Nesya dan Kiara tampak berangkat bersama dan diantarkan oleh Ben. Keduanya merasa senang karena bisa bersama-sama. Namun, Nesya selalu saja diasingkan oleh pria itu yang membuatnya benar-benar merasa tidak nyaman."Ini bekalmu, jangan berbagi pada siapapun!" perintah Ben kemudian memberikan kecupan di kening Kiara."Em ... baiklah. Terima kasih." Kiara mengangguk walau sedang menahan sedikit malu setelah mendapat kecupan itu."Untukku?" tanya Nesya terlalu berani membuat mata Kiara melotot. Ia saja tidak pernah berucap seberani itu pada Ben yang memang terkesan kejam."Nah!" Memberikan sebuah kotak buah pada Nesya."Kenapa hanya ini?" kesal Nesya hendak mengganti miliknya dengan Kiara. "Aku kan lagi sakit!""Justru itu. Kamu sedang sakit, lebih butuh buah. Ingat, kamu miskin, hanya parasit. Bertingkahlah di rumahmu sendiri dan jangan buat aku rugi!" Ben kemudian mendorong tubuh kedua gadis itu untuk segera masuk ke area kantor dan bekerja."Bye!" seru Nesya bersemangat sambil mengangk
Ben tampak memasuki kamar Kiara dengan membawa banyak belanjaan. Ia menatap ke arah lemari juga gantungan di kamar mandi. Di antara pakaian Kiara tidak ada yang berbeda, artinya ia telah meminjamkan pakaian untuk Nesya. Ia tentu saja tidak suka akan hal itu.Dengan segera ia memasukkan sebuah lemari yang juga baru ia pesan, meletakkan pakaian baru di lemari itu khusus untuk Nesya. Tampaknya ia tidak suka jika gadis yang ia cintai memakai barang yang sama dengan orang lain.Beberapa saat setelahnya, ia mendapat panggilan atas sebuah pesanan yang baru saja datang dan tengah menunggu di depan apartemen. Ia segera keluar untuk menerimanya. Membuka kotak yang isinya adalah sebuah gaun. Dari informasi yang ia dapat, sebuah pasangan akan semakin erat dan terjaga keharmonisannya apabila wanitanya sering disuguhi hal-hal romantis. Salah satu hal yang bisa ia lakukan adalah dengan makan malam bersama.Ia memasang gaun itu di sisinya, mengaca dirinya lalu tersadar jika ia harus merapikan pangka
Ben duduk di ruang utama menunggu kehadiran Kiara yang masih dirias oleh Nesya. Ia memainkan ponselnya untuk membahas pekerjaan dengan beberapa orang untuk kerja sama memperluas jaringan. Cukup lama ia menunggu, sekitar lima belas menit dan dirinya masih sabar. Sama sekali tidak tahu keadaan di dalam sana."Nesya, bisakah kamu menolongku untuk membatalkan rencana dinner ini? Dinner apaan? Aku nggak mau." Bibir Kiara mengerucut, ia menahan air matanya. Tak segan-segan mencampakkan dress ke lantai yang segera dipungut oleh temannya itu."Kiara, nggak boleh begitu dong. Kalau kamu nggak mau, kenapa nggak bilang dari tadi? Ben udah nunggu di luar tuh. Kalau kamu batalin sekarang, dia bakal marah besar. Jangan dong, Kia. Kamu harus ingat tujuan kamu apa, ya?" Nesya mencoba membujuk gadis itu.Dengan segala pertimbangan, akhirnya Kiara mengangguk setuju. Ia membiarkan Nesya untuk merias wajahnya dan segera menggunakan dress yang dibelikan oleh Ben untuknya."Tolong rias yang polos aja," pin
