aula sambil menunggu Rigel yang masih berkutat dengan soal matematika di dalam ruangan. “Rigel!” Nada memanggil Rigel dengan antusias. “Bagaimana?” lanjutnya.
“Soal-soal itu sungguh membuatku ingin muntah, tetapi aku bersyukur, bisa menyelesaikan semuanya dengan baik,” jawab Rigel sembari merapikan pakaian dan juga membersihkan wajahnya yang mulai lusuh.
“Woah … kau bisa menyelesaikan semuanya? Rigel benar-benar hebat.” Nada mengacungkan kedua jempolnya.
Rigel tersenyum gemas. “Bagaimana denganmu? Pasti bisa mengerjakan semuanya, kan?”
“Hm … tapi ada satu soal fisika yang membuatku sedikit ragu, semoga saja jawabanku benar,” jawab Nada sedikit cemas.
“Apa pun hasilnya, kau sudah melakukan yang terbaik.” Rigel mengusap pundak Nada. “Kita ke bawah sekarang, ya?” imbuhnya. Nada mengangguk dan mulai mengikuti langkah Rigel menuju lift.
Sesampainya di lantai dasar, mereka melihat Mitta, Revan, Fito, Daren dan Bita sedang berbincang dengan mister Dandi. Nada dan Rigel memutuskan untuk segera menghampiri mereka.
“Apakah semua baik-baik saja? Wajah kalian tampak sangat berantakan?” Mister Dandi tertawa melihat tampilan Nada dan Rigel yang cukup berantakan.
“Aku hampir gila, Mister. Soal fisika dan biologi itu hampir membunuhku.” Nada mendramatisasi keadaannya. Ucapan Nada mampu mengundang gelak tawa dari teman-teman dan mister Dandi, tak terkecuali Rigel.
“Baiklah, karena semua sudah selesai kita harus kembali ke hotel sekarang. Pengumuman juara akan dilaksanakan besok pagi,” ucap mister Dandi.
“Oke, siap Mister.” Semua menjawab ucapan mister Dandi dengan kompak.
***
“Aku sangat lelah, ingin tidur sebentar.” Bita menelungkupkan badannya di kasur.
“Tidur saja, nanti aku bangunkan,” jawab Mitta
“Ini sudah menjelang senja, bukan waktu yang baik untuk tidur. Lebih baik kau segera mandi, kemudian berjalan santai di sekitar hotel. Aku lihat pemandangan di sekitar sini cukup menarik, ” sahut Nada.
“Ah … kau benar.” Bita langsung beranjak dari kasur. “Aku akan mandi saja kalau begitu,” lanjutnya.
Akhirnya, Bita memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Sedangkan, Nada dan Mitta sibuk dengan ponselnya. Nada sedang membalas pesan dari seseorang yang berada di kamar sebelah.
My Star
Hei … nanti kita harus bertemu di rooftop hotel untuk melihat bintang saat malam.
Me
Baiklah, aku akan pergi setelah Bita dan Mitta tertidur.
My Star
Oke, aku menunggumu!
“Nada, kau baik-baik saja?” Mitta terlihat khawatir setelah melihat Nada tersenyum sendiri sambil memandangi layar ponselnya yang mati.
“Tentu saja, memangnya aku kenapa?” tanya Nada.
“Kau tersenyum saat melihat layar hitam di ponselmu, apa kau pikir itu hal yang normal?”
Nada hanya mengedikkan bahunya tak acuh, kemudian ia pergi menuju balkon untuk melihat pemandangan sekitar hotel. Mereka tinggal di kamar hotel lantai tujuh dari total sepuluh lantai. Nada dapat melihat deburan ombak pantai yang ada di seberang hotel.
“Aku ingin ke pantai, tapi ini sudah terlalu senja.” Nada menggerutu.
“Besok pagi kita akan pergi ke sana bersama-sama, sebelum pergi ke acara pengumuman juara.” Mitta merangkul pundak Nada. Nada hanya mengangguk untuk menyetujui ucapan Mitta.
