Malam yang berat bagi Kiara sebab ia merasa tenang diperhatikan oleh seseorang. Entah itu siapa. Tatkala nalurinya berkata posisinya tidak aman, ia mencoba memperhatikan sekitar dan tidak menemukan siapapun.
Lehon membuat keputusan untuk mengantarkan gadis itu kembali. Sesungguhnya, perasaan Kiara sudah tidak nyaman sejak itu. Namun, benar kata bosnya jika waktunya telah malam dan tidak cukup baik untuk gadis sendirian."Saya turun di sini aja, Pak," katanya segera membuka handle pintu tatkala keduanya berada di persimpangan apartemen."Apa salahnya saya antarkan sampai di depan sana? Malu? Harusnya saya yang merasa seperti itu. Ya sudah, turunlah," ucap Lehon dengan kesal setelah membuat Kiara sedikit ragu untuk turun.Gadis itu segera berterima kasih dan segera bergerak untuk segera menuju apartemen dengan mendapat perhatian dari Lehon yang sama sekali tak ia ketahui. Gadis itu cukup serius dan pikirannya hanya tertuju untuk segera sampai ke rumPemakan Riri dihadiri oleh beberapa orang sebab tidak banyak yang tahu akan asal usul wanita itu. Tapi yang pasti, di sana sudah ada Lehon yang juga ikut berduka sembari menunggu kepulangan sahabatnya Abi selaku kekasih dari wanita itu."Tolong beri waktu, setengah jam lagi saja," mohon Lehon pada Ben yang sama sekali tidak peduli.Tak mendapat bantuan dari pria itu, Lehon akhirnya membuang segala kemungkinan yang akan membuat dirinya dipandang rendah. Untuk kali ini, ia akan melakukan apapun demi sahabatnya, setidaknya sebagai pengorbanan pertama di hidupnya."Tolonglah, Ben," pintanya lagi yang sama sekali tak membuahkan hasil. Perlahan, tubuhnya membungkuk sebelum akhirnya berlutut di hadapan pria itu. Semua orang yang ada di sana tentu saja memperhatikan mereka yang akhirnya menjadi bahan tontonan. Tak sedikit yang mempertanyakan alasan Lehon melakukannya."Sahabatku adalah kekasih dari almarhumah, aku hanya ingin pria ini memberi wa
Pikiran Lehon sedikit lebih santai setelah ia menyuruh sahabatnya untuk berisitirahat sejenak dan tidak masuk kerja. Setidaknya, untuk saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengurangi rasa sedih dan lelah Abi.Ia terduduk di kursi kerjanya sembari memikirkan masalah Kiara. Rasa ingin mencari tahu dan memastikan seketika mencuat. Hal itu membuat ia untuk menghubungi Lutri dan memerintahkan untuk datang menghadapnya."Sepertinya kamu sering banget deh dipanggil ke ruangan Pak Lehon? Nggak ada masalah dengan kerjaan, kan?" tanya Ayu selaku kepala di bagian itu dan sebagai bentuk kepedulian terhadap bawahannya."Enggak ada kok, Kak. Aman." Nesya menjawab dengan santai sembari membawa alat tulisnya sebagai bentuk formalitas. Walau ia tahu, ia dipanggil hanya untuk membahas permasalahan tentang Kiara."Baguslah kalau begitu. Tapi tunggu..." ucap Ayu kembali menghentikan langkah buru-buru Nesya. "Kamu nggak ada ... itu kan sama Pak Lehon?" Mengge
Ben membuat janji untuk bertemu Lutri di hari itu. Kali ini, ia keluar dari apartemen dengan penampilan yang sangat berbeda. Ia yang biasanya selalu berpakaian santai ketika keluar, kini selalu dengan topi, masker dan hoodie.Orang yang biasanya mengantarkan pesanan ke huniannya yang kebetulan saling berpapasan tentu saja menyapa dan iseng bertanya."Tumben nih Pak Ben keliatan beda gitu? Cool!" ucapnya bersamaan dengan anak yang masih remaja.Ben tidak peduli. Ia segera memalingkan pandangannya, tanpa menatap sedikit pun ke arah dua orang itu. Setelahnya, ia berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah yang sangat cepat."Kenapa dia?" tanya anak itu."Ibu tidak tau, Nak. Padahal, mencurigakan memang. Sudah lama ini dia nggak mempekerjakan ibu. Biasanya ngebersihin rumah, laundry baju, dan jemput makanan untuk mereka. Bayarannya gede.""Kalau gitu, kita buat aja kartu nama usaha kita di sini," ucap anak kecil itu pada ibunya s