Dua hari lagi, peresmian Lehon sebagai Presdir di perusahaan yang didirikan oleh neneknya akan berlangsung. Sebagai seorang pemimpin yang harus tau kondisi setiap sudut ruangannya, ia mencoba memberikan peringatan pada Lutri, berharap wanita itu akan menyesal telah berniat keluar secara tiba-tiba.Ia bisa tahu jika wanita itu sangat tidak suka dengan kedekatan Nesya dan Kiara. Dengan sengaja, ia memerintah Abi sendiri turun tangan untuk memanggil keduanya."Kenapa aku harus aku, Pak? Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan," jawab Abi. Sesungguhnya, bukan masalah pekerjannya. Namun, ia tidak ingin berurusan lagi dengan Kiara. Entah mengapa, ia menganggap gadis itu adalah penyakit baginya. "Abi, tolonglah friend. Aku ingin mereka saja yang mengurusi persiapannya untuk besok. Aku tidak bisa mempercayai siapapun di perusahaan ini lagi termasuk Dira. Anak-anak itu yang bisa dipercaya.""Anak-anak? Memangnya usiamu berapa sampai bisa mengatai mereka anak-anak?" kesal Abi sambil menghitun
Sehari sebelum peresmian nama Lehon sebagai presdir, ia ingin meresmikan kedatangan kepala accounting baru. Di ruang meeting, lantai paling atas dari kantornya, Lehon mengundang semua orang untuk menonton ponselnya masing-masing. Ia benar-benar membuat acara itu begitu meriah bahkan tidak menuntut banyak untuk pekerjaan hari itu.Lutri tentu saja merasa iri. Ia yang sangat tidak suka akan kebahagiaan orang lain kini pun ingin segera berlalu dari sana. Terlebih lagi, ia baru tau jika persiapan acara untuk besok malah ditangani oleh Nesya dan Kiara. Ia benar-benar tak dianggap lagi. Mungkin kehadirannya untuk hari ini pun tak lagi penting, begitu juga besok.Dengan segala rasa kesalnya, ia menumpahkan emosinya pada Ayu—kepala accounting baru. Ia keluar dari toilet dengan raut muka yang sangat datar. "Pengumuman!" Ia bertepuk tangan sebanyak dua kali. "Aku memutuskan untuk pergi hari ini. Kalian sudah bisa bersenang-senang dan bahkan melanjutkan acaranya nanti. Aku keluar."Ayu kemudian
Hingga siang, tak ada tanda-tanda kemunculan Lehon di kantor. Hal itu membuat semua orang berpikir jika pria itu tidak akan hadir hari ini. Ada lah Ayu yang sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu untuk menanyakannya langsung kepada Abi.Kiara bergerak menuju toilet dan tentunya harus melewati ruangan Lehon terlebih dahulu yang kini ditempati oleh Abi. Ia bergidik ngeri mengingat kasusnya sekarang. Entah siapa yang telah melakukan hal itu. Dan, ketika banyak orang tau bahwa dia yang ada di video itu, entah seperti apa respon mereka.Gadis itu melangkah cepat melewati ruangan itu, begitu juga ketika hendak kembali ke ruangannya. Ia tersenyum senang melihat semua karyawan yang tetap tertib walaupun tidak ada pemimpin di sana. Cukup berbeda dengan kepemimpinan Lutri dulu yang selalu membuat keributan tatkala hal itu dimanfaatkan untuk mengomel sebebasnya.Tatkala ia hendak masuk ke ruangannya, Lehon baru saja datang dengan tatapan tajamnya. Dalam kepanikan, ia menunduk
"Jadi, apakah kamu bersedia?" Pertanyaan itu kembali membuat dada Kiara terasa sesak. Entahlah ia harus menjawab apa. Yang ia tahu, ia memang harus mengikuti perintah bosnya ini.Namun, di sisi lain, ia juga harus menurut pada perintah Ben. Lelaki itu tentu saja akan semakin posesif terhadap dirinya jika sampai tau permasalahan ini."Kamu sudah saya beri waktu semalaman. Apa susahnya menemukan jawaban? Hanya ada dua opsi. Iya atau tidak. Kamu mau dipecat?"Ancaman itu membuat Kiara terdesak dan memilih untuk memberikan jawaban persetujuan. Kali ini, ia keluar dari ruangan Lehon dengan pikiran yang sangat kacau.Nesya segera menarik gadis itu untuk masuk ke ruangan meeting darurat. Di sana memang tidak ada kamera pengawas. Gadis itu tampak menitikkan air mata. Ia telah benar-benar tahu setiap sudut permasalahan Kiara sejauh ini."K-kiara ... itu ... kamu ada di video itu karena aku. Maafin aku ... sungguh, aku tidak bermaksud mengambil video, hanya ingin mengambil gambar. Tidak bermaks
