Dua hari lagi, peresmian Lehon sebagai Presdir di perusahaan yang didirikan oleh neneknya akan berlangsung. Sebagai seorang pemimpin yang harus tau kondisi setiap sudut ruangannya, ia mencoba memberikan peringatan pada Lutri, berharap wanita itu akan menyesal telah berniat keluar secara tiba-tiba.Ia bisa tahu jika wanita itu sangat tidak suka dengan kedekatan Nesya dan Kiara. Dengan sengaja, ia memerintah Abi sendiri turun tangan untuk memanggil keduanya."Kenapa aku harus aku, Pak? Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan," jawab Abi. Sesungguhnya, bukan masalah pekerjannya. Namun, ia tidak ingin berurusan lagi dengan Kiara. Entah mengapa, ia menganggap gadis itu adalah penyakit baginya. "Abi, tolonglah friend. Aku ingin mereka saja yang mengurusi persiapannya untuk besok. Aku tidak bisa mempercayai siapapun di perusahaan ini lagi termasuk Dira. Anak-anak itu yang bisa dipercaya.""Anak-anak? Memangnya usiamu berapa sampai bisa mengatai mereka anak-anak?" kesal Abi sambil menghitun
Sehari sebelum peresmian nama Lehon sebagai presdir, ia ingin meresmikan kedatangan kepala accounting baru. Di ruang meeting, lantai paling atas dari kantornya, Lehon mengundang semua orang untuk menonton ponselnya masing-masing. Ia benar-benar membuat acara itu begitu meriah bahkan tidak menuntut banyak untuk pekerjaan hari itu.Lutri tentu saja merasa iri. Ia yang sangat tidak suka akan kebahagiaan orang lain kini pun ingin segera berlalu dari sana. Terlebih lagi, ia baru tau jika persiapan acara untuk besok malah ditangani oleh Nesya dan Kiara. Ia benar-benar tak dianggap lagi. Mungkin kehadirannya untuk hari ini pun tak lagi penting, begitu juga besok.Dengan segala rasa kesalnya, ia menumpahkan emosinya pada Ayu—kepala accounting baru. Ia keluar dari toilet dengan raut muka yang sangat datar. "Pengumuman!" Ia bertepuk tangan sebanyak dua kali. "Aku memutuskan untuk pergi hari ini. Kalian sudah bisa bersenang-senang dan bahkan melanjutkan acaranya nanti. Aku keluar."Ayu kemudian
Hingga siang, tak ada tanda-tanda kemunculan Lehon di kantor. Hal itu membuat semua orang berpikir jika pria itu tidak akan hadir hari ini. Ada lah Ayu yang sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu untuk menanyakannya langsung kepada Abi.Kiara bergerak menuju toilet dan tentunya harus melewati ruangan Lehon terlebih dahulu yang kini ditempati oleh Abi. Ia bergidik ngeri mengingat kasusnya sekarang. Entah siapa yang telah melakukan hal itu. Dan, ketika banyak orang tau bahwa dia yang ada di video itu, entah seperti apa respon mereka.Gadis itu melangkah cepat melewati ruangan itu, begitu juga ketika hendak kembali ke ruangannya. Ia tersenyum senang melihat semua karyawan yang tetap tertib walaupun tidak ada pemimpin di sana. Cukup berbeda dengan kepemimpinan Lutri dulu yang selalu membuat keributan tatkala hal itu dimanfaatkan untuk mengomel sebebasnya.Tatkala ia hendak masuk ke ruangannya, Lehon baru saja datang dengan tatapan tajamnya. Dalam kepanikan, ia menunduk
"Jadi, apakah kamu bersedia?" Pertanyaan itu kembali membuat dada Kiara terasa sesak. Entahlah ia harus menjawab apa. Yang ia tahu, ia memang harus mengikuti perintah bosnya ini.Namun, di sisi lain, ia juga harus menurut pada perintah Ben. Lelaki itu tentu saja akan semakin posesif terhadap dirinya jika sampai tau permasalahan ini."Kamu sudah saya beri waktu semalaman. Apa susahnya menemukan jawaban? Hanya ada dua opsi. Iya atau tidak. Kamu mau dipecat?"Ancaman itu membuat Kiara terdesak dan memilih untuk memberikan jawaban persetujuan. Kali ini, ia keluar dari ruangan Lehon dengan pikiran yang sangat kacau.Nesya segera menarik gadis itu untuk masuk ke ruangan meeting darurat. Di sana memang tidak ada kamera pengawas. Gadis itu tampak menitikkan air mata. Ia telah benar-benar tahu setiap sudut permasalahan Kiara sejauh ini."K-kiara ... itu ... kamu ada di video itu karena aku. Maafin aku ... sungguh, aku tidak bermaksud mengambil video, hanya ingin mengambil gambar. Tidak bermaks
Seminggu sudah berlalu, pekerjaan Kiara saat ini cukup membuatnya nyaman dan tidak terbebani. Hal itu membuat Ben tak lagi menaruh rasa curiga pada Nesya dan membiarkan segalanya berjalan secara normal. Yang membuat hatinya sedikit panas adalah tentang hubungan Abi dan Riri.Keduanya telah berpisah, namun seolah tak bisa saling melupakan apalagi merelakan. Ia yang ingin ikut campur dengan membuat Abi kapok, malah mendapat tentangan besar dari wanita itu."Biarkan dia terus melakukannya sampai dia bosan. Ketika dia bosan, maka dia akan pergi sendiri."Jawaban itu membuatnya terhenyak. Sesaat, ia baru menyadari jika Riri juga masih tetap mencintai pria itu. Tampak jelas ketika ia baru menyadari wallpaper ponsel yang setiap hari berubah. Pertambahan jumlah mawar putih setiap harinya."Dari dia lagi?" tanya Ben membuat Riri segera menyembunyikan ponselnya di balik tubuhnya."Jangan mengurusi urusan pribadi saya. Urus saja urusan masing-masing. Urusan pekerjaan cukup hanya di tempat kerja.