Kiara kini mempercayakan hidupnya pada Ben yang ia yakini akan mengubah sikapnya menjadi lebih baik. Sesungguhnya, ia tentu sedikit ragu, apalagi setelah mendengar pesan dari Nesya. Namun, ketika ia sudah melangkah dan berkata iya, maka lebih baik ia lanjutkan langkah itu. Lelaki itu tampak menunggu di meja makan, seperti biasa. Ia segera menyendokkan makanannya sekarang. "Ambil saja untukmu, Kia. Kita makannya bebas mulai sekarang. Bahkan kalau kamu merasa tidak nyaman di sini bersamaku, bisa kok makannya di ruangan lain saja."Mendengar hal itu, ada gurat keraguan yang amat besar di keningnya. Ingin sekali ia beratnya, kenapa tiba-tiba berubah? Namun, itu adalah sebuah hal yang sangat tidak mungkin."Baik. Terima kasih." Hanya itu jawaban yang ke luar dari mulutnya.Kini, acara makan pun berlalu dengan hikmat. Tidak terdengar suara manusia, hanya pergesekan antara sendok dengan piring."Kamu mau Nesya tinggal di sini juga?" t
Lehon menjadi sangat panik menyaksikan apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia tak peduli dengan tragedi dan kasus yang sedang berlangsung. Baginya, yang paling penting saat ini adalah masalah hidup dan mati Abi, Nesya juga Lutri.Dengan segera suara ambulans bergerak mendekat kemudian mengangkut tubuh kedua insan itu. Sementara Ben, ia segera mendekat dengan Kiara lalu membawa gadis itu pergi dari sana.Sesungguhnya, Kiara hendak menolak. Bagaimana pun, ia tahu jika posisinya tidak sedang baik-baik saja sekarang. Ada masalah yang amat berat yang mungkin akan membahayakannya nanti."Ben, maaf ... pergi saja duluan. Aku tidak boleh lari dari masalah ini. Aku harus segera memberikan penjelasan."Mendengar pernyataan Kiara membuat Ben panik serta frustasi. Menurutnya, jalan pikiran Kiara sudah tidak lurus lagi."Aku sudah bilang sebelumnya, Kiara. Jangan sungkan-sungkan denganku. Kalau ada masalah, langsung cerita padaku. LIhatlah hasil perb
Jodi diberi izin untuk segera menikah dan menghabiskan waktu bersama selama sebulan. Begitulah Mery yang selalu memberi pengertian dan perhatian lebih pada para pekerjanya. Walaupun, mungkin pekerjaan mereka tak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan.Sesungguhnya, Lehon tidak begitu setuju dengan keputusan sang nenek. Namun, ia juga harus tetap menerima hal itu sebab tak ingin membuat perdebatan dan perselisihan di antara keduanya."Kalau mereka berdua pergi dalam waktu yang lama, siapa yang bakal ngurusin Nenek?" tanyanya pada Mery."Sudahlah, kamu jangan terlalu memikirkan nenek. Urus saja dulu masalah kematian sahabatmu itu. Siapa yang sebenarnya telah salah."Mendengar perintah sang nenek, kini Lehon memilih untuk setuju. Hingga saat ini, masalah kematian pria itu masih dalam proses. Hal itulah yang membuat Lehon tidak bisa berpikir dengan jernih, sebab ia juga masih harus sibuk dengan kehidupan dan pekerjaannya.Tatkala ia sudah berada di kantor untuk memulai menghandle