Seminggu sudah berlalu, pekerjaan Kiara saat ini cukup membuatnya nyaman dan tidak terbebani. Hal itu membuat Ben tak lagi menaruh rasa curiga pada Nesya dan membiarkan segalanya berjalan secara normal. Yang membuat hatinya sedikit panas adalah tentang hubungan Abi dan Riri.Keduanya telah berpisah, namun seolah tak bisa saling melupakan apalagi merelakan. Ia yang ingin ikut campur dengan membuat Abi kapok, malah mendapat tentangan besar dari wanita itu."Biarkan dia terus melakukannya sampai dia bosan. Ketika dia bosan, maka dia akan pergi sendiri."Jawaban itu membuatnya terhenyak. Sesaat, ia baru menyadari jika Riri juga masih tetap mencintai pria itu. Tampak jelas ketika ia baru menyadari wallpaper ponsel yang setiap hari berubah. Pertambahan jumlah mawar putih setiap harinya."Dari dia lagi?" tanya Ben membuat Riri segera menyembunyikan ponselnya di balik tubuhnya."Jangan mengurusi urusan pribadi saya. Urus saja urusan masing-masing. Urusan pekerjaan cukup hanya di tempat kerja.
Lutri sudah lebih baik keadaannya sekarang. Ia tak sengaja mendengar percakapan antara dokter dengan perawat yang membuatnya tau akan keberadaan adiknya. Ia tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali menutup matanya untuk berpura-pura tidur.Beberapa saat kemudian, ia segera bangun dan memeriksa sendiri keadaannya. Senyumannya melebar tatkala seluruh anggota tubuhnya masih bisa digerakkan dengan mudah. Ia juga segera mencoba berdiri dan memang bisa berjalan seperti biasa walau masih ada bagian tertentu yang terasa sakit.Ia sekarang melepaskan jarum infus di tangannya lalu mencoba ke luar dari sana. Dengan sangat hati-hati, ia mencari ruangan Nesya yang ternyata berada tepat di sampingnya.Senyumannya semakin melebar, ia juga semakin bersemangat untuk melanjutkan aksinya sekarang. Bagaimana tidak, wanita itu bahkan mendapatkan sebuah ide untuk segera menghabisi nyawa sang adik saat itu juga.Melihat Nesya yang tengah terduduk namun dengan wajah yang dipenuhi perban, ia segera mendorong
Jodi diberi izin untuk segera menikah dan menghabiskan waktu bersama selama sebulan. Begitulah Mery yang selalu memberi pengertian dan perhatian lebih pada para pekerjanya. Walaupun, mungkin pekerjaan mereka tak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan.Sesungguhnya, Lehon tidak begitu setuju dengan keputusan sang nenek. Namun, ia juga harus tetap menerima hal itu sebab tak ingin membuat perdebatan dan perselisihan di antara keduanya."Kalau mereka berdua pergi dalam waktu yang lama, siapa yang bakal ngurusin Nenek?" tanyanya pada Mery."Sudahlah, kamu jangan terlalu memikirkan nenek. Urus saja dulu masalah kematian sahabatmu itu. Siapa yang sebenarnya telah salah."Mendengar perintah sang nenek, kini Lehon memilih untuk setuju. Hingga saat ini, masalah kematian pria itu masih dalam proses. Hal itulah yang membuat Lehon tidak bisa berpikir dengan jernih, sebab ia juga masih harus sibuk dengan kehidupan dan pekerjaannya.Tatkala ia sudah berada di kantor untuk memulai menghandle