***
Nada, Rigel, Mitta, Bita, Revan, Fito, Daren dan mister Dandi melakukan acara makan malam di taman belakang hotel. Mereka makan dengan tenang sambil memandang indahnya lampu-lampu yang berjajar rapi di tepi pantai yang berada di seberang hotel.
“Setelah acara makan malam ini, kalian harus segera masuk ke kamar dan tidur. Acara hari ini cukup melelahkan, sehingga kalian harus segera beristirahat,” titah mister Dandi.
“Oke, Mister!” Semua menjawab perintah mister Dandi dengan kompak.
Acara makan malam sudah usai dua puluh menit yang lalu. Nada masih terjaga, sedangkan dua temannya sudah tertidur pulas di ranjang sebelah. Ia masih menunggu pesan dari Rigel.
Nada memutuskan melihat bintang di balkon sambil menunggu kepastian dari Rigel. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar, pertanda ada sebuah pesan yang masuk.
My Star
Aku sudah di rooftop!
Me
Oke, tunggu sebentar! Aku segera ke sana.
Nada menyimpan ponsel di saku bajunya, kemudian ia bergegas keluar dari kamar. Ia membuka pintu kamar secara perlahan agar tidak mengganggu tidur kedua sahabatnya. Namun, tanpa ia sadari salah satu dari mereka mengetahui kepergian Nada.
Nada menaiki lift menuju lantai paling atas, kemudian mulai meniti tangga menuju ke rooftop. Keadaan rooftop cukup ramai, sehingga menyulitkan Nada untuk menemukan Rigel.
Setelah berkeliling, akhirnya Nada menemukan Rigel berada di sisi paling ujung sambil menikmati pemandangan pantai. Nada menghampiri Rigel untuk menepuk pundaknya, kemudian Rigel berbalik dan menemukan wajah Nada yang sedang tersenyum manis ke arahnya.
“Kemarilah! Pemandangan malam ini sangat indah.” Rigel meraih tangan Nada untuk mendekat ke arahnya. Akhirnya , mereka semakin larut dalam indahnya pemandangan malam itu. Rigel masih dalam posisi merangkul pundak Nada, saat tiba-tiba ada suara yang mengejutkan mereka berdua.
“Nada! Rigel! Kalian….”
“Nada! Rigel! Kalian….”“Bi-bita! A-aku bisa jelaskan semua ini.” Nada terkejut ketika Bita mendapati dirinya sedang menikmati pemandangan malam berdua dengan Rigel.Bita terdiam di tempatnya, masih mencerna semua yang ia lihat. Rigel yang sedang merangkul pundak Nada dengan posesif, membuatnya langsung berpikir bahwa mereka memiliki hubungan yang serius. Nada menggamit tangan Bita untuk duduk di sebuah kursi yang berada di rooftop itu.“Bita, aku bisa jelaskan semuanya, tetapi aku mohon jangan katakan hal ini pada siapa pun.” Nada memohon dengan mata berkaca-kaca. Bita mengangguk luluh karena tatapan memohon dari Nada.Nada menjelaskan hubungannya dengan Rigel yang sudah berjalan selama lebih dari satu tahun. Hubungan itu sudah mereka jalani selama lima belas bulan, dimulai dari semester kedua kelas tujuh hingga saat ini.Nada dan Rigel terpaksa menutupi hubungan mereka karena tidak mau memperburuk
“Sudah berapa lama?” Suara mister Dandi memecah keheningan yang terjadi.“Satu tahun lebih lima bulan, Mister,” jawab Rigel tanpa ragu.“Wah … sandiwara kalian benar-benar hebat. Haruskah miss memberi dua jempol untuk pengkhianatan yang kalian lakukan?” ucap miss Sintya kepada Rigel dan Nada.Nada kembali meneteskan air matanya, isakannya pun mulai samar terdengar. Terdengar sangat menyesakkan karena ia harus menahan isak tangisnya. Rigel hanya mampu menundukkan kepala sambil menahan sakit di hatinya karena mendengar isakan pilu yang tertahan dari Nada.Mister Dandi dan Miss Sintya juga ikut merasakan sakit yang sama, Rigel dan Nada adalah anak emas kesayangan mereka sejak pertama kali keduanya menginjakkan kaki di Cordova Junior High School.Tatapan iba tak bisa dilunturkan dari wajah keduanya. Namun, pelanggaran yang telah mere