Sesungguhnya, Ben bukanlah tipe orang yang sabar menunggu apalagi untuk hal-hal yang jawabannya bisa ditentukan dalam puluhan detik. Namun, sepertinya khusus untuk Kiara, ia memberi waktu dua minggu. Kini, waktunya telah tiba.Pagi itu, ia bangun dengan disambut tanggal kalender yang dilingkari tanda merah. Keningnya sedikit mengerut sebelum akhirnya sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis nan manis."Sudah dua minggu? Tidak terasa," gumamnya segera membuka gorden jendela yang ia sibakkan agar sinar matahari bebas memasuki kamarnya.Sudah menjadi kebiasaannya sejak Kiara memiliki kesibukan padat untuk membereskan kamar sendiri. Setelahnya ia bersiap-siap lalu membukakan pintu tatkala pesanan sarapan mereka telah datang."Maaf, aku nggak ada waktu buatin sarapan kita pagi ini," ucap Kiara tidak terlalu nyaman, apalagi yang menerima pesanan itu adalah Ben."Aku maklum, sih. Soalnya aku juga sama, nggak ada waktu." Nesya menyahut dengan cepat membuat mata Kiara dan Ben saling
Tinggal beberapa orang saja yang tersisa di kantor. Hari sudah mulai menggelap, namun Lehon belum ada niat untuk pulang. Entahlah, pikirannya sedikit kacau. Sejak tadi, ia terus memikirkan Kiara, Kiara, dan Kiara. Ia sepertinya menjadi sangat penasaran akan masalah permasalahan gadis itu.Abi masuk ke ruangannya sebab sudah sejak tadi berniat pulang. Namun, tidak adanya tanda-tanda ingin pulang membuat pria itu mengurungkan niat."Aku pulang duluan, ya, Le.""Iya duluan saja, jangan terlalu sibuk dengan pekerjaanmu."Sepuluh menit kemudian, pria itu segera keluar dengan kunci mobilnya. Ia memang tak berniat untuk segera pulang. Mengitari kota dengan pemandangan malam sepertinya lebih baik daripada terbengong seperti orang bodoh.Rasa lapar membawa ia ke sebuah tempat makan sederhana. Ia juga bukan tipe orang yang suka makan di tempat seperti itu. Hal ini membuatnya semakin bingung, hingga akhirnya ia terhenti dan sadar jika seseorang sedang mengikutinya.Nesya, gadis itulah pelakunya.
Kiara keluar dari toilet bertepatan dengan jatuhnya sebuah benda dari tangan pria itu. Ia berpura-pura tidak tahu menahu soal itu dan memanggil Ben untuk menopangnya berjalan.Suasana begitu hening sebab tidak ada perbicangan ringan atau kecil di antara keduanya. Hanya ada suara pergeseran pisau dengan piring. Namun, gadis itu bisa tahu jika ia sedang ditatap secara berulang oleh pria di hadapannya sejak tadi.Canggung? Tentu saja, iya. "Suasananya enak, ya?" tanya Ben. Kalimat pertama setelah mereka menyelesaikan acara makan malam yang menurutnya romantis itu."Heem. Iya.""Kemari," ucap Ben yang bergerak kemudian sedikit menurunkan tubuhnya, kemudian menunduk untuk membuka sepatu gadis itu. "Kamu kenapa nggak bilang kalau nggak nyaman? Padahal, sepatunya bagus banget di kaki kamu.""Bagus tapi aku nggak nyaman.""Sorry. Aku baru sadar. Itu juga karena kamu berusaha melepaskannya tanpa tangan." Sedikit kaget, namun gadis itu berusaha tenang. Ia bingung bagaimana bisa Ben mengetahui