Lehon menjadi sangat panik menyaksikan apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia tak peduli dengan tragedi dan kasus yang sedang berlangsung. Baginya, yang paling penting saat ini adalah masalah hidup dan mati Abi, Nesya juga Lutri.Dengan segera suara ambulans bergerak mendekat kemudian mengangkut tubuh kedua insan itu. Sementara Ben, ia segera mendekat dengan Kiara lalu membawa gadis itu pergi dari sana.Sesungguhnya, Kiara hendak menolak. Bagaimana pun, ia tahu jika posisinya tidak sedang baik-baik saja sekarang. Ada masalah yang amat berat yang mungkin akan membahayakannya nanti."Ben, maaf ... pergi saja duluan. Aku tidak boleh lari dari masalah ini. Aku harus segera memberikan penjelasan."Mendengar pernyataan Kiara membuat Ben panik serta frustasi. Menurutnya, jalan pikiran Kiara sudah tidak lurus lagi."Aku sudah bilang sebelumnya, Kiara. Jangan sungkan-sungkan denganku. Kalau ada masalah, langsung cerita padaku. LIhatlah hasil perb
Kiara kini mempercayakan hidupnya pada Ben yang ia yakini akan mengubah sikapnya menjadi lebih baik. Sesungguhnya, ia tentu sedikit ragu, apalagi setelah mendengar pesan dari Nesya. Namun, ketika ia sudah melangkah dan berkata iya, maka lebih baik ia lanjutkan langkah itu. Lelaki itu tampak menunggu di meja makan, seperti biasa. Ia segera menyendokkan makanannya sekarang. "Ambil saja untukmu, Kia. Kita makannya bebas mulai sekarang. Bahkan kalau kamu merasa tidak nyaman di sini bersamaku, bisa kok makannya di ruangan lain saja."Mendengar hal itu, ada gurat keraguan yang amat besar di keningnya. Ingin sekali ia beratnya, kenapa tiba-tiba berubah? Namun, itu adalah sebuah hal yang sangat tidak mungkin."Baik. Terima kasih." Hanya itu jawaban yang ke luar dari mulutnya.Kini, acara makan pun berlalu dengan hikmat. Tidak terdengar suara manusia, hanya pergesekan antara sendok dengan piring."Kamu mau Nesya tinggal di sini juga?" t
Ben membuat janji untuk bertemu Lutri di hari itu. Kali ini, ia keluar dari apartemen dengan penampilan yang sangat berbeda. Ia yang biasanya selalu berpakaian santai ketika keluar, kini selalu dengan topi, masker dan hoodie.Orang yang biasanya mengantarkan pesanan ke huniannya yang kebetulan saling berpapasan tentu saja menyapa dan iseng bertanya."Tumben nih Pak Ben keliatan beda gitu? Cool!" ucapnya bersamaan dengan anak yang masih remaja.Ben tidak peduli. Ia segera memalingkan pandangannya, tanpa menatap sedikit pun ke arah dua orang itu. Setelahnya, ia berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah yang sangat cepat."Kenapa dia?" tanya anak itu."Ibu tidak tau, Nak. Padahal, mencurigakan memang. Sudah lama ini dia nggak mempekerjakan ibu. Biasanya ngebersihin rumah, laundry baju, dan jemput makanan untuk mereka. Bayarannya gede.""Kalau gitu, kita buat aja kartu nama usaha kita di sini," ucap anak kecil itu pada ibunya s
Pikiran Lehon sedikit lebih santai setelah ia menyuruh sahabatnya untuk berisitirahat sejenak dan tidak masuk kerja. Setidaknya, untuk saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengurangi rasa sedih dan lelah Abi.Ia terduduk di kursi kerjanya sembari memikirkan masalah Kiara. Rasa ingin mencari tahu dan memastikan seketika mencuat. Hal itu membuat ia untuk menghubungi Lutri dan memerintahkan untuk datang menghadapnya."Sepertinya kamu sering banget deh dipanggil ke ruangan Pak Lehon? Nggak ada masalah dengan kerjaan, kan?" tanya Ayu selaku kepala di bagian itu dan sebagai bentuk kepedulian terhadap bawahannya."Enggak ada kok, Kak. Aman." Nesya menjawab dengan santai sembari membawa alat tulisnya sebagai bentuk formalitas. Walau ia tahu, ia dipanggil hanya untuk membahas permasalahan tentang Kiara."Baguslah kalau begitu. Tapi tunggu..." ucap Ayu kembali menghentikan langkah buru-buru Nesya. "Kamu nggak ada ... itu kan sama Pak Lehon?" Mengge