“Rigel! Kau sedang apa?” Nada mendekati Rigel yang sedang berdiri di tepi pantai.“Nada … a-ku ingin berbicara denganmu.”“Ada apa?”“Apakah kau akan percaya, jika aku selalu mencintaimu dalam keadaan apa pun?”“Mengapa kau bertanya seperti itu?”“Jawab saja, Nada.”“Aku akan selalu mencoba untuk percaya, karena aku juga akan melakukan hal yang sama.”“Syukurlah, aku senang mendengarnya.” Rigel tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Nada dengan lembut. Nada tersenyum setelah mendapat perlakuan manis dari Rigel.Ketika mereka masih larut untuk menyelami manik masing-masing, tanpa mereka sadari ada sebuah ombak besar datang dari tengah pantai.Ombak itu datang menghempas Rigel ke tepian dan menyeret Nada ke arah pantai. Nada berteriak sekuat tenaga memanggil nama Rigel yang sedang berusaha berlari ke tengah pa
“Astaga, Sayang! Kamu kenapa?” Sarah berteriak histeris setelah melihat kondisi putrinya yang baru saja memasuki pintu rumah.“Aku baik-baik saja, Bunda.” Nada tersenyum simpul ke arah bundanya.“Apanya yang baik-baik saja?” Sarah sedikit meninggikan suaranya, bagaimana bisa Nada menyebut bahwa ia baik-baik saja dengan kondisi wajah pucat penuh dengan peluh tak lupa seragam putihnya yang terkena noda darah.“Hanya mimisan biasa, Bunda. Tak perlu khawatir. Nada ke atas dulu ya.” Nada memilih untuk segera pergi ke kamarnya karena tubuhnya terasa semakin lemas.Sesampainya di kamar, Nada segera membersihkan dirinya dan berganti baju. Ia berbaring di tempat tidurnya dan mulai memejamkan mata. Ia berharap semua hal berat ini segera berlalu dan ia bisa hidup normal seperti sedia kala.Nada terbangun pukul tujuh malam dan hampir melewatkan jam makan malamnya. Ia sudah merasa lebih segar dan memutuskan untuk
Dua orang remaja berbeda jenis kelamin sedang berlarian di gang-gang sempit perumahan sekitar taman kota. Mereka memutuskan untuk bersembunyi di belakang bak sampah ujung jalan perumahan tersebut. Suara napas mereka saling bersahut tak beraturan, keringat juga mulai membanjiri tubuh masing-masing.“Apakah mereka masih mengejar kita?” tanya remaja perempuan dengan sedikit berbisik dan napas terengah-engah.“Kurasa tidak, aku akan melihatnya sebentar.” Remaja laki-laki bergerak sedikit mendekati ujung bak sampah.“Aman, ayo kita keluar.” Remaja laki-laki itu menggamit lengan remaja perempuan.Mereka keluar dari persembunyian dan kembali berjalan ke jalan raya dengan melewati jalan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka bersyukur orang-orang yang mengejar tadi tidak berhasil menemukan mereka berdua, sehingga rahasia besar mereka masih aman terjaga. Kedua remaja itu sudah bisa berjalan dengan santai karena suasana sekitar cuk
“Nada! Bagaimana?” Dua orang gadis berlari tergopoh-gopoh menghampiri Nada yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Nada hanya terdiam dan menunduk, hal tersebut membuat kedua gadis itu khawatir. “Nada, katakan sesuatu jangan membuatku khawatir,” ucap salah satu di antara mereka. Nada tiba-tiba mengangkat kepalanya dan tersenyum manis ke arah kedua gadis tersebut. “Tenang saja, kita tunggu pengumumannya dua jam lagi.” Kedua gadis itu akhirnya dapat bernapas sedikit lega. Mereka adalah Tsabita Maura Anindya yang biasa dipanggil Bita dan Sellameitta Rhiyadina Safitri yang biasa dipanggil Mitta. Keduanya adalah sahabat baik Nada sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di Cordova Junior High Schooll. Saat ini, Nada beserta tujuh siswa Cordova Junior High School sedang mengikuti festival perlombaan terbesar tingkat sekolah menengah pertama. Mereka adalah Nada, Rigel, Bitta, Mitta, Revan, Fito dan Daren yang mengikuti lomba sesuai dengan keahlian masi