Lutri sudah lebih baik keadaannya sekarang. Ia tak sengaja mendengar percakapan antara dokter dengan perawat yang membuatnya tau akan keberadaan adiknya. Ia tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali menutup matanya untuk berpura-pura tidur.Beberapa saat kemudian, ia segera bangun dan memeriksa sendiri keadaannya. Senyumannya melebar tatkala seluruh anggota tubuhnya masih bisa digerakkan dengan mudah. Ia juga segera mencoba berdiri dan memang bisa berjalan seperti biasa walau masih ada bagian tertentu yang terasa sakit.Ia sekarang melepaskan jarum infus di tangannya lalu mencoba ke luar dari sana. Dengan sangat hati-hati, ia mencari ruangan Nesya yang ternyata berada tepat di sampingnya.Senyumannya semakin melebar, ia juga semakin bersemangat untuk melanjutkan aksinya sekarang. Bagaimana tidak, wanita itu bahkan mendapatkan sebuah ide untuk segera menghabisi nyawa sang adik saat itu juga.Melihat Nesya yang tengah terduduk namun dengan wajah yang dipenuhi perban, ia segera mendorong
“Ingat, kamu di sini untuk bekerja. Jangan bersentuhan atau menjalin hubungan dengan orang lain, apa lagi pria, kalau masih mau hidupmu aman,” tegas Ben pada Kiara sebelum gadis itu menjalani hari ketiga bekerja.“Baik, Ben.”“Ingat itu dan keluarlah!” Jambakan rambut itu segera dilepaskan oleh Ben.Segera menyeka air mata yang menetes. Ia bersikap seolah baik-baik saja dan berjalan dengan cepat, sebab sudah terlambat beberapa menit."Happy birth day to you! Happy birth day to you! Happy birth day, happy birth day, happy birth day to you!"Suara nyanyian itu membuat Kiara—si anak baru yang ditugaskan membawa kue ulang tahun menjadi sangat panik. Ia telat.Drrrt! Drrrt! Drrrt! Suara getaran ponselnya semakin membuat panik."Tunggu, tunggu, aku akan segera sampai!" geramnya pada diri sendiri.
Lutri sudah lebih baik keadaannya sekarang. Ia tak sengaja mendengar percakapan antara dokter dengan perawat yang membuatnya tau akan keberadaan adiknya. Ia tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali menutup matanya untuk berpura-pura tidur.Beberapa saat kemudian, ia segera bangun dan memeriksa sendiri keadaannya. Senyumannya melebar tatkala seluruh anggota tubuhnya masih bisa digerakkan dengan mudah. Ia juga segera mencoba berdiri dan memang bisa berjalan seperti biasa walau masih ada bagian tertentu yang terasa sakit.Ia sekarang melepaskan jarum infus di tangannya lalu mencoba ke luar dari sana. Dengan sangat hati-hati, ia mencari ruangan Nesya yang ternyata berada tepat di sampingnya.Senyumannya semakin melebar, ia juga semakin bersemangat untuk melanjutkan aksinya sekarang. Bagaimana tidak, wanita itu bahkan mendapatkan sebuah ide untuk segera menghabisi nyawa sang adik saat itu juga.Melihat Nesya yang tengah terduduk namun dengan wajah yang dipenuhi perban, ia segera mendorong
Jodi diberi izin untuk segera menikah dan menghabiskan waktu bersama selama sebulan. Begitulah Mery yang selalu memberi pengertian dan perhatian lebih pada para pekerjanya. Walaupun, mungkin pekerjaan mereka tak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan.Sesungguhnya, Lehon tidak begitu setuju dengan keputusan sang nenek. Namun, ia juga harus tetap menerima hal itu sebab tak ingin membuat perdebatan dan perselisihan di antara keduanya."Kalau mereka berdua pergi dalam waktu yang lama, siapa yang bakal ngurusin Nenek?" tanyanya pada Mery."Sudahlah, kamu jangan terlalu memikirkan nenek. Urus saja dulu masalah kematian sahabatmu itu. Siapa yang sebenarnya telah salah."Mendengar perintah sang nenek, kini Lehon memilih untuk setuju. Hingga saat ini, masalah kematian pria itu masih dalam proses. Hal itulah yang membuat Lehon tidak bisa berpikir dengan jernih, sebab ia juga masih harus sibuk dengan kehidupan dan pekerjaannya.Tatkala ia sudah berada di kantor untuk memulai menghandle