Pemakan Riri dihadiri oleh beberapa orang sebab tidak banyak yang tahu akan asal usul wanita itu. Tapi yang pasti, di sana sudah ada Lehon yang juga ikut berduka sembari menunggu kepulangan sahabatnya Abi selaku kekasih dari wanita itu."Tolong beri waktu, setengah jam lagi saja," mohon Lehon pada Ben yang sama sekali tidak peduli.Tak mendapat bantuan dari pria itu, Lehon akhirnya membuang segala kemungkinan yang akan membuat dirinya dipandang rendah. Untuk kali ini, ia akan melakukan apapun demi sahabatnya, setidaknya sebagai pengorbanan pertama di hidupnya."Tolonglah, Ben," pintanya lagi yang sama sekali tak membuahkan hasil. Perlahan, tubuhnya membungkuk sebelum akhirnya berlutut di hadapan pria itu. Semua orang yang ada di sana tentu saja memperhatikan mereka yang akhirnya menjadi bahan tontonan. Tak sedikit yang mempertanyakan alasan Lehon melakukannya."Sahabatku adalah kekasih dari almarhumah, aku hanya ingin pria ini memberi wa
Malam yang berat bagi Kiara sebab ia merasa tenang diperhatikan oleh seseorang. Entah itu siapa. Tatkala nalurinya berkata posisinya tidak aman, ia mencoba memperhatikan sekitar dan tidak menemukan siapapun.Lehon membuat keputusan untuk mengantarkan gadis itu kembali. Sesungguhnya, perasaan Kiara sudah tidak nyaman sejak itu. Namun, benar kata bosnya jika waktunya telah malam dan tidak cukup baik untuk gadis sendirian."Saya turun di sini aja, Pak," katanya segera membuka handle pintu tatkala keduanya berada di persimpangan apartemen."Apa salahnya saya antarkan sampai di depan sana? Malu? Harusnya saya yang merasa seperti itu. Ya sudah, turunlah," ucap Lehon dengan kesal setelah membuat Kiara sedikit ragu untuk turun.Gadis itu segera berterima kasih dan segera bergerak untuk segera menuju apartemen dengan mendapat perhatian dari Lehon yang sama sekali tak ia ketahui. Gadis itu cukup serius dan pikirannya hanya tertuju untuk segera sampai ke rum
Lagi, Ben tidak bisa menjemput Kiara sekarang. Sama seperti kemarin, ia menolak semua ajakan dan bantuan semua orang sampai akhirnya hanya tersisa dirinya. Dan lagi, tatkala keadaan sudah sangat menyepi, pria itu memberi kabar.Kali ini, ia cukup frustasi. Ia tidak cukup berani dan percaya untuk memesan ojek atau taksi online. Gadis itu terduduk dan terjongkok di sana. Ia lapar. Iya, bekal makan siang yang selalu dibedakan dengan Nesya membuatnya kelaparan sebab makanannya yang terbilang ringan."Ada apa?" tanya Dira yang datang dan mendekati mobilnya yang ternyata ada Kiara di sana."Eh, Kak Dira, maaf." Kiara segera menjauh sembari memegangi perutnya."Kamu belum datang jemputan, ya? Maaf aku nggak bisa bantu. Pamit pulang, ya." Wanita itu berlalu dari hadapan Kiara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Kiara cukup kaget dengan tingkah wanita itu, berbeda sekali dengan tingkahnya ketika berada di kantor. Memang, baru kali ini ia berpapasan d