“Astaga, Sayang! Kamu kenapa?” Sarah berteriak histeris setelah melihat kondisi putrinya yang baru saja memasuki pintu rumah.“Aku baik-baik saja, Bunda.” Nada tersenyum simpul ke arah bundanya.“Apanya yang baik-baik saja?” Sarah sedikit meninggikan suaranya, bagaimana bisa Nada menyebut bahwa ia baik-baik saja dengan kondisi wajah pucat penuh dengan peluh tak lupa seragam putihnya yang terkena noda darah.“Hanya mimisan biasa, Bunda. Tak perlu khawatir. Nada ke atas dulu ya.” Nada memilih untuk segera pergi ke kamarnya karena tubuhnya terasa semakin lemas.Sesampainya di kamar, Nada segera membersihkan dirinya dan berganti baju. Ia berbaring di tempat tidurnya dan mulai memejamkan mata. Ia berharap semua hal berat ini segera berlalu dan ia bisa hidup normal seperti sedia kala.Nada terbangun pukul tujuh malam dan hampir melewatkan jam makan malamnya. Ia sudah merasa lebih segar dan memutuskan untuk
“Rigel! Kau sedang apa?” Nada mendekati Rigel yang sedang berdiri di tepi pantai.“Nada … a-ku ingin berbicara denganmu.”“Ada apa?”“Apakah kau akan percaya, jika aku selalu mencintaimu dalam keadaan apa pun?”“Mengapa kau bertanya seperti itu?”“Jawab saja, Nada.”“Aku akan selalu mencoba untuk percaya, karena aku juga akan melakukan hal yang sama.”“Syukurlah, aku senang mendengarnya.” Rigel tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Nada dengan lembut. Nada tersenyum setelah mendapat perlakuan manis dari Rigel.Ketika mereka masih larut untuk menyelami manik masing-masing, tanpa mereka sadari ada sebuah ombak besar datang dari tengah pantai.Ombak itu datang menghempas Rigel ke tepian dan menyeret Nada ke arah pantai. Nada berteriak sekuat tenaga memanggil nama Rigel yang sedang berusaha berlari ke tengah pa
“Sudah berapa lama?” Suara mister Dandi memecah keheningan yang terjadi.“Satu tahun lebih lima bulan, Mister,” jawab Rigel tanpa ragu.“Wah … sandiwara kalian benar-benar hebat. Haruskah miss memberi dua jempol untuk pengkhianatan yang kalian lakukan?” ucap miss Sintya kepada Rigel dan Nada.Nada kembali meneteskan air matanya, isakannya pun mulai samar terdengar. Terdengar sangat menyesakkan karena ia harus menahan isak tangisnya. Rigel hanya mampu menundukkan kepala sambil menahan sakit di hatinya karena mendengar isakan pilu yang tertahan dari Nada.Mister Dandi dan Miss Sintya juga ikut merasakan sakit yang sama, Rigel dan Nada adalah anak emas kesayangan mereka sejak pertama kali keduanya menginjakkan kaki di Cordova Junior High School.Tatapan iba tak bisa dilunturkan dari wajah keduanya. Namun, pelanggaran yang telah mere