Lehon menjadi sangat panik menyaksikan apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia tak peduli dengan tragedi dan kasus yang sedang berlangsung. Baginya, yang paling penting saat ini adalah masalah hidup dan mati Abi, Nesya juga Lutri.Dengan segera suara ambulans bergerak mendekat kemudian mengangkut tubuh kedua insan itu. Sementara Ben, ia segera mendekat dengan Kiara lalu membawa gadis itu pergi dari sana.Sesungguhnya, Kiara hendak menolak. Bagaimana pun, ia tahu jika posisinya tidak sedang baik-baik saja sekarang. Ada masalah yang amat berat yang mungkin akan membahayakannya nanti."Ben, maaf ... pergi saja duluan. Aku tidak boleh lari dari masalah ini. Aku harus segera memberikan penjelasan."Mendengar pernyataan Kiara membuat Ben panik serta frustasi. Menurutnya, jalan pikiran Kiara sudah tidak lurus lagi."Aku sudah bilang sebelumnya, Kiara. Jangan sungkan-sungkan denganku. Kalau ada masalah, langsung cerita padaku. LIhatlah hasil perb
Kiara kini mempercayakan hidupnya pada Ben yang ia yakini akan mengubah sikapnya menjadi lebih baik. Sesungguhnya, ia tentu sedikit ragu, apalagi setelah mendengar pesan dari Nesya. Namun, ketika ia sudah melangkah dan berkata iya, maka lebih baik ia lanjutkan langkah itu. Lelaki itu tampak menunggu di meja makan, seperti biasa. Ia segera menyendokkan makanannya sekarang. "Ambil saja untukmu, Kia. Kita makannya bebas mulai sekarang. Bahkan kalau kamu merasa tidak nyaman di sini bersamaku, bisa kok makannya di ruangan lain saja."Mendengar hal itu, ada gurat keraguan yang amat besar di keningnya. Ingin sekali ia beratnya, kenapa tiba-tiba berubah? Namun, itu adalah sebuah hal yang sangat tidak mungkin."Baik. Terima kasih." Hanya itu jawaban yang ke luar dari mulutnya.Kini, acara makan pun berlalu dengan hikmat. Tidak terdengar suara manusia, hanya pergesekan antara sendok dengan piring."Kamu mau Nesya tinggal di sini juga?" t
Ben membuat janji untuk bertemu Lutri di hari itu. Kali ini, ia keluar dari apartemen dengan penampilan yang sangat berbeda. Ia yang biasanya selalu berpakaian santai ketika keluar, kini selalu dengan topi, masker dan hoodie.Orang yang biasanya mengantarkan pesanan ke huniannya yang kebetulan saling berpapasan tentu saja menyapa dan iseng bertanya."Tumben nih Pak Ben keliatan beda gitu? Cool!" ucapnya bersamaan dengan anak yang masih remaja.Ben tidak peduli. Ia segera memalingkan pandangannya, tanpa menatap sedikit pun ke arah dua orang itu. Setelahnya, ia berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah yang sangat cepat."Kenapa dia?" tanya anak itu."Ibu tidak tau, Nak. Padahal, mencurigakan memang. Sudah lama ini dia nggak mempekerjakan ibu. Biasanya ngebersihin rumah, laundry baju, dan jemput makanan untuk mereka. Bayarannya gede.""Kalau gitu, kita buat aja kartu nama usaha kita di sini," ucap anak kecil itu pada ibunya s