“Nada! Rigel! Kalian….”“Bi-bita! A-aku bisa jelaskan semua ini.” Nada terkejut ketika Bita mendapati dirinya sedang menikmati pemandangan malam berdua dengan Rigel.Bita terdiam di tempatnya, masih mencerna semua yang ia lihat. Rigel yang sedang merangkul pundak Nada dengan posesif, membuatnya langsung berpikir bahwa mereka memiliki hubungan yang serius. Nada menggamit tangan Bita untuk duduk di sebuah kursi yang berada di rooftop itu.“Bita, aku bisa jelaskan semuanya, tetapi aku mohon jangan katakan hal ini pada siapa pun.” Nada memohon dengan mata berkaca-kaca. Bita mengangguk luluh karena tatapan memohon dari Nada.Nada menjelaskan hubungannya dengan Rigel yang sudah berjalan selama lebih dari satu tahun. Hubungan itu sudah mereka jalani selama lima belas bulan, dimulai dari semester kedua kelas tujuh hingga saat ini.Nada dan Rigel terpaksa menutupi hubungan mereka karena tidak mau memperburuk
Hari ini adalah hari terakhir masa karantina para peserta lomba. Mereka mendapat pembimbingan khusus selama dua minggu penuh.Mereka benar-benar disibukkan dengan belajar, sehingga tidak ada waktu untuk bersenang-senang. Namun, khusus di hari terakhir, mereka hanya diwajibkan untuk mengerjakan atau melakukan tes kemampuan. Setelah itu, mereka akan dibebaskan untuk bermain keliling vila.“Akhirnya! Soal-soal ini benar-benar membuatku gila,” gerutu Nada setelah mengerjakan seratus soal fisika dan biologi. Nada memutuskan untuk keluar dari kamar, kemudian menuju ruang berlatih debat dan pidato.“Bita dan Mitta masih sibuk berlatih, aku jalan-jalan sendiri saja kalau begitu. Pikiranku butuh yang segar-segar.” Nada bermonolog, kemudian ia berjalan menuju ke bagian samping vila tersebut. “Wah … ada sungai di sana, ini sangat menyegarkan mata,” ucap Nada setelah melihat sungai dan sawah yang berada di sekeliling vila.
“Nada! Bagaimana?” Dua orang gadis berlari tergopoh-gopoh menghampiri Nada yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Nada hanya terdiam dan menunduk, hal tersebut membuat kedua gadis itu khawatir. “Nada, katakan sesuatu jangan membuatku khawatir,” ucap salah satu di antara mereka. Nada tiba-tiba mengangkat kepalanya dan tersenyum manis ke arah kedua gadis tersebut. “Tenang saja, kita tunggu pengumumannya dua jam lagi.” Kedua gadis itu akhirnya dapat bernapas sedikit lega. Mereka adalah Tsabita Maura Anindya yang biasa dipanggil Bita dan Sellameitta Rhiyadina Safitri yang biasa dipanggil Mitta. Keduanya adalah sahabat baik Nada sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di Cordova Junior High Schooll. Saat ini, Nada beserta tujuh siswa Cordova Junior High School sedang mengikuti festival perlombaan terbesar tingkat sekolah menengah pertama. Mereka adalah Nada, Rigel, Bitta, Mitta, Revan, Fito dan Daren yang mengikuti lomba sesuai dengan keahlian masi
Dua orang remaja berbeda jenis kelamin sedang berlarian di gang-gang sempit perumahan sekitar taman kota. Mereka memutuskan untuk bersembunyi di belakang bak sampah ujung jalan perumahan tersebut. Suara napas mereka saling bersahut tak beraturan, keringat juga mulai membanjiri tubuh masing-masing.“Apakah mereka masih mengejar kita?” tanya remaja perempuan dengan sedikit berbisik dan napas terengah-engah.“Kurasa tidak, aku akan melihatnya sebentar.” Remaja laki-laki bergerak sedikit mendekati ujung bak sampah.“Aman, ayo kita keluar.” Remaja laki-laki itu menggamit lengan remaja perempuan.Mereka keluar dari persembunyian dan kembali berjalan ke jalan raya dengan melewati jalan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka bersyukur orang-orang yang mengejar tadi tidak berhasil menemukan mereka berdua, sehingga rahasia besar mereka masih aman terjaga. Kedua remaja itu sudah bisa berjalan dengan santai karena suasana sekitar cuk