Pikiran Lehon sedikit lebih santai setelah ia menyuruh sahabatnya untuk berisitirahat sejenak dan tidak masuk kerja. Setidaknya, untuk saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengurangi rasa sedih dan lelah Abi.Ia terduduk di kursi kerjanya sembari memikirkan masalah Kiara. Rasa ingin mencari tahu dan memastikan seketika mencuat. Hal itu membuat ia untuk menghubungi Lutri dan memerintahkan untuk datang menghadapnya."Sepertinya kamu sering banget deh dipanggil ke ruangan Pak Lehon? Nggak ada masalah dengan kerjaan, kan?" tanya Ayu selaku kepala di bagian itu dan sebagai bentuk kepedulian terhadap bawahannya."Enggak ada kok, Kak. Aman." Nesya menjawab dengan santai sembari membawa alat tulisnya sebagai bentuk formalitas. Walau ia tahu, ia dipanggil hanya untuk membahas permasalahan tentang Kiara."Baguslah kalau begitu. Tapi tunggu..." ucap Ayu kembali menghentikan langkah buru-buru Nesya. "Kamu nggak ada ... itu kan sama Pak Lehon?" Mengge
Pemakan Riri dihadiri oleh beberapa orang sebab tidak banyak yang tahu akan asal usul wanita itu. Tapi yang pasti, di sana sudah ada Lehon yang juga ikut berduka sembari menunggu kepulangan sahabatnya Abi selaku kekasih dari wanita itu."Tolong beri waktu, setengah jam lagi saja," mohon Lehon pada Ben yang sama sekali tidak peduli.Tak mendapat bantuan dari pria itu, Lehon akhirnya membuang segala kemungkinan yang akan membuat dirinya dipandang rendah. Untuk kali ini, ia akan melakukan apapun demi sahabatnya, setidaknya sebagai pengorbanan pertama di hidupnya."Tolonglah, Ben," pintanya lagi yang sama sekali tak membuahkan hasil. Perlahan, tubuhnya membungkuk sebelum akhirnya berlutut di hadapan pria itu. Semua orang yang ada di sana tentu saja memperhatikan mereka yang akhirnya menjadi bahan tontonan. Tak sedikit yang mempertanyakan alasan Lehon melakukannya."Sahabatku adalah kekasih dari almarhumah, aku hanya ingin pria ini memberi wa
Malam yang berat bagi Kiara sebab ia merasa tenang diperhatikan oleh seseorang. Entah itu siapa. Tatkala nalurinya berkata posisinya tidak aman, ia mencoba memperhatikan sekitar dan tidak menemukan siapapun.Lehon membuat keputusan untuk mengantarkan gadis itu kembali. Sesungguhnya, perasaan Kiara sudah tidak nyaman sejak itu. Namun, benar kata bosnya jika waktunya telah malam dan tidak cukup baik untuk gadis sendirian."Saya turun di sini aja, Pak," katanya segera membuka handle pintu tatkala keduanya berada di persimpangan apartemen."Apa salahnya saya antarkan sampai di depan sana? Malu? Harusnya saya yang merasa seperti itu. Ya sudah, turunlah," ucap Lehon dengan kesal setelah membuat Kiara sedikit ragu untuk turun.Gadis itu segera berterima kasih dan segera bergerak untuk segera menuju apartemen dengan mendapat perhatian dari Lehon yang sama sekali tak ia ketahui. Gadis itu cukup serius dan pikirannya hanya tertuju untuk segera sampai ke rum
Lagi, Ben tidak bisa menjemput Kiara sekarang. Sama seperti kemarin, ia menolak semua ajakan dan bantuan semua orang sampai akhirnya hanya tersisa dirinya. Dan lagi, tatkala keadaan sudah sangat menyepi, pria itu memberi kabar.Kali ini, ia cukup frustasi. Ia tidak cukup berani dan percaya untuk memesan ojek atau taksi online. Gadis itu terduduk dan terjongkok di sana. Ia lapar. Iya, bekal makan siang yang selalu dibedakan dengan Nesya membuatnya kelaparan sebab makanannya yang terbilang ringan."Ada apa?" tanya Dira yang datang dan mendekati mobilnya yang ternyata ada Kiara di sana."Eh, Kak Dira, maaf." Kiara segera menjauh sembari memegangi perutnya."Kamu belum datang jemputan, ya? Maaf aku nggak bisa bantu. Pamit pulang, ya." Wanita itu berlalu dari hadapan Kiara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Kiara cukup kaget dengan tingkah wanita itu, berbeda sekali dengan tingkahnya ketika berada di kantor. Memang, baru kali ini ia berpapasan d